Catur Warna [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CATUR WARNA Pengertian Catur Warna Kata Catur Warna berasal dari bahasa Sansekerta dari akar kata Vr.yang berarti pilihan. Catur Warna berarti empat pilihan bagi setiap orang terhadap profesi yang cocok untuk pribadinya masing – masing. Catur Warna memiliki manfaat sangat strategis dalam upaya meningkatkan professional umat Hindu. Kata “ Catur Warna”dalam ajaran Agama Hindu berasal dari bahasa Sansekerta,dari kata “Catur dan Warna”. Catur berarti empat dan Warna berarti tutup,penutup,warna,bagian luar, jenis, watak, bentuk, kasta. Catur Warna berarti empat pengelompokkan masyarakat dalam tata kemasyarakatan agama Hindu yang ditentukan berdasarkan profesinya. Pemahaman tentang “Catur Warna” dapat dirumuskan berdasarkan sastra drstha. Yang dimaksud pemahaman “Catur Warna” berdasarkan sastra drstha adalah pemahaman yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian tentang Catur Warna menurut rumusan kitab suci BAGIAN CATUR VARNA Berdasarkan arti kata Catur Varna, maka terdapat Empat Bagian atau pilihan hidup dari seseorang dalam kehidupan ini, adapun ke-empat bagian tersebut adalah : 1. Brahmana Varna Brahmana adalah salah satu golongan karya atau warna dalam agama Hindu. Mereka adalah golongan cendekiawan yang mampu menguasai ajaran, pengetahuan, adat, adab hingga keagamaan. Di zaman dahulu, golongan ini umumnya adalah kaum pendeta, agamawan atau brahmin. Mereka juga disebut golongan paderi atau sami. Kaum Brahmana tidak suka kekerasan yang disimbolisasi dengan tidak memakan dari makluk berdarah (bernyawa). Sehingga seorang Brahmana sering menjadi seorang Vegetarian. Brahmana adalah golongan karya yang memiliki kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan baik pengetahuan suci maupun pengetahuan ilmiah secara umum. Dahulu kita bertanya tentang ilmu pengetahuan dan gejala alam kepada para brahmana. Bakat kelahiran adalah mampu mengendalikan pikiran dan prilaku, menulis dan berbicara yang benar, baik, indah, menyejukkan dan menyenangkan. Kemampuan itu menjadi landasan untuk mensejahterakan masyarakat, negara dan umat manusia dengan jalan mengamalkan ilmu pengetahuannya, menjadi manggala (yang dituakan dan diposisikan secara terhormat), atau dalam keagamaan menjadi pemimpin upacara keagamaan. 2. Ksatrya Varna Kesatria atau ksatrya, adalah kasta atau warna dalam agama Hindu. Kasta ksatria ini merupakan bangsawan dan merupakan tokoh masyarakat bertugas



sebagai penegak keamanan, penegak keadilan, pemimpin masyarakat, pembela kaum tertindas atau lemah karena ketidakadilan dan ketidakbenaran. Tugas utama seorang ksatria adalah menegakkan kebenaran, bertanggung jawab, lugas, cekatan, perilaku pelopor, memperhatikan keselamatan dan keamanan, adil, dan selalu siap berkorban untuk tegaknya kebenaran dan keadilan. Di zaman dahulu ksatria merujuk pada klas masyarakat kasta bangsawan atau tentara, hingga raja. Zaman sekarang, ksatria merujuk pada profesi seorang yang mengabdi pada penegakan hukum, kebenaran dan keadilan prajurit, bisa pula berarti perwira yang gagah berani atau pemberani. Kelompok ini termasuk pemimpin negara, pimpinan lembaga atau tokoh masyarakat karena tugasnya untuk menjamin terciptanya kebenaran, kebaikan, keadilan, dan keamanan di masyarakat, bangsa, dan negara. 3. Vaisya Varna Vaisya (Dewanagari: ववववव, : vaiśya) adalah golongan karya atau warna dalam tata masyarakat menurut agama Hindu. Bersama-sama dengan Brahmana dan Ksatria, mereka disebut Tri Wangsa, tiga kelompok golongan keraya atau profesi yang menjadi pilar penciptaan kemakmuran masyarakat. Bakat dasar golongan Waisya adalah penuh perhitungan, tekun, trampil, hemat, cermat, kemampuan pengelolaan aset (kepemilikan) sehingga kaum Wasya hampir identik dengan kaum pedagang atau pebisnis. Kaum Waisya adalah kelompok yang mendapat tanggungjawab untuk menyelenggarakan kegiatan ekonomi dan bisnis agar terjadi proses distribusi dan redistribusi pendapatan dan penghasilan, sehingga kemakmuran masyarakat, negara dan kemanusiaan tercapai. 4. Sudra Varna Sudra (Sanskerta: śūdra) adalah sebuah golongan profesi (golongan karya) atau warna dalam agama Hindu di India. Warna ini merupakan warna yang paling rendah. Warna lainnya adalah brahmana, ksatria, dan waisya. Sudra adalah golongan karya seseorang yang bila hendak melaksanakan profesinya sepenuhnya mengandalkan kekuatan jasmaniah, ketaatan, kepolosan, keluguan, serta bakat ketekunannya. Tugas utamanya adalah berkaitan langsung dengan tugas-tugas memakmurkan masyarakat negara dan umat manusia atas petunjuk-petunjuk golongan karya di atasnya, seperti menjadi buruh, tukang, pekerja kasar, petani, pelayan, nelayan, penjaga, dll.



Memahami Kewajiban Setiap Catur Varna Dalam buku Māhabhārata, Maha Reshi Bhisma telah menjelaskan sifat-sifat umum yang harus diikuti oleh setiap Varna, yang berarti juga untuk semua orang, yaitu: a. Akrodha atau tidak pernah marah. b. Satyam atau berbicara benar dan jujur. c. Samvibhaga atau adil dan jujur. d. Dapatkan anak dari hasil pernikahan. e. Berbudi bahasa yang baik.



f. Hindari semua jenis pertengkaran. g. Srjawam atau berdiri teguh. h. Membantu semua orang yang bergantung pada seseorang. Jika dalam situasi yang panik, seperti perang atau kesusahan, setiap Varna harus bertanggung jawab membela negara atau pemerintah. Kewajiban umum yang harus diambil oleh setiap penganut Hindu, terlepas dari Varna, pangkat, dan sebagainya, disebut Sadharana Dharma. Sarasamuscaya sloka 63 juga menguraikan kewajiban bersama yang berlaku untuk semua Varna. Kewajibannya adalah sebagai berikut: Arjavam cānrśamsyam ca damāś, cendriyagrahah. Esa sādhārano dhramaś Catur varnye brawСmanmanuh. Tidak bertanggung jawab atas Varna Catur, kebenaran, tebakan yang benar, anarki, seperti nrcansya, nama nrcansya ātmasukhapara, misalnya ri laraning len, yawatika nrçansya muhawara sukha ragawak, yatika nrçansya Namun, namanya tidak berarti bahwa, atas nama ibunya, bertahan tubuhnya, tubuhnya, tubuhnya, giginya prawrtti pāt, tata letak catur varna, ling Bhatara Manu. Terjemahan: Ini adalah jenis kelompok keempat yang harus dilaksanakan, Arjawa, jujur dan jujur. Ancrcangsya, bukan berarti begitu. Nrcangsya berarti keegoisan mengabaikan kesulitan orang lain, hanya menekankan segala sesuatu yang menyenangkan dirinya sendiri, yang disebut nrcangsya, perilaku yang bukan satu-satunya nama; dama berarti mampu menasihati diri sendiri; Indriyanigraha membatasi nafsu, empat perilaku yang harus dibiasakan oleh Catur Varna, menurut Bhatara Manu. Jadi jika disingkat perilaku Catur Varna ada empatyaitu Anrcansya (tidak mementingkan diri sendiri), Arjawa (jujur dan terus terang), Dama (dapat menasihati diri sendiri), Indriyanigraha(mengendalikan nafsu). Jadi, semua etika umum atau aturan perilaku yang berlaku untuk umat Hindu berarti bahwa semua Catur Varna juga berlaku. Atau sebaliknya. Jika kewajiban Varna tidak dapat berjalan karena kebingungan Chatur Varna akan datang, maka akan ada waktu yang disebut Kali Yuga di mana orang akan bingung dan pergi ke kehancuran. Campur Varna di sini karena tidak dapat bekerja sesuai dengan profesi dan fungsinya. Sebagai contoh, seorang Brahmana yang berfungsi sebagai pembangun agama kemudian menjadi atau mengambil pekerjaan dagang, penguasa pemerintah kemudian menjadi pengusaha. Orang-orang yang berbakat dan memiliki pendidikan Master kemudian bekerja tidak pada pendidikan dan sebagainya. Sarasamuscaya sloka 61 menggambarkan situasi kacau bahwa setiap Varna tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ayat itu berbunyi sebagai berikut:



Rājābhir brahmanah sarwabhakso Waicyo 'nіhāwān hinawarno' lasaśca, Widwānacilo wrttahinah kulinah Bhrasto brāhmanah stri ca dustā Hana pwa kanya, ratu ketakutan, brāhmana sarwabhaksa. waiçya nirutsaha ring krayawikrayādi karma, çūdra alemeh sewakta di triVarna, pandita duccila, sujanma anasar ring maryā dānya, brāhmana tan satya, stri lie duccila. Terjemahan: Jika ada hal seperti itu, raja yang pengecut, brahmana doyan semua makanan, waisya tidak ada kegiatan dalam bisnis perdagangan, perdagangan dan sebagainya, sudra tidak suka melayani Tri Varna, si pelaku kejahatan, orang yang dilahirkan sebagai kelahiran lahir menyimpang dari kehidupan yang sopan brahmana sopan dan wanita melayu dan jahat.



Lalu, bagaimana kewajiban setiap Varna direkomendasikan oleh Hindu? Berikut penjelasan yang lebih rinci:



1. Kewajiban Brahma Tentang kewajiban dan atribut seorang Brahmana: Orang yang bebas dari rasa takut dan ikatan belenggu, ketenangan, keseimbangan, kesadaran dan dapat mengatasi nafsu, bebas dari kemarahan, orang yang tidak suka disakiti dengan pikiran, kata-kata dan perbuatan, mereka yang telah kehilangan kesengsaraan, dalam hak kebenaran dan kebajikan mereka sendiri, suka hidup sederhana, telah mencapai kesempurnaan, ketekunan dan kesabaran atas hukuman, fitnah, penganiayaan meskipun ia tidak bersalah, orang yang dengan hati-hati melakukan tugas keagamaannya, sama sekali tidak berhubungan dengan kesenangan duniawi, mengetahui akhir dari penderitaan, orang-orang yang mengetahui dengan jelas jalan yang salah, penuh kebijaksanaan, telah mencapai tujuan akhir, tidak suka menyiksa dan membunuh makhluk lain,tidak pernah mengubur, kata-katanya mudah dimengerti, tidak pernah mencuri, untuk melarikan diri dari kehidupan dunia ini, telah mencapai dasar keabadian, telah mampu melarikan diri dariMenentang kelahiran dan penyesatan , sebagai pahlawan yang dapat menaklukkan dunia, mengetahui keberadaan dan lenyapnya makhluk hidup, mengetahui kehidupan sebelumnya, tahu surga dan neraka, dan telah mencapai akhir kelahiran.



2. Kewajiban Kṣatriya Jelas peran dan fungsi Katarina Varna, yaitu memimpin dan melindungi rakyat . Dari sumber-sumber itu juga dapat dikatakan bahwa raja jelas-jelas milik Varna Kṣatriya. Lontar Raja Pati Gondola menyebutkan tugas dan kewajiban seorang raja sebagai kelas Kṣatriya, antara lain, Raja harus mengetahui upaya bagian yang terdiri dari tiga unsur yaitu: (a) Penampilan berarti bahwa raja harus dapat melihat wajah rakyat dengan baik, (b) Dinasti berarti raja harus dapat melihat pengaturan utama masyarakat, (c) Penggunaan berarti bahwa raja harus dapat mengenal rakyatnya yang memiliki keahlian. Selain itu, lontar juga menggambarkan bahwa seorang raja harus tahu Rajaniti Kamkamuka ajaran yang menyebutkan seorang raja adalah sebagai pengemudi dan menyatakan sebagai perahu. Jika kapal itu tanpa



sopir, ia akan tenggelam di tengah laut, seperti halnya raja ketika memegang pemerintahan, jika negara sekecil apa pun akan dihancurkan.



3. Wajib Varna Wajib Tugas atau kewajiban Varna Waisya adalah untuk kemakmuran negara. Tugas mereka terutama bertani, bertani, dan berdagang. Waisya harus mengetahui dan mengatur harga barang, terutama barang yang merupakan kebutuhan pokok. Mereka harus mahir dalam menanam, harus tahu tentang kondisi tanah di sekitar daerah itu, apakah tanahnya subur atau tidak, tanaman apa yang cocok untuk ditanam di setiap daerah. Mereka harus mahir dalam skala dan item yang paling menguntungkan. Waisya harus mahir di bidang pertanian. Mereka harus selalu memiliki para Brahmana dan untuk mendukung pendirian tempattempat ibadah. Jadi Varna Waisya adalah kelompok fungsional yang setiap orang memiliki bakat dan bakat lahir yang rajin, terampil, bijaksana, dan terampil untuk menampung kemakmuran rakyat, negara, dan kemanusiaan.



4. Kewajiban Varna Śudra Prof. Dr. Ida Bagus Mantra menerjemahkan sloka ini sebagai berikut: "Pekerjaan yang bersifat kementerian adalah kewajiban Śudra yang lahir dari alam."Kehidupan utama Śudra adalah pekerjaan menjadi buruh, pekerja yang mengandalkan hidupnya untuk orang lain, dan hasil menjual energi. Jika seorang sarjana tidak mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan atau pelayan, dan itu akan mengancam hidupnya dan membuatnya kelaparan, maka orang traumatis dapat bekerja sendiri. Diskusi tentang Kewajiban Setiap Catur Varna



Catur Warna dan Profesionalisme Catur Warna dan Profesionalisme



Caaturvarnyam mayaa Gunakarma Tasya kartaaram api Viddhy akartaaram avyayam.(Bhagavad Gita IV.13).



srstam vibhaagasaah maam



Artinya: Catur Warna aku ciptakan berdasarna guna dan karma. Meskipun Aku sebagai penciptanya, ketahuilah Aku mengatasi gerak dan perubahan.



AJARAN Catur Warna ini sesungguhnya filosofi profesionalisme menurut Hindu. Sayang ajaran yang sangat mulia dan luhur ini dikotori oleh bintik-bintik hitam sejarah masa lampau yang menjungkirbalikan secara total ajaran Catur Warna itu menjadi kasta. Hal ini membuat terpuruknya citra Hindu di mata masyarakat luas.



Oleh karena itu dalam Pesamuan Agung PHDI, 26-29 Oktober 2002 di Mataram ini, ajaran Catur Warna itu akan dikembalikan pada fungsinya yang semula sesuai perkembangan dan tuntutan masyarakat.



Pada Pesamuan Agung tahun 2000 di Denpasar masalah pengembalian ajaran Catur Warna ini sudah pernah diajukan kepada sabha pandita untuk ditetapkan menjadi bhisama. Usul itu tinggal usul sampai akhirnya datang Maha Sabha VIII, bhisama tersebut tidak disidangkan oleh sabha pandita saat itu. Karena sesuai dengan Anggaran Dasar PHDI yang berhak mengeluarkan bhisama hanyalah sabha pandita. Karena sabha pandita-lah sebagai unsur yang tertinggi dalam susunan kelembagaan PHDI. Hal ini memang sesuai dengan makna kitab suci Manawa Dharmasastra. Pada Pesamuan Agung PHDI di Mataram, ini diajukan lagi rancangan bhisama tentang Catur Warna ini sebagaimana diamanatkan oleh Maha Sabha VIII PHDI 2001 lalu. Sesungguhnya, ajaran Catur Warna ini adalah landasan filosofi profesionalisme. Ini artinya seseorang akan menjadi profesional apabila ia dapat mengembangkan minat dan bakat pembawaannya yang disebut guna dalam Bhagawad Gita. Terus guna itu dapat bertemu dengan karma. Artinya orang yang telah mampu mengembangkan guna atau minat dan bakat pembawaannya sejak lahir itu terus mendapatkan pekerjaan sesuai dengan guna yang telah dikembangkannya itu. Kalau ada orang yang bakat pembawaannya sebagai guru misalnya terus ia dibina melalui pendidikan dan latihan sebagai guru, selanjutnya dapat bekerja sebagai guru. Hal itulah yang disebut varna. Kalau bekerja yang demikian itu pasti memberikan kebahagiaan kerja.



Guru dalam konsep Catur Warna tergolong brahmana varna dengan tidak mengait-ngaitkan asal usul wangsanya. Kalau bakat pembawaannya sebagai pedagang terus ia mendapatkan pendidikan dan latihan sebagai pedagang terus bekerja sebagai pedagang. Inilah yang disebut profesional. Jadi sangatlah tepat ajaran Catur Warna ini kita tegakkan sesuai dengan filosofinya.



Bhisama Catur Warna ini sangat diperlukan oleh umat Hindu, karena sampai saat ini terjadi pengertian yang sangat bias tentang ajaran Catur Warna. Disamping itu, ajaran ini akan dapat dijadikan konsep untuk menyadarkan orang agar mereka berusaha mengenali jati dirinya dalam mengembangkan profesionalismenya. Dewasa ini banyak orang menderita sakit gangguan mental karena tidak mendapatkan kebahagiaan kerja.



Meskipun mereka mendapatkan imbalan gaji yang cukup memadai, tetap saja merasa menderita kalau bekerja tidak sesuai dengan minat dan bakatnya. Ini artinya dewasa ini banyak orang yang tidak menemukan varna-nya. Mengapa demikian dalam persaingan perebutan lapangan kerja ini banyak pihak



mendapatkan kerja yang tidak sesuai dengan minat dan bakatnya. Kalau menunggu sampai mendapatkan kerja sesuai dengan minat dan bakatnya amat sulit.



Kapan kita dapat bekerja sesuai dengan minat dan bakat kita, hal itu tidak ada kepastian. Di lain pihak kebutuhan ekonomi terus menuntut. Kebutuhan ekonomi itu tidak dapat ditunda. Karena itu orang pun bekerja asal dapat saja. Yang penting dapat uang, soal menyenangkan atau tidak pekerjaan itu hal itu urusan lain. Jadinya banyak orang tidak menemukan varna-nya dalam hidupnya ini, karena guna tidak nyambung dengan karma.



Bekerja seperti itu menimbulkan risiko tekanan psikologis. Kalau orang tersebut lemah dalam mengelola hati nuraninya mereka pun dapat menjadi orang yang tergolong rawan menderita gangguan stres. Kalau gangguan stres ini berlarutlarut hal inilah yang akan dapat mendatangkan perilaku yang brutal dan anehaneh. Lebih payah lagi bagi mereka yang tidak mendapatkan pekerjaan untuk sekadar mempertahankan hidup saja.



Karena itu konsepsi Catur Warna sebagai filosofi pengembangan profesionalisme untuk mendapatkan kebahagiaan kerja patut dikaji dan dikembangkan lebih serius sebagai sumbangan umat Hindu untuk membangun sistem kerja yang membahagiakan. Kalau kita mampu membangun sistem kerja seperti yang diajarkan oleh ajaran Catur Warna itu maka akan dapat menimbulkan produktivitas kerja yang lebih baik karena adanya ketenangan kerja CATUR WARNA Kata Catur Warna berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari kata ''Catur" berarti empat dan kata "warna" yang berasal dari urat kata Wr (baca: wri) artinya memilih. Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang, serta kwalitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang tumbuh dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu pekerjaan. Empat golongan yang kemudian terkenal dengan istilah Catur Warna itu ialah: Brahmana, Ksatrya, Wesya, dan Sudra. Warna Brahmana.



Disimbulkan dengan warna putih, adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kerohanian keagamaan.



Warna Ksatrya.



Disimbulkan dengan warna merah adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kepemimpinan, keperwiraan dan pertahanan keamanan negara.



Warna Wesya.



Disimbulkan dengan warna kuning adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di



bidang kesejahteraan masyarakat (perekonomian, perindustrian, dan lainlain). Warna Sudra.



Disimbulkan dengan warna hitam adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang ketenagakerjaan.



Dalam perjalanan kehidupan di masyarakat dari masa ke masa pelaksanaan sistem Catur Warna cenderung membaur mengarah kepada sistem yang tertutup yang disebut Catur Wangsa atau Turunan darah. Pada hal Catur Warna menunjukkan pengertian golongan fungsional, sedangkan Catur Wangsa menunjukkan Turunan darah.