Check and Balances Dalam Sistem Ketatanegaraan RI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS HUKUM TATA NEGARA “Check and Balances dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia”



Kelompok 6 Nama Anggota Kelompok : 1. Dewa Gede Natih Dena Darma Putra



(1904551137)



2. Gusti Arya Dharma Kusuma



(1904551140)



3. Anak Agung Gede Mayun



(1904551142)



4. I Putu Rocky Saputra



(1904551146)



5. Vedro Julio Vinshi



(1904551162)



Dosen Pengajar : Made Nurmawati, S.H., M.H.



Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana 2020



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Distribusi kekuasaan merupakan suatu hal yang penting dalam membangun sistem ketatanegaraan. Distribusi kekuasaan yang baik diharapkan terwujud keseimbangan kekuasaan antara satu lembaga dengan lembaga lainnya dan terdapatnya saling kontrol untuk menghindari terjadinya penyimpangan. Pengalaman sejarah pemerintahan menunjukkan bahwa ketika kekuasaan terpusat pada satu tangan atau satu lembaga tertentu, yang muncul adalah penyimpangan dan berujung pada gerakan rakyat menuntut terjadinya perubahan. Pengalaman ketatanegaraan di Indonesia menunjukkan betapa ketidakseimbangan kekuasaan telah melahirkan berbagai penyimpangan dalam praktek ketatanegaraan. Menghindari



pemusatan



kekuasaan



yang



dapat



mengarah



pada



kesewenang-wenangan, maka perlu diadakan pembagian kekuasaan negara. Salah satu teori pembagian kekuasaan adalah teori Montesquieu yang membagi kekuasaan negara menjadi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Agar tiga bidang kekuasaan tersebut dapat saling mengontrol dan terjadi keseimbangan kekuasaan perlu diterapkan prinsip checks and balances. Sistem ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen UUD NRI tahun 1945 menganut prinsip tersebut di mana DPR sebagai lembaga legislatif, Presiden sebagai lembaga eksekutif, dan Mahkamah Agung beserta Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif dapat saling mengontrol dan terjadi keseimbangan kekuasaan antar lembaga lembaga tersebut. Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif memiliki kekuasaan yang sedemikian besar. Hal itu menjadikan lembaga-lembaga negara lainnya tidak dapat berfungsi dengan baik karena ''terkooptasi'' oleh kekuasaan eksekutif. Lembaga legislatif yang seharusnya melakukan kontrol atau pengawasan terhadap kekuasaan eksekutif, pengawasan itu tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, sehingga Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dapat mengambil tindakan sekehendaknya. Lembaga legislatif hanya menjadi ''rubber stamp” yang



memberikan pengabsahan terhadap kebijakan pemerintah. Begitu pula lembaga yudikatif yang mestinya menjadi lembaga yang merdeka atau independen untuk mewujudkan keadilan juga kehilangan independensinya karena pengaruh kekuasaan eksekutif. Berbagai peristiwa yang dikemukakan di atas menyadarkan bahwa pentingnya menghindari adanya kekuasaan negara yang terpusat pada lembaga tertentu dan perlunya saling kontrol antara satu lembaga dengan lembaga lainnya untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam pemerintahan. Berkenaan dengan itu, perwujudan prinsip checks and balances dalam sistem ketatanegaraan merupakan sesuatu yang penting. Oleh karena itu menjadi menarik untuk melakukan pengkajian dengan didasarkan pada permasalahan bagaimana checks and balances dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dikaji 1. Bagaimana prinsip checks and balances dapat diterapkan di Indonesia? 2. Apakah dewasa ini, di Indonesia, prinsip checks and balances sudah berjalan dengan baik?



BAB II PEMBAHASAN



A. Prinsip Checks and Balances dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Dalam



sistem ketatanegaraan Republik



Indonesia



sebenarnya



sudah



menginginkan terjadinya keseimbangan dalam hal pemegangan kekuasaan. Ini dapat terlihat dari dibentuknya DPR hingga akhirnya terbentuk MPR. Namun ketika masa sebelum amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 masih terdapat ketidakseimbangan dalam menjalankan system ketatanegaraan tersebut. Dapat kita lihat dari adanya kekuasaan yang sangat besar berada di tangan Presiden selaku eksekutif. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Mahfud MD, dimana kelemahan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebelum amandemen adalah tidak adanya mekanisme check and balances. Presiden menjadi pusat kekuasaan dengan berbagai hak prerogative. Selain menguasai bidang eksekutif, Presiden memiliki setengah dari kekuasaan legislative yang prakteknya Presiden juga menjadi ketua legislative. 1 Melihat hal tersebut dan mendapat desakan untuk melakukan amandemen, anggota MPR akhirnya merencanakan adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 agar kekuasaan di Negara Republik Indonesia dapat dibagi dan dapat mewujudkan prinsip check and balances. Terbukti, setelah amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, kekuasaan dan kewenangan pemerintah dapat dibagi dan dapat mewujudkan prinsip checks and balances. Prinsip checks and balances dewasa ini dapat kita lihat dari adanya pembagian kekuasaan yang jelas sesuai dengan teori Trias Politika. Dimana dalam teori tersebut, terdapat 3 pembagian kekuasaan yaitu eksekutif, legislative dan yudikatif. Legislatif adalah lembaga yang berwenang membuat peraturan undangundang dan pengawasan kepada pemerintahan. Kewenangan ini disebut “rulemaking function” atau “fungsi membuat aturan”. Di Indonesia, Lembaga legislatif adalah DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) bersama dengan DPD (Dewan



1



Moh. Mahfud MD, 2000, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia: Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Jakarta, Rineka Cipta, hlm 147.



Perwakilan Daerah). Eksekutif berwenang menjalankan pemerintahan sesuai peraturan undang-undang. Kewenangan ini disebut “rule application function”, atau “fungsi pelaksanaan aturan”. Di Indonesia kekuasaan Eksekutif dipegang oleh Presiden yang bertindak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.Yudikatif adalah kekuasaan yang berwenang menindak pelanggaran dalam peraturan perundangan.



Kewenangan ini disebut “rule adjudication



function”, atau “fungsi putusan aturan”. Di Indonesia kekuasaan Yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.



B. Berjalannya Prinsip Checks and Balances dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Untuk dapat melihat apakah prinsip check and balances sudah diterapkan dengan baik di Indonesia, kita tentu dapat melihatnya di dalam hubungan antar lembaga negara tersebut. 1. Hubungan antara legislative dengan eksekutif Secara garis besar, hubungan antara legislative dengan eksekutif dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu hubungan yang bersifat Kerjasama dan hubungan yang bersifat Pengawasan. Yang dimaksud dengan hubungan kerjasama adalah antara Presiden dan DPR harus bekerjasama guna membuat Undang-Undang (termasuk APBN). Sedangkan yang dimaksud hubungan Pengawasan adalah DPR melakukan pengawasan terhadap setiap kebijakan pemerintah (eksekutif). 2. Hubungan antara eksekutif dengan yudikatif Hubungan antara kedua lembaga tersebut yaitu dalam hal Presiden memberikan grasi, amnesti, abolisi serta rehabilitasi. Dalam memberikan grasi dan amnesti, Presiden harus memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 hasil amandemen. 3. Hubungan antara legislative dengan yudikatif Hubungan antara kedua lembaga ini adalah dalam hal mewujudkan system perundang-undangan yang isinya tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dimana DPR selaku pembuat undang-undang akan senantiasa berkoordinasi dengan lembaga yudikatif terkait tercapainya hal tersebut.



BAB III KESIMPULAN



Kesimpulan yang dapat di ambil dari uraian sebelumnya yaitu : 1. Indonesia sejatinya sudah mengupayakan untuk melaksanakan prinsip checks and balances sedari dulu. Hal ini dapat dilihat dari adanya amandemen yang memang mengisyaratkan untuk adanya checks and balances antar lembaga negara. Hasil dari amandemen tersebut dapat kita lihat dari adanya pembagian kekuasaan yang jelas sesuai dengan tugas dan fungsi masing masing lembaga. Yang mana dalam amandemen itu, membagi kekuasaan negara menjadi 3 bagian yaitu : Eksekutif (Presiden), Legislatif (DPR dan DPD), serta Yudikatif (MA dan MK) 2. Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat kita lihat terciptanya hubungan yang baik antar lembaga negara dalam menyukseskan prinsip checks and balances. Sehingga dapat disimpulkan bahwa prinsip checks and balances di Indonesia sudah berjalan lebih baik dibandingkan dengan era sebelumnya.