12 0 358 KB
TUGAS INDIVIDU TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY (CBT) Dosen Pengampu: Prof. Dr. Dwi Yuwono Puji Sugiharto, M.Pd., Kons. Mulawarman., M. Pd., Ph. D
Disusun Oleh: Burhanudin
(0106519019)
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020
A. JAWABLAH BEBERAPA PERTANYAAN DIBAWAH INI. 1. Menurut saudara jelaskan bagaimana ciri-ciri berpikir rasional! Jawab a. Berorientasi pada pengalaman nyata dan bersifat faktual Terkadang ketika suatu kejadian buruk terjadi sebagian dari kita akan cemas dan khawatir,
terlalu takut akan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi
pikiran seperti ini dalam Cognitive behavior sebagai catastrophe atau pikiran impulsive1. Kaitannya dengan pikiran rasional bahwa seseorang yang berpikir rasional menunjukan cara berpikir yang bertentangan dengan pikiran impulsive. Seseorang yang rasionable cenderung akan mengaitkan segala hal yang dipikirkan dengan fakta yang terjadi dalam kehidupan atau berpikir secara realistis. Orang yang realistis tidak akan merasa cemas pada sesuatu hal yang belum tentu terjadi dan tidak bisa dibuktikan secara fakta dan kenyataaan. b. Mempunyai perspektif lain dalam memandang suatu masalah. Ketika terjadi suatu masalah sesorang tidak akan terjebak pada satu perspektif yang sama Sehingga kecemasan terjadi secara berulang. Seseorang yang memiliki persepektif lain akan memandang bahwa setiap permasalahan tidak hanya dapat menimbulkan suatu kecemasan tetapi juga dapat menjadi renungan dan proses evaluasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Sebagi contoh Anda dipecat dari pekerjaan, jika Anda memiliki persepektif yang baik maka Anda akan melihat hal ini bukan hanya sebagai pemicu kecemasan. Tetapi juga sebagai pemicu diri untuk lebih berusaha menjadi yang terbaik atau bahkan dari permasalahan ini Anda bisa menjadi seseorang yang lebih inovatif dan kreatif. Seperti yang diungkapkan oleh Beck “Tidak ada yang baik buruk, namun pikirankanlah hal yang membuat demikian... Karena sejatinya bukanlah peristiwa yang menjadi masalah, namun bagaimana diri memandang/memikirkan hal tersebut”
1
Richard S. Sharf. Theories of Psychotherapy and Counseling: Concepts and Cases. (USA : Cengage Learning, 2012) hlm.394
2. Jelaskan bagaimana masalah terjadi pada diri individu dilihat dari sudut pandang pendekatan kognitif! Padahal situasi tidak langsung berdampak Jawab Pendekatan kognitif berpandangan bahwa masalah terjadi pada individu bermula akibat level of thingking yang dimiliki individu rendah atau cara berpikir yang terbatas terhadap sebuah situasi. Sehingga terjadi bias penalaran yang akhirnya memunculkan sebuah masalah emosi atau kecemasan. Pendekatan ini memiliki pandangan bahwa sebenarnya yang menentukan munculnya sebuah emosi atau perasaan bukan karena situasi yang terjadi. Melainkan, bagaimana individu itu memaknai, menyimpulkan serta mempersepsikan suatu kejadian sehingga memunculkan suatu emosi tertentu dalam diri. Pemrosesan informasi yang salah adalah penyebab utama berlebihan dalam reaksi emosional dan perilaku adaptif2. Pemikiran kita terhubung langsung dengan reaksi, perilaku, dan motivasi emosional kita. Ketika kita memikirkan hal-hal dengan cara yang salah atau terdistorsi, kita mengalami reaksi emosi dan perilaku yang berlebihan atau terdistorsi juga. Pada intinya, Gangguan psikologis atau masalah seseorang dimulai ketika emosi dan perilaku normal tidak lagi proporsional dengan kejadian hidup3. 3. Jelaskan perbedaan mendasar antara pendekatan Rasional Emotive behavior (REB) dan Pendekatan Cognitive Behavior! (Buatlah dalam bentuk tabel) Jawab Menurut beck dan weeishar dalam Corey menjelaskan ada beberapa perbedaan penting antara kedua pendekatan ini, terutama sehubungan dengan metode dan gaya terapi. CT lebih menekankan untuk membantu klien mengidentifikasi kesalahpahaman untuk diri mereka sendiri dari pada diajarkan. Melalui proses pertanyaan reflektif ini, ahli terapi kognitif berkolaborasi dengan klien dalam menguji validitas kognisi mereka. Perubahan terapi adalah hasil dari klien yang mengevaluasi kembali keyakinan yang salah.
2
Corey, G. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. (USA : Thomson Brooks/Cole, 2017) hal. 283
3
Corey Ibid. hal.283
Lebih lanjut perbedaan antara REBT dan CBT di uraikan dalam table berikut. Rasional Emotive behavior Cognitive Behavior (BECK) Pandangan
terhadap
pikiran yang salah
(ELLIS) Melalui proses perselisihan memandang rasional, berupaya membujuk kliennya klien
bahwa
kepercayaan
yang
terdistorsi
keyakinan sebagai akibat dari kesalahan
mereka tidak rasional dan kognitif dan bukan hanya tidak berfungsi
didorong
oleh
Fokus Penanganan dan
irasional. Sangat direktif, persuasif, dan Fokus dalam
intervensi
konfrontatif,
dan
keyakinan mendeteksi
peran Keyakinan Mereka
terapis dalam proses terapi Model Intervensi
sangat ditekankan A, B, C, D, dan E adalah Sedangkan
Kognitif
teknik andalan yang dapat Behavior lebih menggunakan membantu
konselor
menyadarkan
diskusi
secara
klien kolaboratif.
bagaimana berkembang
untuk dialog, masalah Misalnya
dan
membantu
Konselor
dapat mengajukan
pertanyaan
siswa terbuka untuk mengungkap
menggantikan irasional atau kepercayaan
yang
tidak
pikiran yang tidak membantu. tepat, dan kemudian konselor Dengan Teknik ini juga bisa dapat mengarah tujuan.
pada
membantah
penetapan menantang. misalnya lebih
dan Berkata
“Jadi
ceritakan
banyak
tentang
perasaan Anda tentang dan segala hal tentang diri Anda”
4. Jelaskan pemahaman saudara mengenai pikiran otomatis/spontan (Automatic thought) dan distorsi kognitif (cognitive distortion) pada pendekatan kognitif-perilaku dan buatlah pula contoh dari distorsi kognitif tersebut Jawab Automatic thought pemikiran otomatis ini merupakan kunci dalam teori Beck. Dimana, sesuai dengan istilahnya bahwa Automatic thought merupakan pikiran yang terjadi secara spontan, tanpa usaha atau pilihan. Dalam gangguan psikologis, pikiran otomatis sering terdistorsi, ekstrim, atau tidak akurat4. Contoh sederhana berpikir spontan secara negatif terhadap sesuatu yakni ketika kita merasa khawatir dan cemas berlebihan ketika teman kita tidak segera membalas pesan atau mengangkat telepon dari kita, kemudian kita mulai berpikir liar jangan-jangan teman yang kita telepon tidak menyukai kita atau dia marah pada kita sehingga ia mulai memutus hubungan dengan kita. Padahal, kita tidak tahu bisa saja dia sedang berkendaraan atau sedang sibuk atau bahkan sedang tidur dan lain sebagainya. Kemudian ada yang namanya distorsi kognitif yakni efek yang seringkali menyertai pikiran spontan dan bisa dikatakan merupakan kesalahan asumsi dan cara berpikir, serta kecenderungan berpikir yang berlebihan bahkan tidak rasional. Distorsi kognitif sesuatu yang mengarah pada perilaku maladaptive dan respon fisiologis. Freemana, DeRubeis, Tang, and Beck dalam Sharf mengemukakan Macam-macam distorsi kognitif5 yang dirangkum ke dalam table berikut: Bentuk 1
distorsi Pengertian
Contoh
kognitif All-or-nothing
Pikiran
thinking
tuntutan yang ekstrim pada dianggap gagal ketika ia tidak bisa
ini
membuat Si “A” menganggap dirinya akan
diri anda, dan jika tidak memproleh nilai A+ pada ujian. terpenuhi anda mengutuk dan menyalahkan diri anda sendiri dan dianggap tidak 2
memuaskan Selective abstraction Terkadang
individu Si “A” percaya bahwa kekasihnya
4
Richard S. Sharf. Theories of Psychotherapy and Counseling: Concepts and Cases. (USA : Cengage Learning, 2012) hlm.374
5
Sharf ibid. hlm. 377
memilih sebuah gagasan tidak mencintainya lagi sebab ia atau
fakta
dari
sebuah datang
terlambat
ketika
ingin
kejadian untuk mendukung berkencan, tetapi di sisi lain si A pemikiran negatif.
mengabaikan perasaannya, karena kekasihnya membawa hadiah dan ia tetap pergi berkencan seperti yang
3
Mind Reading
telah direncanakan. Percaya bahwa seseorang Sebagai contoh, si A menyimpulkan mengetahui
pemikiran bahwa temannya tidak lagi
orang lain tanpa mengecek menyukainya karena temannya tidak kebenarannya.
tesenyum padanya. Faktanya, teman itu mungkin saja lagi ada masalah pribadi dengan anggota kelurganya di rumah
4
Negative prediction
Ketika seorang individu Misalnya si “A” berprofesi sebagai percaya
bahwa
sesuatu konselor
dimana
dia
sedang
yang buruk yang akan menangani seorang klien. Pada sesi terjadi, dan tidak ada bukti pertama konseling berjalan lancer, yang mendukung.
kemudian saat tiba sesi kedua si klien tak kunjung dating kemudian si “A” mulai cemas dan khawatir di berpikir bahwa kliennya tidak dating dikarenakan kinerjanya saat sesi pertama tidak memuaskan sehingga dia mencap dirinya sebagai seorang
5
Catastrophizing
Berfikir
sangat
tentang
orang
kejadian.
konselor yang tidak becus. buruk Si “A” tidak ingin berangkat dan menggunanakan
pesawat
terbang
akibat rasa takut dan bayangan bahwa sesuatu yang buruk terjadi semisah kecelakan pesawat jatuh
sehingga Overgenerallization
ia
lebih
memilih
menggunakan kapal. Si “A” disakiti oleh seorang pria
Membesarkan-besarkan
sesuatu yang terjadi dan yang merupkan mantan pacarnya, berfikir secara general.
kemudian dia tidak mau menjalin hubungan dengan lelaki manapun karna ia menggeneralisasikan semua pria
6
Labeling mislabeling
and Pandangan
oleh
berdasarkan 7
Magnification minimization
kesalahan. or individu
sama
suka
menyakiti
perempuan. diri Si “A” menganggap dirinya bodoh
negatif
dibuat
itu
diri dan
terbatas
ketika
tidak
beberapa meyelesaikan tugas mata kuliah dengan nilai maksimal. membesarkan Magnification: si “A” mengalami
ketidaksempurnaan
atau cidera
meminimalkan hal baik
kaki
kemudian
dia
menagnggap bahwa dia sudh tidak bisa bermain bola lagi dan karir atletnya akan hancur, padahal cidera yang dia alami hanya cidera biasa Minimization:
si
“A”
merasa
walaupun dia memiliki momen yang baik untuk melakukan pertandingan ia merasa tidak cukup. Semua kembali lagi tergantung standar 9
Personalization
keinginannya. sebuah Si “A” mendapat tugas kelompok
Mengambil
peristiwa yang berkaitan Bersama rekan-rekannya kemudian dengan
individu
membuat personalisasi
dan saat
presentasi
kelompoknya
makna mendapatkan kritikan dari dosen diri
yang kemudian selesai presentasi si “A”
kadang tidak berhubungan
tidak berhenti menyalahkan dirinya menganggap semua kesalahan yang
terjadi pada kelompoknya adalah tanggung jawabnya pribadi, pdahal kesalahan tanggun kelompok.
B. OUTLINE TEORI & PENDEKATAN KONSELING
yang jawab
ada
merupakan
semua
anggota
PROGRAM STUDI MAGISTER BIMBINGAN KONSELING UNNES NAMA Rombel Program Studi Mata Kuliah
: Burhanudin (0106519019) : Reguler A : Pacasarjana Bimbingan dan Konseling : Teori dan Pendekatan Konseling
PETA KONSEPTUAL TEORI & PENDEKATAN KONSELING No 1
Aspek Nama
2
Pendekatan Konseling Tokoh Pengembang Aaron T. Beck (18 Juli 1921) seorang doktor dari
Teori
teori
Deskripsi & COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY
Referensi
University of Pennsylvania usia 7 tahun mengalami penyakit yang hampir merenggut nyawa, memperkuat sifat over protektif ibunya
3
Konsep Dasar:
Konsep Dasar
a. Hakekat manusia
Sistem kepercayaan dan pemikiran dipandang penting Sharf, 2012
b. Konsep
dalam menentukan dan mempengaruhi perilaku dan
Kepribadian Perkembangan
Corey, 2017
& perasaan. Aaron Beck mengembangkan pendekatan yang
membantu
individu
memahami
pemikiran
maladaptif mereka sendiri dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi perasaan dan tindakan. Terapis kognitif menggunakan metode terstruktur untuk membantu mereka klien memahami sistem kepercayaan mereka sendiri. Dengan meminta klien untuk merekam disfungsional pemikiran dan menggunakan kuesioner untuk menentukan pemikiran maladaptif, terapis kognitif kemudian dapat memanfaatkan berbagai teknik untuk mengubah keyakinan yang mengganggu fungsi yang berhasil. Mereka juga memanfaatkan strategi afektif dan perilaku.
Hakikat Manusia Melalui beberapa sumber maka dapat dirangkum beberapa pandangan CBT tentang individua tau manusia 1. Pikiran merupakan penentu utama munculnya emosi dan prilaku manusia. Maka, hal yang harus diubah harus pikirannya (mengutamakan peran kognitif dan keyakinan dalam proses pengubahan perilaku) 2. Menekankan perubahan pikiran negative (negative thoughts) dan keyakinan-keyakinan maladaptive (maladaptive belief). 3. Manusia menggunakan self talk sebagai cara instropeksi diri, dan memutuskan sesuatu. Self talk dapat mengarah pada hal positif maupun negatif tergantung belief dan schema yang terbangun dalam dirinya melalui proses interaksi dengan lingkungan. 4. Keyakinan-keyakinan individu bersifat subjektif dan memiliki makna personal tinggi, sehingga masing-masing manusia memiliki core belief masing-masing yang sulit dipahami. Konsep keperibadian 1. Menekankan
pada
pengaruh
pikiran
pada
kepribadian seseorang. 2. Belief seseorang menentukan bagaimana individu mengambil keputusan dan memandang dunianya. 3. Tekanan
psikologis
dapat
disebabkan
oleh
kombinasi faktor biologis, lingkungan, dan sosial (biopsikososial) yang saling berinteraksi jarang
disebabkan oleh satu faktor. 4. (Childhood experiences) terkadang peristiwa di masa kanak-kanak dapat mengarahkan individu pada kekaburan kognitif (cognitive distortion) 5. Kurangnya pengalaman/ketrampilan dalam proses perkembangan dapat menyebabkan individu tidak efektif dalam berpikir. (Merumuskan tujuan yang tidak realistik/membuat asumsi yang tidak tepat. Apa lagi ketika individu mengantisipasi situasi yang mengancam dirinya) 6. Pikiran-pikiran Memainkan
spontan
peran
(automatic
penting
terhadap
thoughts) tekanan
psikologis (apalagi ketika mengalami sesuatu hal yang besar). Asumsi tingkah laku bermasalah Menurut
pendekatan
ini
ialah
bahwa
individu
mengalami distorsi kognitif yang mengarah pada perilaku maladaptif. Jadi individu berpikir hal yang kurang tepat, karena membuat kesimpulan yang salah atas dasar informasi yang tidak memadai atau tidak benar, dan gagal untuk membedakan antara fantasi dan kenyataan. Macam-macam distorsi kognitif: 1. Arbitary Inference: mengacu pada pembuatan kesimpulan tanpa melihat bukti yang tepat/relevan. Hal
tesebut
“catastrophizing,”
dapat
digolongkan
sebagai
atau berpikir mutlak bahwa
akan terjadi sesuatu yang buruk pada hampir semua situasi. 2. Selection Abstraction: membentuk kesimpulan yang didasarkan pada peristiwa yang menyakitkan
saja. Dalam proses ini informasi lainnya diabaikan, dan sesuatu yang penting justru hilang total. Asumsinya adalah bahwa semua peristiwa yang terjadi berkaitan dengan kegagalan dan kerugian. 3. Over-generalization adalah sebuah proses dimana seseorang memiliki keyakinan yang ekstrim atas dasar insiden tertentu dan kemudian menggeneralisasikannya pada semua peristiwa yang ia alami, meskipun perisitiwa tersebut berbeda dari peristiwa yang pernah ia alami itu. Contohnya
anda
pernah
dikecewakan
dan
dikhianati oleh seorang laki-laki, lalu anda menganggap semua laki-laki adalah orang yang senang mengecewakan dan mengkhianati. 4. Magnification and Minimiztion:
membesar-
besarkan dan atau mengecilkecilkan suatu kasus dari kenyataan yang sebenarnya. Anda mungkin mengasumsikan bahwa ketika anda melakukan sebuah kesalahan kecil dalam proses konseling langsung
berkeyakinan
itu
akan
membuat
kerusakan psikologis yang berat pada diri klien. 5. Personalization:
kecenderungan
bagi
individu
untuk menghubungkan peristiwa dari luar dirinya ke dalam dirinya, bahkan ketika tidak ada dasar yang membuatnya memiliki hubungan. Jika klien tidak kembali untuk sesi konseling kedua, Anda mungkin benar-benar yakin bahwa ketidakhadiran ini adalah karena kinerja buruk Anda selama awal sesi. Anda mungkin mengatakan pada diri sendiri, “Situasi ini membuktikan bahwa saya benar-benar membiarkan klien tidak puas, dan mungkin
sekarang dia tidak pernah mencari bantuan lagi.” 6. Labeling and Mislabeling: melibatkan gambaran identitas seseorang atas dasar ketidaksempurnaan dan kesalahan yang dilakukan di masa lalu dan menjadikan itu sebagai identitas mereka yang sebenarnya.
Jadi,
jika
Anda
tidak
mampu
memenuhi semua harapan klien, Anda mungkin berkata kepada diri sendiri, "Aku benar-benar tidak berharga dan mencabut lisensi saya adalah jalan yang terbaik 7. Dichotomous
Thingking:
melibatkan
pengkategorisasian pengalaman secara baik-atau ekstrem. Dengan pemikiran terpolarisasi seperti peristiwa diberi label dalam warna hitam atau putih.
Contohnya
Anda
melihat
diri
Anda
sepenuhnya baik dengan kompetensi konselor yang dimiliki bahkan sebaliknya yakni anda melihat diri Anda sebagai orang yang jahat dengan tidak memiliki kompetensi konselor yang seharusnya 4
dimiliki. Konseling Menurut Sharf (2012) tujuan dasar dari konseling Corey, 2017
Proses (Tujuan umum)
&
tahapan kognitif adalah untuk menghilangkan bias atau distorsi dalam berpikir sehingga individu dapat berfungsi lebih efektif. Distorsi kognitif konseli ditantang, diuji, dan dibahas untuk membawa perasaan, perilaku, dan pemikiran ke arah yang lebih positif. Mengubah skema kognitif merupakan tujuan penting dari konseling kognitif. Menurut Beck et al (dalam Sharf, 2012) mengubah skema kognitif dapat dilakukan pada tiga tingkat yang berbeda. Jenis yang pertama
adalah skema reinterpretasi (schema reinterpretation). Dalam
hal
ini
individu
mengakui
skema
tapi
menghindari atau bekerja di sekitarnya. Misalnya, orang yang perfeksionis mungkin tidak mengubah perfeksionisme, melainkan bekerja sebagai inspektur di mana sifat-sifat ini dihargai dan diperkuat. Jenis yang kedua adalah modifikasi skema (schema modification) yaitu seorang individu membuat beberapa perubahan tapi tidak perubahan total dalam skema. Contohnya dari seseorang dengan paranoia yang membuat perubahan untuk percaya beberapa orang dalam situasi tertentu tetapi terus berhati-hati dalam mempercayai orang pada umumnya. Level tertinggi dari perubahan skema
adalah
restrukturisasi
skema
(schematic
restructuring). Sebagai contoh, seseorang dengan paranoia yang menjadi percaya kepada orang lain akan direstrukturisasi skema kognitif yang signifikan. Orang seperti itu akan percaya bahwa orang lain akan dapat dipercaya dan tidak mungkin untuk menyerangnya. Ketiga tingkatan perubahan skema menyediakan cara untuk memeriksa tujuan dalam konseling kognitif. Umumnya, ketika menetapkan kognitif
harus
fokus
pada
tujuan, konseling
hal
yang
spesifik,
memprioritaskan sasaran, dan bekerja bersama-sama dengan konseli. Menurut Weishaar
(dalam Corey, 2017) selain
membangun aliansi terapeutik dengan konseli, konselor juga harus memiliki konseptualisasi kognitif terhadap kasus, menjadi kreatif dan aktif, dapat melibatkan konseli melalui proses tanya jawab socrates, dan
menjadi
berpengetahuan
dan
terampil
dalam
penggunaan strategi kognitif dan perilaku yang ditujukan untuk membimbing konseli yang akan mengarah pada perubahan yang positif. Konselor kognitif yang efektif berusaha untuk menciptakan suasana hangat, hubungan empatik dengan konseli sementara pada saat yang sama secara efektif menggunakan teknik konseling kognitif yang akan memungkinkan konseli untuk membuat perubahan dalam pemikiran, perasaan, dan perilaku mereka. Konselor kognitif yang terus aktif dan sengaja berinteraksi membingkai
dengan
konseli,
kesimpulan
membantu
mereka
dalam
konseli bentuk
hipotesis yang akan diuji. Konselor melibatkan partisipasi aktif konseli dan berkolaborasi di seluruh tahapan konseling, termasuk menentukan seberapa sering untuk bertemu, bagaimana konseling yang panjang
harus
berlangsung,
apa
masalah
yang
dieksplorasi, dan menetapkan agenda untuk setiap sesi terapi. Fungsi konselor sebagai katalis dan panduan yang
membantu
konseli
memahami
bagaimana
keyakinan dan sikap mereka menyebabkan cara mereka merasa dan bertindak. Sikap, peran, dan tugas konseli Konseli diharapkan untuk mengidentifikasi distorsi dalam pemikiran mereka, meringkas poin-poin penting dalam sesi, dan bersama-sama merancang pekerjaan rumah yang mereka setuju untuk melaksanakan (J. Beck, 1995, 2005; J. Beck & Butler, 2005; Beck & Weishaar, 2008, dalam Corey, 2017). Konselor kognitif
menekankan peran aktif konseli dalam penemuan diri. Asumsinya adalah bahwa perubahan yang berlangsung dalam pemikiran dan perilaku konseli akan paling mungkin
terjadi
kesadaran,
dan
dengan usaha
inisiatif,
konseli.
pemahaman,
Terapis
kognitif
bertujuan untuk mengajarkan konseli bagaimana menjadi konselor bagi mereka sendiri. Konselor akan mendidik konseli tentang sifat dan dari masalah mereka, tentang proses konseling kognitif, dan bagaimana pikiran berdampak pada emosi dan perilaku mereka. Proses edukatif termasuk menyediakan konseli informasi tentang masalah mereka
dan tentang
pencegahan terjadinya masalah yang sama. Salah satu cara mendidik konseli adalah melalui biblioterapi. Pekerjaan rumah sering digunakan sebagai bagian dari konseling kognitif (Corey, 2009). PR ini disesuaikan dengan masalah konseli yang spesifik dan muncul dari hubungan terapeutik kolaboratif. Tujuan dari pekerjaan rumah
bukan
hanya
untuk
mengajar
konseli
keterampilan baru tetapi juga untuk memungkinkan mereka untuk menguji keyakinan mereka dalam situasi 5
Kajian
sehari-hari kehidupan. Empirik Kajian Efikasi CBT dalam Menangani Kasus www.kpai.go
Efikasi/efektivitas Pendekatan di seting Pendidikan
Bullying di Sekolah
.id
Semakin berkembangnya jaman, dan teknologi yang semakin modern seharusnya memudarkan prilaku Erna, 2019 primitif
dikalangan
masyarakat
namun
ternyata
sebaliknya krisis moral semakin menjadi-jadi salah Saripah, satunya praktik bullying. Saat
ini
banyak
2016 sekali
kasus
bullying
(perundungan) yang terjadi di kalangan masyarakat Agustin.
luas, tak terkecuali dalam dunia pendidikan. KPAI 2010 mencatat dalam kurun waktu 9 tahun, dari 2011 sampai 2019, ada 37.381 pengaduan kekerasan terhadap anak. Untuk bullying baik di pendidikan maupun sosial media, angkanya mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat. Ini membuktikan bahwa kian hari bangsa Indonesia mengalami kemerosotan nilai, norma dan moral. Menurut Ilie dalam Erna (2019) mengatakan bahwa siswa yang menjadi korban bullying baik di sekolah maupun melalui internet mengalami kerusakan otak yang lebih signifikan dibandingkan siswa lain yang tidak menjadi korban bullying. Selain berdampak pada korban, bullying juga berdampak pada pengamat dan pelaku. Bagi siswa lain yang menyaksikan tindakan bullying (pengamat), Rivers, Potetat, Noret, & Ashurst dalam Erna (2019) melihat adanya dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan mental siswa tersebut, meskipun mereka bukan korban atau tidak pernah menjadi korban bullying. Sedangkan bagi pelaku, Hawker & Boulton dalam Erna (2019) menemukan bahwa pelaku bullying beresiko menjadi individu yang memiliki tingkat kemarahan dan depresi yang tinggi, terindikasi untuk terlibat dalam perilaku kriminal saat dewasa nanti dan cenderung tidak memiliki sikap empati. Dalam hal ini perlu ada intervensi khusus dalam bentuk bantuan psikologis yang diterapkan dalam seting Pendidikan untuk mengatasi dan mencegah kasus bullying. Melalui Artikel ilmiah berjudul Cognitive-Behavioral Therapy untuk Menangani
Kemarahan Pelaku Bullying di Sekolah,
Erna
Hervina Ahmad (Magister Bimbingan Konseling, Universitas
Negeri
Jakarta,
Indonesia,
2019)
mengungkapkan bahwa Pemberian intervensi yang efektif bagi pelaku bullying harus didasarkan pada bagaimana
kondisi
emosinya.
Emosi
yang
melatarbelakangi remaja melakukan tindakan bullying. Menurutnya salah satu yang melatarbelakangi tindakan bullying adalah rasa marah yang dimiliki remaja pelaku bullying. Rasama marah kadang bermula dari adanya distorsi pada cara berpikirnya. Pelaku bullying akan beranggapan negatif pada setiap situasi yang dirasa mengancam dirinya kemudian jalan keluar yang dapat ia lakukan dalam mengatasi ancaman itu ialah dengan melakukan tindak kekerasan.Dengan adanya distorsi kognitif pada diri pelaku bullying maka pendekatan yang dianggap sesuai adalah cognitive-behavioral therapy (CBT). Asumsi dasar pendekatan CBT adalah bahwa tingkah laku yang ditampilkan dipengaruhi oleh proses kognitif. Jadi dengan CBT, intervensi tidak hanya berfokus pada perubahan tingkah laku (tindakan bullying) akan tetapi mengintervensi pula proses kognitif yang mempengaruhi emosi dan tingkah laku. Banyaknya dampak negative yang diakibat oleh tindakan
Bullying
juga
kemanjuran
CBT
yang
dianjurkan oleh para ahli membuat beberapa kalangan melakukan penelitian tentang kasus bullying kemudian mengaitkannnya dengan salah satu intervensi konseling yakni Cognitive Behavior Therapy diantaranya: 1. Penelitian berjudul Model Konseling Kognitif Perilaku untuk Menanggulangi Bullying Siswa
(Studi Pengembangan Model Konseling pada Siswa Sekolah Dasar di Beberapa Kabupaten dan Kota di Jawa Barat Tahun Ajaran 2008/2009) yang dilakukan oleh Ipah Saripah, (Universitas Pendidikan Indonesia). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Model Konseling Kognitif Perilaku CBT yang dikembangkan efektif untuk meningkatkan empati dan menurunkan agresi pelaku bullying. 2. Kemudian Konseling
penelitian
berjudul
Kognitif-Perilaku
Efektivitas
dengan
Teknik
Latihan Asertif Untuk Mengatasi Tindakan Kekerasan Pada Anak yang dilakukan Mubiar Agustin, Ipah Saripah, & Asep Deni Gustiana (PG PAUD Universitas Pendidikan Indonesia)
Hasil
penelitian menunjukkan: (1) tindakan kekerasan di TK terjadi dalam berbagai bentuk mulai dari fisik, verbal, hingga relasional; (2) program konseling kognitif perilaku dengan teknik latihan asertif untuk mengatasi tindakan kekerasan dipandang layak untuk diujicobakan menurut para pakar; dan (3) terdapat pengaruh yang signifikan dari kegiatan konseling kognitif-perilaku dalam mengeliminir tindak kekerasan pada anak. 6
Diferensiasi
dengan Diferensiasi dengan teori lain
Teori/Pendekatan lain a. Keunggulan
Salah satu perbedaan utama praktek konseling kognitif
& dengan konseling rasional emotif perilaku adalah
dibanding teori lain penekanan pada hubungan terapeutik (Corey, 2017). b. Kritik teori
terhadap Ellis memandang konselor sebagai guru dan tidak berpikir bahwa hubungan pribadi yang hangat dengan
Corey, 2017
konseli sangat penting. Sebaliknya, Beck menekankan bahwa kualitas hubungan terapeutik adalah dasar untuk penerapan konseling kognitif. Beck percaya bahwa konselor yang efektif mampu menggabungkan empati dan sensitivitas, serta kompetensi teknis. Kondisi konseling
yang
dijelaskan
oleh
Rogers
dalam
pendekatan konseling berpusat pribadi dipandang oleh konselor kognitif sebagai suatu unsur yang sangat penting, tapi tidak cukup untuk menghasilkan efek konseling yang optimal. Kelemahan dan Kelebihan Sedangkan kelebihan konseling kognitif menurut Leahy (dalam Corey, 2017) adalah: 1. berhasil menangani permasalahan yang dialami konseli, efektif, fokus, dan praktis mengatasi masalah tertentu, 2. tidak sulit dan rumit dalam memfasilitasi konseli mengatasi masalahnya, dan 3. waktu yang digunakan dalam proses konseling relatif singkat. Adapun kritik terhadap konseling kognitif menurut Corey (2017) adalah: 1. terlalu berlebihan menitikberatkan pada berpikir positif, 2. konseling yang dilakukan terlalu dangkal dan sederhana, 3. menolak pentingnya masa lalu konseli, 4. terlalu beoientasi pada teknik, 5. bekerja menghilangkan gejala, namun gagal
mengeksplorasi
hal-hal
penting
yang
menyebabkan kesulitan, dan 6. mengabaikan faktor perasaan. 7
Teori/Pendekatan lain Cognitive behavioral play therapy (CBPT) sebagai turunan teori
Konsep dasar:
asal:
Adalah
a. Nama pendekatan
perilaku dalam paradigma terapi bermain. CBPT
b. Konsep
digunakan berdasarkan pada teori-teori perilaku dan
Dasar
Ringkas
menggabungkan
intervensi
kognitif
dan
kognitifperkembangan emosional dan psikopatologi. CBPT adalah teori yang diturunkan dari Teori Kognitif (CT) yang dikonseptualisasikan oleh Aaron Beck. Prinsip cognitive behavioral play therapy yang merupakan
turunan
dari
CBT
fokus
terhadap
pemikiran yang mempengaruhi keterampilan sosial emosional yang dimiliki oleh anak.
C. ANALISIS KRITIS JURNAL INTERNASIONAL Nama
: Burhanudin (0106519019)
Rombel : Reguler A Program Studi : Pacasarjana Bimbingan dan Konseling Mata Kuliah : Teori dan Pendekatan Konseling Pendekatan/Teori
COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY
Konseling Judul Jurnal
Effect of Cognitive Behavioural Therapy (CBT) On Depressed Female University Students in Karachi Pengaruh Terapi Perilaku Kognitif (CBT) pada Mahasiswa Universitas Perempuan yang Tertekan di Karachi (Zainab Fotowwat Zadeh Ph.D, Madiha Lateef)
Hasil Analisis Kritis Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas Cognitive Behavioral Therapy (CBT) pada gejala depresi mahasiswa perempuan di Karachi, Pakistan. Melalui kajian empirik yang terdapat dalam jurnal ini dapat dipahami bahwa memang ada sedikit bukti tentang kemanjuran CBT di Pakistan terutama pada seting pendidikan tingkat universitas. Diasumsikan bahwa terapi perilaku kognitif akan mengurangi depresi pada mahasiswa perempuan yang mengalami depresi. Juga diasumsikan bahwa perempuan yang menerima intervensi perilaku kognitif akan mendapat skor rendah pada
Fokus
Depression
Questionnaire
dibandingkan
dengan
perempuan yang tidak menerima intervensi. Pada Sampel penelitian terdiri dari 50 mahasiswa wanita, berusia antara 18
Populasi/Kelompok Konseli
Physician
hingga 25 tahun (usia rata-rata adalah 21 tahun) yang datang untuk
yang mencari bantuan ke pusat layanan konseling mahasiswa di Universitas
Dijadikan Subjek
terkenal di Karachi, Pakistan. Konselor yang bertugas di kampus adalah
Penelitian
seorang Psikolog klinis berkualifikasi yang terlatih dalam intervensi terapi
Lingkup Konseling
perilaku kognitif. Teori Dua puluh lima persen orang dewasa muda akan mengalami episode depresi pada usia 24 tahun, angka prevalensi tertinggi dari semua kelompok usia orang dewasa (Kessler & Walters 1998, Klerman, & Weissman, 1989). Depresi selama masa krisis ini dapat meningkatkan kemungkinan
penyalahgunaan zat terlarang, yang akhirnya mengganggu fungsi harian, dan
memengaruhi
pekerjaan
individu,
hubungan
kinerja,
dan
perkembangan selanjutnya secara negatif. (Reinherz et al 2000, Christie et al 1988). Depresi dikaitkan dengan masalah antar-pribadi di sekolah atau perguruan tinggi dan itu berkorelasi dengan peningkatan kejadian perilaku bunuh diri, perilaku kekerasan dan penyalahgunaan tembakau dan narkoba (Weiner1980). Lingkup Teori Konseling/Terapi Cognitive Behavior yang melatar belakangi penelitian Penelitian telah membuktikan bahwa Terapi Perilaku Kognitif efektif untuk berbagai masalah kesehatan mental khususnya depresi dan gejala depresi (Beck ,, Rush, Shaw, Emery 1979). Konsep dasar dalam terapi ini adalah pengakuan bahwa bagaimana perasaan seseorang tentang suatu situasi tertentu, atau dengan kata lain emosi kita adalah hasil dari apa yang dipikirkan seseorang tentang situasi atau peristiwa tertentu (Beck 1995). Terapi ini diarahkan pada beberapa distorsi kognitif umum, atau pola pikir yang salah yang dianggap bertanggung jawab atas masalah kesehatan mental. Kekuatan Terapi Perilaku Kognitif terletak pada pendekatan terstrukturnya, dan penerapannya untuk berbagai populasi. Itu menekankan peran swadaya. Ini dapat disampaikan menggunakan manual, dan dapat diberikan oleh para profesional yang kurang terlatih setelah pelatihan singkat. Sebuah penelitian yang dilakukan pada sampel orang Pakistan yang mengalami depresi klinis juga menunjukkan bahwa perilaku kognitif adalah pengobatan yang efektif untuk depresi klinis; selain itu telah menunjukkan bahwa depresi dikaitkan dengan masalah dan kesulitan dalam kehidupan klien dan pemecahan masalah sering digunakan bersama dengan Terapi Perilaku Kognitif (Naeem, Mubeen & Iqbal, 2003). Terapi Perilaku Kognitif telah diuji dan terbukti menjadi
psikoterapi yang sangat efektif di dunia barat untuk berbagai kondisi, namun pendidikan, pelatihan, dan praktiknya di Pakistan terbatas, terbatas, dan tidak terstruktur. Karena praktiknya yang terbatas, ada sangat sedikit penelitian yang dilakukan di Pakistan tentang efektivitas Terapi Perilaku Kognitif. Di Pakistan, lebih banyak Praktisi Ilmuwan yang mempraktikkan terapi berbasis bukti diperlukan. Penelitian ini direncanakan dalam model penelitian dan praktik klinis ilmuwan praktisi ini. Selain itu, penelitian ini berusaha untuk menyelidiki gejala depresi pada wanita muda karena tingkat depresi tinggi pada kelompok usia ini, studi yang dilakukan oleh Bushra & Aslam (2010) juga menunjukkan bahwa depresi lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dari kelompok usia yang berbeda. Menunjukkan peningkatan prevalensi depresi di Pakistan Pakistan. Menurut penulis, angka ini tinggi karena stres yang terkait dengan berbagai faktor sosial ekonomi, perubahan gaya hidup, lingkungan yang menuntut, dan meningkatnya persaingan. Selain itu, perubahan besar telah terjadi dalam gaya hidup anak-anak muda Pakistan karena kemajuan teknologi dan paparan media. Siswa dihadapkan dengan lebih banyak tantangan seperti yang mereka hadapi bahkan sebelum itu penting untuk mempelajari ini, yaitu, sejauh mana perubahan gaya hidup dan tekanan yang terkait dengannya mempengaruhi kesejahteraan pribadi generasi muda. Jika tetap tidak diperhatikan, itu akan mengakibatkan bencana karena siswa yang mengalami depresi mereka biasanya mengobati sendiri dengan obat-obatan jalanan dan dianggap berisiko besar untuk bunuh diri. Studi ini menunjukkan bahwa kebiasaan gaya hidup sehat dapat membantu mencegah depresi, atau Pelaksanaan
mengurangi kemungkinan itu terjadi lagi. atau Para siswa yang setuju untuk berpartisipasi dan memenuhi kriteria
Prosedur
kesesuaian untuk Cognitive Behavioral Therapy (CBT) ditawarkan untuk
Penelitiannya
berpartisipasi dalam uji coba. Penilaian harus dilakukan pada awal dan akhir sesi terapi. Terapi individual, tatap muka ditawarkan kepada peserta mengikuti CBT manual terstruktur oleh Naeem and Kingdom (2010).
Total program terdiri dari 12 sesi yang ditawarkan selama periode 12 minggu. Perempuan yang sudah menikah dikeluarkan dari penelitian. Selain itu, siswa perempuan dengan riwayat penyakit fisik dan mental yang kronis atau parah dan perempuan dengan riwayat penyalahgunaan narkoba juga dikeluarkan dari penelitian. Metode penelitian yakni eksperimental kelompok. Dimana, metode ini
Metode Penelitian
digunakan untuk menilai tingkat depresi sebelum dan sesudah sesi terapi pada
kelompok
eksperimen
dan
perbandingan
antara
kelompok
Implikasi
eksperimen dan kontrol juga diperiksa secara kuantitatif. HASIL TEMUAN
Temuannya/Hasilnya
Dari penelitian ini ditemukan bukti bahwa intervensi perilaku kognitif
Bila Diterapkan di
efektif dalam mengurangi gejala depresi pada wanita muda. Dimana
Indonesia Analisis
(Gunakan hipotesis satu (H1) dalam penelitian ini didukung oleh data dan sangat dan signifikan pada p