Crs Tuberkulosis Paru [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUBERKULOSIS PARU



Oleh: Alles Firmansyah



1210312035



Hidayaturrahmi F



1210312056



Nadia Oktarina



1210313046



Preseptor: dr. Oea Khairsyaf, Sp.P (K)



BAGIAN KESEHATAN RESPIROLOGI RSUP DR M DJAMIL PADANG 2016



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculsosis. yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun SM, namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam 2 abad terakhir.1 Kemajuan pengendalian TB di dunia pada awalnya terkesan lambat. Pada 1882 Robert Koch berhasil mengidentifikasi Mycobacerium tuberculosis. Pada 1906 vaksin BCG berhasil ditemukan. Lama sesudah itu, mulai ditemuan Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pada 1943 Streptomisin ditetapkan sebagai anti TB pertama yang efektif. Setelah itu ditemukan Thiacetazone dan Asam Para-aminosalisilat (PAS). Pada 1951 ditemukan Isoniazid (Isonicotinic Acid Hydrazide; INH), diikuti dengan penemuan Pirazinamid (1952) Cycloserine (1952), Ethionamide (1956), Rifampicin (1957), dan Ethambutol (1962). Namun kemajuan pengobatan TB mendapat tantangan dengan bermunculan strain M. Tuberculosis yang resisten terhadap OAT. Epidemi HIV AIDS yang terjadi sejak tahun 1980-an semakin memperberat kondisi epidemi TB. Pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an mulai dilaporkan adanya resistensi terhadap OAT.1 Pengendalian TB di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun masih terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP-4). Sejak tahun 1969 pengendalian TB dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Pada tahun 1995, program nasional pengendalian TB mulai menerapkan strategi pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung (Directly Observed Treatment Short-Course, DOTS) yang dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional diseluruh Fasyankes terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.1



TB masih merupakan beban bagi negara berkembang baik dalam segi diagnosis maupun tatalaksana. Diperlukan kerjasama antar sektor baik kesehatan maupun pemerintah sebagai pengatur kebijakan mengenai masalah TB. Tatalaksana yang baik dapat menghindari terjadinya resistensi dan komplikasi bagi pasien. 1.2 TUJUAN Tujuan penulisan case report ini adalah untuk memahami dan menambah pengetahuan mengenai definisi, epidemiologi, faktor resiko, patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis sebagian besar terjadi pada paru yyang mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar.2



2.2 EPIDEMIOLOGI Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia.3 WHO melaporkan pada tahun 2013 bahwa diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahu 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada diwilayah Afrika. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TBMDR dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2012, kasus TB pada anak diantara seluruh kasus TB secara global menacapai 6% (530.000 pasien TB anak/ tahun), sedangkan kematian anak yang menderita TB mencapai 74.000 kematian/ tahun.4 Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematianpertama pada golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun 2001 terdapat 50.443 penderita BTA positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga perempat dari kasus TB ini berusia 15 – 49 tahun.4



2.3 FAKTOR RISIKO Faktor Risiko TB dibagi atas tiga, yaitu1 1. Faktor individu (host) •



Usia.Usia mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap penyakit TB. Anakanak hingga usia lima tahun memiliki kerentanan yang tinggi. Anak dengan usia antara lima tahun hingga awal pubertas relatif tahan terhadap infeksi TB.







Jenis kelamin. Survei di beberapa negara menunjukkan bahwa lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan. Akan tetapi penyebab pasti belum diketahui, apakah disebabkan karena perbedaan gen terkait atau faktor gaya hidup seperti merokok, atau kemampuan untuk mengakses layanan kesehatan.







Daya tahan tubuh. Seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi



HIV/AIDS



dan



malnutrisi



(gizi



buruk)



akan



memudahkan



berkembangnya TB aktif (sakit TB). Beberapa faktor lain yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, yaitu ketergantungan alkohol, penggunaan narkoba suntik, merokok, diabetes melitus, orang-orang dengan terapi kortikosteroid, gastrektomi, dan stadium akhir penyakit ginjal. 2. Faktor kuman (agent) Konsentrasi kuman yang terhirup dan lamanya waktu kontak seseorang dengan sumber penularan mempengaruhi kejadian tuberkulosis. 3. Faktor lingkungan (environment) Ventilasi, pencahayaan, dan kepadatan hunian rumah berhubungan dengan kejadian tuberkulosis. 2.4 PATOGENESIS 1.TUBERKULOSIS PRIMER Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam



paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersamasama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.3 Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut: a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) c. Menyebar dengan cara : a) Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup



gawat



seperti



tuberkulosis



milier,



meningitis



tuberkulosa,



typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan cara yaitu sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau meninggal Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer. 2. TUBERKULOSIS POST-PRIMER



Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil.3 Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut : a. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat b. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar. c. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini: • Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas • Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi • Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).



Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberculosis post primer dan perjalanan penyembuhannya 2.5 KLASIFIKASI 1. TUBERKULOSIS PARU Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) 3 a. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam: a) Tuberkulosis Paru BTA (+) • Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif • Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif • Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif b) Tuberkulosis Paru BTA (-) • Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas



• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.tuberculosis positif • Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa b. Berdasarkan Tipe Penderita Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu : a) Kasus baru Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian) b) Kasus kambuh (relaps) Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan berupa Infeksi sekunder, Infeksi jamur, TB paru kambuh c) Kasus pindahan (Transfer In) Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah d) Kasus lalai berobat Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. e) Kasus Gagal • Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) • Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan. f) Kasus kronik Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik g) Kasus bekas TB • Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih



gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung • Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologik 2. TUBERKULOSIS EKSTRA PARU Batasan : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh klinisi untuk diberikan obat anti tuberkulosis siklus penuh. TB di luar paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu: a. TB di luar paru ringan Misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal. b. TB diluar paru berat Misalnya: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.



2.6 MANIFESTASI KLINIS Pada pasien TB gejala klinis yang terjadi dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala lokal dari organ yang terlibat) dan gejala sistemik. 4 1. Gejala respiratorik • • • •



Batuk ≥ 3 minggu Batuk darah Sesak napas Nyeri dada Gejala respiratorik yang dialami oleh pasien sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi yang mengenai paru pasien. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.4



2. Gejala Sistemik     



Demam Malaise Keringat malam Anoreksia Berat badan menurun



3. Gejala TB ekstra paru Gejala TB ekstra paru yang dialami pasien tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.4



2.7 DIAGNOSIS TB PARU



Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan terdapatnya paling sedikit satu spesimen konfirmasi M. tuberculosis atau sesuai dengan gambaran histologi TB atau bukti klinis sesuai TB.5 WHO merekomendasi pemeriksaan uji resistensi rifampisin dan atau isoniazid terhadap kelompok pasien berikut ini pada saat mulai pengobatan:5 



Semua pasien dengan riwayat OAT. TB resisten obat banyak didapatkan pada







pasien dengan riwayat gagal terapi. Semua pasien dengan HIV yang didiagnosis TB aktif khususnya mereka yang



 



tinggal di daerah dengan prevalens sedang atau tinggi TB resisten obat. Pasien dengan TB aktif setelah terpajan dengan pasien TB resisten obat. Semua pasien baru di daerah dengan kasus TB resisten obat primer >3%. WHO juga merekomendasi uji resistensi obat selama pengobatan berlangsung



pada situasi berikut ini:5  Pasien baru atau riwayat OAT dengan apusan dahak BTA tetap positif pada akhir fase intensif maka sebaiknya melakukan apusan dahak BTA pada bulan berikutnya. Jika hasil apusan BTA tersebut masih positif maka biakan M. tuberculosis dan uji resistensi obat atau pemeriksaan Xpert MTB/RIF harus dilakukan. 1. Gejala Klinis Gejala klinis yang terjadi dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala lokal dari organ yang terlibat) dan gejala sistemik.4 • • • •



Batuk ≥ 3 minggu Batuk darah Sesak napas Nyeri dada • Demam • Gejala lainnya malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun 2. Pemeriksaan Jasmani Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau



sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pemeriksaan fisik yang didapatkan pada TB ekstra paru, antara lain :  Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi 



yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”4



3. Pemeriksaan Bakteriologik a. Bahan pemeriksasan Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).4



b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturutturut atau dengan cara: • Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan) • Dahak Pagi ( keesokan harinya ) • Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)



Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.4 Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan penderita, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.4 Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:4 • Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya • Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring sebanyak + 1 ml • Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak • Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus • Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil • Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi • Di atas kantong plastik dituliskan nama penderita dan tanggal pengambilan dahak



• Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium. c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara mikroskopik dan biakan.4 Pemeriksaan mikroskopik:4  



Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen pewarnaan Kinyoun Gabbett Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening) Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dahak dipekatkan lebih dahulu dengan cara sebagai berikut : a) Masukkan dahak sebanyak 2 – 4 ml ke dalam tabung sentrifuge dan tambahkan sama banyaknya larutan NaOH 4% b) Kocoklah tabung tersebut selam 5 – 10 menit atau sampai dahak mencair sempurna • Pusinglah tabung tersebut selama 15 – 30 menit pada 3000 rpm c) Buanglah cairan atasnya dan tambahkan 1 tetes indicator fenol-merahpada sediment yang ada dalam tabung tersebut, warnanya menjadi merah d) Netralkan reaksi sedimen itu dengan berhati-hati meneteskan larutan HCl 2n ke dalam tabung sampai tercapainya warna merah jambu ke kuningkuningan e) Sedimen ini selanjutnya dipakai untuk membuat sediaan pulasan (boleh juga dipakai untuk biakan M.tuberculosis ) lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila : 2



kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif 1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif → Mikroskopik positif bila 3 kali negatf → Mikroskopik negatif Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau IUATLD. Bila terdapat fasiliti radiologik dan gambaran radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali positif, 2 kali negatif tidak perlu diulang.4



Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :4 • Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh) • Agar base media : Middle brook Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul 4. Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).4 Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif : • Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah • Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular • Bayangan bercak milier • Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif • Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas Kalsifikasi atau fibrotik • Kompleks ranke



• Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura Luluh Paru (Destroyed Lung ) : Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut. • Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) : a. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti. b. Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal.4 5. Pemeriksaan Penunjang Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.4 a. Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai dengan organ yang terlibat.



b. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda:4 



Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigenantibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah







kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama. Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi







dengan mudah Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang



mendeteksi



reaksi



serologi



yang



terjadi



d.



ICT



Uji



Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) dismaping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 µl diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. Saat ini pemeriksaan serologi belum bisa dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis c. Pemeriksaan BACTEC Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian



menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis. d. Pemeriksaan Cairan Pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah e. Pemeriksaan histopatologi jaringan Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan f. Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik. g. Uji tuberkulin Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila



didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ; a) reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang terkena infeksi atau b) status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agent dari basil tahan asam yang bersangkutan (M.tuberculosis).



Gambar 2. Alur diagnosis dan tindak lanjut TB Paru



Agar tidak terjadi overdiagnosis atau underdiagnosis, pertimbangan dokter dalam menetapkan pemberian pengobatan berdasarkan pada:



1. keluhan, gejala, dan kondisi klinis yang sangat kuat mendukung ke arah TB 2. kondisi yang memerlukan pengobatan segera seperti meningitis TB, TB milier, koinfeksi TB/HIV, dsb. 2.8 PENGOBATAN TB PARU Pengobatan TB yang adekuat mengguunakan OAT harus mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi. Obat harus diberikan dalam dosis yang tepat, ditelan dalam dosis yang teratur, diawasi langsung oleh PMO (pengawas makan obat). Pengobatan TB dibagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.6 Pada pengobatan tahap awal, OAT diberikan setiap hari untuk menurunkan jumlah kuman. Untuk semua pasien baru, pengobatan TB harus diberikan selama 2 bulan. Umumnya, pengobatan yang teratur dan tanpa penyulit, daya penularan pasien akan menurun secara signifikan dalam 2 minggu pengobatan. Pada tahap lanjutan, pengobatan bertujuan untuk membunuh sisa bakteri M.tb hingga pasien benar-benar sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.6 Tabel 1.OAT lini pertama



Tabel 2. Dosis OAT



Panduan OAT menurut Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia adalah: Kategori 1



: 2(HRZE)/4(HR)3



Kategori 2



: 2(HRZE)S/9HRZE)/5(HR)3E3



Kategori Anak : (HRZ)/4HR atau 2HRZA(S)/4-10HR Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien Tb resisten obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu kanamisis, kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid dan etambutol.6 OAT disediakan dalam dua bentuk yaitu KDT (kombinasi dosis tetap) dan kombipak. Pada OAT KDT, trdapat 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet yang disesuaikan dengan BB pasien. Pada paket OAT kombipak, terdiri atas obat leas isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. OAT kombipak digunakan pada pasien yang terbukti mengalami efek samping pada OAT KDT sebelumnya. Berikut table untuk masing masing OAT KDT dan kombipak pada kategori 1 maupun 2.6



Table 3.Panduan OAT KDT kategori 1



Table 4.OAT kombipak kategori 1



Table 5.Panduan OAT KDT kategori 2



Table 6. Panduan OAT Kombipak kategori 2



1. Hasil Pengobatan TB Hasil pengobatan TB dapat dilihat pada table berikut



2. Pemantauan Kemajuan dan Hasil Pengobatan TB Pemantauan kemajuan dan hasil pengbatan pada dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis pada akhir bulan ke-2 dan ke-5. Untuk pemantauan kemajuan pengobatan dilakukan pemriksaan dahak dua kali yaitu sewaktu dan pagi, dinyatakan hasil dahak negatif bila keduanya menunjukkan hasil negatif. Bila pemeriksaan menunjukkan hasil negatif, maka pengobatan dapat dilanjutkan ke fase lanjutan dan kembali memeriksa dahak pada akhir bulan e-5 dan akhir pengobatan. Bila hasil dahak positif, tetap lanjutkan pengobatan tanpa pemberian sisipan seperti program sebelumnya. Pasien kemudian kembali memeriksakan dahak pada 1 bulan setelah fase lanjutan. Bila hasil tetap masih positif, lakukan uji kepekaan obat. Bila fasilitas tidak mendukung untuk dilakukannya uji kepekaan obat, maka obat fase lanjutan tetap dilanjutkan dan kembali melakukan pemeriksaan pada akhir bulan ke-5.6



2.9 KOMPLIKASI Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau



dalam



masa



pengobatan



maupun



setelah



selesai



pengobatan.



Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :7      



Batuk darah Pneumotoraks Luluh paru Gagal napas Gagal jantung Efusi pleura



2.10 PROGNOSIS Prognosis TB paru umumnya baik dengan pengobatan yang tepat, ketersediaan obat dan pengawasan minum obat yang baik. Namun apabila pasien dengan tb paru tidak diobati setelah lima tahun akan memiliki prognosis :8  



50% meninggal 25% sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi







25% manjadi kasus kronis yang tetap menular



BAB 3 LAPORAN KASUS 1



2



Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Negeri Asal



: Pak. BH : 31 tahun : Laki-laki : Parak Laweh Lubeg Padang : Padang



Anamnesis Seorang pasien laki-laki berumur 31 tahun yang ke RSUP Dr. M. Djamil Padang



pada tanggal 29 Maret 2016 dengan: Keluhan Utama Sesak napas yang meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Sekarang Sesak napas meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas terus-menerus meningkat karena aktivitas. Sesak napas tidak dipengaruhi cuaca, makanan dan emosi. Sesak napas tidak menciut. Sesak napas mulai dirasakan sejak 2



bulan yang lalu. Saat ini sesak sudah berkurang. Batuk mulai dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit batuk berdahak berwarna putih kekuningan. Batuk darah tidak ada. Nyeri dada tidak ada. Demam ada sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, tidak tinggi dan tidak menggigil, namun saat ini pasien sudah tidak demam. Keringat malam ada. Mual dan muntah ada sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri ulu hati ada. Penurunan berat badan dan penurunan nafsu makan ada. Buang air kecil berwarna teh pekat sebelum masuk rumah sakit namun saat ini berwarna kemerahan setelah konsumsi obat TB. Buang air besar normal.



Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah menderita TB dengan pemeriksaan BTA positif. Tidak ada riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, keganasan, dan operasi. Riwayat Pengobatan Pasien pernah mendapatkan dan meminum OAT selama 3 hari tetapi tidak tuntas dan dihentikan oleh dokter karena faal hepar meningkat 2 bulan yang lalu dan belum terapi OAT lagi. Riwayat Keluarga Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat kebiasaan, sosial, pekerjaan Pasien seorang pekerja bangunan, merokok 32 batang perhari selama 10 tahun dengan IB sedang dan sudah berhenti sejak 3 tahun terakhir. Mengonsumsi alkohol ada namun tidak sering. Pasien mempunyai tato sejak 10 tahun yang lalu menggunakan jarum untuk diri sendiri. 4



Pemeriksaan Fisik Vital sign Keadaan umum : sakit sedang Kesadaran : Composmentis kooperatif



Suhu Tekanan darah Frekuensi napas Frekuensi nadi Tinggi badan Berat badan



: 38 °C : 100/70 mmHg : 20x/min : 69x/min : 165 cm : 43 kg



Kepala Mata Leher



: Tidak ada kelainan : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : JVP : 5-2 cm H2O Trakea : normal tidak ada deviasi KGB : tidak ada pembesaran KGB leher, supraklavikula, infraklavikula dan aksila. Jantung : Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat Palpasi : iktus cordis teraba Perkusi : batas jantung normal Auskultasi : Bunyi jantung normal, tidak ada bunyi jantung tambahan Paru depan (dada) Inspeksi : Statis : bentuk dada normal, simetris kiri dan kanan, tidak ada venektasi, tidak ada sikatrik dan tanda inflamasi Dinamis : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan Palpasi : Fremitus kanan normal Fremitus kiri normal Tidak ada nyeri tekan, pengembangan dinding dada simetris Perkusi : Kiri sonor Kanan sonor Auskultasi : Suara napas bronchovesikuler, ronki (+/+), wheezing (-) Paru belakang Inspeksi : Statis



: simetris kiri dan kanan, tidak ada venektasi, tidak ada sikatrik dan tanda inflamasi Dinamis : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan Palpasi : Fremitus kanan normal Fremitus kiri normal Perkusi : Kiri sonor Kanan sonor Auskultasi : Suara napas bronchovesikuler, ronki (+/+), wheezing (-) Abdomen Inspeksi : distensi abdomen (-) Palpasi : hepar teraba 4 jari dibawah arkus kostarum dengan pinggir tumpul, permukaan rata, nyeri tekan (-) dan lien tidak teraba Perkusi : timpani Auskultasi : suara bising usus normal Genitalia : tidak diperiksa



Extremitas



: udem (-), sianosis (-), clubbing finger (-)



5



Pemeriksaan Laboratorium Darah rutin Hb : 14,9 gr/dL Leukosit : 56.300/mm3 Ht : 45% Trombosit : 194.000 AGD dan elektrolit pH : 7,38 PaCO2 : 25 PaO2 : 82 HCO3: 14,5 BE : -10,5 SaO2 : 96 Na : 124 K : 2,8 Cl : 92 Faal Ginjal Ureum : 19 Kreatinin : 0,5 Faal Hepar Bilirubin total : 3,9 Bil. direct : 2,5 Bil. Indirect : 1,4 SGOT : 51 SGPT : 125 Kesan labor : Hiponatremia, hipokalemia, sepsis, hepatitis akut Gambaran Rontgen toraks Tampak multikavitas dengan fibroinfiltrat pada apeks paru. 3.5 Diagnosis Kerja TB Paru + Hepatitis akut 6 Diagnosis Banding Pneumonia, PPOK 7 Anjuran Terapi Terapi non-farmakologis -Terapi oksigen 2-3L -NaCl 0.9% 12 jam per kolf. Terapi farmakologis -OAT dengan pengobatan tanpa pirazinamid karena adanya hepatitis akut 2 HRE(S) / 6 RH



BAB 4 DISKUSI Telah datang seorang pasien usia 31 tahun dengan sesak napas pada saat 1 hari sebelum masuk RS yaitu tanggal 28 Maret 2016. Sesak sudah dirasakan sejak 3 bulan sebelum masuk RS dan dirasakan semakin meningkat, dirasakan sesak tidak menciut saat sesak, sesak dipengaruhi aktivitas dan tidak dipengaruhi debu, cuaca, makanan dan emosi, sehingga dapat menyingkirkan kemungkinan asma. Dari anamnesis pasien mengeluhkan batuk berdahak warna putih kekuningan namun tidak berdarah sejak 2 bulan yang lalu, demam subfebris, naik turun, tidak menggigil dan memiliki riwayat keringat di malam hari. Sesak napas pada pasien dapat diduga karena adanya infeksi di parenkim paru mengakibatkan berkurangnya tempat pertukaran oksigen di paru, dan juga adanya fibrosis yang mengakibatkan tidak maksimal paru mengembang.4 Pasien mengalami mual, muntah dan penurunan nafsu makan. Pasien mengeluhkan penurunan berat badan namun jumlah penurunan BB tidak diketahui pasien. Nyeri dada tidak ada. Nafsu makan menurun. Infeksi TB menyebabkan peningkatan metabolisme energi dan protein dalam tubuh. Asupan yang tidak adekuat menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan dan kelainan biokimia tubuh.2 Secara teori seseorang dapat diduga TB apabila menderita batuk yang



lebih dari 3 minggu, sesak napas dan adanya gejala sistemik lain seperti adanya demam, keringat di malam hari dan adanya penurunan berat badan. Demam pada pasien ini sering subfebril sehingga kemungkinan TB paru lebih dominan terjadi daripada pneumonia. Untuk memastikan diagnosis maka harus dilakukan pemeriksaan lainnya, yaitu BTA sputum dan radiologis thoraks sebagai penunjang.4 Pasien adalah seorang perokok yang menghabiskan 32 batang sehari selama 10 tahun dan sudah berhenti 3 tahun terakhir. Indeks Brinkman pasien ini masih berada dalam kategori sedang, dimana nilai 0-199 seseorang dikatakan perokok ringan, 200599 perokok sedang, dan > 600 perokok berat. Hal ini dapat membuat pasien mengalami sesak nafas sehingga diberikan diagnosis banding PPOK. Pasien awalnya berobat ke Puskesmas dan didiagnosa TB Paru dan mendapatkan OAT. OAT dihentikan oleh dokter setelah 3 hari meminum obat sejak 2 bulan yang lalu. Pasien masih harus meminum OAT kategori 1 diulang dari awal dan dipertimbangkan keadaan hepatitisnya. Pasien harus cek BTA sputum lagi untuk melihat apakah BTA (+) atau BTA (-).6 Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinik ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada pasien karier virus hepatitis, riwayat penyakit hepatitis akut, dan pecandu alkohol, dapat diberikan paduan pengobatan OAT yang biasa digunakan apabila tidak ada kondisi kronis. Perlu pemantauan pada pasien tersebut karena reaksi hepatotoksik terhadap OAT umumnya terjadi pada pasien tersebut. Pemberian OAT harus segera dihentikan jika dicuragai adanya alergi atau muncul gejala drug induced hepatits (DIH) seperti mual, muntah, nyeri epigastrium dan disertaik dengan ikterik. Pasien pada layanan primer harus segera dirujuk untuk mendapatkan tatalaksana spesialistik.6 Pada pasien dengan kecurigaan mempunyai penyakit hati kronis, pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan. Apabila hasil pemeriksaan fungsi hati >3 kali normal sebelum memulai pengobatan, paduan OAT berikut ini dapat dipertimbangan:



2 obat yang hepatotoksik



1 obat yang hepatotoksik



Tanpa obat yang hepatotoksik



2 HRES / 6 HR



2 HES/ 10 HE



18-24 SE ditambah salah satu golongan fluorokuinolon



9 HRE



(ciprofloxasin tidak



9 RE / 3HE



direkomendasikan kerena



2 RZE / 4 RZE



potensinya sangat lemah).



Semakin berat atau tidak stabil penyakit hati yang diderita pasien TB, maka pengobatan TB harus semakin meminimalkan obat yang hepatotoksik. Pemantauan klinis dan LFT harus selalu dilakukan dengan seksama. Pada panduan OAT dengan penggunaan etambutol lebih dari 2 bulan diperlukan evaluasi gangguan penglihatan.7



DAFTAR PUSTAKA



1



Infodatin. Tuberkulosis, Temukan Obati Sampai Sembuh [serial online]. Jakarta:



2 3



Pusadatin, 2014 Darmanto D. Respirologi, respiratory medicine. Jakarta: EGC, 2009. PDPI. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis Indonesia. Jakarta:



4



PDPI, 2014. Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.Jakarta:



5



Kementerian Kesehatan RI, 2014. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Tatalaksana Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta, 2013.



6



Departemen



Kesehatan



Republik



Indonesia.



2014.



Pedoman



Nasional



Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta. 7



PDPI. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis Indonesia. Jakarta:



8



PDPI, 2006. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, 2005.