Dana Perimbangan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MANAJEMEN KEUANGAN SEKTOR PUBLIK PENERIMAAN DANA TRANSFER/PERIMBANGAN



Disusun oleh: Destiana



4201914180



Elis Sentia



4201914177



Resti Okviasari



4201914182



Kelas: 4E ASP Dosen Pengampu: Elsa Sari Yuliana, M.Sc.



JURUSAN AKUNTANSI PRODI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK 2021



KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Penerimaan Dana Transfer/Perimbangan” sebagai tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Sektor Publik. Dengan adanya makalah ini, kami mengharapkan pembaca dapat mendapatkan pengetahuan yang lebih tentang Penerimaan Dana Transfer/Perimbangan. Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Elsa Sari Yuliana, M.Sc. selaku dosen mata kuliah Penerimaan Dana Transfer/Perimbangan dan Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.



Pontianak, 22 Juni 2021



Tim Penyusun



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR....................................................................................



i



DAFTAR ISI...................................................................................................



ii



BAB 1



PENDAHULUAN............................................................................



1



1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................



1



1.2 Rumusan Masalah......................................................................



2



1.3 Tujuan Penulisan........................................................................



2



1.4 Manfaat Penulisan......................................................................



3



BAB II



PEMBAHASAN.............................................................................. 2.1 Pengertian Dana Transfer........................................................... 2.2 DAU........................................................................................... 2.3 DAK........................................................................................... 2.4 DBH........................................................................................... 2.5 Tranfer ke Daerah dan Dana Desa.............................................



BAB III PENUTUP........................................................................................ 3.1 KESIMPULAN.......................................................................... 3.2 SARAN...................................................................................... DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada Daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan antara lain berupa kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan  urusan



Pemerintah



yang



diserahkan,



kewenangan



memungut



dan



mendayagunakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di Daerah dan Dana Perimbangan lainnya, dan hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan termasuk pinjaman. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur mengenai pendanaan atas pelaksanaan otonomi Daerah berupa desentralisasi fiskal dengan konsep uang mengikuti fungsi (money follows function). Undang-undang tersebut mengatur konsep desentralisasi fiskal secara komprehensif, termasuk Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan. Hibah, Pinjaman, dan sumber-sumber penerimaan Daerah lainnya. Pinjaman Daerah merupakan salah satu sumber penerimaan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang dicatat dan dikelola dalam APBD. Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) serta transfer lainnya yang terdiri dari Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus. Pendapatan daerah dalam APBD yang didominasi oleh Dana Perimbangan



dan transfer lainnya setiap tahunnya mengalami peningkatan (DJPK, 2011). Jumlah alokasi dana tersebut menunjukkan pemerintah daerah memperoleh kepercayaan yang sangat besar dalam penggunaan kedua jenis transfer tersebut. Peran DAK adalah yang terkecil terhadap dana perimbangan, DAU dan DBH perannya menonjol dalam dana perimbangan. Sedangkan Dana penyesuaian perannya mendukung program/kebijakan tertentu pemerintah yang kegiatanyya menjadi urusan daerah (World Bank, 2010) Sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari bantuan keuangan tersebut. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan dana transfer? 2. Mengapa perlu adanya dana transfer? 3. Apa saja pembagian dana perimbangan? 4. Apa saja jenis dana transfer yang lain? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu dana transfer/perimbangan? 2. Mahasiswa dapat mengetahui pentingnya dana transfer 3. Mahasiswa dapat mengetahui pembagian dari dana perimbangan? 4. Mahasiswa dapat mengetahu jenis dana transfer yang lain dari dana



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Dana Transfer Dana



transfer atau dana perimbangan



merupakan



sumber



pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Dasar hukum penerimaan dana transfer/perimbangan dimuat dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah, Dan PP Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan. 2.2 Alasan perlunya dana transfer Pertama, untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiscal vertical. Di banyak negara, pemerintah pusat menguasai sebagian besar sumber-sumber penerimaan (pajak) utama negara yang bersangkutan. Jadi, pemerintah daerah hanya menguasai sebagian kecil sumber-sumber penerimaan negara, atau hanya berwewenang untuk memungut pajak-pajak yang besar penerimaannya relatif kurang signifikan. Kekurangan sumber penerimaan daerah relatif terhadap kewajibannya ini akan menyebabkan dibutuhkannya transfer dana dari pemerintah pusat. Kedua, untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiscal horizontal. Kenyataan empirik di berbagai negara menunjukkan bahwa kapasitas atau kemampuan daerah untuk menghimpun pendapatan sangat bervariasi, tergantung kepada kondisi daerah bersangkutan yang memiliki kekayaan sumber daya alam atau tidak, ataupun daerah dengan intensitas kegiatan ekonomi yang tinggi atau rendah. Ini semua berimplikasi kepada besar tidaknya basis pajak di daerah-daerah bersangkutan. Di sisi lain, daerahdaerah juga sangat bervariasi dilihat dari kebutuhan belanja untuk pelaksanaan berbagai fungsi dan pelayanan publik. Ada daerah-daerah dengan penduduk



miskin, penduduk lanjut usia, dan anak-anak serta remaja, yang tinggi proporsinya. Ada pula daerah-daerah yang berbentuk kepulauan luas, dimana sarana-prasarana transportasi dan infrastruktur lainnya masih belum memadai. Sementara di lain pihak ada daerah-daerah dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu besar namun sarana dan prasarananya sudah lengkap. Ini mencerminkan tinggi-rendahnya kebutuhan fiskal (fiscal needs) dari daerahdaerah bersangkutan. Membandingkan kebutuhan fiskal ini dengan kapasitas fiskal (fiscal capacity) tersebut diatas, maka dapat dihitung kesenjangan (gap) dari masing-masing daerah, yang seyogianya ditutupi lewat transfer dari pemerintah pusat. Ketiga, terkait dengan butir kedua diatas, argumen lain yang menambah penting peran transfer dari pemerintah pusat dalam konteks ini adalah adanya kewajiban untuk menjaga tercapainya standar pelayanan minimum di setiap daerah. Daerah-daerah dengan sumber daya yang sedikit memerlukan bantuan (subsidi) agar dapat mencapai standar pelayanan minimum itu. Jika dikaitkan dengan postulat Musgrave (1983) yang menyatakan bahwa peran redistributif (pemerataan) dari sektor publik akan lebih efektif dan cocok jika dijalankan oleh pemerintah pusat, maka penerapan standar pelayanan minimum di setiap daerah pun akan lebih bisa dijamin pelaksanaannya oleh pemerintah pusat. Keempat, untuk mengatasi persoalan yang timbul dari menyebar atau melimpahnya efek pelayanan publik (inter-jurisdictional spill-over effects). Beberapa jenis pelayanan publik di satu wilayah memiliki “efek menyebar” (atau eksternalitas) ke wilayah-wilayah lainnya. Sebagai misal: pendidikan tinggi (universitas), pemadam kebakaran, jalan raya penghubung antar daerah, sistem pengendali polusi (udara dan air), dan rumah sakit daerah. Namun tanpa adanya manfaat (dalam bentuk: pendapatan) yang berarti dari proyekproyek serupa diatas, biasanya pemerintah daerah enggan untuk berinvestasi disini. Oleh karena itulah, pemerintah pusat perlu untuk memberikan semacam insentif ataupun menyerahkan sumber-sumber keuangan agar pelayananpelayanan publik demikian dapat terpenuhi di daerah.



Kelima, untuk stabilisasi. Alasan terakhir dari perlunya dana transfer yang jarang dikemukakan adalah untuk mencapai tujuan stabilisasi dari pemerintah pusat. Transfer dana dapat ditingkatkan oleh pemerintah ketika aktivitas perekonomian sedang lesu. Di saat lain, bisa saja dana transfer ke daerah dikurangi manakala perekonomian booming. Transfer untuk dana-dana pembangunan (capital grants) adalah merupakan instrumen yang cocok untuk tujuan ini. Namun kecermatan dalam mengkalkulasi amat diperlukan agar tindakan menaikkan/menurunkan dana transfer itu tidak berakibat merusak atau bertentangan dengan alasan-alasan sebelumnya diatas. Jadi, secara prinsip tujuan umum dari transfer dana pemerintah pusat adalah untuk: 1. Meniadakan atau meminimumkan ketimpangan fiskal vertikal. 2. Meniadakan atau meminimumkan ketimpangan fiskal horizontal. 3. Menginternalisasikan sebagian atau seluruh limpahan manfaat (atau biaya) kepada daerah yang menerima limpahan manfaat atau menimbulkan biaya tersebut. 2.3 Pembagian Dana Perimbangan 2.3.1



Dana Alokasi Umum



Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sesuai UU Nomor 33 Tahun 2004, paling kurang 26% dari penerimaan bersih dalam negeri pemerintah di alokasikan untuk DAU. DAU dialokasikan atas dasar formula dengan konsep alokasi dasar dan celah fiskal. Kondisi penerimaan DAU berdasarkan nilai celah fiscal, yaitu : a. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal > 0, maka menerima DAU sebesar alokasi dasar ditambah celah fiskal.



b. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal = 0, maka menerima DAU sebesar alokasi dasar. c. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif < alokasi dasar, maka menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah diperhitungkan nilai celah fiskal. d. Daerah yang memiliki nilai celah negatif ≥ alokasi dasar, maka tidak menerima DAU. Alokasi DAU ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Alokasi DAU tambahan ditetapkan dengan peraturan Menteri Keuangan. DAU disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 dari alokasi DAU yang telah ditetapkan. 2.3.2



Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Alokasi DAK per daerah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Berdasarkan penetapan alokasi DAK dimaksud menteri teknis menyusun Petunjuk Teknis Penggunaan DAK. Petunjuk teknis penggunaan DAK dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Dak penerima wajib mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK didalam APBD. Penggunaan DAK dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis penggunaan DAK.Dak tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan dan perjalanan dinas. DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. DAK terbagi menjadi 2 yaitu:



1. DAK non Fisik terdiri dari: a. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) b. Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) c. Tunjangan Profesi Guru PNS Daerah d. Dana Tambahan Penghasilan Guru PNS Daerah e. Tunjangan Khusus Guru PNS Daerah di Daerah Lain f. Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) g. Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) h. Dana Peningkatan Kapasitas Koperasi Dan Ukm (PK2UKM) i. Dana Pelayanan Administrasi Kependudukan (ADMINDUK) j. Bantuan



Operasional



Penyelenggaran



(BOP)



Pendidikan



Kesetaraan k. BOP Museum Dan Taman Budaya l. Dana Pelayanan Kepariwisataan m. Bantuan Biaya Layanan Pengelolaan Sampah (BPLS) 2. DAK Fisik Arah kebijakan DAK antara lain: a. DAK Bidang Pendidikan b. DAK Bidang Kesehatan dan Keluarga Berencana c. DAK Bidang Infrastruktur Perumahan, Pemukiman, Air Minum, dan Sanitasi d. DAK Bidang Kedaulatan Pangan e. DAK Bidang Energi Skala Kecil (Energi Pedesaan) f. DAK Bidang Kelautan dan Perikanan g. DAK Bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup h. DAK Bidang Transportasi i. DAK Bidang Sarana Perdagangan, Industri Kecil & Menengah, dan Pariwisata j. DAK Bidang Prasarana Pemerintah Daerah



Pengalokasian dana dalam bidang bidang diatas digunakan untuk mendanai kegiatan fisik seperti peyediaan saran gedung sekolah, pembangunan puskesmas, dan percepatan infrastruktur lainnya sebagai fondasi pembangunan nasioanal yang berkualitas. Sementara programprogram yang berwujud non-fisik dialokasikan dalam dak non fisik untuk mendanai kegiatan non-fisik seperti belanja operasional pendidikan dan kesehatan, keluarga berencana, penyelenggaraan PAUD, dll. Perhitungan Alokasi DAK per daerah dilakukan melalui 2 tahapan yaitu: 1. Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK Penentuan daerah tertentu harus memenuhi kriteria pengalokasian DAK, kriteria tersebut antara lain: a. Kriteria



Umum,



dirumuskan



berdasarkan



kemampuan



keuangan daerah yang tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja PNSD. Daerah dengan KU dibawah rata-rata KU secara Nasional adalah daerah yang prioritas mendapatkan DAK. b. Kriteria Khusus dirumuskan berdasarkan peraturan perundangundangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus dan karakteristik daerah. Karakteristik daerah meliputi: 1. Daerah tertinggal 2. Daerah perbatasan dengan negara lain 3. Daerah rawan bencana 4. Daerah pesisir dan atau kepulauan 5. Daerah ketahan pangan 6. Daerah pariwisata Seluruh daerah tertinggal diprioritaskan mendapat alokasi DAK.



c. Kriteria Teknis yang disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. 2. Besaran alokasi dak masing masing ditentukan dengan perhitungan indeks dari KU, KK dan KT. Mekanisme penyaluran DAK dan/atau DAK Tambahan diatur dalam PMK 241/2014 dan PMK 147/2015 yang secara ringkasnya dapat disampaikan sebagai berikut: 1. Penyaluran DAK dan/atau DAK Tambahan dilaksanakan secara triwulanan, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Triwulan I Sebesar 30% yang diterima paling cepat pada bulan Februari dan paling lambat pada tanggal 31 Juli, setelah Peraturan Daerah APBD tahun anggaran berjalan, Laporan Realisasi Penyerapan DAK dan/atau DAK Tambahan triwulan IV tahun anggaran sebelumnya, Surat Pernyataan Penyediaan Dana Pendamping diterima oleh DJPK. b. Triwulan II sebesar 25% dari pagu alokasi diterima paling lama dua bulan setelah penyaluran triwulan I. c. Triwulan III sebesar 25% dari pagu alokasi diterima paling lama dua bulan setelah penyaluran triwulan II. d. Triwulan IV sebesar 20% dari pagu alokasi diterima paling lama dua bulan setelah penyaluran triwulan III. Penyaluran DAK dan/atau DAK Tambahan masing-masing triwulan dilakukan setelah diterimanya Laporan Realisasi Penyerapan oleh DJPK sampai triwulan sebelumnya dari kepala penerima DAK dan/atau DAK Tambahan. Laporan Penyerapan penggunaan DAK dan/atau DAK Tambahan setiap triwulan disampaikan setelah berakhirnya triwulan bersangkutan.



1. Laporan Realisasi Penyerapan DAK dan/atau DAK Tambahan triwulan I, II,III diterima paling lambat tujuh hari kerja sebelum tahun anggran berakhir. 2. Dalam hal laporan realisasi penyerapan DAK dan/atau DAK Tambahan belum disampaikan sampai batas akhir penyaluran, maka dak dan/atau dak tambahan tidak akan disalurkan. Daerah penerima dak wajib menyediakan dana pendamping sekurangkurangnya 10% dari nilai DAK yang diterimanya untuk mendanai kegiatan fisik. Dana pendamping tersebut wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan. Adapun jOptimalisasi dan Sisa DAK 1. Daerah penerima DAK melakukan optimalisasi penggunaan DAK dengan merencanakan dan menganggarkan kembali kegiatan DAK dalam APBD perubahan tahun berjalan apabila terjadi akumulasi nilai kontrak pada suatu bidang DAK lebih kecil dari pagu bidang DAK tersebut. Optimalisasi dilakukan untuk kegiatan bidang DAK yang sama dan sesuai dengan petunjuk teknis. 2. Dalam hal terdapat sisa DAK pada kas daerah saat tahun anggaran berakhir, daerah dapat mnggunakan sisa DAK tersebut untuk mendanai kegiatan DAK pada bidang yang sama tahun anggaran berikutnya. 2.3.3



Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari



pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dialokasikan dengan tujuan untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. DBH dibagikan kepada daerah penghasil sesuai dengan porsi yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 serta dibagi dengan imbangan daerah penghasil mendapatkan porsi lebih besar dan daerah lain (dalam provinsi yang



bersangkutan) mendapatkan bagian pemerataan dengan porsi tertentu yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Pasal 23, prinsip penyaluran DBH berdasarkan realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan (based on actual revenue) pada tahun anggaran berjalan. Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak terdiri atas 3 (tiga), yaitu:  1. DBH Pajak Bumi dan Bangunan (DBH PBB) merupakan bagian dari Transfer ke Daerah yang berasal dari penerimaan PBB yang dikenakan atas bumi dan bangunan, kecuali Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan Perkotaan. 2. DBH Pajak Penghasilan (DBH PPh) adalah bagian dari Transfer ke Daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Penghasilan, yaitu: PPh Pasal 21, PPh Pasal 25 dan Pasal 29. 



PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya sesuai dengan Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan. 







Sedangkan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 adalah Pajak Penghasilan terutang oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berdasarkan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 29 UndangUndang mengenai Pajak Penghasilan yang berlaku kecuali Pajak Penghasilan yang diatur dalam Pasal 25 ayat (8) UndangUndang Pajak Penghasilan.



3. DBH Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) adalah bagian dari Transfer ke Daerah yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau provinsi penghasil tembakau. Penggunaan DBH Pajak bersifat blockgrant, yaitu penggunaan dana diserahkan kepada daerah sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. televisi untuk DBH CHT paling sedikit 50% digunakan untuk mendanai program/kegiatan peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi peraturan dan pemberantasan barang kena cukai ilegal.



Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) terdiri atas 5 (lima) jenis yaitu: 1. DBH SDA Kehutanan merupakan bagian dari Transfer ke Daerah yang berasal dari penerimaan SDA Kehutanan. 2. DBH SDA Minyak dan Gas Bumi (Migas) merupakan bagian dari Transfer ke Daerah yang berasal dari penerimaan SDA Minyak dan Gas Bumi. 3. DBH SDA Mineral dan Batu Bara (Minerba) merupakan bagian dari Transfer ke Daerah yang berasal dari penerimaan SDA Minerba yang berasal dari Iuran Tetap (Land-Rent) dan iuran Eksploitasi/Eksplorasi (royalti). 4. DBH SDA Panas Bumi merupakan bagian dari Transfer ke Daerah yang berasal dari penerimaan SDA Panas Bumi yang berasal dari Setoran Bagian Pemerintah atau Iuran Tetap dan Iuran Produksi. 5. DBH SDA Perikanan merupakan bagian dari Transfer ke Daerah yang berasal dari penerimaan SDA Perikanan.Masing-masing penerimaan dari kelima SDA tersebut dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.



2.4 Jenis Dana Transfer Lainnya Jenis dana transfer lainnya yaitu Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang merupakan bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal. TKDD terdiri dari: 2.4.1



Dana Insentif Daerah (DID) Dana Insentif Daerah (DID) yang bertujuan untuk memberikan penghargaan untuk memotivasi daerah agar memberikan kinerja yang terbaik dalam pengelolaan keuangan, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan publik, pelayanan investasi hingga kinerja pengelolaan sampah.



2.4.2



Dana Otonomi Khusus (Otsus) Dana Otonomi Khusus (Otsus) adalah dana yang dialokasikan untuk



membiayai



pelaksanaan



otonomi



khusus



suatu



daerah,



sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi undang-undang dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Ruang Lingkup: 1. Dana Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. 2. Dana Otonomi Khusus bagi Provinsi Aceh. 3. Dana tambahan untuk pembangunan infrastruktur bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Formula Dana Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat adalah setara 2% dari pagu DAU nasional selama 20 tahun, yang penggunaannya terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Formula Dana Otonomi Khusus untuk Provinsi Aceh adalah setara 2 persen dari pagu DAU Nasional selama 15 tahun, untuk tahun ke-16 hingga ke-20 menjadi sebesar 1 persen dari pagu DAU Nasional, yang penggunaannya ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan. Besaran dana tambahan untuk pembangunan infrastruktur bagi Papua dan Papua Barat ditetapkan oleh Pemerintah dan DPR berdasarkan usulan provinsi tersebut, yang penggunaannya ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.



Faktor-faktor Penentu Dana Otonomi Khusus, antara lain meliputi: 1. Untuk dana Otsus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, serta Dana Otonomi Khusus bagi Provinsi Aceh sangat bergantung pada besaran DAU. 2. Dana tambahan untuk pembangunan infrastruktur tergantung pada Kemampuan Keuangan Negara dan hasil kesepakatan antara Pemerintah dan DPR dengan mempertimbangkan usulan provinsi tersebut. Stakeholders Penentu Dana Otonomi Khusus, antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, DPR, dan Provinsi-provinsi terkait dengan Dana Otonomi Khusus. 2.4.3



Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta Dana Keistimewaan DIY adalah dana yang berasal dari Anggaran dan Belanja Negara yang dialokasikan untuk dana wewenang dan merupakan bagian dari dana Transfer Ke Daerah dan Dana Desa. Dana Keistimewaan DIY dialokasikan sesuai amanat Pasal 42 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.



2.4.4



Dana Desa Dana desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik di desa, mengatasi kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa serta memperkuat masyarakat desa sebagai subyek pembangunan.



Setiap tahun Pemerintah bersama DPR melakukan pembahasan dan penetapan besaran alokasi TKDD per daerah. Semua daerah di akhir bulan Oktober setiap tahun selalu menunggu dengan sedikit berharap agar alokasi yang akan diterima untuk tahun depan lebih besar dari tahun sebelumnya. Daerah yang mengalami kenaikan alokasi TKDD baik dalam segi jumlah dan persentase, tentunya akan merasa senang karena akan memiliki anggaran lebih banyak untuk dapat dibelanjakan untuk pelayanan kepada masyarakatnya. Namun sebaliknya,



ada daerah yang merasa mengalami ketidakadilan dalam penentuan alokasi tersebut karena jumlahnya tidak sesuai yang diinginkan. Hal tersebut sangatlah wajar karena masih banyak yang belum memahami secara baik terkait pengalokasian TKDD dan daerah hanya memikirkan daerahnya sendiri tanpa melihat secara menyeluruh.  Penentuan alokasi TKDD Penentuan alokasi TKDD yang akan diterima oleh setiap daerah ditentukan oleh 3 hal sebagai berikut: 1. Berdasarkan Formula (By Formula)  Sebagian besar pengalokasian TKDD dilakukan berdasarkan formula. Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan data dasar sebagai sumber/input untuk dilakukan perhitungan alokasi. Daerah tidak bisa melakukan pengurusan/lobi untuk menaikan jumlah alokasi yang akan diterimanya. Daerah hanya bisa memastikan bahwa data yang ada sudah benar dan valid. Oleh sebab itu, diperlukan rekonsiliasi data khususnya dengan Badan Pusat Statistik (BPS) di daerah masing-masing, karena data yang biasa digunakan dalam perhitungan berasal dari lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah dalam mengeluarkan data. Jenis alokasi TKDD yang menggunakan formula antara lain: Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) kecuali yang berdasarkan usulan/proposal, Dana Desa. 2. Berdasarkan Daerah Penghasil (By Origin) Daerah yang telah diberikan oleh Tuhan kekayaan alam berupa sumber daya alam maka daerah tersebut akan mendapatkan kembali dalam bentuk bagi hasil apabila ada penerimaan negaranya. Dana Bagi Hasil (DBH) diberikan kembali ke daerah penghasil dalam rangka mengatasi ketimpangan vertical (vertical imbalance) karena daerah penghasil mendapatkan eksternalitas sebagai dampak dari eksploitasi sumber daya alam tersebut. Daerah yang tidak memiliki sumber daya alam akan diberikan oleh pemerintah dalam bentuk DAU yang mana berfungsi sebagai horizontal imbalance.



3. Berdasarkan Kinerja (By Performance) TKDD yang alokasinya ke daerah berdasarkan performance atau kinerja adalah Dana Insentif Daerah (DID). Setiap daerah memiliki kesempatan yang sama dan berupaya untuk mendapatkan insentif ini sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Daerah dengan kinerja yang baik, salah satunya terkait pengelolaan keuangannya maka akan mendapatkan insentif dalam bentuk alokasi dana, sebaliknya daerah yang kinerja kurang baik maka tidak akan mendapatkannya. Selain ketiga hal tersebut diatas, ada beberapa daerah yang menerima alokasi



TKDD



karena



adanya



peraturan



perundang-undangan



yang



mengamanatkannya. Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) diberikan kepada Provinsi Aceh sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 serta Provinsi Papua dan Papua Barat sebagai amanat dari Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001. Dana Keistimewaan (Dais) diberikan kepada Provinsi D.I. Yogyakarta berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012. Hal-hal tersebut diatas yang dapat menentukan besar kecilnya alokasi TKDD yang akan diterima oleh daerah.  Dalam beberapa hal, perhitungan TKDD menggunakan jumlah penduduk dan luas wilayah sebagai salah satu komponen perhitungan, maka daerah yang memiliki jumlah penduduk banyak dan luas wilayahnya akan maka mendapatkan alokasi TKDD yang lebih daripada daerah yang jumlah penduduknya sedikit dan luas wilayahnya kecil. Namun demikian, hitungan tersebut tetap mengacu kepada per kabupaten/kota sebagai dasar perhitungan. Provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota lebih banyak maka akan mendapatkan jumlah alokasi TKDD lebih besar.



BAB III PENTUP 3.1 KESIMPULAN Dana perimbangan merupakan dana yang berasal dari perolehan APBN yang diperuntukkan bagi daerah dalam upaya membiayai kepentingan daerah sebagai bentuk pengimplementasian asas desentralisasi. Dana perimbangan terbagi menjadi dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. 3.2 SARAN



DAFTAR PUSTAKA