Dasar Hukum Perlindungan Dan Penegakan Hukum [PDF]

  • Author / Uploaded
  • vita
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum Diposkan oleh Muh Ilmi Ikhsan Sabur Perlindungan dan pengegakan hukum di suatu negara itu merupakan suatu keharusan agar tercipta kedamaian, perdamaian, dan ketertiban dalam negera tersebut. Hukum tidak diadakan begitu saja, namun memiliki dasar-dasar yang kuat dari kostitusi. Begitu juga dengan Perlindungan dan penegakan hukum pastilah memiliki dasar hukum tertentu. Oleh karena itu, kita akan membahas mengenai dasar hukum perlindungan dan penegakan hukum.



Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum Pengertian Perlindungan dan Penegakan Hukum Perlindungan Hukum Perlindugan hukum adalah segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum sebagai segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warganya agar hak-haknya sebagai seorang warga negara tidak dilanggar, dan bagi yang melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Contoh perlindungan hukum adalah perlindungan hukum terhadap konsumen. Penegakan Hukum Penegakan hukum adalah proses dilaksanakannya upaya untuk memfungsikan norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam bermasyarakat dan bernegara. Contoh penegakan hukum sangat banyak disekitar kita, misalnya penangkapan pengedar narkotika dan sebagainya.



Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum dalam Konstitusi



Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum Pasal 27 ayat (1) UUD RI 1945 “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Pasal 28 D ayat (1) UUD RI 1945 “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Pasal 24 ayat (1) UUD RI 1945 “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan." Pasal 28 ayat (5) UUD RI 1945 “Untuk menegakkan dan melindungi Hak Asasi Manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan Hak Asasi Manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.” Pasal 30 ayat (4) UUD RI 1945 “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum."



Realitas Penegakan Hukum di Indonesia Seperti yang kita rasakan akhir-akhir ini, sifat hukum di Indonesia seperti tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Misalnya saja penegakan hukum terhadap koruptor yang kebanyakan hanya menerima hukum yang tidak sesuai dengan perbuatannya, sebaliknya para rakya kecil jika melanggar maka hukumannya sangat berat seperti kasus pencurian buah kapuk yang dilakukan oleh seorang kakek yang menyebabkannya masuk bui beberapa tahun. Hal ini membuat kita pesimis akan nasib penegakan hukum di Indonesia. http://www.smansax1-edu.com/2014/11/dasar-hukum-perlindungan-danpenegakan.html



Sabtu, 15 Februari 2014 Makalah Penegakan Hukum di Indonesia



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui,semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan dan hukum,dan begitu juga dengan Negara Indonesia. Negara Indonesia adalah Negara hukum, yang mempunyai peraturan-peraturan hukum, yang sifatnya memaksa seluruh masyarakat atau rakyat Indonesia harus patuh terhadap peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan hukum di Indonesia bahkan juga memaksa orang asing yang berada di wilayah Indonesia untuk patuh terhadap hukum yang ada di Negara indonesia.dan Negara pun membentuk badan penegak hukum guna mempermudah dalam mewujudkan Negara yang adil dan makmur. Tetapi tidak dapat dipungkiri di Negara kita masih banyak kesalahan dalam menegakan hukum di Negara kita. Dan masih banyak juga ketidak adilan dalam melaksanakan hukum yang berlaku. Tetapi, itu bukanlah salah dalam perumusan hukum,melainkan salah satu keteledoran badan-badan pelaksana hukum di Indonesia. Akibat dari keteledoran tersebut banyak sekali pelangaran-pelangaran hukum,dan pelangar-pelangar hukum yang seharusnya di adili dan dikenakan sangsi yang seharusnya,malah dibiarkan begitu saja.dan hal ini sangat berdampak buruk bagi masa depan Negara ini. Oleh karena itu kita akan membahas apa bagaimana penegakan hukum yang adil dan bagaimana upayaupaya penegakan hukum di Negara kita ini untuk memulihkan atau membentuk Negara yang memiliki hukum yang tegas dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Karena masalah tersebut merupakan masalah yang sangat serius yang harus dipecahkan,guna menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.dan dalam menegakkan hukum di Indonesia.



B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :  Apakah Pentingnya Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum?  Bagaimana keadaan keadaan penegakkan hukum di Indonesia saat ini?  Bagaimana cara menegakkan hukum di Negara kita?



C. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:  untuk membahas mengenai faktor penyebab ketidakadilan hukum dan cara mengatasai masalah yang terjadi pada Negara ini.  bagaima terjadinya ketidakadilan hukum yang berkembang dalam masyarakat.  bagaimana cara kita menyikapinya.



BAB II PEMBAHASAN A.Pentingnya Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum Sebelum berangkat ke pertanyaan itu, satu hal yang harus dikemukakan adalah pentingnya ada upaya dari pemerintah, di samping dari lembaga yudikatif sendiri, untuk melakukan hal ini. Setidaknya ada tiga alasan perlunya ada kebijakan dari pemerintah dalam penegakan hukum: Pertama, pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mengelola wilayah dan rakyatnya untuk mencapai tujuan dalam bernegara. Bagi Indonesia sendiri, pernyataan tujuan bernegara sudah dinyatakan dengan tegas oleh para pendiri negara dalam Pembukaan UUD 1945, di antaranya: melindungi bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Bukan hanya pernyataan tujuan bernegara Indonesia, namun secara mendasar pun gagasan awal lahirnya konsep negara, pemerintah wajib menjamin hak asasi warga negaranya. Memang, dalam teori pemisahan kekuasaan cabang kekuasaan negara mengenai penegakan hukum dipisahkan dalam lembaga yudikatif. Namun lembaga eksekutif tetap mempunyai tanggung jawab karena adanya irisan kewenangan dengan yudikatif serta legislatif dalam konteks checks and balances dan kebutuhan pelaksanaan aturan hukum dalam pelaksanaan wewenang pemerintahan sehari-hari. Kedua, tidak hanya tanggung jawab, pemerintah pun punya kepentingan langsung untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan pemerintahannya. Birokrasi dan pelayanan masyarakat yang berjalan dengan baik, serta keamanan masyarakat. Dengan adanya penegakan hukum yang baik, akan muncul pula stabilitas yang akan berdampak pada sektor politik dan ekonomi. Menjadi sebuah penyederhanaan yang berlebihan bila dikatakan



penegakan hukum hanyalah tanggung jawab dan kepentingan lembaga yudikatif. Ketiga, sama sekali tidak bisa dilupakan adanya dua institusi penegakan hukum lainnya yang berada di bawah lembaga eksekutif, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Penegakan hukum bukanlah wewenang Mahkamah Agung semata. Dalam konteks keamanan masyarakat dan ketertiban umum, Kejaksaan dan Kepolisian justru menjadi ujung tombak penegakan hukum yang penting karena ia langsung berhubungan dengan masyarakat. Sementara itu, dalam konteks legal formal,sehingga saat ini pemerintah masih mempunyai suara yang sigifikan dalam penegakan hukum. Sebab, sampai dengan September 2004, urusan administratif peradilan masih dipegang oleh Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Karena itu, Pemerintah masih berperan penting dalam mutasi dan promosi hakim, serta administrasi peradilan. Evolusi masyarakat hingga menjadi organisasi negara melahirkan konsep tentang adanya hukum untuk mengatur institusi masyarakat. Karenanya, ada asumsi dasar bahwa adanya kepastian dalam penegakan hukum akan mengarah kepada stabilitas masyarakat. Dan memang, selama hukum masih punya nafas keadilan, walau terdengar utopis, kepastian hukum jadi hal yang didambakan. Sebab melalui kepastian inilah akan tercipta rasa aman bagi rakyat. Kepastian bahwa kehidupan dijaga oleh negara, kepentingannya dihormati, dan kepemilikan yang diraihnya dilindungi. Tidak berhenti di situ. Bagi Indonesia sendiri, penegakan hukum bukan cuma soal mendorong perbaikan politik dan pemulihan ekonomi. Harus disadari bahwa penegakkan hukum justru merupakan ujung tombak proses demokratisasi. Sebabnya, melalui penegakan hukum ini Indonesia dapat secara konsisten memberantas korupsi yang sudah mengakar dengan kuat di berbagai sektor, menjalankan aturanaturan main dalam bidang politik dan ekonomi secara konsisten. Dengan penegakan hukum yang konsisten dan tegas, pemulihan ekonomi dan tatanan politik juga bisa didorong percepatannya.



B. Adakah Visi Pemerintah dalam Penegakan Hukum? Lantas, bagaimana dengan penegakan hukum di Indonesia? Pertanyaan ini menjadi sulit dijawab karena pemerintah sendiri hingga saat ini belum menunjukkan komitmennya yang jelas mengenai penegakkan hukum. Hingga belakangan ini, hukum seringkali tidak dilihat sebagai sesuatu yang penting dalam proses demokratisasi. Ia sering dipandang sebagai sektor yang menopang perbaikan di bidang lainnya seperti politik dan pemulihan ekonomi. Alhasil, pembaruan hukum sering diartikan sebagai pembuatan berbagai peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencana-rencana perbaikan ekonomi dan politik daripada pembenahan perangkat penegakan hukum itu sendiri. Indikasi gejala ini terlihat dari lahirnya berbagai undang-undang secara kilat di DPR, yang didorong oleh rencana pemulihan ekonomi yang dipreskripsikan oleh berbagai lembaga internasional dan nasional sementara tidak banyak yang dilakukan untuk memperbaiki kinerja kepolisian dan kejaksaan oleh pemerintah. Memang ada beberapa inisiatif yang sudah dilakukan. Misalnya saja perbaikan ditubuh Kepolisian RI untuk mendorong Kepolisian yang lebih profesional. Begitu pula halnya dengan studi-studi dalam rangka perbaikan kejaksaan, seperti Governance Audit untuk Kejaksaan RI yang dilakukan oleh Asian Development Bank dan Price Waterhouse Coopers Indonesia (Kejaksaan Agung RI, 2001). Saat inipun, dengan didorong dan diasistensi oleh beberapa institusi, ada gerakan untuk pembaruan hukum yang dilakukan oleh institusiinstitusi hukum negara, yaitu Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan Kepolisian. Namun perlu dicermati juga bahwa kebanyakan dari inisiatif tersebut adalah dorongan dari luar, dari masyarakat sipil dan lembaga-lembaga nonpemerintahan lainnya, baik internasional maupun dalam negeri. Sementara pemerintah sendiri tampaknya belum mempunyai visi yang jelas mengenai penegakan hukum. Secara sederhana, asumsi di atas bisa dilihat dari tidak adanya kemauan politik untuk menunjukkan komitmen terhadap penegakan hukum dengan dibiarkannya beberapa koruptor kelas kakap berkeliaran di masyarakat. Bahkan, jajaran pemerintahan yang terkena indikasi korupsi pun masih dibiarkan memegang jabatannya. Padahal, langkah pertama untuk menunjukkan komitmen terhadap penegakan hukum justru dengan secara konsisten menerima putusan, bahkaan sangkaan pengadilan mengenai tindak pidana tertentu, terlepas dari final atau tidaknya putusan tersebut. Pasalnya,



mereka adalah pejabat publik yang memiliki pertanggungjawaban politik, sehingga soal teknis legal-formal menjadi tidak lagi relevan. Dalam bidang pembentukan kebijakan, indikasi yang menunjukkan gejala di atas bisa dilihat dalam soal perencanaan pembentukan kebijakan hukum pemerintah yang mandeg. Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, dibentuk Komisi Hukum Nasional yang bertugas memberikan nasehat kepada presiden dalam bidang hukum.



C.Kebijakan yang Perlu Dilakukan Pemerintah dalam Penegakan Hukum Menukik ke pembicaraan yang lebih konkrit, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam penegakan hukum. Di tingkat substansi hukum - peraturan perundang-undangan- pemerintah perlu mendorong pembentukan perangkat peraturan yang terkait dengan penegakan hukum dengan visi di atas. Misalnya saja, pembentukan peraturan yang mewajibkan prosedur teknis dalam melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Juga, pemerintah, sebagai salah satu aparat pembentuk undang-undang, perlu berinisiatf membentuk undang-undang yang berkaitan dengan perbaikan institusi penegakan hukum: Pengadilan, Kejaksaan, dan Kepolisian. Di tingkat aparat, perlu ada kebijakan yang berkaitan dengan disiplin yang tinggi.



Bukan hanya aparat penegak hukum yang langsung berkaitan dengan pengadilan tetapi seluruh aparat birokrasi pemerintah. Sebab penegakan hukum bukanlah hanya dilakukan di pengadilan tapi juga soal bagaimana menjalankan peraturan perundang-undangan secara konsisten, tanpa kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dalam konteks “kultur” hukum, pemerintah perlu menjalankan kebijakan ke dua arah, yaitu kepada dirinya sendiri, dalam hal ini aparat birokrasi, dan kepada rakyat pengguna jasa penegakan hukum. Kultur ini bisa saja menjadi keluaran dari proses disiplin yang kuat yang menumbuhkan



budaya penghormatan yang tinggi kepada hukum. Namun di samping itu, perlu juga dilakukan rangkaian kegiatan yang sistematis untuk mensosialisasikan hak dan kewajiban warga negara, agar muncul kesadaran politik dan hukum.



Anggaran Penegakan Hukum Masih dalam konteks kebijakan pemerintah, penegakan hukum inipun harus didukung pendanaan yang mencukupi oleh pemerintah serta, yang lebih penting lagi, perencanaan pendanaan yang memadai. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, dana untuk sektor hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) meningkat dari tahun ke tahun. Namun, ada beberapa permasalahan dalam hal anggaran ini, seperti diungkapkan dalam Kertas Kerja Pembaruan Sistem Pengelolaan Keuangan Pengadilan yang disusun oleh Mahkamah Agung bekerja sama dengan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP). Dalam hal perencanaan dan pengajuan APBN, kelemahan internal pengadilan yang berhasil diidentifikasi antara lain: (i) ketiadaan parameter yang obyektif dan



argumentasi yang memadai; (ii)



proses penyusunan yang tidak partisipatif; (iii) ketidakprofesionalan pengadilan; dan lain-lain (MA, 2003: 53-55). Kebanyakan “perencanaan” dana pemerintah untuk satu tahun anggaran tidak dilakukan berdasarkan pengamatan yang menyeluruh berdasarkan kebutuhan yang riil, melainkan menggunakan sistem “line item budgeting” menggunakan metode penetapan anggaran melalui pendeketan “incremental” (penyusunan anggaran hanya dilakukan dengan cara menaikkan jumlah tertentu dari anggaran tahun lalu atau anggaran yang sedang berjalan). Akibatnya, dalam pelaksanaan anggaran, muncul “kebiasaan” untuk menghabiskan anggaran di akhir tahun anggaran, tanpa memperhatikan hasil dan kualitas dari anggaran yang digunakan (MA, 2003: 53-55) . Kertas Kerja tersebut merumuskan serangkaian rekomendasi yang sangat teknis guna mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. Kertas Kerja itu memang lebih banyak ditujukan untuk mempersiapkan wewenang administrasi dan keuangan yang akan dipindahkan dari pemerintah ke Mahkamah Agung. Meski begitu, setidaknya beberapa rekomendasi yang sifatnya umum dan sesuai dengan



arah kebijakan penegakan hukum, seharusnya dapat diterapkan pula oleh pemerintah.



Kebijakan yang Mendesak Dalam jangka pendek, hal yang paling dekat yang bisa dilakukan pemerintah untuk mendukung penegakan hukum misalnya terkait dengan wewenang administrasi pengadilan yang masih ada di tangan pemerintah hingga September 2004. Di sini, pemerintah bisa memainkan peranan penting dalam mendisiplinkan hakim-hakim yang diduga melakukan praktek korupsi dan kolusi. Selain itu, perlu ada dorongan dalam pembentukan undang-undang yang berkaitan dengan pembenahan institusi pengadilan. Seperti perubahan lima undang-undang yang berkaitan dengan sistem peradilan terpadu (integrated justice system), yaitu UU Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, UU Peradilan Tata Usaha Negara, UU Mahkamah Agung, UU Peradilan Umum, dan UU Kejaksaan. Kelima undang-undang ini tengah dibahas di DPR oleh Badan Legislasi (lihat www.parlemen.net). Sejauh perannya bisa dimainkan dalam proses pembahasan kelima undang-undang ini, pemerintah perlu mendorong perbaikan institusi yang mengedepankan pengadilan yang bersih dan independen. Begitu pula halnya dengan rencana penyusunan UU tentang Komisi Yudisial yang sudah disampaikan oleh Badan Legislasi DPR kepada pemerintah namun belum mendapatkan jawaban. Dalam hal korupsi, yang tentunya berkaitan erat dengan konsistensi penegakan hukum, pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang tengah dilaksanakan harus mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Demikian juga dengan rencana pembentukan Pengadilan Khusus Korupsi yang direncanakan terbentuk pada bulan Juni 2004 (lihat Bappenas, Cetak Biru Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi). Satu hal yang sama sekali tidak boleh dilupakan adalah peran pemerintah dalam perbaikan institusi kejaksaan dan kepolisian yang jelas berada di bawah wewenang pemerintah. Pada saat ini Kejaksaan tengah menyusun cetak biru pembaruan kejaksaan dengan asistensi Komisi Hukum Nasional. Di sini perlu ada dorongan politik yang kuat agar cetak biru tersebut tersusun dengan baik dan, lebih penting lagi, dapat terlaksana dengan baik.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pentingnya Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum  pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mengelola wilayah dan rakyatnya untuk mencapai tujuan dalam bernegara.  tidak hanya tanggung jawab, pemerintah pun punya kepentingan langsung untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan pemerintahannya.  sama sekali tidak bisa dilupakan adanya dua institusi penegakan hukum lainnya yang berada di bawah lembaga eksekutif, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan



Adakah Visi Pemerintah dalam Penegakan Hukum  ada beberapa inisiatif yang sudah dilakukan. Misalnya saja perbaikan di tubuh Kepolisian RI untuk mendorong Kepolisian yang lebih professional.



 kebanyakan dari inisiatif tersebut adalah dorongan dari luar, dari masyarakat sipil dan lembaga-lembaga non-pemerintahan lainnya, baik internasional maupun dalam negeri.



Kebijakan yang Perlu Dilakukan Pemerintah dalam Penegakan Hukum  Satu hal yang sama sekali tidak boleh dilupakan adalah peran pemerintah dalam perbaikan institusi kejaksaan dan kepolisian yang jelas berada di bawah wewenang pemerintah.  kebijakan-kebijakan pemerintah ini harus terus didorong agar mempunyai visi yang lebih jelas dan responsif terhadap persoalan-persoalan yang nyata ada di masyarakat. http://rodlial.blogspot.com/2014/02/makalah-penegakan-hukum-diindonesia.html



Minggu, 30 November 2014 Makalah Perlindungan dan Penegakan Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik secara preventif maupun represif. Sejauh ini peraturan yang mengatur tentang penegakan hukum dan perlindungan hukum terhadap keluhuran harkat martabat manusia di dalam proses pidana pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Lembaga peradilan sebagai lembaga penegakan hukum dalam system mperadilan pidana merupakan suatu tumpuan harapan dari para pencari keadilan yang selalu menghendaki peradilan yang sederhana, cepat dan biaya



ringan sebagaimana yang diatur dalam pasal 2 ayat (4) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Keadilan yang dihasilkan dari suatu lembaga peradilan melalui suatu proses peradilan yang tertuang di dalam putusan hakim adalah merupakan syarat utama di dalam mempertahankan kelangsungan hidup suatu masyarakat sebab putusan-putusan hakim yang kurang adil membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan menjadi



berkurang,



sehingga



mengakibatkan



Universitas



Sumatera



Utaramasyarakat enggan untuk menempuh jalur hukum di dalam mengatasi permasalahan hukum yang mereka hadapi. Maka dalam hal ini hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili dalam suatu proses peradilan pidana, mempunyai suatu peranan penting dalam penegakan hukum pidana untuk tercapainya suatu keadilan yang diharapkan dan dicita-citakan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pembahasan di atas, maka rumusan masalah yang lahir adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.



Bagaimana Perlindungan dan Penegakan Hukum? Apa Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum? Bagaimana Pentingnya Perlindungan dan Penegakan Hukum? Bagaimana Peristiwa Di lingkungan Sekitar yang Disebabkan Lemahnya Perlindungan dan Penegakkan Hukum?



1.3 Tujuan Mengacu pada rumusan masalah tersebut tujuan yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.



Memahami Perlindungan dan Penegakan Hukum. Mengetahui Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum. Memahami Pentingnya Perlindungan dan Penegakan Hukum. Memaparkan Peristiwa Di lingkungan Sekitar yang Disebabkan Lemahnya



Perlindungan dan Penegakkan Hukum 1.4 Manfaat Manfaat yang diharapkan dalam pembahasan ini ada dua yaitu, manfaat 1.4.1.



teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis Dapat menambah khasana keilmuan tentang perlindungan dan penegakan hukum.



1.4.2.



Manfaat praktis Memberikan



pengetahuan



pada



masyarakat



(pembaca)



terhadap



perlindungan dan penegakan hukum.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Perlindungan dan Penegakan Hukum Menurut



Andi



Hamzah



sebagaimana



dikutip



oleh



Soemardi



dalam



artikelnya yang berjudul Hukum dan Penegakan Hukum (2007), perlindungan hukum dimaknai sebagai daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada. Makna tersebut tidak terlepas dari fungsi hukum itu sendiri, yaitu untuk melindungi kepentingan manusia. Dengan kata lain hukum memberikan perlindungan kepada manusia dalam memenuhi berbagai macam kepentingannya, dengan syarat manusia juga harus melindungi kepentingan orang lain. Di sisi lain, Simanjuntak dalam artikelnya yang berjudul Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum dan Kontrak Franchise (2011), mengartikan perlindungan hukum sebagai segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warganya agar hakhaknya sebagai seorang warga negara tidak dilanggar, dan bagi yang melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Dengan demikian, suatu perlindungan dapat dikatakan sebagai perlindungan hukum apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a. Adanya perlindungan dari pemerintah kepada warganya. b. Jaminan kepastian hukum. c. Berkaitan dengan hak-hak warganegara.



d. Adanya sanksi hukuman bagi pihak yang melanggarnya. Pada hakikatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Oleh karena itu, terdapat banyak macam perlindungan hukum. Dari sekian banyak jenis dan macam perlindungan hukum, terdapat beberapa diantaranya yang cukup populer dan telah akrab di telinga kalian, seperti perlindungan



hukum



terhadap



konsumen.



Perlindungan



hukum



terhadap



konsumen ini telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang pengaturannya mencakup segala hal yang menjadi hak dan kewajiban antara produsen dan konsumen Selain itu, terdapat juga perlindungan hukum yang diberikan kepada Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Pengaturan mengenai hak atas kekayaan intelektual meliputi, hak cipta dan hak atas kekayaan industri. Pengaturan mengenai hak atas kekayaan intelektual tersebut telah dituangkan dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, dan lain sebagainya. Tersangka sebagai pihak yang diduga telah melakukan perbuatan hukum juga memiliki hak atas perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap tersangka diberikan berkaitan dengan hak-hak tersangka yang harus dipenuhi agar sesuai dengan prosedur pemeriksaan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan. Hukum dapat secara efektif menjalankan fungsinya untuk melindungi



kepentingan



perlindungan



hukum



manusia,



dapat



apabila



terwujud



ditegakkan.



apabila



proses



Dengan



kata



penegakan



lain



hukum



dilaksanakan. Proses penegakan hukum merupakan salah satu upaya untuk menjadikan hukum sebagai pedoman dalam setiap perilaku masyarakat maupun aparat atau lembaga penegak hukum. Dengan kata lain, penegakan hukum merupakan upaya untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum dalam berbagai macam bidang kehidupan. Penegakan hukum merupakan syarat terwujudnya perlindungan hukum. Kepentingan setiap orang akan terlindungi apabila hukum yang mengaturnya dilaksanakan baik oleh masyarakat ataupun aparat penegak hukum. Misalnya, perlindungan hukum konsumen akan terwujud, apabila undang-undang



perlindungan konsumen dilaksanakan, hak cipta yang dimiliki oleh seseorang juga akan terlindungi apabila ketentuan mengenai hak cipta juga dilaksanakan. Begitu pula dengan kehidupan di sekolah, keluarga dan masyarakat akan tertib, aman dan tenteram apabila norma-norma berlaku di lingkungan tersebut dilaksanakan. 2.2 Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum Adapun



dasar



hukum



yang



mengatur



tentang



perlindungan



dan



penegakan hukum di Indonesia, antara lain: 1. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” 2. Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta 3.



perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Pasal 28 ayat (5) UUD 1945 yang berbunyi “Untuk menegakkan dan melindungiHak Asasi Manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis,



4.



maka



pelaksanaan Hak



Asasi



Manusia dijamin,



diatur,



dan



dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.” Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta



menegakkan hukum. 5. Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan 2.3 Pentingnya Perlindungan dan Penegakan Hukum Sebagai



negara



hukum,



Indonesia



wajib



melaksanakan



proses



perlindungan dan penegakan hukum. Negara wajib melindungi warga negaranya dari berbagai macam ketidakadilan, ketidaknyaman dan penyimpangan hukum lainnya. Selain itu, Negara mempunyai kekuasaan untuk memaksa seluruh warga negaranya untuk melaksanakan semua ketentuan-ketentuan yang berlaku.



Perlindungan dan penegakan hukum sangat penting dilakukan, karena dapat mewujudkan hal-hal berikut ini: 2.3.1 Tegaknya supremasi hukum Supremasi hukum bermakna bahwa hukum mempunyai kekuasaan mutlak dalam mengatur pergaulan manusia dalam berbagai macam kehidupan. Dengan kata



lain,



semua



tindakan



warga



negara



maupun



pemerintahan



selalu



berlandaskan pada hukum yang berlaku. Tegaknya supremasi hukum tidak akan terwujud apabila aturan-aturan yang berlaku tidak ditegakkan baik oleh masyarakat maupun aparat penegak hukum. 2.3.2 Tegaknya keadilan Tujuan utama hukum adalah mewujudkan keadilan bagi setiap warga negara. Setiap warga negara dapat menikmati haknya dan melaksanakan kewajibannya merupakan wujud dari keadilan tersebut. Hal itu dapat terwujud apabila aturan-aturan ditegakkan. 2.3.3 Mewujudkan perdamaian dalam kehidupan di masyarakat Kehidupan yang diwarnai suasana yang damai merupakan harapan setiap orang. Perdamaian akan terwjud apabila setiap orang merasa dilindungi dalam segala bidang kehidupan. Hal itu akan terwujud apabila aturan-aturan yang berlaku dilaksanakan. Keberhasilan proses perlindungan dan penegakan hukum tidaklah sematamata menyangkut ditegakkannya hukum yang berlaku, akan tetapi menurut Soerjono



Soekanto



(dalam



bukunya



yang



berjudul



Faktor-faktor



Yang



Mempengaruhi Penegakan Hukum, 2002) sangat tergantung pula dari beberapa faktor, antara lain:



a. Hukumnya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah undang-undang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ideologi negara, dan undang-undang dibuat haruslah



menurut



ketentuan



yang



mengatur



kewenangan



pembuatan



undangundang sebagaimana diatur dalam Konstitusi negara, serta undangundang dibuat haruslah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat di mana undang-undang tersebut diberlakukan.



b. Penegak hukum, yakni pihakpihak yang secara langsung terlibat dalam bidang penegakan hukum. Penegak hukum harus menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan peranannya masing-masing yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam menjalankan tugas tersebut dilakukan dengan mengutamakan



keadilan



dan



profesionalisme,



sehingga



menjadi



panutan



masyarakat serta dipercaya oleh semua pihak termasuk semua anggota masyarakat. c. Masyarakat, yakni masyarakat lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau



diterapkan.



Maksudnya



warga



masyarakat



harus



mengetahui



dan



memahami hukum yang berlaku, serta menaati hukum yang berlaku dengan penuh kesadaran akan penting dan perlunya hukum bagi kehidupan masyarakat. d. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Sarana atau fasilitas`tersebut mencakup tenaga manusia yang terdidik dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan sebagainya. Ketersediaan sarana dan fasilitas yang memadai merupakan suatu keharusan bagi keberhasilan penegakan hukum. e. Kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Dalam hal ini kebudayaan mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianut, dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari. 2.4



Peristiwa



Di



lingkungan



Sekitar



yang



Disebabkan



Lemahnya



Perlindungan dan Penegakkan Hukum Pelanggaran hukum disebut juga perbuatan melawan hukum, yaitu tindakan seseorang yang tidak sesuai atau bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku. Dengan kata lain, pelanggaran hukum merupakan pengingkaran terhadap kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh peraturan atau hukum yang berlaku, misalnya kasus pembunuhan merupakan pengingkaran terhadap kewajiban untuk menghormati hak hidup orang lain. Pelanggaran hukum merupakan bentuk ketidakpatuhan terhadap hukum. Ketidakpatuhan terhadap hukum dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu: a.



Pelanggaran hukum oleh pelaku pelanggaran sudah dianggap sebagai kebiasaan bahkan kebutuhan



b. Hukum yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kehidupan. Saat ini kita sering melihat berbagai pelanggaran hukum banyak terjadi di negara ini. Hampir setiap hari kita mendapatkan informasi mengenai terjadinya tindakan melawan hukum baik yang dilakukan oleh masyarakat ataupun oleh aparat penegak hukum sendiri. Berikut ini contoh perilaku yang bertentangan dengan hukum yang dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara. 2.4.1 Dalam lingkungan keluarga 1. 2. 3. 4. 5. 6.



mengabaikan perintah orang tua mengganggu kakak atau adik yang sedang belajar ibadah tidak tepat waktu menonton tayangan yang tidak boleh ditonton oleh anak-anak; nonton tv sampai larut malam bangun kesiangan. 2.4.2 Dalam lingkungan sekolah



1. mencontek ketika ulangan 2. datang ke sekolah terlambat 3. bolos mengikuti pelajaran 4. tidak memperhatikan penjelasan guru 5. berpakaian tidak rapi dan tidak sesuai dengan yang ditentukan sekolah. 2.4.3 Dalam lingkungan masyarakat 1. mangkir dari tugas ronda malam 2. tidak mengikuti kerja bakti dengan alasan yang tidak jelas 3. main hakim sendiri 4. mengkonsumsi obat-obat terlarang 5. melakukan tindakan diskriminasi kepada orang lain 6. melakukan perjudian 7. membuang sampah sembarangan. 2.4.4 Dalam lingkungan bangsa dan negara, diantaranya: 1. tidak memiliki KTP 2. tidak memiliki SIM 3. tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas 4. melakukan tindak pidana seperti pembunuhan, perampokan, penggelapan, pengedaran uang palsu, pembajakan karya orang lain dan sebagainya 5. melakukan aksi teror terhadap alat-alat kelengkapan negara 6. tidak berpartisipasi pada kegiatan Pemilihan Umum 7. merusak fasilitas negara dengan sengaja.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Menurut



Andi



Hamzah



sebagaimana



dikutip



oleh



Soemardi



dalam



artikelnya yang berjudul Hukum dan Penegakan Hukum (2007), perlindungan hukum dimaknai sebagai daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada. Pelanggaran hukum disebut juga perbuatan melawan hukum, yaitu tindakan seseorang yang tidak sesuai atau bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku. Dengan kata lain, pelanggaran hukum merupakan pengingkaran terhadap kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh peraturan atau hukum yang berlaku, misalnya kasus pembunuhan merupakan pengingkaran terhadap kewajiban untuk menghormati hak hidup orang lain. 3.2. Saran Berdasarkan pembahasan di atas dan simpulan yang telah di kemukakan sebelumnya, pada bagian ini penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: 3.2.1.



Penulis berharap dari adanya tugas ini dapat memberikan manfaat yang



3.2.2.



banyak bagi para pembaca terutama siswa sebagai generasi mudah. Penulis berharap agar siswa lebih mudah memahami perlindungan dan



3.2.3.



penegakkan hukum. Penulis menyadari bahwa masih banyak siswa yang belum memahami tentang perlindungan dan penegakkan hukum maka dalam hal ini perlu mendapatkan



perhatian dari para guru terutama para ahli hukum. Diposkan oleh Irwan Darwis di Minggu, November 30, 2014 http://irwankaimoto.blogspot.com/2014/11/makalah-perlindungan-danpenegakan-hukum.html



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Masalah Bergulirnya iklim reformasi dan demokratisasi di Indoneseia dalam kurun waktu



beberapa tahun terakhir ini telah membawa angin perubahan berupa kebebasan berekspresi yang sangat bebas. Kebebasan tersebut pada beberapa kesempatan telah “kebabalasan” bahkan berujung pada konflik horisontal maupun konflik vertikal. Konflik yang tidak terkelola dengan baik ditambah dendam masa lalu pada masa Pemerintahan Orde Baru, yang sangat otoriter berdampak pada kekerasan bahkan telah terjadi konflik bersenjata. Bahkan beberapa daerah telah jatuh korban berjumlah ratusan bahkan mungkin ribuan. Terjadi pula pengusiran dan pemusnahan kelompok etnis tertentu (genocide) oleh kelompok etnis lain. Kekerasan, kontak senjata dan pemusnahan etnis seakan menjadi “menu utama” berbagai media di tanah air. Sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin dan status sosial lainnya. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horisontal (antarwarga negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat (gross violation of human rights). Pada kenyataannya selama lebih lima tujuh tahun usia Republik Indonesia, pelaksanaan penghormatan, perlindungan atau penegakan hak asasi manusia masih jauh dari memuaskan. Hal tersebut tercermin dari kejadian berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan, penganiayaan, perkosaan, penghilangan paksa, pembunuhan, pemusnahan kelompok etnis tertentu, pembakaran sarana pendidikan dan tempat ibadah, dan teror bom yang semakin berkembang. Selain itu, terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik dan aparat penegak hukum, pemelihara keamanan, dan pelindung rakyat, tetapi justru mengintimidasi, menganiaya, menghilangkan paksa dan/atau menghilangkan nyawa. Bahkan pada beberapa kesempatan yang lalu, Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus pelanggaran HAM berat Timtim telah membebaskan sebagian terbesar para Jendaral Angkatan Darat dari segala tuntutan hukum.



Padahal secara jelas dan tegas untuk melaksanakan amanat Undang-undang Dasar 1945, Majelis Permusyarwaratan Rakyat melalui Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, telah menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh aparatur Pemerintah, untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat. Telah terbentuk juga Undangundang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan pengukuhan melalui Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.



1.2



Rumusan Masalah



Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis mendapatkan hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa perumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah : Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut: 1.



Apakah penegakan hukum itu?



2.



Apakah itu aparatur penegak hukum?



3. Apakah Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum? 4. Apakah Permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia? 5.



Bagaimana Pemberdayaan Masyarakat dan Penegakan Hukum?



Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain: 1. Untuk memenuhi tugas mata kuiah Sistem Hukum Indonesia 2. Untuk menambah pengetahuan tentang Penegakan Hukum 3. Untuk mengetahui berbagai permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia



1.3



Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka atau studi literatur, yaitu penulis mengambil sumber penulisan dari internet dan jurnal hukum.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Penegakan Hukum Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataan ‘law enforcement’ ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan perkataan ‘penegakan hukum’ dalam arti luas dan dapat pula digunakan istilah ‘penegakan peraturan’ dalam arti sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggeris sendiri dengan dikembangkannya istilah ‘the rule of law’ versus ‘the rule of just law’ atau dalam istilah ‘the rule of law and not of man’ versus istilah ‘the rule by law’ yang berarti ‘the rule of man by law’. Dalam istilah ‘the rule of law’ terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah ‘the rule of just law’. Dalam istilah ‘the rule of law and not of man’ dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah ‘the rule by law’ yang dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan belaka.



Dengan uraian di atas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiel yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas itu, pembahasan kita tentang penegakan hukum dapat kita tentukan sendiri batas-batasnya. Apakah kita akan membahas keseluruhan aspek dan dimensi penegakan hukum itu, baik dari segi subjeknya maupun objeknya atau kita batasi hanya membahas hal-hal tertentu saja, misalnya, hanya menelaah aspek-aspek subjektifnya saja. Makalah ini memang sengaja dibuat untuk memberikan gambaran saja mengenai keseluruhan aspek yang terkait dengan tema penegakan hukum itu. PENEGAKAN HUKUM OBJEKTIF Seperti disebut di muka, secara objektif, norma hukum yang hendak ditegakkan mencakup pengertian hukum formal dan hukum materiel. Hukum formal hanya bersangkutan dengan peraturan perundang-undangan yang tertulis, sedangkan hukum materiel mencakup pula pengertian nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam bahasa yang tersendiri, kadang-kadang orang membedakan antara pengertian penegakan hukum dan penegakan keadilan. Penegakan hukum dapat dikaitkan dengan pengertian ‘law enforcement’ dalam arti sempit, sedangkan penegakan hukum dalam arti luas, dalam arti hukum materiel, diistilahkan dengan penegakan keadilan. Dalam bahasa Inggeris juga terkadang dibedakan antara konsepsi ‘court of law’ dalam arti pengadilan hukum dan ‘court of justice’ atau pengadilan keadilan. Bahkan, dengan semangat yang sama pula, Mahkamah Agung di Amerika Serikat disebut dengan istilah ‘Supreme Court of Justice’. Istilah-istilah itu dimaksudkan untuk menegaskan bahwa hukum yang harus ditegakkan itu pada intinya bukanlah norma aturan itu sendiri, melainkan nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Memang ada doktrin yang membedakan antara tugas hakim dalam proses pembuktian dalam perkara pidana dan perdata. Dalam perkara perdata dikatakan bahwa hakim cukup menemukan kebenaran formil belaka, sedangkan dalam perkara pidana barulah hakim diwajibkan mencari dan menemukan kebenaran materiel yang menyangkut nilai-nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam peradilan pidana. Namun demikian, hakikat tugas hakim itu sendiri memang seharusnya mencari dan menemukan kebenaran materiel untuk mewujudkan keadilan materiel. Kewajiban demikian berlaku, baik dalam bidang pidana maupun di lapangan hukum perdata. Pengertian kita tentang penegakan hukum sudah seharusnya berisi penegakan keadilan itu sendiri, sehingga istilah penegakan hukum dan penegakan keadilan merupakan dua sisi dari mata uang yang sama. Setiap norma hukum sudah dengan sendirinya mengandung ketentuan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban para subjek hukum dalam lalu lintas hukum. Normanorma hukum yang bersifat dasar, tentulah berisi rumusan hak-hak dan kewajibankewajiban yang juga dasar dan mendasar. Karena itu, secara akademis, sebenarnya, persoalan hak dan kewajiban asasi manusia memang menyangkut konsepsi yang niscaya



terkandung di dalamnya dimensi hak dan kewajiban secara paralel dan bersilang. Karena itu, secara akademis, hak asasi manusia mestinya diimbangi dengan kewajiban asasi manusia. Akan tetapi, dalam perkembangan sejarah, issue hak asasi manusia itu sendiri terkait erat dengan persoalan ketidakadilan yang timbul dalam kaitannya dengan persoalan kekuasaan. Dalam sejarah, kekuasaan yang diorganisasikan ke dalam dan melalui organ-organ negara, seringkali terbukti melahirkan penindasan dan ketidakadilan. Karena itu, sejarah umat manusia mewariskan gagasan perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Gagasan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia ini bahkan diadopsikan ke dalam pemikiran mengenai pembatasan kekuasaan yang kemudian dikenal dengan aliran konstitusionalisme. Aliran konstitusionalime inilah yang memberi warna modern terhadap ide-ide demokrasi dan nomokrasi (negara hukum) dalam sejarah, sehingga perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dianggap sebagai ciri utama yang perlu ada dalam setiap negara hukum yang demokratis (democratische rechtsstaat) ataupun negara demokrasi yang berdasar atas hukum (constitutional democracy). Dengan perkataan lain, issue hak asasi manusia itu sebenarnya terkait erat dengan persoalan penegakan hukum dan keadilan itu sendiri. Karena itu, sebenarnya, tidaklah terlalu tepat untuk mengembangkan istilah penegakan hak asasi manusia secara tersendiri. Lagi pula, apakah hak asasi manusia dapat ditegakkan? Bukankah yang ditegakkan itu adalah aturan hukum dan konstitusi yang menjamin hak asasi manusia itu, dan bukannya hak asasinya itu sendiri? Namun, dalam praktek sehari-hari, kita memang sudah salah kaprah. Kita sudah terbiasa menggunakan istilah penegakan ‘hak asasi manusia’. Masalahnya, kesadaran umum mengenai hak-hak asasi manusia dan kesadaran untuk menghormati hak-hak asasi orang lain di kalangan masyarakat kitapun memang belum berkembang secara sehat. 2.2 Aparatur Penegak Hukum Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana. Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat tiga elemen penting yang mempengaruhi, yaitu: (i) institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya; (ii) budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya, dan (iii) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materielnya maupun hukum acaranya. Upaya penegakan hukum secara sistemik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan



keadilan itu sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata. Namun, selain ketiga faktor di atas, keluhan berkenaan dengan kinerja penegakan hukum di negara kita selama ini, sebenarnya juga memerlukan analisis yang lebih menyeluruh lagi. Upaya penegakan hukum hanya satu elemen saja dari keseluruhan persoalan kita sebagai Negara Hukum yang mencita-citakan upaya menegakkan dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hukum tidak mungkin akan tegak, jika hukum itu sendiri tidak atau belum mencerminkan perasaan atau nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakatnya. Hukum tidak mungkin menjamin keadilan jika materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan saja berkenaan dengan upaya penegakan hukum tetapi juga pembaruan hukum atau pembuatan hukum baru. Karena itu, ada empat fungsi penting yang memerlukan perhatian yang seksama, yang yaitu (i) pembuatan hukum (‘the legislation of law’ atau ‘law and rule making’), (ii) sosialisasi, penyebarluasan dan bahkan pembudayaan hukum (socialization and promulgation of law, dan (iii) penegakan hukum (the enforcement of law). Ketiganya membutuhkan dukungan (iv) adminstrasi hukum (the administration of law) yang efektif dan efisien yang dijalankan oleh pemerintahan (eksekutif) yang bertanggungjawab (accountable). Karena itu, pengembangan administrasi hukum dan sistem hukum dapat disebut sebagai agenda penting yang keempat sebagai tambahan terhadap ketiga agenda tersebut di atas. Dalam arti luas, ‘the administration of law’ itu mencakup pengertian pelaksanaan hukum (rules executing) dan tata administrasi hukum itu sendiri dalam pengertian yang sempit. Misalnya dapat dipersoalkan sejauhmana sistem dokumentasi dan publikasi berbagai produk hukum yang ada selama ini telah dikembangkan dalam rangka pendokumentasian peraturan-peraturan (regels), keputusankeputusan administrasi negara (beschikkings), ataupun penetapan dan putusan (vonis) hakim di seluruh jajaran dan lapisan pemerintahan dari pusat sampai ke daerah-daerah. Jika sistem administrasinya tidak jelas, bagaimana mungkin akses masyarakat luas terhadap aneka bentuk produk hukum tersebut dapat terbuka? Jika akses tidak ada, bagaimana mungkin mengharapkan masyarakat dapat taat pada aturan yang tidak diketahuinya? Meskipun ada teori ‘fiktie’ yang diakui sebagai doktrin hukum yang bersifat universal, hukum juga perlu difungsikan sebagai sarana pendidikan dan pembaruan masyarakat (social reform), dan karena itu ketidaktahuan masyarakat akan hukum tidak boleh dibiarkan tanpa usaha sosialisasi dan pembudayaan hukum secara sistematis dan bersengaja. 2.3 Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum Menurut Soerjono Soekanto, dalam bukunya faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum (2002:5) menyebutkan bahwa masalah pokok dari penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya, yaitu : a.



Faktor hukumnya sendiri yaitu berupa undang-undang



b.



Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum.



c.



Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.



d.



Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.



e.



Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kemudian Al. Wisnubroto dalam bukunya yang berjudul Hakim dan peradilan di Indonesia (1997:88-90) memuat beberapa faktor internal yang mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi hakim dalam mempertimbangkan suatu keputusan adalah :



1.



Faktor Subjektif



a.



Sikap prilaku apriori Sering kali hakim dalam mengadili suatu perkara sejak awal dihinggapi suatu prasangka atau dugaan bahwa terdakwa atau tergugat bersalah, sehingga harus dihukum atau dinyatakan sebagai pihak yang kalah. Sikap ini jelas bertentangan dengan asas yang dijunjung tinggi dalam peradilan modern, yakni asas praduga tak bersalah (presumtion of innocence), terutama dalam perkara pidana. Sikap yang bersifat memihak salah satu pihak (biasanya adalah penuntut umum atau penggugat) dan tidak adil ini bisa saja terjadi karena hakim terjebak oleh rutinitas penanganan perkara yang menumpuk dan target penyelesaian yang tidak seimbang.



b.



Sikap perilaku emosional Perilaku hakim yang mudah tersinggung, pendendam dan pemarah akan berbeda dengan prilaku hakim yang penuh pengertian, sabar dan teliti dalam menangani suatu perkara. Hal ini jelas sangat berpengaruh pada hasil putusannya.



c.



Sikap Arrogence power Hakim yang memiliki sikap arogan, merasa dirinya berkuasa dan pintar melebihi orang lain seperti jaksa, penasihat hukum apalagi terdakwa atau pihak-pihak yang bersengketa lainnya, sering kali mempengaruhi Keputusannya.



d.



Moral



Faktor ini merupakan landasan yang sangat vital bagi insan penegak keadilan, terutama hakim. Faktor ini berfungsi membentengi tindakan hakim terhadap cobaan-cobaan yang mengarah pada penyimpangan, penyelewengan dan sikap tidak adil lainnya. 2.



Faktor Objektif



a.



Latar belakang sosial budaya Latar belakang sosial hakim mempengaruhi sikap perilaku hakim. Dalam beberapa kajian sosiologis menunjukkan bahwa, hakim yang berasal dari status sosial tinggi berbeda cara memandang suatu permasalahan yang ada dalam masyarakat dengan hakim yang berasal dari lingkungan status sosial menengah atau rendah.



b.



Profesionalisme Profesionalisme



yang



meliputi knowledge (pengetahuan,



wawasan)



danskills (keahlian, keterampilan) yang ditunjang dengan ketekunan dan ketelitian merupakan faktor yang mempengaruhi cara hakim mengambil keputusan masalah profesionalisme ini juga sering dikaitkan dengan kode etik di lingkungan peradilan. Oleh sebab itu hakim yang menangani suatu perkara dengan berpegang teguh pada etika profesi tentu akan menghasilkan putusan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan.



2.4 Permasalahan Penegakan Huukum di Indonesia Indonesia tengah mengalami krisis kepatuhan hukum karena hukum telah kehilangan substansinya. Permasalahan hukum di Indonesia yang saat ini sedang terjadi disebabkan oleh beberapa hal yaitu sistem peradilannya, perangkat hukumny, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan maupun perlindungan hukum. Diantara banyaknya permasalahan tersebut adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum yang dilaksanakan oleh aparat baik polisi, jaksa, hakim maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan yang bersangkutan. Inkonsistensi penegakan hukum kadang melibatkan masyarakat itu sendiri dan dalam media elektronik maupun media cetak. Inkonsistensi penegakan hukum ini secara tidak disadari telah berlangsung dari hari ke hari. Contoh kecil dari Inkonsistensi penegakan hukum yang terjadi pada saat berkendaraan dijalan raya dikota besar seperti di Jakarta yang



memberlakukan aturan "three-in-one". Aturan ini tidak akan berlaku bagi TNI dan Polri. Bahkan polisi yang bertugas membiarkan begitu saja mobil dinas TNI atau Polri yang melintas meski mobil tersebut berpenumpang kurang dari tiga orang atau bahkan terkadang polisi yang bertugas memberikan penghormatan apabila penumpangnya berpangkat lebih tinggi. Secara tidak disadari hal tersebut merupakan diskriminasi terhadap masyarakat awam tapi sayangnya banyak masyarakat yang tidak menyadari hal tersebut. Ketimpangan dan putusan hukum yang tidak menyentuh rasa keadilan masyarakat tetap dirasakan dari hari ke hari. Berikut ini beberapa kasus inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia yang dikelompokan berdasarlan beberapa alasan yang banyak ditemui oleh masyarakat awam baik melalui pengalaman pencari keadilan itu sendiri maupun peristiwa lain yang bisa diikuti melalui media cetak dan media elektronik. a.



Tingkat kekayaan seseorang.



Tingkat kekayaan seseorang dapat memperingan masa tahan seseorang yang melakukan pelanggaran. Pelaku pelanggaran bisa menyewa pengacara mahal yang bisa mementahkan dakwaan kejaksaan untuk memperingan masa tahanannya atau jika perlu pelaku dapat membayar hakim atau jaksa agar memperingan masa tahanannya. Sebaliknya dengan pelaku pelanggaran yang tidak memiliki uang yang banyak maka pelaku hanya bisa membayar pengacara semampunya atau tidak sedikit pula yang mereka hanya pasrah menerima putusan hakim. Padahal jika dibandingkan kasus pelanggarannya tidak merugikan pemerintah milyaran rupiah. Inilah yang terjadi di Indonesia saat ini. Hukum bisa dibeli dengan uang.



b.



Tingkat Jabatan Seseorang



Mari kita simak kasus berikut ini. Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi banding keluar negri yang diikuti oleh sekitar 40 orang anggota DPRD DKI Komisi D. Dalam studi banding tersebut anggota DPRD yang berangkat memanfaatkan dua sumber keuangan yaitu SPJ anggaran yang diperoleh dari anggaran DPRD DKI sekitar 5,2 M dan uang saku dari PT. Pembangunan Jaya Ancol sekitar 2,1 M. Dalam kasus ini 9 orang staf Bapedal DKI Bambang Sungkono dan Kepala Dinas Tata Kota DKI Ahmadin Ahmad tidak dikenai tindakan apapun. Penyelesaian masalah ini dilakukan setelah media cetak dan media elektronik menemukan ketidaksesuaian dalam masalah pendanaan studi banding tersebut. Penyelesaian secara administratif ini seakan dilakukan agar dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa dilakukan. Rasa ketidakadilan masyarakat terurik ketika sanksi ini hanya dikenalan pada pegawai rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk mengusut kasus



ini sampai ke pejabat tinggi DKI yaitu Gubernur Sutiyoso (saat itu) yang sebagai komisaris PT. Pembangunan Jaya Ancol ikut bertanggungjawab. Dari kasus diatas terlihat sekali bahwa seseorang yang memiliki jabatan tinggi mendapat keringanan hukuman dibanding pegawai rendahannya. Entah apa penyebabnya sampai hal ini terjadi. Secara tidak langsung hal ini bisa disebut sebagai ketidakadilan hukum dimana karna jabatan seseorang yang tinggi hukuman yang didapat ketika melakukan pelanggaran hukumannya pun lebih ringan dibandingkan seseorang yang jabatannya rendah walaupun pada kasus yang sama. c.



Nepotisme



Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok anak mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Jendral (TNI) Subagyo H.S. diperingan hukumannya oldh mahkamah militer dari empat tahum penjara menjadi dua tahun penjara. Disamping itu, terdakwa juga dikembalikan ke kesatuannya selama dua minggu sambil menunggu dan berpikir terhadap vonis mahkamah militer tinggi. Putusan ini terasa tidk adil dibandingkan dengan vonis-vonis kasus narkoba lainnya yang terjadi di Indonesia yang didasarkan atas pelaksanaan UU Psikotropika. Disamping itu, proses pengadilan ini juga memperlihatkan eksklusivitas hukum militer yang diterapkan pada kasus narkoba. Jelas sekaki kasus ini mengesankan adanya diskriminasi hukum bagi keluarga bekas pejabat. d.



Tekanan Internasional



Kasus Atambua, Nusa Tenggara Timur xang terjadi 6 September 2000 yang menewaskan tiga orang staf NHCR mendapat perhatian Internasional dengan cepat. Tekanan Internasional ini mengakibatjan pemerintah Indonesia bertindak dengan melucuti pesenjataan milisi Timor Timor dan mengadiji beberapa bekas anggota milisi Timor Leste yang dianggap bertanggungjawab. Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus kekerasan yamg terjadi di bagian lain di Indonesia seperti Ambon, Aceh, Samlar, Sampit, kasus Atambua termasuk kasus yang memgalami penyelesaian secara cepat dan tanggap dari aparat. Dalam enam bulan sejak kasus ini terjadi, kekerasan berhasil diatasi, milisi berhasil dilucuti dan situasi kembali aman dan normal. Meskipun kasus lainnya juga mendapat perhatian dari Internasional, namun tekanan yang diberikn pada kasus ini lebih menekan pemerintah Indonesia untuk dapat diselesaikan secepatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa derajat tekanan Internasional menentukan kecepatan aparat melakukan penegakan hukum dalam mengatasi kasus kekerasan.



Dari beberapa kasus tadi, dapat menimbulkan masalah yang paling dirasakan oleh masyarakat dan membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Persepsi masyarakat menjadi buruk terhadap penegakan hukum. Hal ini membuat masyarakat tidak mempercayai huktm sebagai sarana penyelesaian konflik dan cenderung menyelesaikan permasalahannya diluar jalur hukum. Pemanfaatan inkonsistensi penegakan hukum oleh sekelompok orang demi kepentingannya sendiri, selaku berakibat merugikan pihak yang tidak mempunyai kemampuan yang setara. Akibatnya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan tumbuh subur di masyarakat Indonesia. Penegakan hukum di Indonesia harus terus diupayakan dengan mulai memperbaiki kinerja dan moral aparat baik polisi, jaksa, hakim maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan bersangkutan. Tanpa adanya perbaikan tersebut segala bentuk KKN akan terus berpengaruh dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Selain itu materi hukum sendiri juga harus terus menerus diperbaiki, peran DPR sebagai lembaga legislatif untuk lebih aktif dalam memperbaiki dan menciptakan perundang-undangan yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan lebih tegas lagi. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam penegakan hukum secara konsisten. Jadi, keterpurukan penegakan hukum di Indonesia terletak pada faktor integritas aparat penegak hukum, aturan hukum yang tidak responsif, serta tidak diaplikasikannya nilainilai Pancasila khususnya nilai kemanusiaan, nilai musyawarah untuk mufakat dan nilai keadilan dalam penegakan hukum oleh aparat penegak hukum, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang ada di Indonesia. Hasil penelitian, menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh keadaan atau situasional suatu daerah, apabila disuatu daerah penegakan hukumnya baik, maka tingkat kepercayaan masyarakat juga baik di daerah tersebut, namun apabila penegakan hukumnya kurang baik, maka tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di daerah tersebut menjadi kurang baik. Dalam rangka pembentukan hukum nasional, perlu dibentuk konsepsi sistem hukum Indonesia, yang penulis sebut dengan Indonesia Juripridence maka nilai-nilai Pancasila harus diserap dalam pembentukan hukum, sehingga dibutuhkan standar hukum yang bersifat united legal frame work dan united legal opinion (Kesatuan pandangan) di antara aparat penegak hukum sehingga perlu dibentuk Undang-Undang sinergitas terpadu dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, maka dibutuhkan aparat penegak hukum yang memiliki integritas baik, aturan hukum yang responsif yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan selanjutnya diimplementasikan ke dalam pelaksanaan tugas sehari-hari oleh aparat penegak hukum.



2.5 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PENEGAKAN HUKUM Suatu hukum hanya dapat dilaksanakan dan diterapkan dengan baik apabila dalam Masyarakat terdapat suatu struktur yang memungkinkan bagi setiap anggota masyarakat untuk mewujudkan cita-cita hukum tersebut. Oleh karena itu jika kita mengharapkan perilaku hukum masyarakat yang baik, maka kita harus menciptakan struktur sosial masyarakat yang baik pula. Selama struktur sosial masyarakat tidak terkandung kearah susunan masyarakat yang baik maka selama itu pula perilaku hukum masyarakat sulit untuk mengarah kepada perilaku hukum yang baik. Selanjutnya, harus pula dipahami bahwa kesadaran hukum yang menyangkut perilaku manusia, tidak dapat dilepaskan dari sikap batin. Oleh karena itu kesadaran hukum yang dimaksudkan haruslah memiliki keterkaitan pula dengan sikap batin pelakunya. Dengan kata lain, harus terdapat kaitan yang erat antara sikap batin dan tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Berdasarkan uraian-uraian yang telah kami kemukakan pada bahagian terdahulu, maka pada bahagian ini dapat kami simpulkan hal-hal sebagai berikut: 1) Bahwa pemberdayaan masyarakat dalam proses penegakan hukum meliputi peningkatan, pengetahuan masyarakat terhadap kaedah hukum itu sendiri termasuk pengetahuan dan pemahamannya terhadap isi kaedah hukum itu, ketaatan dan kepatuhan masyarakat terhadap kaedah hukum itu dan pola perilaku hukum masyarakat itu sendiri; 2) Bahwa pemahaman hukum masyarakat dipengaruhi oleh struktur sosial tempat di mana hukum itu berlaku, karenanya untuk mencapai terpeliharanya tertib hukum melalui kesadaran hukum masyarakat, maka perlu pula dibenahi struktur masyarakat yang bersangkutan, seperti struktur ekonomi, politik, pendidikan, pertahanan keamanan dan lain sebagainya yang terdapat dalam sistem sosial; 3) Bahwa pemberdayaan masyarakat untuk memelihara tertib hukum, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor juridis semata, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor non juridis seperti sikap penegak hukum, sarana dan prasarana, budaya hukum dan masyarakat sebagai pemegang peran; 4) Bahwa perlu kiranya untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat agar tertib hukum terpelihara dengan baik disusun suatu kaedah hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat Indonesia, sesuai dengan asas-asas hukum Indonesia dengan kata lain perlu diperhatikan segi substansialnya, bukan segi formalnya seperti yang berkembang selama ini http://yenisaputri080893.blogspot.com/2013/08/makalah-penegakan-hukum.html



Makalah Problematika Penegakan Hukum di Indonesia Diposkan oleh Moch Yusuf Wicaksono on Tuesday, 17 December 2013 Label: article



MAKALAH Problematika Penegakan Hukum di Indonesia Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Dosen Pengampu : Budi Mulyono, M.Pd



Disusun Oleh :



Moch. Yusuf Wicaksono



12804244009



PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013



KATA PENGANTAR Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya maka tersusunlah makalah ini. Makalah ini disusun guna melengkapi



tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Tidak lupa saya juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya bagi pihak-pihak yang mendukung tersusunnya makalah ini, yaitu : 1.



Bapak Budi Mulyono, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Pedidikan



Kewarganegaraan 2. Orang tua yang selalu mendukung dan memberi fasilitas kepada saya. Saya menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu saya sangat mengharapkan dan berterimakasih apabila anda memberikan kritik dan saran atas makalah ini, sehingga hal tersebut dapat memotivasi saya agar dapat berkarya dengan lebih baik lagi.



Yogyakarta, 25 November 2013



Penulis



DAFTAR ISI 1. 2. 3. A. B. C. D. 4. A. B. C. D. E. 5. 6.



Kata Pengantar………………………………………………………………… i Daftar isi………………………………………………………………………. ii BAB I Pendahuluan……………………………………………………...……. 1 Latar belakang………………………………………………………… 1 Rumusan masalah……………………………………………………… 2 Tujuan ……………………………………………………………........ 2 Manfaat.................................................................................................... 2 BAB II Pembahasan …………………………………………...…………….... Kebijakan Penegak Hukum …………………………………….…….... 4 Problematika Penegak Hukum di Indonesia ……………..................... 5 Dampak dalam Penegakan Hukum di Indonesia …………………........ 14 Ketidakpuasan Terhadap Penegakan Hukum di Indonesia....………….16 Pemecahan Problematika Penegak Hukum di Indonesia...................…. 16 BAB III Penutupan.……………………………………………………........... 19 Daftar Pustaka ………………………………………………………………… 21



4



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum di Indonesia tanpa adanya keprihatinan yang mendalam mendengar ratapan masyarakat yang terluka oleh hukum, dan kemarahan masyarakat pada mereka yang memanfaatkan hukum untuk mencapai tujuan mereka tanpa menggunakan hati nurani. Dunia hukum di Indonesia tengah mendapat sorotan yang amat tajam dari seluruh lapisan masyarakat, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari sekian banyak bidang hukum, dapat dikatakan bahwa hukum pidana menempati peringkat pertama yang bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan yang luar biasa dibandingkan dengan bidang hukum lainnya. Bidang hukum pidana merupakan bidang hukum yang paling mudah untuk dijadikan indikator apakah reformasi hukum yang dijalankan di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau belum. Hukum pidana bukan hanya berbicara tentang putusan pengadilan atas penanganan perkara pidana, tetapi juga meliputi semua proses dan sistem peradilan pidana. Proses peradilan berawal dari penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian dan berpuncak pada penjatuhan pidana dan selanjutnya diakhiri dengan pelaksanaan hukuman itu sendiri oleh lembaga pemasyarakatan. Semua proses pidana itulah yang saat ini banyak mendapat sorotan dari masyarakat karena kinerjanya, atau perilaku aparatnya yang jauh dari kebaikan. Hukum di Indonesia yang bisa kita lihat saat ini bisa dikatakan sebagai hukum yang carut marut, mengapa? Karena dengan adanya pemberitaan mengenai tindak pidana di televisi, surat kabar, dan media elektronik lainnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hukum di Indonesia carut marut. Banyak sekali kejadian yang menggambarkannya, mulai dari tindak pidana yang diberikan oleh maling sandal hingga maling uang rakyat. Sebenarnya permasalahan hukum di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu sistem peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum. Hukum Negara ialah aturan bagi negara itu sendiri, bagaimana suatu negara menciptakan keadaan yang relevan, keadaan yang menentramkan kehidupan sosial masyarakatnya, menghindarkan dari segala bentuk tindak pidana maupun perdata. Namun tidak di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, pemberitaan di media masa sungguh



tragis. Bahkan dari Hasil survei terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebutkan bahwa 56,0 persen publik menyatakan tidak puas dengan penegakan hukum di Indonesia, hanya 29,8 persen menyatakan puas, sedangkan sisanya 14,2 persen tidak menjawab. Sebuah fenomena yang menggambarkan betapa rendahnya wibawa hukum di mata publik. Dengan landasan pemikiran ini, penulis akan mencoba memaparkan mengenai kebijakan, problematika, dampak dan pemecahan penegakan hukum di Indonesia. Selain itu penulis juga akan memaparkan ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia. B.



RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah dalam perkara ini adalah sebagai berikut.



1. 2. 3. 4. 5.



Definisi kebijakan penegak hukum. Problematika penegakan hukum di Indonesia. Dampak yang timbul dari penegakan hukum di Indonesia. Ketidakpuasan masyarakat terhadap penerapannya. Solusi dan cara menghadapai permasalahan dalam penegakan hukum di Indonesia.



C. TUJUAN Tujuan dalam pembahasan ini adalah interpretasi terhadap rumusan permasalahan ini, yaitu. 1. Untuk mengetahui definisi kebijakan penegak hukum. 2. Untuk mengetahui problematika penegakan hukum di Indonesia. 3. Untuk mengetahui dampak yang timbul dari penegakan hukum di Indonesia. 4. Untuk mengetahui ketidakpuasan masyarakat terhadap penerapannya. 5. Untuk mengetahui solusi dan cara menghadapai permasalahan dalam penegakan hukum di Indonesia. D. MANFAAT Adapun manfaat yang diharapkan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5.



Dapat mengetahui dasar-dasar dalam pembentukan hukum Negara Indonesia. Dapat mengetahui problematika penegakan hukum yang berlaku di Indonesia. Dapat mengetahui dampak dalam penegakan hukum di Indonesia. Dapat mengetahui kenapa masyarakat tidak puas dengan penegakan hukum di Indonesia. Dapat mengetahui dan menilai bagaimana solusi dalam pemecahan permasalahan hukum di



Indonesia. 6. Khusus bagi pemerintahan, memberikan gambaran mengenai sistem penegakan hukum yang berlaku dalam masyarakat, serta diharapkan dapat menilai, menelaah dan membuat suatu keputusan dalam pemecahan masalah penegakan hukum tersebut.



BAB II PEMBAHASAAN A. Kebijakan Penegak Hukum



Kebijakan adalah kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan; rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak pemerintah; pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran dari haluanhaluan pemerintah mengenai moneter perlu dibahas oleh DPR (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2005: 149). Sedangkan penegakan adalah proses, cara, perbuatan, menegakkan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2005: 1155). Selain itu hukum memiliki beberapa pengertian atau definisi dari hukum, antara lain: Hukum adalah: 1. Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; 2. Undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; 3. Patokan (kaidah,ketentuan) mengenai peristiwa (alam, dsb) yang tertentu; 4. Keputusan (pertimbangan) yang diterapkan oleh hakim (di pengadilan); vonis. (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2005: 410) Hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama: keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang erlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi (Sudikno, 1999: 40). Jadi, kebijakan penegakan hukum adalah usaha-usaha yang diambil oleh pemerintah atau suatu otoritas untuk menjamin tercapainya rasa keadilan dan ketertiban dalam masyarakat dengan menggunakan beberapa perangkat atau alat kekuasaan negara baik dalam bentuk undang-undang, sampai pada para penegak hukum antara lain polisi, hakim, jaksa, serta pengacara. Bangsa yang beradab adalah bangsa yang menjalankan fungsi hukumnya secara merdeka dan bermartabat. Merdeka dan bermartabat berarti dalam penegakan hukum wajib berpihak pada keadilan, yaitu keadilan untuk semua. Sebab apabila penegakan hukum dapat mengaplikasikan nilai keadilan, tentulah penerapan fungsi hukum tersebut dilakukan dengan cara-cara berpikir yang filosofis. Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Dalam penegakan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemafaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit) (Sudikno, 1999: 145).



Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiable terhadap tindakan sewenangwenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakkan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat bagi masyarakat. Selain itu masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaaan atau penegakan hukum keadilan diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil (Sudikno, 1999: 146). Dalam pasal 27 UUD 1945 dengan jelas tercantum: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Rumusan tersebut mengandung makna bahwa semua warga negara Republik Indonesia memiliki persamaan hukum dan hak-hak yang sama di hadapan pemerintah. Dengan demikian dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak boleh ada yang dinamakan diskriminasi terhadap warga negara. Bahkan tafsiran tersebut juga menyangkut prinsip persamaan itu berlaku bagi siapa saja, apakah ia seorang warga negara atau bukan, selama mereka adalah penduduk Negara Republik Indonesia (Jimly, 2011: 110). B.



Problematika Penegakan Hukum di Indonesia Masalah utama penegakan hukum di negara-negara berkembang khususnya Indonesia bukanlah pada sistem hukum itu sendiri, melainkan pada kualitas manusia yang menjalankan hukum (penegak hukum). Dengan demikian peranan manusia yang menjalankan hukum itu (penegak hukum) menempati posisi strategis. Masalah transparansi penegak hukum berkaitan erat dengan akuntabilitas kinerja lembaga penegak hukum. Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, telah menetapkan beberapa asas. Asas-asas tersebut mempunyai tujuan, yaitu sebagai pedoman bagi para penyelenggara negara untuk dapat mewujudkan penyelenggara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab (Siswanto, 2005: 50). Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan sasaran (masyarakat), di samping mampu membawakan atau menjalankan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Selain itu, maka golongan panutan harus dapat memanfaatkan unsur-unsur pola



tradisional tertentu, sehingga menggairahkan partispasi dari golongan sasaran atau masyarakat luas. Golongan panutan juga harus dapat memilih waktu dan lingkungan yang tepat di dalam memperkenalkan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang baru serta memberikan keteladanan yang baik (Soerjono, 2002: 34). Namun sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa salah satu penyebab lemahnya penegakan hukum di Indonesia adalah masih rendahnya moralitas aparat penegak hukum (hakim, polisi, jaksa dan advokat ) serta judicial corruption yang sudah terlanjur mendarah daging sehingga sampai saat ini sulit sekali diberantas. Adanya judicial corruption jelas menyulitkan penegakan hukum di Indonesia karena para penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum terlibat dalam praktek korupsi, sehingga sulit diharapkan bisa ikut menciptakan pemerintahan yang baik atau good governance. Penegakan hukum hanya bisa dilakukan apabila lembaga-lembaga hukum (hakim, jaksa, polis dan advokat) bertindak profesional, jujur dan menerapkan prinsip-prinsip good governance. Beberapa permasalahan mengenai penegakan hukum, tentunya tidak dapat terlepas dari kenyataan, bahwa berfungsinya hukum sangatlah tergantung pada hubungan yang serasi antara hukum itu sendiri, penegak hukum, fasilitasnya dan masyarakat yang diaturnya. Kepincangan pada salah satu unsur, tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan bahwa seluruh sistem akan terkena pengaruh negatifnya (Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, 1987: 20). Misalnya, kalau hukum tertulis yang mengatur suatu bidang kehidupan tertentu dan bidang-bidang lainnya yang berkaitan berada dalam kepincangan. Maka seluruh lapisan masyarakat akan merasakan akibat pahitnya. Penegak hukum yang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas, meliputi: petugas strata atas, menengah dan bawah. Maksudnya adalah sampai sejauhmana petugas harus memiliki suatu pedoman salah satunya peraturan tertulis yang mencakup ruang lingkup tugasnya. Dalam penegakkan hukum, menurut Soerjono Soekanto sebagaimana dikutip oleh Zainuddin Ali, kemungkinan penegak hukum mengahadapi hal-hal sebagai berikut: a) Sampai sejauhmana petugas terikat dengan peraturan yang ada, b) Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan kebijakan, c) Teladan macam apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada masyarakat, d) Sampai sejauhmanakah derajat sinkronisasi penugasan yang diberikan kepada para petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas pada wewenangnya (Zainuddin, 2006: 95). Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas



aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka. Kondisi riil yang terjadi saat ini di Indonesia mengindikasikan adanya kegagalan aparat-aparat penegak hukum dalam menegakan hukum. Kegagalan penegakan hukum secara keseluruhan dapat dilihat dari kondisi ketidakmampuan (unability) dan ketidakmauan (unwillingness) dari aparat penegak hukum itu sendiri. Ketidakmampuan penegakan hukum diakibatkan profesionalisme aparat yang kurang, sedangkan ketidakmauan penegakan hukum berkait masalah KKN (korupsi kolusi dan nepotisme) yang dilakukan oleh aparat hukum sudah menjadi rahasia umum. Terlepas dari dua hal di atas lemahnya penegakan hukum di Indonesia juga dapat kita lihat dari ketidakpuasan masyarakat karena hukum yang nota benenya sebagai wadah untuk mencari keadilan bagi masyarakat, tetapi malah memberikan rasa ketidakadilan. Akhir-akhir ini banyak isu yang sedang hangat-hangat di perbincangkan salah satunya adalah permasalahan korupsi. Kasus ini seakan sudah menjadi tradisi yang mendarah daging di bangsa ini. Penyakit korupsi melanda seluruh lapisan masyarakat bahkan yang menjadi perhatian saat ini adalah para aparat yang seharusnya menjadi penegak dalam kasus ini juga ikut terkait di dalamnya. Salah satu lembaga yang menjadi perhatian adalah lembaga peradilan. Korupsi telah merambat dan mengotori hampir seluruh institusi penegakan hukum kita termasuk lembaga peradilan. Misalnya saja tentang salahnya penegakan hukum di Indonesia seperti saat seseorang mencuri sandal, ia disidang dan didenda hanya karena mencuri sandal seorang briptu yang harganya bisa dibilang murah, sedangkan para koruptor di Indonesia bisa dengan leluasa merajalela, menikmati hidup seakan tanpa dosa, karena mereka memandang rendah hukum yang ada di Indonesia. Kita ambil contoh Arthalyta Suryani, yang menempati ruang tahanan yang terbilang mewah dari tahanan yang lain karena lengkap dengan fasilitas televisi, kulkas, AC, bahkan sampai ruang karokean. Hal ini kemudian memperlihatkan diskriminasi di dalam pemutusan perkara oleh lembaga peradilan kita dimana rakyat miskin yang tidak mempunyai kekuatan financial seakan hukum begitu runcing kepadanya sedangkan para orang-orang yang berduit menganggap hukum itu bisa



dibeli bahkan saya anggap bahwa sel tahanan mereka tidak layaklah dikatakan sebagai sel tetapi hotel sementara sedangkan rakyat miskin begitu merasakan yang namanya sel tahanan Hukum di negara kita ini dapat diselewengkan atau disuap dengan mudahnya, dengan inkonsistensi hukum di Indonesia. Selain lembaga peradilan, ternyata aparat kepolisianpun tidak lepas dari penyelewengan hukum. Misalnya saat terkena tilang polisi lalu lintas, ada beberapa oknum polisi yang mau atau bahkan terkadang minta suap agar kasus ini tidak diperpanjang, polisinya pun mendapatkan keuntungan materi dengan cepat namun salah tempat. Ini merupakan contoh kongkrit di lingkungan kita. Persamaan di hadapan hukum yang selama ini di kampanyekan oleh pemerintah nyatanya tidak berjalan dengan efektif. Hukum yang berlaku sekarang di Indonesia seakanakan berpihak kepada segelintir orang saja. Supremasi hukum di Indonesia masih harus diperbaiki untuk mendapat kepercayaan masyarakat dan dunia internasional tentunya terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali. Namun, keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Hukum seakan tajam kebawah namun tumpul keatas. Ini terbukti dengan banyaknya kasus yang terjadi, contohnya saja kasus nenek Minah yang divonis 1,5 bulan penjara karena mencuri tiga buah kakao. Dari segi manapun mencuri memang tidak dibenarkan. Namun, kita juga harus melihat dari sisi kemanusiaan. Betapa tidak adilnya ketika rakyat kecil seperti itu betul-betul ditekan sedangkan para pejabat yang korupsi jutaan bahkan miliaran rupiah bebas begitu saja, walaupun ada yang terjerat hukuman tapi penjaranya bagaikan kamar hotel. Sebenarnya apa yang terjadi dengan lembaga penegak hukum kita, sehingga justice for all (keadilan untuk semua) berubah menjadi justice not for all (keadilan untuk tidak semua). Hukum di negara kita ini seakan tidak memperlihatkan cerminan terhadap kesamaan di depan hukum yang merata kepada semua lapisan masyarakat tetapi terkesan tajam kebawah kepada rakyat miskin tetapi tumpul keatas terhadap mereka yang mempunyai uang. Berbagai kasus terkait dengan penegakan hukum di Indonesia yang sangat memprihatinkan menjadi cambuk atau pukulan telak serta menjadi potret buram bagi kita semua sebagai satu kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini menjadi ironi tersendiri bagi kita. Di Indonesia sendiri hukum dibuat berlandaskan Pancasila serta UUD 1945. Dalam penegakkan hukum di Indonesia memang terjadi beberapa masalah seperti ketidakmampuan suatu lembaga keadilan dalam memberikan keadilan itu sendiri bagi masyarakat. Keadilan



dianggap suatu yang sulit untuk didapatkan terutama bagi masyarakat kelas bawah yang sekiranya merupakan golongan yang tidak mampu dalam segi materi. Sekiranya kita dapat melihat fakta yang terjadi di lapangan dengan berbagai macam kasus yang ada dan melibatkan masyarakat kelas bawah. Beberapa kasus seperti pencurian sendal yang dilakukan oleh seorang murid terhadap salah satu anggota kepolisian misalnya, terdapat berbagai kejanggalan dalam kasus tersebut seperti berbedanya sandal yang dimaksud serta adanya penganiayaan terhadap sang pelaku oleh oknum polisi tersebut. Dengan hanya mencuri sepasang sendal jepit yang kemungkinan pula bukan anak tersebut pelakunya, malah diberikan tuntutan hukuman 5 tahun penjara. Adilkah itu ? Masyarakat awam pun pasti mengetahui apa yang dimaksud keadilan. Berbeda dengan kasus yang melibatkan rakyat kecil yang seharusnya memang bisa diselesaikan dengan rasa keadilan serta kekeluargaan, para pimpinan negara yang terhormat malah melakukan banyak korupsi dan tak terselesaikan masalahnya. Para penegak hukum antara lain hakim, jaksa, polisi, advokat dan penasihat hukum. Di tangan merekalah terletak suatu beban kewajiban untuk mengimplementasikan suatu prinsip keadilan sebagaimana yang tercantum dalam sila kedua secara optimal dan maksimal. Namun , hal sebaliknya terjadi di Indonesia. Banyak kasus penegakan hukum yang tidak berjalan semestinya. Banyak keganjalan yang terjadi didalam penegakan hukum itu seperti dengan mudahnya seseorang yang mempunyai uang mendapatkan fasilitas di ruang tahanan atau ada beberapa kasus yang sangat mengganjal keputusan yang di putuskan seperti kasus pencurian sandal diatas. Penegakkan hukum dari aparat kepolisian juga dinilai sangat kurang, bisa dilihat dengan banyaknya penilangan kepada kendaraan bermotor yang berakhir dengan istilah UUD (Ujung-Ujungnya Duit) atau biasa disebut uang sogokkan. Serta ada pula masalah tentang kebijakkan-kebijakkan pemerintah yang dinilai kurang serta tidak didasari dengan landasan hukum yang tepat. Seperti kebijakkan bagi pengendara motor yang diharuskan menyalakan lampu utama pada siang hari yang dinilai kurang realistis. Karena menyalakan lampu pada siang hari sama saja dengan pemborosan energi, sesungguhnya cahaya matahari sudah cukup terang bagi pengguna jalan. Dan alasan karena banyaknya terjadi kecelakaan siang hari oleh para pengguna sepeda motor tentu bukan karena lampu atau cahaya yang kurang. Dengan adanya pemanasan global dan yang dicanangkan pemerintah tentang save energy-pun dipertanyakan karena memang menyalakan lampu pada siang hari adalah pemborosan energi. Beberapa Undang-undang yang seharusnya dibuat setiap tahun dengan jumlah yang sudah ditetapkan pun molor sehingga hanya ada sedikit Undang-undang yang



sudah terealisasikan. Hal ini tentu menjadi catatan bagi pemerintah yang seharusnya hukum itu untuk keteraturan serta tercipta kedamaian di negara kita menjadi begitu tidak dapat diandalkan. Selain dengan masalah-masalah tersebut tentu dengan adanya hukum yang lemah maka ketahanan negara juga akan lemah. Bisa kita lihat dari berbagai macam kasus tentang perbatasan negara maupun pencaplokan wilayah dan budaya yang dilakukan oleh negara tetangga. Pemerintah Indonesia sangat lamban dalam mengambil sikap dalam hal pertahanan dan keamanan negara, adanya kesenjangan sosial di wilayah perbatasan Indonesia serta kotakota lain di Indonesia serta sarana dan infrastruktur di daerah perbatasan yang sangat kurang menjadi masalah yang harus ditanggapi serius oleh pemerintah. Masyarakat perbatasan tentu merasa dianak tirikan oleh pemerintah karena tidak adanya peran pemerintah dalam mengatasi hal tersebut, dan tentu hal ini menjadi senjata bagi negara lain untuk dengan mudah mencaplok daerah perbatasan sebagai daerah negaranya karena negara tersebut mengambil hati masyarakat dengan memberi berbagai macam kebutuhan oleh negara tersebut berbeda dengan apa yang diberikan oleh pemerintah Indonesia. Hal tersebut menyebabkan bahwa suatu hukum di Indonesia walaupun dibuat dengan berlandaskan pancasila serta UUD 1945 namun dalam pelaksanaannya tidak ada jiwa pancasila yang melekat dalam setiap penegak hukum serta pemerintah Indonesia. Dengan melemahnya hukum di Indonesia tentu sedikit demi sedikit maka keadilan di Indonesia akan terkikis dengan adanya sikap pemerintah yang seakan hanya mementingkan dirinya sendiri, jabatan dan kekuasaan politik bagi diri dan partainya Sungguh menjadi sesuatu yang ironis ketika kepercayaan masyarakat kepada pemimpinnya menjadi berkurang, dan ketika itulah masyarakat akan menjadi merasa tersakiti serta tak mempercayai kepemerintahan negara, karena kepercayaan adalah salah satu tiang keadilan dan kemakmuran. Ketika hukum yang hanya memihak golongan tertentu maka keadilan juga akan memudar dan akan meruntuhkan derajat dan martabat negara. Dengan runtuhnya derajat negara, runtuh pula negara tersebut dan akan mudah bagi pihak-pihak yang merasa diuntungkan dengan situasi ini yaitu adanya intervensi asing dalam masalah negara. Karena intervensi itu sendiri sudah mulai muncul ketika banyaknya media asing yang memberitakan tentang bobroknya negara ini. Sebagai salah satu contohnya dimana ada media asing yang memberitakan tentang masalah jembatan yang tak layak di Indonesia. Masyarakat terutama para siswa yang ingin bersekolah harus menantang nyawa dengan menyebrangi sungai hanya dengan seutas tali. Dimana peran pemerintah? Hanya ada janji yang entah



kapan akan ditepati. Hukum memang salah satu cara untuk memberikan keadilan, dan hukum seharusnya ditegakkan dengan bijaksana, tegas dan apa adanya. Selain beberapa faktor diatas, faktor uang juga mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia. Beberapa kasus bisa menjadi cerminan lemahnya hukum di Indonesia ketika sudah berbenturan dengan uang, misalnya saja kasus korupsi yang menjerat nama Gayus Tambunan. Kasus ini memang sudah di selesaikan dipengadilan, tetapi walaupaun Gayus telah ditempatkan di dalam penjara, nyatanya dia masih bebas untuk berwisata ke Bali bahkan sampai keluar negeri yaitu Makau. Ini karena lemahnya iman para petugas yang seharusnya menegakkan keadilan hukum setegak-tegaknya kalau sudah dihadapkan dengan uang. Mereka tentunya mengabulkan permintaan Gayus tersebut tidak dengan cuma-cuma, tetapi ada imbalan yang diberikan kepada para petugas tersebut. Beberapa kasus yang diungkapkan sebelumnya seperti kasus Artalita, ini semua tidak lepas dari lemahnya iman aparat yang bertugas menegakkan hukum ketika sudah di hadapkan dengan uang. Apakah ini yang di namakan “uang berbicara”? Dan apakan hukum di negeri ini semudah itu menjadi lunak?. Kalau sudah seperti itu Anda pun dapat menilainya sendiri sebenarnya apa yang telah melanda hukum di negeri tercinta kita ini, sehingga jangan heran kalau ada istilah yang kemudian muncul di masyarakat kita tentang penegakkan hukum di Indonesia yaitu KUHP (Kasih Uang Habis Perkara). Ini adalah cerminan bahwa rakyat Indonesia sudah mulai hilang kepercayaan dengan penegakan hukum yang ada di Indonesia. Penegakan hukum yang carut-marut, kacau, dan mengesampingkan keadilan tersebut bisa saja diminimalisir kalau seandainya hukum dikembalikan kepada fungsi aslinya, yaitu untuk untuk menciptakan keadilan, ketertiban serta kenyamanan. Selain itu sebagaimana menurut Soerjono Soekanto, hukum dapat berfungsi dengan baik diperlukan keserasian dan hubungan antara empat faktor, yakni: 1. Hukum dan peraturan itu sendiri. Kemungkinannya adalah bahwa terjadi ketidak cocokan dalam peraturan perundangundangan mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah ketidakcocokan antara peraturan perundang-undangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan. Kadangkala ketidakserasian antara hukum tertulis dengan hukum kebiasaan, dan seterusnya. 2. Mentalitas Petugas yang menegakkan hukum. Penegak hukum antara lain mencakup hakim, polisi, jaksa, pembela, petugas pemasyarakatan, dan seterusnya. Apabila peraturan perundang-undangan sudah baik, akan



tetapi jika mental penegak hukum kurang baik, maka akan terjadi pada sistem penegakkan hukum. 3. Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum. Kalau peraturan perundang-undangan sudah baik dan juga mentalitas penegaknya baik, akan tetapi fasilitas kurang memadai, maka penegakkan hukum tidak akan berjalan dengan semestinya. 4. Kesadaran dan kepatuhan hukum dari para warga masyarakat. Namun dipihak lain perlu juga disadari bahwa penegakan hukum bukan tujuan akhir dari proses hukum karena keadilan belum tentu tercapai dengan penegakan hukum, padahal tujuan akhirnya adalah keadilan. Pernyataan di atas merupakan isyarat bahwa keadilan yang hidup di masyarakat tidak mungkin seragam. Hal ini disebabkan keadilan merupakan proses yang bergerak di antara dua kutub citra keadilan. Naminem Laedere semata bukanlah keadilan, demikian pula Suum Cuique Tribuere yang berdiri sendiri tidak dapat dikatakan keadilan. Keadilan bergerak di antara dua kutub tersebut. Pada suatu ketika keadilan lebih dekat pada satu kutub, dan pada saat yang lain, keadilan lebih condong pada kutub lainnya. Keadilan yang mendekati kutub Naminem Laedere adalah pada saat manusia berhadapan dengan bidang-bidang kehidupan yang bersifat netral. Akan tetapi jika yang dipersoalkan adalah bidang kehidupan spiritual atau sensitif, maka yang disebut adil berada lebih dekat dengan kutub Suum Cuique Tribuere. Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa hanya melalui suatu tata hukum yang adil orang dapat hidup dengan damai menuju suatu kesejahteraan jasmani maupun rohani (Abdul Ghofur, 2006: 55-56). Penegakan hukum yang acap kali menciderai rasa keadilan, baik keadilan menurut pandangan yuridis maupun keadilan menurut masyarakat. Hal inilah salah satu pemicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam menegakan hukum di tengah masyarakat. Jika kita pandang dari kacamata sosiologi hukum, kita dapat mengasumsisikan bahwa ada dua faktor yang paling menonjol yang mempengaruhi aparat penegak hukum dalam menegakan hukum yaitu faktor internal dan eksternal. Adapun faktor internal (yang berasal dari penegak hukum itu sendiri) salah satu contoh, adanya kecenderungan dari aparat penegak hukum dalam menegakan hukum berpedoman pada undang-undang semata sehingga mengesampingkan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Selanjutnya faktor eksternal (yang berasal dari luar penegak hukum itu sendiri) misalnya ketika terjadi peristiwa hukum adanya kecenderungan masyarakat yang menyelasaikan dengan caranya sendiri.



Lembaga hukum merupakan lembaga penegak keadilan dalam suatu masyarakat, lembaga di mana masyarakat memerlukan dan mencari suatu keadilan. Idealnya, lembaga hukum tidak boleh sedikitpun bergoyah dalam menerapkan keadilan yang didasarkan atas ketentuan hukum dan syari’at yang telah disepakati bersama. Hukum menjamin agar keadilan dapat dijalankan secara murni dan konsekuen untuk seluruh rakyat tanpa membedakan asalusul, warna kulit, kedudukan, keyakinan dan lain sebagainya. Jika keadilan sudah tidak ada lagi maka masyarakat akan mengalami ketimpangan. Oleh karena itu, lembaga hukum dalam masyarakat madani harus menjadi tempat mencari keadilan. Hal ini bisa diciptakan jika lembaga hukum tersebut dihormati, dijaga dan dijamin integritasnya secara konsekuen (Miftah, 2003: 218). Jika kita berkaca kepada potret penegakan hukum di Indonesia setelah menilik dari berbagai kasus (menurut penulis) belumlah berjalan dengan baik, bahkan bisa dikatakan buruk. Lemahnya penegakan hukum di Indonesia saat ini dapat tercermin dari berbagai penyelesaian kasus besar yang belum tuntas salah satunya praktek korupsi yang menggurita, namun ironisnya para pelakunya sangat sedikit yang terjerat oleh hukum. Kenyataan tersebut justru berbanding terbalik dengan beberapa kasus yang melibatkan rakyat kecil, dalam hal ini aparat penegakkan hukum cepat tanggap, karena sebagaimana kita ketahui yang terlibat kasus korupsi merupakan kalangan berdasi alias para pejabat dan orang-orang berduit yang memiliki kekuatan (power) untuk menginterfensi efektifitas dari penegakan hukum itu sendiri. Realita penegakan hukum yang demikian sudah pasti akan menciderai hati rakyat kecil yang akan berujung pada ketidakpercayaan masyarakat pada hukum, khususnya aparat penegak hukum itu sendiri. Sebagaimana sama-sama kita ketahui para pencari keadilan yang note bene adalah masyarakat kecil sering dibuat frustasi oleh para penegak hukum yang nyatanya lebih memihak pada golongan berduit. Sehingga orang sering menggambarkan kalau hukum Indonesia seperti jaring laba-laba yang hanya mampu menangkap hewan-hewan kecil, namun tidak mampu menahan hewan besar tetapi hewan besar tersebutlah yang mungkin menghancurkan seluruh jaring laba-laba (Jimly, 2011: 156). Problematika



penegakan



hukum



yang



mengandung



unsur



ketidakadilan



mengakibatkan adanya isu mafia peradilan, keadilan dapat dibeli, munculnya bahasa-bahasa yang sarkastis dengan plesetan HAKIM (Hubungi Aku Kalau Ingin Menang), KUHAP diplesetkan sebagai Kurang Uang Hukuman Penjara, UUD (Ujung-Ujungnya Duit) tidaklah muncul begitu saja. Kesemuanya ini merupakan “produk sampingan” dari bekerjanya lembaga-lembaga hukum itu sendiri. Ungkap-ungkapan ini merupakan reaksi dari rasa



keadilan masyarakat yang terkoyak karena bekerja lembaga-lembaga hukum yang tidak profesional



maupun



putusan



hakim/putusan



pengadilan



yang



semata-mata



hanya



berlandaskan pada aspek yuridis. Berlakunya hukum di tengah-tengah masyarakat, mengemban tujuan untuk mewujudkan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan dan pemberdayaan sosial bagi masyarakatnya. C. Dampak dalam Penegakan Hukum di Indonesia Penyelewengan atau inkonsistensi di Indonesia berlangsung lama bertahun-tahun hingga sekarang, sehingga bagi masyarakat Indonesia ini merupakan rahasia umum, hukum yang dibuat berbeda dengan hukum yang dijalankan, contoh paling dekat dengan lingkungan adalah, penilangan pengemudi kendaraan yang melanggar tata tertib lalu lintas. Mereka yang melanggar tata tertib lalu lintas tidak jarang ingin berdamai di tempat atau menyelewengkan hukum, kemudian seharusnya aparat yang menegakkan hukum tersebut dapat menangi secara hukum yang berlaku di Indonesia, namun tidak jarang penegak hukum tersebut justru mengambil kesempatan yang tidak terpuji itu untuk menambah pundi-pundi uangnya. Oleh karena itu, akibat-akibat yang ditimbulkan dari masalah penyelewengan hukum tersebut diantaranya, yaitu: 1. Ketidakpercayaan masyarakat pada hukum Masyarakat berependapat hukum banyak merugikan mereka, terlebih lagi soal materi sehingga mereka berusaha untuk menghindarinya. Karena mereka percaya bahwa uanglah yang berbicara, dan dapat meringankan hukuman mereka, fakta-fakta yang ada diputar balikan dengan materi yang siap diberikan untuk penegak hukum. Kasus-kasus korupsi di Indonesia tidak terselesaikan secara tuntas karena para petinggi Negara yang terlibat di dalamnya mempermainkan hukum dengan menyuap sana sini agar kasus ini tidak terungkap, akibatnya kepercayaan masayarakatpun pudar. 2. Penyelesaian konflik dengan kekerasan Penyelesaian konflik dengan kekerasan contohnya ialah pencuri ayam yang dipukuli warga, pencuri sandal yang dihakimi warga. Konflik yang terjadi di sekelompok masyarakat di Indonesia banyak yang diselesaikan dengan kekerasan, seperti kasus tawuran antar pelajar, tawuran antar suku yang memperebutkan wilayah, atau ada salah satu suku yang tersakiti sehingga dibalas degan kekerasan. Mereka tidak mengindahkan peraturan-peraturan kepemerintahan, dengan masalah secara geografis, mereka. Ini membuktikan masayarakat Indonesia yang tidak tertib hukum, seharusnya masalah seperti maling sandal atau ayam



dapat ditangani oleh pihak yang yang berwajib, bukan dihakimi secara seenakanya, bahkan dapat menghilangkan nyawa seseorang. 3. Pemanfaatan Inkonsistensi Penegakan Hukum untuk Kepentingan Pribadi Dari beberapa kasus di Indonesia, banyak warga Negara Indonesia yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum untuk kepentingan pribadi. Contohnya ialah pengacara yang menyuap polisi ataupun hakim untuk meringankan terdakwa, sedangkan polisi dan hakim yang seharusnya bisa menjadi penengah bagi kedua belah pihak yang sedang terlibat kasus hukum bisa jadi lebih condong pada banayknya materi yang diberikan oleh salah satu pihak yang sedang terlibat dalam kasus hukum tersebut. 4. Penggunaan Tekanan Asing dalam Proses Peradilan Dalam hal ini kita dapat mengambil contoh pengrusakan lingkungan yang diakibatkan oleh suatu perusahaan asing yang membuka usahanya di Indonesia, mereka akan minta bantuan dari negaranya untuk melakukan upaya pendekatan kepada Indonesia, agar mereka tidak mendapatkan hukuman yang berat, atau dicabut izin memproduksinya di Indonesia (Supriadi, 2008: 312).



D. Ketidakpuasan Masyarakat Terhadap Penegakan Hukum di Indonesia Ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia ini merupakan fakta dan data yang ditunjukkan dari hasil survei terhadap masyarakat oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyebutkan bahwa 56,0 persen publik menyatakan tidak puas dengan penegakan hukum di Indonesia, hanya 29,8 persen menyatakan puas, sedangkan sisanya 14,2 persen tidak menjawab. Mereka yang tak puas terhadap penegakan hukum di Indonesia merata di semua segmen. Mereka yang tinggal di kota maupun desa, berpendidikan tinggi maupun rendah, mereka yang berasal dari ekonomi atas maupun ekonomi bawah. Namun demikian, mereka yang tinggal di desa, berasal dari ekonomi bawah, dan berpendidikan rendah lebih tak puas jika dibandingkan dengan mereka yang berada di kota dan berpendidikan tinggi. Hal ini disebabkan karena mereka yang berada di desa dan kelompok ekonomi bawah lebih sering menghadapi kenyataan merasa diperlakukan tidak adil jika berhadapan dengan aparat hukum. Ketidakpuasaan responden terhadap penegakan hukum di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun yaitu 37,4 persen (Survei LSI Januari 2010), sebesar 41,2 persen (Oktober 2010), sebesar 50,3 persen (September 2011),



sebesar



50,3



persen



(Oktober



2012),



dan



terakhir



56,6



persen



(April



2013)



(http://www.lsi.or.id/riset/). Uraian di atas menunjukkan betapa rusaknya hukum di Indonesia. Mungkin yang tidak mendapat sorotan adalah lembaga pemasyarakatan karena tidak banyak orang yang mengamatinya. Tetapi lembaga ini sebenarnya juga tidak dapat dikatakan sempurna. Lembaga yang seharusnya berperan dalam memulihkan sifat para warga binaan (terpidana) ternyata tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Jumlah narapidana yang melebihi dua kali lipat dari kapasitasnya menjadikan nasib narapidana juga semakin buruk. Mereka tidak tambah sadar, tetapi justru belajar melakukan tindak pidana baru setelah berkenalan dengan narapidana lainnya. Tentunya ini jauh dari konsep pemidanaan yang sesungguhnya bertujuan untuk merehabilitasi terpidana. Bahkan fakta yang ada hari ini, beberapa narapidana dengan leluasanya membuat “aturan” sendiri dengan merubah hotel prodeo tersebut menjadi hotel bak bintang lima. E.



Pemecahan Problematika Penegakan Hukum di Indonesia Berbagai realita yang terjadi di era reformasi sampai sekarang terkait dengan penegakan hukum yang terdapat di Indonesia sudah tidak relevan dengan apa yang tertuang dalam kontitusi negara ini. Indonesia dengan berbagai macam problem tentang anarkisnya para penegak hukum, hal ini sudah tidak sesuai dengan apa yang di cita-citakan oleh para pendiri bangsa terdahulu. Berbagai hal sudah bergeser dari amanah konstitusi namun kita tidak sepantasnya untuk menyalahkan sepenuhnya kegagalan tersebut kepada para penegak hukum atau pihak-pihak yang menjalankan hukum karena bagaimana pun masyarakat adalah pemegang hukum dan tempat hukum tersebut berpijak. Semboyan “Bhineka Tunggal Ika” merupakan entri yang sangat menuju masyarakat kewargaan. Masyarakat kewargaan pertama-tama akan mempersoalkan siapa-siapa yang termasuk ke dalam kategori warga atau kewargaan dalam masyarakat. Reformasi hukum hendaknya secara sungguh-sungguh menjadikan “eksistensi kebhinekaan” menjadi agenda dan bagaimana mewujudkan ke dalam sekalian fundamental hukum. Kalau kita belajar dari pengalaman, maka semboyan “Bhineka Tunggal Ika” lebih memberi tekanan pada aspek ”Tunggal”, sehingga memperkosa eksistensi pluralism. Demi ketunggalan atau kesatuan, pluralism tidak dibiarkan ada. Bertolak dari pengakuan terhadap eksistensi pluralism tersebut, maka konflik adalah fungsional bagi berdirinya masyarakat. Konflik bukan sesuatu yang harus ditabukan, sebab



mengakui kebhinekaan adalah mengakui konflik, sebagai sesuatu yang potensial. Dengan demikian, filsafat yang dipegang adalah menyalurkan konflik sedemikian rupa sehingga menjadi produktif buat masyarakat. Masalah tentang problematika penegakan hukum telah menjadi sebuah tema yang sangat menarik untuk diangkat dalam berbagai seminar. Salah satu diantaranya tidak ada kepuasaan yang dicapai subjek hukum yang tidak lain adalah manusia serta berbagai badanbadan hukum. Saya mencoba untuk memberikan beberapa pemecahan dari berbagai problematika penegakan hukum di Indonesia. Yang pertama yakni bagaimana sikap serta tindakan para sarjana hukum untuk lebih memperluas cakrawalanya dalam memahami atau menganalisis masalah-masalah yang terjadi sekarang ini. Di sini dibutuhkan sebuah pandangan kritis akan makna atau arti penting penegakan hukum yang sebenarnya. Selain itu dibutuhkan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi dalam mengidentifikasi masalah-masalah sosial serta penegakan hukum yang ada dalam masyarakat agar dalam pembuatan hukum ke depannya dapat menjadikan kekurangan atau kegagalan di masa lalu sebagai bahan pembelajaran. Namun yang perlu diingat bersama adalah adanya kesadaran dalam pelaksanaaan hukum serta adanya keadilan tanpa memandang suku, agama, ras, serta budaya seperti yang terkandung di dalam pasal 27 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Kemudian yang kedua, cara untuk menyelesaikan berbagai masalah terkait hal tersebut yakni bagaimana tindakan para aparat penegak hukum mulai dari polisi, hakim, jaksa, serta pengacara dalam menangani setiap kasus hukum dengan dilandasi nilai-nilai kejujuran, sadar akan namanya keadilan, serta melakukan proses-proses hukum sesuai dengan aturan yang ada di dalam undang-undang negara kita. Bukan hanya itu filosofi Pancasila sebagai asas kerohanian dan sebagai pandangan hidup dalam bertindak atau sebagai pusat dimana pengamalannya sesuai dengan cita-cita dan tujuan negara kita sebagaimana telah dijelaskan dalam pembukaan UUD 1945 yang terdapat pada alinea ke-IV. Hukum seharusnya tidak ditegakkan dalam bentuknya yang paling kaku, arogan, hitam putih. Tapi harus berdasarkan rasa keadilan yang tinggi, tidak hanya mengikuti hukum dalam konteks perundang-undangan hitam putih semata. Karena hukum yang ditegakkan yang hanya berdasarkan konteks hitam putih belaka hanya akan menghasilkan putusan-putusan yang kontoversial dan tidak memenuhi rasa keadilan yang sebenarnya.



Cara yang ketiga yakni program jangka panjang yang perlu dilakukan yakni penerapan pendidikan karakter dalam setiap tingkatan pendidikan. Untuk mengetahui tingkat keefektifan program tersebut dalam membangun atau menguatkan mental anak bangsa ditengah penurunan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun perlu kita pupuk dulu agar nantinya generasi-generasi penerus bangsa tidak salah langkah dalam mengambil setiap keputusan. Program ini juga mempunyai implikasi positif terhadap penegakan hukum yang dijalankan di Indonesia karena para penegak hukum telah dibekali pembangunan karakter yang akan melahirkan atau menciptakan manusia Indonesia yang unggul. Untuk cara keempat yakni adanya penghargaan bagi jaksa dan hakim berprestasi yang memberikan terobosan-terobosan dalam penegakan hukum di Indonesia. Dengan adanya penghargaan ini diharapkan setiap jaksa maupun hakim berlomba untuk memberikan terobosan yang bermanfaat bagi penegakan hukum di Indonesia. Meskipun saat ini kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum masih sangat rendah. Keberanian lembaga-lembaga hukum bangsa ini akan menjadi titik cerah bagi penegakan hukum. Namun selain itu kesadaran masyarakat dalam menaati hukum akan menjadi hal yang mempengaruhi penegakkan hukum di Indonesia. Karena lemahnya penegakan hukum selama ini juga akibat masyarakat yang kurang menaati hukum.



BAB III PENUTUPAN A. KESIMPULAN Masalah penegakan hukum di Indonesia merupakan masalah yang sangat serius dan akan terus berkembang jika unsur di dalam sistem itu sendiri tidak ada perubahan, tidak ada reformasi di bidang itu sendiri. Karakter bangsa Indonesia yang kurang baik merupakan aktor utama dari segala ketidaksesuaian pelaksanaan hukum di negari ini. Perlu ditekankan sekali lagi, walaupun tidak semua penegakan hukum di Indonesia tidak semuanya buruk, Namun keburukan penegakan ini seakan menutupi segala keselaran hukum yang berjalan di mata masyarakat. Begitu banyak kasus-kasus hukum yang silih berganti dalam kurun waktu relatif singkat, bahkan bersamaan kejadiaannya. Perlu ada reformasi yang sebenarnya, karena permasalahan hukum ini merupakan permasalahan dasar suatu negara, bagaimana masyarakat bisa terjamin keamanannya atau bagaimana masyarakat bisa merasakan keadilan yang sebenarnya, hukumlah yang mengatur semua itu, dan perlu digaris-bawahi bahwa hukum sebanarnya telah sesuai dengan kehidupan masyarakat, tetapi pihak-pihak yang ingin



mengambil keuntungan baik pribadi maupun kelompok merupakan penggagas segala kebobrokan hukum di negeri ini. Perlu banyak evaluasi-evaluasi yang harus dilakukan, harus ada penindaklanjutan yang jelas mengenai penyelewengan hukum yang kian hari kian menjadi. Perlu ada ketegasan tersendiri dan kesadaran yang hierarki dari individu atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Perlu ditanamkan mental yang kuat, sikap malu dan pendirian iman dan takwa yang sejak kecil harus diberikan kepada kader-kader pemimpin dan pelaksana aparatur negara atau pihak-pihak berkepentingan lainnya. Karena baik untuk hukum Indonesia, baik pula untuk bangsanya dan buruk untuk hukum di negeri ini, buruk pula konsekuensi yang akan diterima oleh masayarakat dan Negara. Jadi, penerapan dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 perubahan ketiga yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara hukum”, harus dilaksanakan, karena sudah demikian ketetapan itu berlaku. Merupakan karekteristik yang harus tertanam dalam diri pribadi ataupun kelompok kepentingan. Kita harus malu dengan Undang-Undang tersebut, harus malu dengan pendiri bangsa yang rela menumpahkan darah demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, kita harus menghargai semua perjuangan itu dengan hal yang tidak dapat membuat negeri ini malu di mata masyarakat ini sendiri bahkan dunia luar. Bangsa yang besar tidak hanya berdasarkan luasan wilayahnya ataupun betapa banyaknya jumlah penduduk, tetapi dengan menghargai perjuangan para pahlawan terdahulu dengan menjalankan ketentuan hukum yang berlaku demi terciptanya keamanan, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat. http://yourlongdistancerelationship.blogspot.com/2013/12/makalah-problematikapenegakan-hukum-di.html