15 0 812 KB
MAKALAH GERONTIK DEFISIENSI IMUN DAN INFEKSI PADA LANSIA
Dosen Pembimbing RETNO INDARWATI S.Kp., M.Kep. Disusun oleh : Yuliani Puji Lestari
(131611133003)
Ni’matush Sholeha
(131611133009)
Nafidatun Naafi’ah
(131611133015)
Desi Choiriyani
(131611133021)
Erlina Dwi Kurniasari
(131611133028)
Indriani Dwi Wulandari
(131611133034)
Dinda Dhia Aldin
(131611133041)
Firianti Umayroh
(131611133047)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA FEBRUARI, 2019
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Gerontik yang berjudul “Defisiensi Imun dan Infeksi Pada Lansia”. Ucapan terimakasih kami haturkan kepada dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Gerontik ibu Retno Indarwati S.Kep., M.Kep. yang telah membimbing kami selama perkuliahan Keperawatan Gerontik hingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Dengan demikian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Makalah ini masih jauh dari kata sempuna, untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan guna perbaikan dan penyempurnaan makalah berikutnya. Atas kontribusi tersebut, kami ucapkan terimakasih.
Surabaya, 20 Februari 2019
Penyusun,
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................... i DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2 1.3 Tujuan Umum ................................................................................................ 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3 2.1. Konsep Imunodefisiensi pada Lansia ........................................................... 3 2.2. Konsep Infeksi pada Lansia .......................................................................... 3 BAB 3 Penyelesaian Kasus ........................................................................................ 17 BAB 4 Naskah Roleplay .............................................................................................35 BAB 5 PENUTUP ..................................................................................................... 50 6.1 Kesimpulan .................................................................................................... 50 6.2 Saran .............................................................................................................. 50 DAFTARPUSTAKA
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi sistem imunitas tubuh (immunocompetence) menurun sesuai umur. Kemampuan imunitas tubuh melawan infeksi menurun termasuk kecepatan respons imun dengan peningkatan usia. Hal ini bukan berarti manusia lebih sering terserang penyakit, tetapi saat menginjak usia tua maka resiko kesakitan meningkat seperti penyakit infeksi, kanker, kelainan autoimun, atau penyakit kronik. Hal ini disebabkan oleh perjalanan alamiah penyakit yang berkembang secara lambat dan gejala-gejalanya tidak terlihat sampai beberapa tahun kemudian. Di samping itu, produksi imunoglobulin yang dihasilkan oleh tubuh orang tua juga berkurang jumlahnya sehingga vaksinasi yang diberikan pada kelompok lansia kurang efektif melawan penyakit. Masalah lain yang muncul adalah tubuh orang tua kehilangan kemampuan untuk membedakan benda asing yang masuk ke dalam tubuh atau memang benda itu bagian dari dalam tubuhnya sendiri. Menurut Yoshikawa (1995) kematian lansia akibat beberapa penyakit infeksi yaitu pneumonia 3 kali lebih besar dari usia muda, sepsis 3 kali lebih besar disbanding usia muda, ISK 5%-10%, apendisitis 15-20 kali, kolesistitis 2-8 kali, endocarditis infeksiosa 2-3 kali, dan meningitis bakterialis 3 kali lebih besar disbanding usia muda. Kelompok lansia kurang mampu menghasilkan limfosit untuk sistem imun. Sel perlawanan infeksi yang dihasilkan kurang cepat bereaksi dan kurang efektif daripada sel yang ditemukan pada kelompok dewasa muda. Ketika antibodi dihasilkan, durasi respons kelompok lansia lebih singkat dan lebih sedikit sel yang dihasilkan. Sistem imun kelompok dewasa muda termasuk limfosit dan sel lain bereaksi lebih kuat dan cepat terhadap infeksi daripada kelompok dewasa tua. Di samping itu, kelompok dewasa tua khususnya berusia di atas 70 tahun cenderung menghasilkan autoantibodi yaitu antibodi yang melawan antigennya sendiri dan mengarah pada penyakit autoimmune. Autoantibodi adalah faktor penyebab rheumatoid arthritis dan atherosklerosis. Hilangnya efektivitas sistem imun pada orang tua biasanya disebabkan oleh perubahan kompartemen sel T yang terjadi sebagai hasil involusi timus untuk menghasilkan interleukin 10 (IL-10). Perubahan substansial pada fungsional dan fenotip profil sel T dilaporkan sesuai dengan peningkatan usia.
Penyakit infeksi yang banyak diderita oleh orang tua dapat dicegah atau diturunkan tingkat keparahannya melalui upaya-upaya perbaikan nutrisi karena dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Jika fungsi imun orang tua dapat diperbaiki, maka kualitas hidup individu meningkat dan biaya pelayanan kesehatan dapat ditekan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep defisiensi imun pada lansia? 2. Bagaimana konsep infeksi pada lansia? 3. Bagaimana penyelesaian kasus defisiensi imun dan infeksi pada lansia? 1.3 Tujuan Umum 1. Mengetahui konsep defisiensi imun pada lansia 2. Mengetahui konsep infeksi pada lansia 3. Memahami penyelesaian kasus defisiensi imun dan infeksi pada lansia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Imunodefisiensi 2.1.1 Pengertian Imunodefisiensi adalah keadaan dimana terjadi penurunan atau ketiadaan respon imun normal. Keadaan ini dapat terjadi secara primer, yang pada umumnya disebabkan oleh kelainan genetic yang diturunkan, serta secara sekunder akibat penyakit utama lain seperti infeksi, pengobatan kemoterapi, sitostatika, obat-obatan imunosupresan (menekan system kekebalan tubuh) atau pada usia lanjut dan malnutrisi (kekurangan gizi). Sistem imunitas tubuh memiliki fungsi yaitu membantu perbaikan DNA manusia; mencegah infeksi yang disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, dan organisme lain; serta menghasilkan antibodi (sejenis protein yang disebut imunoglobulin) untuk memerangi serangan bakteri dan virus asing ke dalam tubuh. Tugas sistem imun adalah mencari dan merusak invader (penyerbu) yang membahayakan tubuh manusia. 2.1.2 Penurunan Imun Pada Lansia Fungsi sistem imunitas tubuh (immunocompetence) menurun sesuai umur. Kemampuan imunitas tubuh melawan infeksi menurun termasuk kecepatan respons imun dengan peningkatan usia. Hal ini bukan berarti manusia lebih sering terserang penyakit, tetapi saat menginjak usia tua maka resiko kesakitan meningkat seperti penyakit infeksi, kanker, kelainan autoimun, atau penyakit kronik. Hal ini disebabkan oleh perjalanan alamiah penyakit yang berkembang secara lambat dan gejala-gejalanya tidak terlihat sampai beberapa tahun kemudian. Di samping itu, produksi imunoglobulin yang dihasilkan oleh tubuh orang tua juga berkurang jumlahnya sehingga vaksinasi yang diberikan pada kelompok lansia kurang efektif melawan penyakit. Masalah lain yang muncul adalah tubuh orang tua kehilangan kemampuan untuk membedakan benda asing yang masuk ke dalam tubuh atau memang benda itu bagian dari dalam tubuhnya sendiri (Fatmah, 2006). Pada lansia terjadi penurunan sensitivitas pada sistem imun. Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan kemampuan kelenjar-kelenjar imun seperti kelenjar timus, kelenjar limfe dan kelenjar limpa. Pada kelenjar timus terjadi penurunan ukuran organ seiring dengan bertambahnya usia seseorang, sehingga kemampuan dalam mendiferensiasikan sel limfosit T menurun (Fatmah, 2010).
Pada lansia terjadi penurunan imunitas seluler. Penurunan kecepatan dalam pembentukan limfosit T akan menyebabkan respon imun terhadap infeksi terganggu. Jumlah total limfosit dalam darah tepi tidak menurun seiring pertambahan usia. Penurunan jumlah sel imun yang responsif pada lansia diakibatkan oleh kegagalan sel T menghasilkan interleukin-2 (Fatmah, 2010). Interleukin-2 merupakan limfosit yang bersifat mitogenik, merupakan faktor penting yang berpengaruh pertumbuhan sel T, mempunyai kemampuan meningkatkan respon imun seluler melalui aktivitas sitotoksik limfosit T, serta aktivasi sel NK melalui interferon gamma maupun respon humoral dengan meningkatkan sintesis dan sekresi antibodi (Darmojo, 2010). Pada salah satu studi disebutkan bahwa penambahan usia membawa perubahan penting pada respon imun alami dan adaptif. Perubahan yang terjadi disebut sebagai immunosenescene. Immunosenescene adalah suatu kondisi menurunnya fungsi sistem imun yang diikuti dengan proses penuaan. Konsekuensi dari hal tersebut antara lain meliputi peningkatan kerentanan terhadap infeksi, keganasan, penyakit autoimun, penurunan respon vaksinasi serta gangguan proses penyembuhan luka pada pasien geriatri (Ongrádi & Kövesdi, 2010; Putri & Hasan, 2014). Penurunan sensitivitas imun pada lansia berhubungan dengan penurunan kemampuan kelenjar-kelenjar imun, seperti kelenjar timus, kelenjar limfe, limpa dan jumlah jaringan hematopoietik secara keseluruhan dalam sumsum tulang juga menurun (Fatmah, 2010; Hazzard et al., 2009). Penurunan kompartemen hematopoietik sumsum tulang sejalan dengan usia, tidak mempengaruhi jumlah dan kapasitas proliferasi sel induk hematopoiesis (Putri & Hasan, 2014) Perubahan imunitas sistemik yang berkaitan dengan usia lanjut dapat dilihat dari perubahan yang terjadi pada imunitas alami dan imunitas adaptif. Imunitas alami adalah elemen kunci respon imun terdiri dari beberapa komponen seluler seperti makrofag, sel NK dan neutrofil yang menjadi pertahanan lini pertama terhadap invasi mikroba patogen. Produksi makrofag, sel NK dan neutrofil meningkat, tetapi kemampuan makrofag untuk menyekresi tumor necrosis factor (TNF) yang merupakan sitokin proinflamasi utama telah berkurang. Hal tersebut menyebabkan penurunan respon imun di tubuh manusia usia lanjut (Dey et al., 2012; Ongrádi & Kövesdi, 2010). Penilaian terhadap sistem imunitas diperlukan untuk mengetahui kondisi kekebalan tubuh seseorang terutama lansia, yang semakin meningkat usianya maka keadaan fisiologis tubuh
juga mengalami perubahan. Pada lansia perubahan sistem imunitas yang lebih mengalami penurunan terkait penuaan adalah imunitas seluler dibandingkan dengan imunitas humoral. Evaluasi awal fungsi imun dimulai dengan menentukan jumlah sel imunokompeten pada darah tepi antara lain jumlah sel darah putih dan jumlah komponen utama menurut morfologinya (limfosit, monosit, neutrofil), pemeriksaan kuantitatif imunoglobulin (IgG, IgA, IgM), pemeriksaan fungsi sel T secara in vivo dan lain sebagainya (Fatmah, 2006b; Darmojo, 2010; Sugeng et al., 2013). Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca tranlasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi isomatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah (Azizah dan Ma’rifatul L., 2011). 2.1.3 Klasifikasi Immunodefisiensi terbagi menjadi dua, yaitu immunodefisiensi primer yang hamper selalu ditemukan faktor genetic. Sementara immunodefisiensi sekunder bisa muncul sebagai komplikasi penyakit seperti infeksi, kanker, atau efek samping penggunaan obat-obatan dan terapi. a. Immunodefisiensi Primer Para peneliti telah mengidentifikasi lebih dari 150 jenis immunodefisiensi primer. Immunodefisiensi dapat mempengaruhi limfosit B, limfosit T, atau fagosit. b. Immunodefisiensi Sekunder Penyakit ini berkembang umumnya setelah seseorang mengalami penyakit. Penyebab yang lain termasuk akibat luka, kurang gizi atau masalah medis lain. Sejumlah obatobatan juga menyebabkan gangguan pada fungsi kekebalan tubuh.
2.1.4 Etiologi Beberapa penyebab dari defisiensi imun yaitu : 1. Penyakit keturunan dan kelainan metabolism 2. Bahan kimia dan pengobatan yang menekan system kekebalan 3. Infeksi 4. Penyakit darah dan kanker 5. Pembedahan dan trauma Adapun faktor-faktor yang menyebabkan defisiensi imun pada lansia, yaitu : 1. Keterbatasan fisologik & kemampuan menghadapi stress 2. Gangguan mekanisme pertahanan tubuh 3. Adanya penyakit kronik 4. Meningkatnya paparan patogen nosocomial 5. Keterlambatan Diagnosis dan tindakan 6. Meningkatnya frekuensi komplikasi tindakan diagnosis dan tindakan 7. Lambat memberi respon thd kemoterapi 8. Meningkatnya Efek samping thd kemoterapi 9. Serta lain lain (nutrisi, psikologis, sosial, ekonomi, spiritual) 2.1.5 Tanda dan gejala Gejala klinis yang menonjol pada immunodefisiensi adalh infeksi berulang atau berkepanjangan atau oportunistik atau infeksi yang tidak umum yang tidak memberikan respon yang adekuat terhadap terapi antimikroba. Telah diketahui bahwa reaksi imunologi pada infeksi merupakan interaksi antar berbagai komponen dalan system imun yang sangat komplek. Kelainan pada system fagosit, limfosit T dan limfosit B maupun dalam system komplemen dapat menampilkan gejala klinis yang sama sehingga sulit dipastikan komponen mana dari system imun yang mengalami gangguan. Penderita dengan defisiensi limfosit T biasanya menunjukkan kepekaan terhadap infeksi virus, protozoa, dan jamur yang biasanya dapat diatasi dengan respon imun seluler. Gejala penyakit imunodefisiensi berbeda-beda tergantung pada jenisnya dan individunya. 2.1.6 Penatalaksanaan medis
Pengobatan
immunodefisiensi
termasuk
pencegahan,
pengobatan
infeksi
dan
meningkatkan system kekebalan tubuh, meliputi : 1. Pola hidup sehat untuk melindungi dari infeksi 2. Pengobatan infeksi virus dan bakteri dengan antivirus ataupun antibiotic 3. Terapi pengganti immunoglobulin, bisa melalui IV atau injeksi subkutan. IV lebih menguntungkan dan efektif walaupun tindakan hanya bisa dilakukan dirumah sakit. 4. Pengobatan terbaik kekurangan sel T adalah transplantasi sum-sum tulang belakang dari donor yang cocok 5. Pengobatan lain yang masih dalam fase eksperimen termasuk, sitosin, transplantasi thymic, terapi gen dan transplantasi sel induk. 2.2 Pemeriksaan Penunjang Imunodefisiensi Pemeriksaan penunjang merupakan saran terpenting untk mengetahui penyakit defisiensi imun. Pemeriksaan penunjang meliputi: a. Pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL) dengan hitung jenis leukosit, hemoglobin, marfologi limfosit, menghitung trombosit b. Pemeriksaan kadar imonoglobulin kualitatf (IgG, IgM, IgA, IgE) c. Kadar antibody terhadap imunisasi sebelumnya (fungsi IgG) d. Penilaian komplemen (komplemen hemolisistotal-CH50)
2.3 Penatalaksanaan Sesuai dengan penyebabnya maka pengobtan penyakit defisiensi sangat bervariasi. Pada dasrnya pengobatan tersebut bersifat suportif, substitusi, imunomodulasi atau kausal. a. Pengobatan suportif meliputi perbaikan keadaan umum dengan memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, menjaga keseimbangan cairan,elektrolit dan asam basa,kebutuhan oksigen serta melakukan usaha pencegahan infeksi. b. Pengobatan Subsitusi dilakukan terhadap defisiensi komponen imun, misalnya memberikan eritrosit, leukosit, plasma beku, enzim, serum hipergamaglobulin, gamaglobulin, immunoglobulin spesifik
c. Pengobatan Imunomodulasi obat yang diberikan adalah factor tertentu (interferon), antibody monoclonal, produk mikroba (BCG), produk biologic (timosin), produk darah serta bahan sintetik seperti inosiplek dan levomisol d. Terapi kausal mengatasi atau mengobati penyebab defisiensi imun, terutama pada defisiensi sekunder. Defiensi primer hanya dapat diobati dengan transpaltasi atau rekayasa genetic. Penatalaksaan medis a. Pengobatan infeksi virus dan bakteri dengan antiviral dan antibiotic b. Suntikan immunoglobulin Bertujuan untuk meningkatkan kadar immunoglobulin, biasanya dilakukan setiap bulan. Sedangkan untuk mengobati penyakit granulomatosa kronis diberikan suntikan gamma interferon c. Transpaltasi sumsum tulang belakang Lebih baik diberikan pada pasien dengan kekurangan sel T, mengatasi kelainan system kekebalan konginetal yang berat seperti imunodefisiensi gabungan yang berat d. Pengobatan lainnya dalam fase eksperimen Transpaltasi tymic pada penderita anomaly digeorge, terapi gen bisanya dilakukan jika pada pasien ditemukan kelainan genetic, sitosin, dan transpaltasi sel induk 2.4 Konsep dasar asuhan keperawatan dengan imunodefisiesi pada lansia Asuhan keperawatan dimulai dari proses pengkajian, diagnose, intevensi, implementasi dan evaluasi 1. Pengkajian a. Biodata Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal MRS, data pekerjaan, agama dan pendidikan menentukan intervensi yang tepat dalam pendekatan b. Keluhan utama
Perdarahan abnormal limfdenopati (hipertrofi jaringan limfoid), keletihan, demam, nyeri sendi. c. Riwayat penyakit sekarang Pasein mengalami anggua seperti fatingue, kekurangan energi, kepala terasa ringan, sering mengalai luka memar, penyembuhan luka yang sulit d. Riwayat penyakit sebelumya Berhubungan dengan penyakit ringan yang sering berulang, kecelakaan atau sidera, tindakan operasi dan alergi. Tanyakan pada pasien pernah mengalami tindakan seperti transfuse darah atau transpaltasi organ e. Riwayat penyakit keluarga dan sosial Klasifikasi jika pasien memilki riwayat kanker, dalam keluarga kanker atau gangguan hematologi atau imun. Lingkungan kerja dan tempat tinggal juga berpengaruh karena berkaitan dengan pemaparan bahan kimia berbahaya f. Aktivitas/istirahat Memiliki gangguan dengan gejala: mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas daribiasanya, malaise, terjadinya perubahan pola tidur dengan tanda kelemahan otot,menurunnya massa otot, respon fisiologiterhadap aktivitas a. Sirkulasi Gejala: proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama pada cidera Tanda: takkikardi,perubahan tekanan darah, menurunnya volume nadi perifer, pucat atau sianosis. b. Eliminasi Gejala: diare yang intermiten, terusmenerus dan juga terjadi nyeri abdomen, lesi abses rektal c. Makanan/cairan Gejala: tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan,mual muntas, disfagia. Tanda: penurunan berat badan yan cepat, turgor kulit menurun, adanya lesipada rongga mulut kesehatan gigi atau gusi
2.5 Pemeriksaan fisik imunodefisiensi Pemeriksaan fisik defisiensi imun jarang menunjukan tanda fisik diagnostik. Ada 4 teknik pemeriksaan fisik denggan gangguan system imun meliputi: A. Inspeksi Focus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, simetrs serta perlu membandingkan hasil norml dan abnormal bagian tubuh. Bagian tubuh yang perlu diinspeksi meliputi: a. Pemeriksaan kepala / wajah dan leher
Apa ada tanda pucat, rash atau kemerahan pada wajah
Melihat palpebral untuk mengetahui adanya anemia, ikterik dan perdarahan pada sclera
Melihat bagian rongga mulut apa terjadi perdarahan dalam mulut, atrofi papil lidah, hipertrofi gingiva atau stomatitis
Malpasi leher untuk mengetahui adanya pembekakan kelenjar getah benng
b. Pemeriksaan ekstremitas superior Memperhatikan secara cermat warna nailbel./bawah kuku, lengan dan telapak tangan apakah ada pucat, purpura, petechiae, echimosis c. Pemeriksaan ektremitas inferior Perhatikan tungkai apaterdapat memar, pigmentasi atau bekas garukan, purpura, adanyaa ulkus pada tungkai B. Palpasi Pengumpulan data mengenai temperature, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, dan ukuran. Bagian tubuh yang dipalpasi meliputi: a. Pemeriksaan aksila Palpasi bagian kelenjar aksila pada lengan kanan dan kiri b. Pemeriksaan thoraks Palpasi dengan lembut pada thoraks untuk mengethui adanya nyeri tekan atau tidak c. Pemeriksaan abdomen Pemeriksaan abdomen secara cermat untuk mengetahui ada splenomegaly, hepatomegaly, pembesaran kelenjar aorta, pembesaran kelenjar inguinal C. Perkusi
D. Auskultasi Pada bagian dada akan terdengar suara murmur bila terjadi anemia, pada abdomen akan terdengar bruit dan rub akibat infksi splenik 1. Diagnosa dengan masalah imunodefisensi a. Risiko infeksi b.d imunodefiensi Definisi: Rentan mengalami invasi atau multiplikasi organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan. Domain 11. Keamanan/Perlindungan, Kelas 1. Infeksi. Kode 00004. b. Kekurangan volume cairan d.b proses penyakit (hipertermia) Definisi : Penurunan cairanintravaskular, interstisial, dan/atau interselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium. Domain 2. Nutrisi, Kelas 5. Hidrasi. Kode 00027 2. Intervensi dan implementasi Risiko infeksi b.d imunodefiensi Definisi: Rentan mengalami invasi atau multiplikasi organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan. Domain 11. Keamanan/Perlindungan, Kelas 1. Infeksi. Kode 00004. NOC dan kriteria hasil
NIC
Rasional
Setelah dilakukan tindakan kontrol infesi (5640) keperawatan selama 2 X 24
- Intake
diharapkan pasien mampu
sesuai
mengontrol risiko : proses infeksi (1924) domain IV kelas T: melakukan segera
untuk
-
terapi
-
dilingkungan
adekuat
untuk daya
untuk
Menghindari metabolism
- Mengajarkan pasien atau
(192409) memonitor factor
nutrisi
tahan tubuh
antibiotic yang sesuai
keluarga
Memberi
meningkatkan
instirahat
mengurangi risiko
yang
yang
- Memotivasi klien untuk
- Memberikan
(192421) tindakan
nutrisi
kontrol infesi (5640)
tubuh
berlebih Memberi
antibiotic
melaporkan tanda gejala
untuk
mencegah
nfeksi
terjadinya infeksi
berhubungan dengan risiko monitor tnda-tanda vital
-
-
Memberikan
infeksi
tindakan secepat dan
(6680) -
Memonitor
tekanan
darah, suhu,nadi
dan monitor tnda-tanda vital
status pernafasan klien -
Memonitor
-
dan
(6680) -
Berhubungan denan
melaporkan tanda dan
risiko infeksi yang
gejala hipertermia
mungkin terjadi
Memonitor warna kulit,
-
sesuai
-
Memberikan
suhu dan kelembapan
tindakan secepat dan
Memonitor
sesuai
sianosis
sentral dan perifer
-
Perubahan warna dan suhu
tubuh
merupakan
tanda
terjadinya infeksi Risiko kekurangan volume cairan d.b proses penyakit (hipertermia) Definisi : Risiko p nurunan cairanintravaskular, interstisial, dan/atau interselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium. Domain 2. Nutrisi, Kelas 5. Hidrasi. Kode 00027 NOC dan kriteria hasil
NIC
Rasional
Setelah dilakukan tindakan Perawatan demam (3740) keperawatan selama 1X24
-
Memastikan
tanda
Perawatan demam (3740) -
Pada orag tua, karena
jam diharapkan klien mampu
lain dari infeksi yang
hanya
mempertahankan
terpantau
demam ringan atau
keseimbanan (0601)
cairanya
domain II kelas G
dengan kriteria hasil: (0601117)
turgor
Menutup dengan selimut
kuit
normal (060107)
-
keseimbangn
pasien baju
tidak demam sama
atau ringan
menunjukan
sekali -
Memberikan sirkulisi
tergantun pada fese
pada
demam
sehingga panas tubuh tidak
suhu
tubuh
terperangkap
intake dau outpur selama 24
dan menjaga pasien
jam
tetap nyaman
2.5 INFEKSI 2.5.1
DEFINISI INFEKSI Infeksi berarti keberadaan mikroorganisme di dalam jaringan tubuh “host”, dan
mengalami replikasi. Infeksi merupakan interaksi antara kuman (agent), host (pejamu, dalam hal ini adalah lansia) dan lingkungan. Pada usia lanjut terdapat beberapa faktor predisposisi / faktor resiko yang menyebabkan seorang usia lanjut mudah terkena infeksi, antara lain : 1) Faktor hospes meliputi : a) Penyakit utama b) Prosedur invasif c) Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai d) Malnutrisi e) Dehidrasi f) Gangguan mobilitas g) Inkontinensia h) Keadaan imunitas tubuh i) Berbagai proses patologik (ko-morbid) yang terdapat pada penderita tersebut 2) Faktor agent meliputi : a) Jumlah kuman yang masuk dan ber-replikasi b) Virulensi dari kuman 3) Faktor lingkungan meliputi : a) Apakah infeksi didapat di masyarakat, rumah sakit atau panti werdha b) Faktor lingkungan yang terdapat pada institusi meliputi pengawasan infeksi yang terbatas, area yang padat, kontaminasi silang, dan lambatnya deteksi dini Infeksi merupakan penyebab kematian yang paling penting pada umat manusia, sampai saat digunakannya antibiotika dan pencegahan dengan imunisasi aktif maupun pasif di era mayarakat modern. Penyakit infeksi mempunyai kontribusi cukup besar terhadap angka kematian penderita sampai akhir abad 20 pada populai umum, kemudian menurun setelah ditemukan antibiotika dan teknik pencegahan penyakit. Walaupun demikian revalensi infeksi sebagai penyebab morbiditas dan motalitas tetap tinggi pada
populasi lanjut usia (Yoshikawa, 1985, 1986). Suatu laporan penelitian yang membandingkan kasus – kasus kematian karena infeksi tertentu antara tahun 1935 dan 1968 di Amerika Serikat menggambarkan pengaruh infeksi terhadap kelangsungan hidup umat manusia, misalnya pertusis, morbili difteri, demam kuning, tetanus, polio mielitis akut, tuberculosis dan sifilis sebagai penyebab kematian bermakna pada tahun 1935. Walaupun penyakit infeksi tersebut sudah dapat dikendalikan pada populasi umum, pada usia lanjut masih menjadi masalah, Karena berkaitan dengan menurunnya fungsi organ akibat proses menua (Smith IM, 1989). Bahkan di Amerika sendiri dimana kemajuan ilmu kedokteran tidak disangsikan lagi, angka kematian akibat beberapa penyakitinfeksi pada lansia masih jauh lebih tinggi disbanding dengan yang didapat pada usia muda, dengan data-data sebagai berikut (Yoshikawa, 1995): 1) Angka kematian pneumonia pada lansia sekitar 3 kali disbanding usia muda 2) Angka kematian akibat sepsis 3 kali disbanding pada dewasa muda 3) Angka kematian akibat ISK lansia sekitar 5-10 % 4) Kolesistisis angka kematian antara 2-8 kali 5) Endokarditis infeksiosa kematian 2-3 kali, meningitis bakterialis sekitar 3 kali. 2.5.2
FAKTOR INFEKSI PADA LANJUT USIA
1. Faktor Nutrisi Keadaan nutrisi, yang pada usia lanjut seringkali tidak baik dapat mempengaruhi awitan, perjalanan dan akibat akhir (outcome) dari infeksi. Secara klinik keadaan ini dapat dilihat dari keadaan hidrasi, kadar hemoglobin, albumin, beberapa mikronutrien yang penting, misalnya kadar Cu maupun Zn. Juga beberapa vitamin yang penting pada proses pertahanan tubuh. 2. Faktor Imunitas Tubuh Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan untuk mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Beberapa faktor imunitas tubuh, antara lain imunitas alamiah (inate immunity), misalnya kulit, silia, lendir mukosa dan lain – lain sudah berkurang kualitas maupun kuantitasnya, demikian pula dengan faktor imunitas humoral (berbagai imunoglobulin, sitokin) dan selular (netrofil, makrofag, limfosit T). Sistem imun alamiah merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan
berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberi respons imun langsung terhadap antigen dan tanpa waktu untuk mengenalnya terlebih dahulu. 3. Faktor Perubahan Fisiologik Beberapa organ pada usia lanjut sudah menurun secara fisiologik, sehingga juga sangat mempengaruhi awitan, perjalanan dan akhir infeksi. Penurunan fungsi paru, ginjal, hati dan pembuluh darah akan sangat mempengaruhi berbagai proses infeksi dan pengobatannya. Fungsi orofaring pada usia lanjut sudah menurun sedemikian sehingga seringkali terjadi gerakan kontra peristaltik (terutama saat tidur), yang menyebabkan terjadinya aspirasi spontan dari flora kuman di daerah tersebut kedalam saluran nafas bawah dan menyebabkan terjadinya aspirasi pneumonia (Yoshikawa, 1996). Berbagai obat – obatan yang aman diberikan pada usia muda harus secara hati – hati diberikan pada usia lanjut, karena dapat lebih memperburuk berbagai fungsi organ, antara lain hati dan ginjal. 4. Faktor Terdapatnya Berbagai Proses Patologik Salah satu karakteristik pada usia lanjut adalah adanya multi-patologi. Berbagai penyakit antara lain diabetes melitus, PPOM, keganasan atau abnormalitas pembuluh darah akan sangat mempermudah terjadinya infeksi, mempersulit pengobatannya dan menyebabkan prognosis menjadi lebih buruk.
2.5.3 MANIFESTASI INFEKSI PADA USIA LANJUT Seperti juga berbagai penyakit pada usia lanjut yang lain, manifestasi infeksi pada usia lanjut sering tidak khas, beberapa hal perlu diperhatikan seperti berikut ini : Demam, Seringkali tidak mencolok. Glickman dan Hilbert (1982), seperti dikutip oleh Yoshikawa, mendapatkan bahwa banyak penderita lansia yang jelas menderita infeksi tidak menunjukkan gejala demam. Walaupun demikian untuk diagnosis infeksi tanda adanya demam masih penting, sehingga Yoshikawa tetap menganjurkan batasan sebagai berikut :
1) Terdapat peningkatan suhu menetap > 2°F 2) Terdapat peningkatan suhu oral > 37,2°C atau rektal > 37,5°C 3) Gejala tidak khas 4) Gejala nyeri yang khas pada apendisitis akut, kolesistitis akut, meningitis, dll sering tidak dijumpai. Batuk pada pneumonia sering tidak dikeluhkan, mungkin oleh penderita dianggap batuk “biasa” (Fox, 1988; Hadi Martono 1992, 1993). 5) Gejala akibat penyakit penyerta (ko-morbid) Sering menutupi, mengacaukan bahkan menghilangkan gejala khas akibat penyakit utamanya (Hadi Martono, 1993; Yoshikawa, 1986; Smith, 1980).
2.5.4
JENIS INFEKSI PADA USIA LANJUT
Jenis Infeksi Pneumonia
Catatan Penyebab kematian utama karena infeksi pada usia lanjut, sehingga dinyatakan sebagai the old men’s friend
Infeksi saluran kemih
Penyebab terbanyak terjadinya bakteremia/sepsis pada lansia
Infeksi intra abdominal
Gangren apendiks dan vesika felea terbanyak pada lansia, di vertikulitis terdapat terutama pada lansia
Infeksi jaringan lunak
Dekubitus dan luka pasca operasi tersering terjadi pada lansia
Bakteremia/sepsis
Dari semua kasus 40% terjadi pada lansia, mengakibatkan 60% kematian
Endokarditis infektif
Meningkat prevalensinya pada lansia
Tuberkulosis
Peningkatan kasus secara mencolok pada lansia, termasuk yang berada di panti werdha
Atritis septika
Adanya penyakit sendi yang mendahului menyebabkan peningkatan resiko pada lansia
Tetanus
Di AS, 60% dari semua kasus tersering pada lansia
Herpes zoster
Prevalensi meningkat seiring dengan penuaan, neuralgia pasca herpetic sering timbul pertama pada usia lanjut
(Yoshikawa, 1990)
2.5.5
Pemeriksaan penunjang infeksi pada lansia Pemeriksaan penunjang pada setiap penykit tentunya berbeda, berikut ini pemeriksaan penunjang pada beberapa jenis penyakit infeksi pada lansia: 1. Infeksi saluran kemih (ISK)
Pemeriksaan penunjang pada ISK terdiri dari: a. Urinalisis jika terdapat leukosuria positif, hematuria b. Kultur urin untuk menentukan organisme spesifik c. Hitung koloni: menghitung kalori per mm urin dari urin tampun alirantengah atu dari specimen dalam kateter dianggap sebagai kriteria utama adanya infeksi d. Metode tes: terdapat bebrapa ter seperti tes distick multistri[ untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes griess untuk pengurangan nitrit ). Tes penyakit menular seksual (PMS) uretritia akut akibat organisme menular secara seksual. Pemeriksaan fisik pada ISK Harus diperiksa ada atau tidak fimosis, sinekia/ adhesi labia, tanda-tanda pielonefritis, epididimo-orkitis dan tanda khas dari spina bifida, seperti anal dimple, tonjolan lunak, dan hairy patch di kulit sakrum. Tidak adanya demam tidak menyingkirkan kemungkinan adanya proses infeksi . Dalam melakukan pengkajian pada klien isk dapat menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu : Pemeriksaan focus pada pasien a. Aktivitas /istirahat Gejala : keletihan, kelemahan, malaise Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus b. Sirkulasi Tanda : hipotensi/hipertensi, nadi lemah/halus,hipotensi orttostatik, pucat, nadi kuat c. Eliminasi Tanda : perubahan warna urin contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan, oliguria( biasanya 12-21hari ) poliuria ( 2-60 /hari ) Gejala : perubahan pola berkemih biasanya : peningkatan frekuensi, poliuria ( kegagalan dini ) penurunan frekuensi/ oliguria ( fase akhir ), disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi, abdomen kembung, konstipasi atau diare. d. Makanan / cairan
Tanda : perubahan turgor kulit / kelembaban, edema (umum bagian bawah ) Gejala : peningkatan berat bada (edema ), penurunan berat badan (dehidrasi )mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, penggunaan diuretik. e. Neuro sensori Tanda : gangguan status mental, contoh : penurunan lapang perhatian, penurunan tingkat kesadaran Gejala : sakit kepala, pandangan kabur, kram otot f. Nyeri / kenyamanan Tanda : perilaku berhati-hati/ distraksi, gelisah Gejala : nyeri tubuh / sakit kepala g. Pernafasan Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman ( pernafasan kusmaul ), batuk produktif dengan sputum kental Gejala : nafas pendek Diagnose keperawatan ISK a. Nyeri akut b.d inflamasi dan infeksi uretra dan kandung kemih Definisi: pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan (international Association fot the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi. (Domain 12. Kenyamanan, kelas 1. Kenyamanan Fisik, kode 00132) b. Perubahan pola eliminasi urin b.d obstruksi mekanik pada kandung kemih 2. Sepsis Tes diagnostik digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat keparahan infeksi untuk membantu dalam memfokuskan terapi (Shapiro et.al,2010). Pemeriksaaan diagnostic pada sepsis: Pemeriksaan laboratorium temuan Leukosit
Leukositisis
atau
leukopenia Trombist
Trombosis
atau
trombositopenia Kaskade koagulasi
defisiensi
protein
C,
antitrobin, peningkatan Ddimer,
pemanjangan
PT
dan PTT Kreatin
peningkatan kreatin
Asam Laktat
>4 mmol/L (36 mg/dl)
Enzim hati
Peningkatan
alkalin,
phosphatase, AST, ALT, bilirubin Serum fosfat
Hipofostermia
C-reaktif protein (CRP)
Meningkat
Procalcitonin
Meningkat
Sumber:LaRosa,2010 Pemeriksaan penunjang yang digunakan foto toraks, pemeriksaan dengan prosedur radiografi dan radioisotop lain sesuai dengan dugaan sumber infeksi primer (Opal, 2012) 2.2.4 Konsep dasar asuhan keperawatan dengan imunodefisiesi pada lansia Pengkajian Anamnesa 1. Identitas / data demografi Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lainmengenai identitas pasien. Keluahan utama nyeri pada kult dan perubahan bentuk pada kulit 2. Riwayat penyakit sekarang Keluhan yang paling dominan seperti sering gatal, lesi 3. Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, bakteri Pemeriksaan fisik integmen 1. Warna Jika infeksi oleh bakteri, ditemukan karakteristik lesi, perubahan warnah vesikel dari bening ke keruh
2. Kelembapan Kelembapan dipengaruhi infeksi bakteri, virus, dan jamur maka kelembapan akn cenderung mongering atau basah sekitar lesi 3. Suhu Perubahan suhu akibat infeksi menjadi hipertermis 4. Turgor Pengkajian dilakukan dengan cara mencubit kulit, angka normal turgor 13,5 detik
Resiko tinggi jatuh
>24 detik
Diperkirakan jatuh dalam kurun waktu 6 bulan
>30 detik
Diperkirakan
membutuhkan
bantuan
dalam mobilisasi dan melakukan ADL (Bohannon: 2006; Shumway-Cook,Brauer & Woolacott: 2000; Kristensen, Foss & Kehlet: 2007: Podsiadlo & Richardson:1991) 4. GDS Pengkajian Depresi No
Pertanyaan
Jawaban Ya
Tdk
Hasil
1.
Anda puas dengan kehidupan anda saat ini
0
1
1
2.
Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan kesenangan
1
0
0
3.
Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong
1
0
0
4.
Anda sering merasa bosan
1
0
0
5.
Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu
0
1
0
8.
Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda
1
0
0
7.
Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu
0
1
0
8.
Anda sering merasakan butuh bantuan
1
0
1
9.
Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar melakukan
1
0
0
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan anda
1
0
0
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa
0
1
0
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda
1
0
0
13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat
0
1
1
14. Anda merasa tidak punya harapan
1
0
0
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda
1
0
0
sesuatu hal
Jumlah
3
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam Gerontological Nursing, 2006) Interpretasi :Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi 5. Status Nutrisi Pengkajian determinan nutrisi pada lansia: Skrining
Skor
Mengalami penurunan asupan makanan lebih dari tiga bulan selama adanya penurunan nafsu makan, gangguan pencernaan, menelan dan kesulitan menelan A
makanan 0 = Adanya penurunan asupan makanan yang besar 1 = Adanya penurunan asupan makanan yang sedang 2 = Tidak ada penurunan asupan makanan
B
Mengalami penurunan berat badan selama tiga bulan terakhir
1
0 = Penurunan BB >3 kg
1
1 = Tidak diketahui 2 = Penurunan BB 1-3 kg 3 = Tidak mengalami penurunan BB Mobilitas 0 = Tidak dapat turun dari tempat tidur / kursi roda C
1
1 = Dapat turun dari tempat tidur / kursi roda namun tidak dapat berjalan jauh 2 = Dapat berjalan jauh Mengalami stres psikologis atau memiliki penyakit akut tiga bulan terakhir
D
0 =Ya
2
2 = Tidak Mengalami gangguan neuropsikologis E
0 = Mengalami demensia atau depresi berat
2
1 = Mengalami demensia ringan 2 = Tidak mengalami gangguan neuropsikologis Indeks massa tubuh (IMT) 0 = IMT < 19
F1
2
1 = IMT 19-21 2 = IMT 21-23 3 = >23 Jika IMT tidak dapat diukur ganti pertanyaan F1 dengan F2 Jangan menjawab pertanyaan F2 jika pertanyaan F1 sudah terpenuhi Lingkar betis (cm)
F2
0 = jika < 31
3
3 = jika > 31 Skor maksimal 14
Interpretasi: 12-14 8-11
: Status gizi normal : Resiko mengalami malnutrisi
0-7
: Mengalami malnutrisi
6. Fungsi sosial lansia APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia NO
URAIAN
FUNGSI
1.
Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga (temanteman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu menyusahkan saya
ADAPTATION
2
2.
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)saya membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan masalah dengan saya
PARTNERSHI P
2
3.
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas / arah baru
GROWTH
2
4.
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi-emosi saya seperti marah, sedih/mencintai
AFFECTION
2
5.
Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya meneyediakan waktu bersama-sama
RESOLVE
2
Kategori Skor: Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab: 1). Selalu : skore 22). Kadang-kadang : 1 3). Hampir tidak pernah : skore 0 Intepretasi: < 3 = Disfungsi berat 4 - 6 = Disfungsi sedang > 6 = Fungsi baik Smilkstein, 1978 dalam Gerontologic Nursing and health aging 2005
7. Pengkajiankualitastidur (PSQI) KUESIONER KUALITAS TIDUR (PSQI) 1. Jam berapa biasanya anda mulai tidur malam? 2. Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam? 3. Jam berapa anda biasanya bangun pagi?
TOTAL
SKORE
4. Berapa lama anda tidur dimalam hari? 5 Seberapaseringmasalahmasalahdibawahinimengganggutiduran da?
a . b . c . d . e . f. g . h . i. j. 6 7
Tidakpern ah (0)
Tidak mampu tertidur selama 30 menit sejak berbaring Terbangunditengahmalamatauterlaludini
0
Terbangun untuk ke kamar mandi
0
Tidak mampu bernafas dengan leluasa
0
Batukataumengorok
0
Kedinginandimalamhari Kepanasandimalamhari
0 0
Mimpiburuk
0
Terasanyeri Alasan lain ……… Seberapa sering anda menggunakan obat tidur Seberapa sering anda mengantuk ketika melakukan aktifitas disiang hari
0 0 0 0 Kecil (1)
Pertanyaan pre-intervensi : Bagaimanakualitastidurandaselamaseb ulan yang lalu Pertanyaan post-intervensi : Bagaimanakualitastidurandaselamasem inggu yang lalu
ANALISA DATA
Sedang (2)
Besar (3) 3
Seberapa besar antusias anda ingin menyelesaikan masalah yang anda hadapi Sangatbaik (0)
9
≥3x seminggu (3)
0
Tidakantusi as (0) 8
1x 2x semingg semingg u u (1) (2)
0
0
Baik (1)
Kurang Sangatkura (2) ng (3)
NO
DATA
ETIOLOGI
MASALAH KEPERAWATAN
1.
DS: Istri klien mengatakan suhu badan
Bakteremia sekunder
Hypertermi
suaminya teraba panas. Hipotalamus
DO:
2.
1.
N: 108x/menit
2.
S: 40 ºC
3.
RR: 28x/menit
4.
Teraba panas
DS: a. Bapak A mengatakan sulit
Menekan thermoregular
Hipertermi Infeksi mikroorganisme
dan Sakit pada perut seperti diremas-remas dan perih
Hidup terutama usus
saat mau buang air kecil, sehingga Bp.A jadi takut jika mau BAK padahal buang air kecilnya lebih
Kuman mengeluarkan endotoksin
sering daripada biasanya, oleh sebab itu Bp.A
Bakteremia sekunder
mengatakan takut untuk banyak minum.
Peradangan
b. Istrinya mengatakan suaminya mengalami nyeri pada bagian suprapubic dan adanya hematuria, selain itu
Peningkatan frekuensi/doronga n kontraksi uretral
diawal berkemih ada cairan eksudat yang purulen dan terasa gatal. Kira-kira skala nyerinya mencapai 9.
Depresi saraf perifer
Nyeri akut
Nyeri
DO: a. Klien tampak terlihat pucat dan lemas. b. Klien terlihat memegangi perut bagian bawah. 3.
DS:
Gangguan Eliminasi Bakteremia sekunder
BapakA mengatakan sulit dan Sakit pada perut seperti diremas-remas dan perih saat mau buang air kecil,
Ureter
sehingga Bp.A jadi takut jika mau BAK padahal buang air kecilnya
Iritasi uretral
lebih sering daripada biasanya, oleh sebab itu Bp.A mengatakan takut
Oliguria
untuk banyak minum. DO: Klien terlihat kesakitan dan takut
Gangguan eliminasi urine
saat buang air kecil.
DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN 1. Gangguan eliminasi 2.
Nyeri
3.
Hypertermi
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.
Nyeri akut
2.
Gangguan eliminasi urin
3.
Hypertermi
urinarius
INTERVENSI KEPERAWATAN NO DIAGNOSA 1
NOC
Nyeri akut
NIC
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1400)
Definisi : pengalaman sensori keperawatan selama 3x24 dan
emosional
yang
tidak jam diharapkan nyerinya
menyenangkan yang muncul teratasi,
dengan
kriteria
akibat kerusakan jaringan yang hasil: aktual
atau
digambarkan
potensialatau dalam
kerusakan sedemikian rupa.
hal
Kontrol Nyeri (1605) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri )
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri. Tingkat Ketidaknyamanan (2109)
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan teknik komunikasi teraupetik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri Rasioanl: Untuk mengurangi nyeri Tingkatkan istirahat
Menyatakan rasa yang nyaman setelah nyeri berkurang.
2
Gangguan eliminasi urine Definisi
:
disfungsi
eliminasi urine
3
Tujuan: setelah di lakukan Perawatan Retensi Urin (0620) tindakan perawatan selama pada 24 jam klien mampu BAK dengan normal, dengan Lakukan penilaian kemih kriteria hasil: yang komprehensif berfokus pada Kontinensia Urin (0502) inkontinensia Memantau pengguna obat Mengosongkan dengan sifat Kandung kemih antikolinergik sepenuhnya Menggunakan kekuatan Bebas dari isk sugesti dengan Tidak ada spasme menjalankan air atau bladder disiram toilet. Balance cairan Merangsang refleks seimbang kandung kemih Sediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan kandung kemih.
Tujuan: Setelah di lakukan Perawatan Demam (3740) tindakan keperawatan Definisi : peningkatan suhu selama 24 jam diharapkan klien kembali normal, tubuh diatas kisaran normal. Monitor suhu tubuh dengan kriteria hasil: sesering mungkin. Monitor IWL Termoregulasi (0800) Monitor warna dan suhu kulit Monitor tekanan darah, suhu tubuh Dalam nadi , RR, rentang normal. Monitor WBC,HB,Dan Nadi dan RR HCT. dalam rentang Berikan antipiretik. normal. Selimuti pasien Tidak ada Monitor intake dan output Hipertermia
perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
Kolaborasi pemberian cairan intravena. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
BAB 4 NASKAH ROLEPLAY
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Imunodefisiensi adalah keadaan dimana terjadi penurunan atau ketiadaan respon imun normal. Keadaan ini dapat terjadi secara primer, yang pada umumnya disebabkan oleh kelainan genetic yang diturunkan, serta secara sekunder akibat penyakit utama lain. Kemampuan imunitas tubuh melawan infeksi menurun termasuk kecepatan respons imun dengan peningkatan usia. Pada lansia terjadi penurunan sensitivitas pada sistem imun. Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan kemampuan kelenjar-kelenjar imun seperti kelenjar timus, kelenjar limfe dan kelenjar limpa. Immunodefisiensi terbagi menjadi dua, yaitu immunodefisiensi primer yang hampir selalu ditemukan faktor genetic dan immunodefisiensi sekunder bisa muncul sebagai komplikasi penyakit seperti infeksi, kanker, atau efek samping penggunaan obat-obatan dan terapi. Beberapa penyebab dari defisiensi imun yaitu penyakit keturunan dan kelainan metabolism, bahan kimia dan pengobatan yang menekan system kekebalan, infeksi, penyakit darah dan kanker, pembedahan dan trauma. Gejala klinis yang menonjol pada immunodefisiensi adalah infeksi berulang atau berkepanjangan atau oportunistik atau infeksi yang tidak umum yang tidak memberikan respon yang adekuat terhadap terapi antimikroba. Pengobatan immunodefisiensi termasuk pencegahan, pengobatan infeksi dan meningkatkan system kekebalan tubuh, meliputi pola hidup sehat untuk melindungi dari infeksi, pengobatan infeksi virus dan bakteri dengan antivirus ataupun antibiotic. Pada usia lanjut terdapat beberapa faktor predisposisi / faktor resiko yang menyebabkan seorang usia lanjut mudah terkena infeksi, antara lain yaitu faktor hospes, faktor agent dan faktor lingkungan. Faktor infeksi pada lanjut usia yaitu meliputi faktor nutrisi, faktor imunitas tubuh, faktor perubahan fisiologik dan faktor terdapatnya berbagai proses patologik. Jenis-jenis infeksi yang dapat terjadi pada lansia yaitu seperti pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi intra abdominal, infeksi jaringan lunak, sepsis, tuberkulosis dan lain sebagainya.
5.2 Saran Dalam melakukan asuhan keperawatan pada lansia, perawat perlu mengetahui atau mengerti terhadap penurunan atau ketiadaan respon imun normal dan infeksi apa saja yang dapat terjadi pada lansia. Perawat diharapkan mampu untuk mencegah dan mengatasi permasalahan tersebut dengan mencegah dan menurunkan tingkat keparahannya melalui upaya-upaya perbaikan nutrisi untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Jika fungsi imun orang tua dapat diperbaiki, maka kualitas hidup individu dapat meningkat menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Boedhi, Darmojo. 2009. Geriatri. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th Edition. Missouri: Mosby Elsevier Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2014). Nanda International Nursing Diagnoses Definitions And Classifications 10th Edition. Oxford: Wiley Blackwell. Maryam, S. (2008). Menengenal usia lanjut dan perawatannya. Penerbit Salemba Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition. Missouri: Mosby Elsevier NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi 20152017/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta; EGC. Rengganis, I. (2017). Vaksinasi pada Lansia. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 4(4), 167-168. Susanti, N. (2014). Vaksinasi lansia upaya preventif meningkatkan imunitas akibat proses penuaan. el–Hayah, 4(2), 75-80.