Diskusi 2 - Etika Bisnis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Terima kasih Bapak Dosen yang saya hormati atas pertanyaannya. Saya Amar Ma’ruf NIM 043170973 Terkait pertanyaan tersebut dapat saya simpulkan sebagai berikut : Menurut pengamatan Anda saat ini, apakah perusahaan-perusahaan besar di Indonesia baik yang berskala nasional maupun multi-nasional telah melaksanakan prinsip-prinsip nilai etika-kejujuran dalam berbisnis maupun menjalankan kewajibannya sebagai Wajib Pajak?!. Jelaskan apa yang dipraktekkan oleh orang-orang dalam perusahaan-perusahaan tersebut termasuk kaitannya dengan Fiskus, menurut Anda mengapa dilakukan demikan, berikan contoh konkritnya, dan silahkan didiskusikan dengan teman Anda namun dengan cara yang ilmiah, yaitu memperhatikan ide-ide originalitas, menghargai pendapat orang lain dengan cara mengutip dengan menerapkan teknik kutipan (referensi), serta menghindari plagiarisme. Jawaban: Penerapan sistem perpajakan di Indonesia sendiri saat ini menggunakan sistem self assessment yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besaran pajak yang telah dibayarkannya. Hal itu secara tidak langsung membuat wajib pajak dituntut aktif dalam hal kewajiban perpajakannya tanpa campur tangan fiskus atau petugas pajak. Peran fiskus hanya memberikan penyuluhan, pengawasan, dan penerapan sanksi. Konsekuensinya adalah wajib pajak harus benar-benar memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan mulai dari memungut, menyetor dan melapor. Wajib pajak harus rajinrajin membaca dan berkonsultasi dengan fiskus agar kewajiban perpajakannya bisa dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain negara memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada wajib pajak untuk menentukan penerapan besarnya utang pajak dan kemudian melaporkan pembayaran pajak dan penghitungan pajak sesuai jumlah pajak yang terutang berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. Wajib pajak dituntut untuk mengedepankan prinsip-prinsip nilai kejujuran. Namun pada realitanya tidak semua wajib pajak mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan. Kurangnya pengetahuan tersebut tak dapat dipungkiri menjadi salah satu penyebab terjadinya kesalahan dalam dunia perpajakan. Kurangnya sosialisasi pemerintah kepada wajib pajak juga akan menyebabkan Wajib Pajak mengalami ketertinggalan dalam mendapatkan informasi mengenai perubahan-perubahan tersebut khususnya perubahan dalam teknis perhitungan sistem self assessment. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya wajib pajak baik itu orang pribadi maupun badan usaha yang menggunakan jasa konsultan pajak dalam menangani masalah perpajakan mereka. Mereka seringkali tak memiliki banyak waktu untuk mengerjakan perhitungan pajak terutang mereka sendiri sehingga memerlukan bantuan dari jasa keuangan ataupun konsultan pajak. Sementara di masa sekarang ini, sulit ditemukan para ahli di bidang perpajakan yang memiliki integritas atau kejujuran yang tinggi dalam pekerjaan mereka. Tak jarang ditemukan kasus-kasus pencucian uang serta penggelapan pajak yang terjadi di Indonesia. Hal ini tentu tidak akan terjadi jika para konsultan pajak memiliki integritas yang tinggi dalam pekerjaan mereka serta wajib pajak yang turut bersikap jujur dalam pelaporan pajak mereka.



Sehingga dapat saya simpulkan ada tiga kategori wajib pajak dalam sistem self assessment. Pertama, wajib pajak yang memang dengan pengetahuannya sendiri mampu menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Kedua, wajib pajak yang tidak paham, dimana mereka mengandalkan jasa konsultan pajak dalam menangani masalah perpajakan mereka. Namun tidak semua jasa konsultan pajak menjunjung tinggi kejujuran. Tentunya masih ada saja “trik” memperkecil besarnya pajak terutang dengan cara yang salah. Contohnya jumlah pajak terutang yang seharusnya sebesar 200 juta hanya dibayarkan sebesar 150 juta kepada negara. Sementara wajib pajak sudah memberikan uang sebesar jumlah 200 juta kepada jasa konsultan tersebut untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal ini tentunya menjadi sebuah ironi, karena pada dasarnya sistem self assessment ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta kepatuhan wajib pajak membayar pajak secara sukarela. Ketiga wajib pajak yang memang dengan pengetahuannya dan paham aturan perpajakan namun dalam pelaksanaannya justru melakukan penyelewengan melalui celah-celah yang ada. Wajib pajak cenderung “pura-pura tidak tahu”. Contohnya kasus dugaan pidana pajak di tiga perusahaan kelompok Bakrie. Seperti diketahui, Direktorat Jenderal Pajak mengungkapkan penelusuran dugaan pidana pajak tiga perusahaan tambang batubara di bawah payung bisnis Grup Bakrie senilai kurang lebih Rp 2 triliun. Tiga perusahaan tambang itu antara lain PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi Resources Tbk., (BR) dan PT Aruitmin Indonesia. Ketiganya diduga melanggar pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan atau terindikasi tak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan secara benar.



Sumber Referensi: Buku Materi Pokok PAJA3347/3SKS https://news.ddtc.co.id/kemudahan-yang-menyulitkan-dalam-sistem-self-assessment-11840? page_y=323 https://imahido-rochimawati.blogspot.com/2010/11/kasus-penyelewengan-pajak.html