Diskusi 7 Audit SDM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DISKUSI 7 AUDIT SDM TRI HANDAYANINGSIH 041202813 Materi diskusi: Silahkan jelaskan mengenai: 1. Motivasi 2. Komitmen Kerja Jangan lupa disertai dengan contohnya Jawaban: 1. Motivasi adalah dorongan psikologis yang mendorong seseorang melakukan sesuatu demi mencapai tujuan tertentu. Setiap orang memiliki tingkatan motivasi yang berbeda. Sedangkan menurut David Clarence mccallen (1917-1998) sendiri dalam bukunya “The Achiveing Society”, ada tiga jenis motivasi, yaitu motivasi untuk berprestasi, motivasi untuk berkuasa dan motivasi untuk berafiliasi atau bersahabat. Keberadaan motivasi dalam diri seseorang sangat penting, apalagi bagi karyawan. Kekuatan dan kemauan untuk melakukan sesuatu seperti bekerja biasanya dapat muncul sendiri saat seseorang sedang memiliki kebutuhan. Sebisa mungkin orang tersebut akan mengupayakan berbagai hal agar dapat memenuhi keinginannya. Apabila motivasinya kuat, ia akan tetap berusaha dan tidak putus asa saat mengalami kegagalan. Robert L. Mathis (2001: 89) mendefinisikan motivasi sebagai hasrat yang terdapat di dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan. Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin movere yang berarti menggerakkan (Winardi, 2002: 1). Terdapat banyak pengertian motivasi menurut para ahli yang dikutip oleh Prof. Dr. J. Winardi, SE. dalam bukunya ‘Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen’, di antaranya: “…motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunteer) yang diarahkan kearah tujuan tertentu.” (Mitchell, 1982: 81) “Kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi, untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya demikian, untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu.” (Robbins et al, 1999: 50) “…motivasi merupakan hasil sejumlah proses, yang bersifat internal atau eksternal bagi seseorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.” (Gray et al, 1984: 69) Secara umum motivasi terbagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang timbul dari kesadaran seseorang untuk melakukan



sesuatu dengan sendirinya, misalnya karena ada dorongan bahwa pekerjaan itu sangat menarik dan menantang untuk dilakukan, atau adanya kepuasan tersendiri dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Sedangkan motivasi ekstrinsik dapat diartikan sebagai motivasi dari luar atau yang diberikan oleh pihak lain, misalnya upah, gaji, promosi, pujian, dan sebagainya. Maslow mengidentitifikasikan bahwa secara umum terdapat 5 jenis kebutuhan yang dapat memotivasi seseorang dan tersusun berdasarkan kepentingannya, yaitu sebagai berikut: 1. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs) Kebutuhan fisiologis meliputi semua kebutuhan dasar fisik manusia seperti makanan, air, dan oksigen. Dalam ruang lingkup perusahaan hal ini termasuk kebutuhan-kebutuhan seperti kenyamanan suhu udara di tempat kerja, dan gaji minimum yang mencukupi kebutuhan pokok. 1. Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety Needs) Kebutuhan ini mencakup semua kebutuhan terhadap lingkungan yang aman dan terlindungi dengan baik secara fisik maupun emosi serta bebas dari ancaman, termasuk lingkungan yang tertib dan kemerdekaan dari tindak kekerasan. Dalam ruang lingkup dunia kerja, kebutuhan ini meliputi keamanan kerja, bebas pungutan liar, dan jenis pekerjaan yang aman. 1. Kebutuhan Untuk Diterima (Social Needs) Kebutuhan ini mencerminkan hasrat untuk diterima oleh lingkungan, hasrat untuk bersahabat, menjadi bagian dari suatu kelompok, dan dikasihi. Dalam organisasi, kebutuhan-kebutuhan ini mempengaruhi hasrat untuk memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja, berpartisipasi dalam kelompok kerja, dan memiliki hubungan yang baik dengan supervisor. 1. Kebutuhan Untuk Dihargai (Self-esteem Needs) Kebutuhan ini berhubungan dengan hasrat untuk memiliki citra positif dan menerima perhatian, pengakuan, dan apresiasi dari orang lain. Dalam organisasi, kebutuhan untuk dihargai menunjukkan motivasi untuk diakui, tanggung jawab yang besar, status yang tinggi, dan pengakuan atas kontribusi pada organisasi. 1. Kebutuhan Aktualisasi-Diri (Self Actualizations Needs) Kebutuhan ini adalah kebutuhan untuk mengalami pemenuhan diri, yang merupakan kategori kebutuhan tertinggi. Kebutuhan ini di antaranya adalah kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri secara menyeluruh, meningkatkan kemampuan diri, dan menjadi orang yang lebih baik. Kebutuhan aktualisasi diri dapat dipenuhi di organisasi dengan cara memberikan kesempatan bagi orang-orang untuk tumbuh, mengembangkan kreativitas, dan mendapatkan pelatihan untuk dapat mengerjakan tugas yang menantang serta melakukan pencapaian. Maslow mengemukakan dua prinsip dasar tentang bagaimana kebutuhan manusia mempengaruhi perilaku seseorang. Prinsip yang pertama yaitu deficit principle yang menyatakan bahwa kebutuhan yang telah terpenuhi tidak akan menjadi motivator bagi perilaku seseorang. Prinsip yang kedua yaitu progression principle yang menyatakan bahwa suatu tingkat kebutuhan tidak akan timbul selama kebutuhan yang berada setingkat di bawahnya belum terpenuhi. Manusia dalam aktivitas kebiasaannya memiliki semangat untuk mengerjakan sesuatu asalkan dapat menghasilkan sesuatu yang dianggap oleh dirinya memiliki suatu nilai yang sangat berharga, yang tujuannya jelas pasti untuk melangsungkan kehidupannya, rasa tentram, rasa aman dan sebagainya.



Menurut Martoyo (2000) motivasi kinerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang manusia pasti memiliki sesuatu faktor yang mendorong perbuatan tersebut. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan atau pekerja untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yang besar dari para karyawan maka hal tersebut merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu: a. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif. b. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial/ uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusia dan lain sebagainya (Gitosudarmo dan Mulyono , 1999). Setelah mengetahui hal mendasar yang menjadi motivasi kerja bagi karyawan dan memenuhinya maka perusahaan sudah membangun motivasi kerja dasar bagi karyawan. Namun, seringkali meskipun hal mendasar tersebut telah terpenuhi masih terdapat karyawan yang dirasa memiliki motivasi kerja yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan produktivitas yang rendah, sulit koordinasi dengan berbagai alasan, tidak sesuai deadline, pulang lebih awal dan sebagainya. Problematika tersebut harus segera dianalisa dan diatasi. Setelah itu menyusun rencana agar motivasi kerja para karyawan terus terjaga. Adapun langkah yang dapat dilakukan oleh manajer pada khususnya dalam meningkatkan motivasi kerja karyawan diantaranya : 1. Memberikan Reward & Punishment Pada suatu penugasan atau tanggung jawab perlu diberikan penghargaan bagi yang memenuhi atau bahkan melampaui target. Penghargaan atau reward tersebut digunakan untuk memotivasi karyawan agar menunjukkan kinerja terbaiknya. Dalam hal ini reward sebagai pemancing para karyawan untuk memperolehnya. Reward dapat berupa bonus, insentif, promosi jabatan, dll. Sebaliknya hukuman atau punishment diberlakukan apabila terdapat karyawan yang bekerja tidak memenuhi target. Aplikasi hukuman yang dapat diterapkan seperti pemangkasan gaji, penurunan jabatan, hingga pemecatan. Sama halnya dengan reward, punishment diterapkan untuk tetap memotivasi karyawan agar bekerja sesuai target. 2. Menjalin Komunikasi yang Baik Para manajer hendaknya menjalin komunikasi dengan baik bersama bawahannya. Selain itu komunikasi antar karyawan juga harus berjalan dnegan baik. Seringkali karyawan kurang termotivasi dalam pekerjaannya dikarenakan buruknya komunikasi yang terbentuk di tempat kerjanya. Komunikasi yang baik tidak hanya terjalin secara formal namun juga dapat dilakukan secara informal. Tujuan dari hal ini adalah membentuk suasana nyaman dan kekeluargaan di tempat



kerja. Semakin nyaman (namun tetap profesional) maka semakin loyal karyawan di tempat kerjanya. Membangun komunikasi yang baik dapat dilakukan secara individu (personal behaviour) ataupun melalui kebijakan perusahaan. 3. Mencoba Mengenali Kelebihan dan Kekurangan Karyawan Tugas Manajer atau atasan adalah mengenali karakteristik bawahannya. Melalui hal ini potensi setiap karyawan akan dapat digali dan di explore. Karyawan yang merasa dirinya diperhatikan dan merasa potensinya berguna bagi perusahaan akan tersanjung dan memberikan yang terbaik. Beda halnya dengan karyawan yang tidak pernah digali dan digunakan potensinya oleh perusahaan. Mereka akan merasa tidak terlalu diperlukan atau tidak sesuai di bekerja di perusahaan tersebut. Padahal setiap potensi karyawan akan berbeda-beda satu dengan lainnya. 4. Mengadakan Up-Grading atau Training Bagi Karyawan Jalur formal dan legal yang dapat memotivasi karyawan dalam meningkatkan kinerjanya adalah dengan mengadakan up-grading atau training motivasi bagi karyawan. Acara ini biasa diadakan di awal maupun di tengah periode kepengurusan. Up-grading ataupun training motivasi biasanya dilakukan/diisi oleh profesional di bidang motivasi untuk meningkatkan pemahaman karyawan akan dunia kerja dan pencapaian target di perusahaan. Memiliki motivasi diri sangat penting dalam kehidupan, termasuk juga dalam pekerjaan. Dengan dorongan yang kuat apalagi muncul dari diri sendiri, maka seseorang akan: • Tetap optimis • Tidak mudah putus asa dan kehilangan arah • Tahan terhadap rintangan dan hambatan • Selalu berpikir positif 6. Komitmen pada setiap karyawan sangat penting karena dengan suatu komitmen seorang karyawan dapat menjadi lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaannya dibanding dengan karyawan yang tidak mempunyai komitmen. Biasanya karyawan yang memiliki suatu komitmen, akan bekerja secara optimal sehingga dapat mencurahkan perhatian, pikiran, tenaga dan waktunya untuk pekerjaanya, sehingga apa yang sudah dikerjakannya sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan. Komitmen kerja, merupakan istilah lain dari komitmen organisasional, merupakan dimensi perilaku yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan pegawai. Komitmen kerja adalah suatu keadaan seorang karyawan yang memihak organisasi tertentu, serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi (Robbins dan Judge, 2008). Mowday (dalam Sopiah, 2008) mengungkapkan bahwa komitmen kerja adalah identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Komitmen kerja merupakan suatu hubungan tukar menukar antara individu dengan organisasi kerja. Individu mengikatkan dirinya dengan organisasi tempatnya bekerja sebagai balasan atau gaji dan imbalan lain yang diterimanya dari organisasi yang bersangkutan. Wujud orientasi sikap berupa kemampuan identifikisai kondisi organisasi, kemauan terlibat aktif, dimilikinya rasa kesetiaan dan kepemilikan terhadap organisasi, (Kast, Fremont & James, 1996: 714). Komitmen kerja sebagai suatu kecenderungan untuk melakukan aktivitas yang ajeg, disebabkan oleh adanya kekhawatiran akan kehilangan taruhan bila ia tidak meneruskan aktivitas tersebut.



Aktivitas yang dimaksud adalah untuk tetap menjadi anggota organisasi, sedangkan taruhan komitmen yang ditabung yang menjadi tidak berguna bila meninggalkan organisasi tersebut, (Imam, 2002: 211). Komitmen organisasi dari Mowday, Porter, dan Steers lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi. Komitmen organisasi ini memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku. Pendekatan komponen sikap mencakup: - Pertama, identifikasi dengan organisasi, yaitu penerimaan tujuan organisasi di mana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi. - Kedua, keterlibatan sesuai peran dan tanggung jawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggung jawab kekerjaan yang diberikan kepadanya. - Ketiga, kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi. Sedangkan yang termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah; a. Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini Nampak melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat maju. Pegawai dengan komitmen tinggi ikut memperhatikan nasib organisasi. b. Keinginan tetap berada dalam organisasi, pada pegawai yang memiliki komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk berbagabung dengan organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu lama. Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sunguh-sunguh dalam kepegawaian dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu, tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama. Karyawan yang memiliki komitmen kerja tinggi dan lebih termotivasi untuk hadir dalam organisasi dan berusaha untuk mencapai tujuan organisasi. Kusumaputri (2015) mengungkapkan tujuh faktor yang dapat mempengaruhi komitmen kerja karyawan, yaitu: 











Faktor-faktor terkait pekerjaan (job related factors) Merupakan hasil keluaran yang terkait faktor-faktor pekerjaan yang cukup penting ditingkat individu, peran dalam pekerjaan, hal lain yang kurang jelas pun akan mempengaruhi komitmen organisasi, seperti kesempatan promosi dan lain-lain. Faktor yang berdampak pada komitmen adalah tanggung jawab dan tugas yang diberikan pada anggota. Kesempatan para anggota (employee oportunities) Kesempatan anggota akan berpengaruh pada komitmen organisasi, karyawan yang masih memiliki peluang tinggi bekerja di tempat lain, akan mengurangi komitmen kerja karyawan, begitu pun sebaliknya. Hal ini sangat bergantung pada loyalitas karyawan terhadap perusahaan tempatnya bekerja, karyawan akan selalu memperhitungkan keinginan untuk keluar atau tetap bertahan. Karakteristik individu



















Karakteristik individu yang berpengaruh seperti usia, masa kerja, tingkat pendidikan, kepribadian, dan hal-hal yang menyangkut individu tersebut (karakter). Dijelaskan pula, bahwa semakin lama masa kerja maka makin tinggi juga komitmen kerja yang dimilikinya. Selain itu peran gender juga dapat berpengaruh pada komitmen organisasinya, namun peran gender ini tidak semata-mata hanya perbedaan gender saja namun juga dengan jenis pekerjaan yang diberikan dan keyakinan terhadap kemampuan yang dimilikinya, Bandura (1997) mengatakan bahwa karakteristik individu dapat dipengaruhi oleh kekuatan selfefficacy masingmasing individu. Karakteristik individu sendiri sangat bergantung pada selfefficacy. Hal tersebut senada dengan pendapat Yusril, dkk (2014) yang mengatakan bahwa self-efficacy merupakan indikasi dalam mengoptimalkan kemampuan dan faktor personal yang ada pada individu dalam meningkatkan komitmen kerja individu tersebut. Self-efficacy yang kuat dari seorang karyawan akan membentuk kepercayaan diri seorang karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Lingkungan kerja. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi komitmen kerja, satu dari kondisi lingkungan kerja yang berdampak positif bagi komitmen organisasi adalah rasa memiliki organisasi. Hal ini dimaksudkan bahwa karyawan yang memiliki rasa keterlibatan menganggap dirinya dilibatkan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor lain dalam lingkungan kerja yang berpengaruh adalah sistem seleksi, penilaian, serta promosi, gaya manajemen, dll. Hubungan positif Hubungan positif memiliki arti hubungan antar anggota baik hubungan dengan atasan, rekan kerja, maupun bawahan, dan rasa saling menghargai, akan menimbulkan komitmen kerja yang tinggi. Struktur organisasi. Struktur organisasi yang fleksibel lebih mungkin berkontribusi pada peningkatan komitmen anggotanya, manajemen dapat meningkatkan komitmen anggotanya dengan memberikan anggota arahan dan pengaruh yang lebih baik. Sedangkan sistem birokratis akan cenderung berdampak negatif bagi organisasi. Gaya manajemen Gaya manajemen yang tidak sesuai dengan konteks aspirasi anggota anggotanya akan menurunkan tingkat komitmen organisasi. Sedangkan gaya manajemen yang membangkitkan keterlibatan hasrat anggota untuk pemberdayaan dan tuntutan komitmen untuk tujuan-tujuan organisasi akan meningkatkan komitmen kerja. Semakin fleksibel organisasi yang menekankan pada partisipasi angota dapat meningkatkan komitmen organisasi secara positif serta cukup kuat.



Dari faktor yang telah diungkapkan Kusumaputri tersebut, karakteristik individu menjadi faktor yang tidak kalah penting dengan faktor-faktor yang lainnya, karakter individu sendiri merupakan hal yang melekat dalam individu. Karakteristik individu dapat berkembang dengan baik bila individu tersebut memiliki self-efficacy. Self-efficacy akan menumbuhkan rasa keyakinan diri atas kemampuan dirinya dalam menyelesaikan tugas-tugasnya (Bandura, 1997). Karyawan yang mampu menumbuhkan rasa percaya diri atas kemampuannya (self-efficacy) dalam dirinya akan mampu bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan menjadikan dirinya



berdaya (Mulyadi, 2007). Pendapat sama juga 25 diungkapkan oleh Locke (dalam Suseno, 2009) yang mengatakan bahwa self-efficacy yang tinggi akan menumbuhkan rasa percaya diri pada kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas. Individu dengan self-efficacy yang tinggi memiliki dampak seperti semakin besarnya usaha individu tersebut memperoleh keberhasilan di tempat kerja, serta mampu mengatasi berbagai kesulitan dan tekanan di tempat kerja dan hal tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap terbentuknya komitmen kerja (Agarwal dan Mishra, 2016).



Sumber materi: http://ilmumanajemensdm.com/strategi-untuk-menjaga-motivasi-kerja-karyawan-dan-sdmperusahaan/ https://mgtofsdm.wordpress.com/2014/07/16/motivasi/ https://jurnalmanajemen.com/motivasi-kerja-karyawan/ https://media.neliti.com/media/publications/256498-kepuasan-kerja-dan-komitmen-kerja407537bc.pdf http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2818/3/BAB%20II.pdf