Distorsi Pasar Dalam Perspektif Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DISTORSI PASAR DALAM PERSPEKTIF ISLAM



Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Mikro Syari’ah Dosen Pengampu : Dr. H. Muhlis, M.Si



Oleh : Putri Nur Rahmawati



PROGRAM STUDI MAGISTER EKONOMI SYARIAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2018



BAB I PENDAHULUAN



1.



Latar Belakang Islam menjamin pasar bebas di mana para pembeli dan para penjual bersaing satu sama lain dengan arus informasi yang berjalan lancar dalam kerangka keadilan, yakni tidak ada individu maupun kelompok, produsen maupun konsumen, dan pemerintah yang zalim atau menzalimi. Dalam konsep Ekonomi Islam, penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan penawaran. Pertemuan antara permintaan dan penawaran tersebut harus terjadi rela sama rela, sehingga tidak ada pihak yang merasa terpaksa atau tertipu atau adanya kekeliriuan objek transaksi ketika melakukan transaksi barang tertentu (Q) pada tingkat harga tertentu (P). Namun pada kenyataannya, situasi tersebut tidak selalu tercapai, karena seringkali terjadi gangguan/interupsi pada mekanisme pasar yang ideal. Gangguan inilah yang disebut dengan distorsi pasar (market distortion).



1.2



Rumusan Masalah 1. Apakah Pengertian Distorsi Pasar ? 2. Apakah yang dimaksud dengan Bai’ Najasy ? 3. Apakah yang dimaksud dengan Ikhtikar ? 4. Apakah yang dimaksud dengan Talaqqi Rukban ? 5. Apakah yang dimaksud dengan Tadlis ? 6. Apakah yang dimaksud dengan Taghrir ?



1



BAB II PEMBAHASAN



2.1



Pengertian Distorsi Pasar Arti dari kata Distorsi dalam kamus Bahasa Indonesia, adalah sebuah



gangguan yang terjadi atau pemutar balikan suatu fakta, aturan dan penyimpangan dari fakta yang seharusnya terjadi, sedangkan pasar secara umum dapat dikatakan sebagai suatu tempat bertemunya antara penjual dengan pembeli. Menurut Adiwarman A. Karim, distorsi pasar adalah gangguan yang terjadi pada mekanisme pasar yang ideal/sempurna.1 Dalam fiqh Islam terdapat tiga bentuk distorsi yang pertama yaitu rekayasa penawaran dan permintaan, yang kedua yaitu tadlis (penipuan) dan yang ketiga yaitu taghrir (dari kata gharar = uncertainty, kerancuan). Rekayasa penawaran (false supply) lebih dikenal sebagai ikhtikar, sedangkan rekayasa permintaan (false demand) dikenal sebagai bai’ najasy. Tadlis (penipuan = unknown to one party) dapat mengambil empat bentuk, yakni penipuan menyangkut jumlah barang (quantity), mutu barang (quality), harga barang (price), dan waktu penyerahan barang (time of delivery). Sedangkan Taghrir (kerancuan, ketidakpastian = unknown to both parties), juga mengambil empat bentuk yag mneyangkut kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang.2



2.2



Bai’ Najasy Bai’ Najasy adalah sebuah praktek dagang dimana seorang penjual



menyuruh orang lain untuk memuji barang dagangannya atau menawar dengan harga yang tinggi agar calon pembeli yang lain tertarik untuk membeli barang dagangannya. Najasy dilarang karena dapat menaikkan harga barang-barang yang dibutuhkan oleh para pembeli. Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu sekalian melakukan penawaran terhadap barang tanpa bermaksud untuk membeli.” 1 2



(H.R.



Tirmidzi).



Dalam



hadist



lain



dari



Abu



Hurairah



Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2007, Hal. 219. Ibid. Hal. 220



2



Radhiyallahu’anhu ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Kalian jangan saling mendengki, jangan saling najasy, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi ! Janganlah sebagian kalian membeli barang yang sedang ditawar orang lain, dan hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka ia tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, dan menghinakannya. Takwa itu disini -beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali-. Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim. Setiap orag Muslim, haram darahnya, hartanya dan kehormatannya atas Muslim lainnya.” (HR. Muslim). Dari dua keterangan hadist diatas jelaslah bahwa praktek jual beli Bai’ Najasy merupakan salah satu praktik penawaran palsu yang akan menaikkan harga dan dilarang dalam agama Islam. Contoh praktek Bai’ najsy digambarkan oleh kurva sebagai berikut ini :



Pada awalnya permintaan terhadap barang X digambarkan dengan kurva titik D0, titik keseimbangan terjadi pada Q sebesar Q0 dan P sebesar P0. Kemudian, pelaku bai’ najasy (misalnya penjual barang X) sengaja menciptakan isu yang tidak berdasar atau melakukan tindakan-tindakan tertentu (misalnya menyuruh temannya untuk berpura-pura ingin membeli barang X denga harga diatas harga P0 sehingga orang-orang tertarik untuk membeli barang X tersebut). Akibatnya , permintaan terhadap barang X



meningkat secara tidak alamiah.



Kurva permintaan bergeser ke arah kanan atas dari D0 menjadi D1. Peningkatan permintaan ini menyebabkan peningkatan harga yang tidak alamiah pula, dari P0 3



menjadi P1. Akibatnya, pelaku bai’ najasy dapat menikmati tambahan keuntungan yang juga tidak alamiah. Revenue (penerimaan) sebelum najasy dilakukan adalah sebesar P0 dan Q0. Setelah najasy dilakukan, penerimaan bertambah menjadi P1 dan Q1. Tambahan penerimaan ini merupakan penerimaan haram.3



2.3



Larangan Ikhtikar Ikhtikar (menimbun) dilarang dalam agama karena mengandung makna



aniaya atau merusak pergaulan. Para ulama mengemukakan arti atau definisi ihtikar (menimbun) berbeda-beda seperti halnya yang diterangkan oleh Muhammad bin Ali Asy-Syaukani mendefinisikan ikhtikar sebagai penimbunan atau



penahan



barang



dagangan



dari



peredarannya.



Imam



Al-Ghazali



mendefinisikan ikhtikar adalah aktivitas penyimpanan barang dagangan oleh penjual makanan untuk menunggu melonjaknya harga dan penjualannya ketika harga melonjak. Ulama Madzhab Maliki mendefiniskan ikhtikar ini sebagai praktek penyimpanan barang oleh produsen baik makanan, pakaian dan segala barang yang merusak pasar. Adapun dasar hukum larangan ihtikar adalah berdasarkan hadist Nabi SAW yang bersumber dari Said bin al-Musayyab dari Ma’mar bin Abdullah Al-Adawi bahwa Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah seorang yang melakukan ikhtikar kecuali ia berdosa.” (HR. Muslim) Praktek bisnis ini sering diidentikkan dengan praktek monopoli, namun sesungguhnya ikhtikar tidak hanya monopoli, karena monopoli bolehnya benar ketika diperlukan. Ikhtikar lebih cenderung pada praktek penimbunan dalam upaya spekulasi. Rasulullah melarang praktek semacam ini karena akan menimbulkan kenaikan harga yang tidak diinginkan. Adanya ikhtikar ini tentu saja merugikan konsumen sebab mereka harus membeli dengan harga yang lebih tinggi yang merupakan monopolistic rent. Agar harga kembali pada posisi harga pasar maka pemerintah dapat melakukan berbagai upaya menghilangkan penimbunan ini (misalnya dengan penegakan hukum), bahkan juga dengan intervensi harga. Dengan harga yang ditentukan ini



3



Sumar’in, Ekonomi Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013, Hal. 161.



4



maka para penimbun dapat dipaksa (terpaksa) menurunkan harganya dan melempar barangnya ke pasar. Contok praktek Ikhtikar digambarkan oleh kurva berikut ini:



Akibat ikhtikar yang dilakukan penjual maka kurva penawaran S bergeser menjadi S’, dengan tingkat harga berubah dari Pp menjadi Pi. Pemerintah dapat menetapkan harga dengan mengacu kepada harga pasar yang wajar. Penetapan harga yang wajar ini akan memaksa penjual untuk menjual kembali barang-barang yang ditimbunnya, sehingga kurva penawaran S ‘ kembali menuju S. Praktek Ikhtikar dilarang karena sangat berdampak pada penetuan harga yang menjadi sangat tinggi dan mendzolimi pihak pembeli. Dari adanya praktek ikhtikar produsen akan menjadi penentu harga karena pihak produsen mempunyai kendali penuh terhadap kualitas dan kuantitas barang serta menjadi penentu harga. Hal ini menjadikan produsen dengan seenaknya memperbesar atau memperkecil jumlah produksi untuk menaikkan dan menurunkan harga barang.4



2.4



Talaqqi Rukban Praktek ini adalah bagian dari distorsi pasar pada sisi penawaran dilakukan



dengan cara menghadang orang-orang yang membawa barang dari desa dan membeli barang tersebut sebelum tiba di pasar dimana harga yang disepakati tidak didasarkan informasi yang utuh dari penjual. Praktik ini menjadikan harga jual



4



Ibid. Hal. 162



5



pedagang di desa sangat murah dan dijual kembali oleh pembeli (pedagang) dengan harga yang sesuai atau justru lebih tinggi di pasar, sehingga pedagang mendapatkan keuntungan yang sangat tinggi dari praktek tersebut. Dari Anas ra, beliau berkata; “Rasulullah SAW melarang orang orang kota menjual barang desa yang baru datang sebelum sampai di pasar, walaupun orang itu saudara kandungnya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Rasulullah melarang praktek semacam ini dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kenaikan harga. Beliau memerintahkan agar barang-barang langsung dibawa ke pasar, sehingga penyuplai barang dan para konsumen bisa mengambil manfaat dari harga yang sesuai dan alami. Lebih lanjut praktek ini juga akan sangat merugikan konsumen karena dua hal, pertama terjadinya rekayasa penawaran, yaitu mencegah masuknya barang ke pasar (entry barrier) dan kedua mencegah penjual dari luar kota untuk mengetahui harga yang berlaku di pasar. Contoh praktek Talaqqi Rukban digambarkan oleh kurva berikt ini;



Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa tindakan Talaqqi Rukban sangat mempengaruhi harga yang terjadi utamanya akan merugikan pihak pedagang (petani) di desa dan juga merusak harga pasar. Dengan adanya penghadangan oleh pedagang pada petani menjadikan kurva penawaran mempengaruhi harga dimana harga terbentuk mestinya pada titik P2 berubah menjadi P1. Tingginya harga pada P1 dipengaruhi oleh ketersediaan barang yang



6



berkurang di kota karena pedagang desa tidak bisa masuk ke kota yang mestinya jumlahnya X2 sehingga hanya sebesr X1. Dari sini dapat disimpulkan bahwa praktek Talaqqi Rukban merupakan salah satu praktek dzolim yang tidak bisa diterima dalam Ekonomi Islam. Dari kasus ini memberikan gambaran bahwa hasil produksi (utamanya hasil pertanian) mestinya harus dijual dalam pasar terbuka, sehingga amenjadikan harga terkendali dan sesuai dengan harga yang adil. Dimana praktek tengkulak yang terjadi selama ini yang mengancam petani merupakan salah satu hal yang harus dihindari dan dicarikan jalan keluarnya agar harga bisa terkendali dengan baik.5



2.5



Tadlis Kondisi ideal dalam pasar adalah apabila penjual dan pembeli mempunyai



informasi yang sama tentang barang yang akan diperjualbelikan. Apabila salah satu pihak tidak mempunyai informasi seperti yang dimiliki oleh pihak lain maka salah satu pihak akan merasa dirugikan dan terjadi kecurangan atau penipuan. Kitab suci Al Qur’an dengan tegas telah melarang semua transaksi bisnis yang mengandung unsur penipuan dalam segala bentuk terhadap pihak lain.” Seperti dalam surat Al-An’am: 152 yang artinya: “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikul beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya.” Dalam sistem Ekonomi Islam hal ini juag dilarang karena dengan adanya informasi yang tidak sama antara kedua belah pihak, maka unsur “an Tarradin Minkum” (rela sama rela) dilanggar. Selanjutnya, tadlis itu sendiri dilarang dalam empat macam aktivitas meliputi: 2.5.1 Tadlis dalam Kuantitas Tadlis dalam bentuk ini adalah bentuk penipuan dimana dengan mengurangi takaran (timbangan) serta memberikan harga yang tidak sesuai dengan kuantitas yang diperoleh oleh pembeli. Misalnya beras harga 100 ton karena jumlahnya



5



Ibid. Hal. 163



7



banyak dan dikirim dalm container sehingga pembeli hanya percaya pada kiriman penjual. Namun sesungguhnya penjual hanya mengirim barang seberat 98 ton. Untuk meliha strategi yang digunakan kedua belah pihak kita bisa menganalisanya dengan menggunakan pendekatan matrix, seperti pada tabel dibawah ini: Matrix Perilaku Pedagang dan Pembeli Pembeli



Penjual



Curiga



Tidak Curiga



Jujur



2, -2



4, 4



Tidak Jujur



0, -4



0,2



Dari tabel diatas dapat diketahui adanya strategi dominan. Dimana ketika penjual berlaku jujur, ia akan memperoleh berkah (manfaat) yang lebih besar dibandingkan dengan berlaku tidak jujur. Dari sini dapt disimpulkan bahwa pilihan terbaik bagi penjualadalh bersikap “jujur”. Di sisi lain, apabila pembeli menaruh curiga pada penjual, maka pembeli tersebut akan memperoleh manfaat yang negatif. Pembeli akan memperoleh berkah bila tidak menaruh curiga terhadap penjual. Dengan demikian hasil akhir yang terbaik adalah penjual “jujur” dan pembeli “tidak curiga” (kanan atas). Perilaku penjual yang tidak jujur di samping merugikan dirinya juga merugikan pihak pembeli. Apapun tindakan pembeli, penjual yang tidak jujur akan mengalami penurunan manfaat, begitu pula pembeli akan mengalami penurunan berkah. Praktek mengurangi timbangan dan mengurangi takaran merupakan contoh klasik yang selalu digunakan untuk menerangkan penipuan kuantitas ini.6 2.5.2 Tadlis dalam Kualitas Tadlis kualitas merupakan bentuk penipuan dimana barang yang diberikan (dikirim) tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Termasuk dalam tadlis kualitas adalah menyembunyikan cacat atau kualitas barang yang buruk yang tidak sesuai dengan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Contohnya 6



Ibid. Hal. 164



8



dalam penjualan motor bekas. Pedagang menjual motor bekas dengan kualifikasi B kondisi 80% baik, dengan harga Rp 10.000.000,-. Pada kenyataannya, tidak semua penjual menjual motor bekas dengan kualifikasi yang sama. Sebagian penjual, menjual motor dengan kualifikasi yang lebih rendah tetapi menjualnya dengan harga yang sama yaitu Rp 10.000.000,- padahal dengan kualitas dan barang (utamanya mesin) seperti itu dipasaran hanya dijual Rp 7.000.000,-. Pembeli tidak dapat membedakan mana motor dengan kualifikasi rendah dan mana motor dengan kualifikasi yang lebih tinggi, hanya penjual saja yang mengetahui dengan pasti kualifikasi batang yang dijualnya. Kondisi ini dapat digambarkan pada tabel berikut ini. Matrix Persepsi Pedagang dan Pembeli Persepsi Pembeli



Pernyataan Penjual



Baik



Buruk



Jujur



2, 2



-4, 4



Tidak Jujur



4, -4



2, 2



Dari tabel Matrix diatas terlihat bahwa bila penjual menjual motor kualitas buruk dengan mengatakannya sebagai kualitas baik, maka pembeli akan menderita kerugian (-4) karena ia membeli barang dengan kualitas yang tidak sesuai dengan harganya, sedangkan penjual menikmati keuntungan (4) secara material. Sebaliknya penjual motor kualitas baik, namun pembeli berpersepsi motor itu berkualitas buruk . Dalam hal ini penjual merasa dirugikan (-4), sedangkan pembeli diuntungkan (4). Jelaslah dengan adanya informasi yang tidak sama , akan ada pihak yang terdzalimi. Ekuilibium akan terjadi bila penjual menjual motor kualitas buruk kepada pembeli yang melihat motor itu sebagai motor yang berkualitas buruk . Atau apabila penjual menjual motor berkualitas baik kepada pembeli yang melihat motor itu sebagai motor berkualitas baik. Dengan kata lain, motor kualitas buruk



9



mempunyai pasarnya sednriri dan motor kualitas baik mempunyai pasarnya sendiri.7



2.5.3 Tadlis dalam Harga (Ghaban) Tadlis harga ini termasuk menjual barang dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah dari harga pasar karena ketidaktahuan pembeli dan penjual. Dalan fikih disebut ghaban. Katakanlah seorang musafir dari Bandung menggunakan kereta api menuju Yogyakarta. Ketika tiba di stasiun Yogyakarta dia (musafir) memutuskan untuk naik taksi. Namun sang musafir tidak mengetahui harga jasa layanan taksi yang harus dibayar untuk menuju alamat rumah yang hendak dituju dari stasiun. Karena melihat gelagat orang baru yang tidak tahu ongkos pasaran taksi maka sang supir memasang tarif jasa layanan taksi sebesar Rp 70.000,- menuju alamat yang hendak dituju ang musafir. Padahal denga jarak demikian, pasarannya biasanya hanya Rp 40.000,-. Kelebihan harga Rp 30.000,- merupakan bentuk penipuan yang dilakukan oleh supir taksi yang dilarang dalam Islam. Untuk memperjelas kondisi diatas maka akan kita susun dalam bentuk matrix sebagai berikut: Matrix Harga Jasa Pembeli



Supir Taksi



Tabel



diatas



Naik Taksi



Naik Bis



Harga Pasaran



3, 3



0, 1



Harga tipuan



5, -5



0, 2



menjelaskan, pada saat



musafir memutuskan untuk



menggunakan taksi agar lebih nyaman dan cepat sampai ditujuan (3), supir taksi mempunyai 2 pilihan yaitu menggunakan harga harga pasaran atau harga tipuan. Dengan menggunakan harga pasar, supir taksi akan memperoleh 3, sedangkan bila menggunakan harga tipuan supir taksi akan memperoleh 5. Karena baru pertama kali ke Yogyakarta dan musafir tidak tahu besarnya harga pasar, maka supir taksi



7



Ibid. Hal. 165



10



menggunakan harga tipu agar memperoleh keuntungan lebih besar (5). Keputusan ini membuat musafir terzalimi dan rugi besar (-5). Bila supir taksi terus-menerus menggunakan strategi ini, atau bila reputasi buruk supir taksi di stasiun menjadi rahasia umum, maka musafir akan mengetahui dan tidak akan mau dirugikan lagi. Oleh karena itu, apabila supir menggunakan harga tipu lagi, maka musafir akan menggunakan strategi lain yaitu tidak menggunakan jasa taksi, tetapi menggunakan bis. Pada saat musafir memutuskan naik bis, maka musafir merasa lebih senang naik bis dan supir taksi tidak akan memperoleh apapun (0). Musafir bahkan merasa lebih senang naik bis (2) walaupun supir taksi menawarkan harga pasar (1), karena ini merasa lepas dari kezaliman dan dapat memberikan pelajaran kepada supir taksi. Sebaliknya, juka sejak awal supir taksi menggunakan harga pasar, maka musafir akan menggunakan. Ini akan memperoleh 3 dan musafir juga memperoleh 3. Pada kondisi ini tidak ada pihak yang dizalimi, keduanya akan memperoleh keuntungan.8 2.5.4 Tadlis dalam Waktu Penyerahan Tadlis dalam jenis ini terjadi ketika seorang pedagang yang menjanjikan penyerahan barang dalam waktu dekat hanya untuk agar si pembeli merasa dilayani dengan cepat sehingga memutuskan untuk melakukan pemesanan, padahal sang penjual tidak mampu untuk melakukan penyerahan dalam waktu yang disepakati. Meskipun tadlis dalam bentuk ini berkaitan secara langsung dengan kondisi dan nilai barang, namun hal ini sangat merugikan pembeli ketika manfaat barang yang dia sudah pesan tidak bisa digunakan dalam waktu yang telah disepakati. Hal ini tentunya secara tidak langsung akan berimbas pada masalh ekonomi dan masalah lainnya. Sebagai contoh, misalnya, sepasang pengantin yang memesan baju pengantin pada seorang designer. Sesuai kesepakatan mestinya baju tersebut selesai dalam waktu satu bulan dan hendak dipakai pada bulan depan untuk acara pernikahan sang pengantin. Karena takut merasa rugi untuk melepas pesanan dari sang pengantin, maka sang designer bersedia membuatkan baju untuk pengantin, 8



Ibid. Hal. 166



11



padahal dia sadar bahwa dari kondisi kerjaan dan waktu dia tidak mungkin untuk menyelesaikan baju sang pengantin tersebut. Akibat dari tadlis penyerahan ini sang pengantin harus mencari solusi lain untuk mencari baju pengantin lain baik dengan cara menyewa atau membeli dengan kualitas yang tidak diinginkan. Jelaslah dari kasus ini bahwa tadlis waktu penyerahan sangat merugikan baik dipihak penerima jasa maupun dipihak pembuat jasa.9



2.6



Taghrir Taghrir berasal dari kata gharar. Kata gharar sendiri berasal dari kata



gharara yang menunjukkan kerusakakan kepemilikan pribadi atau seseorang tanpa disadarari. Secara umum kata ini bisa diartikan bahaya, ancaman, kerusakan, atau resiko. Secara spesifik gharar diartikan sebagai kondisi yang tidak dapat dipastikan yang terdapat pada transaksi yang kualitas dan kuantitas yang komoditasnya tidak dapat ditetapkan dan diketahui sebelumnya. Dalam sistem jual beli gharar ini terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara batil padahal Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara yang batil sebagaimana tersebut dalam firman-Nya: “Dan janganlah kamu memakan harta diantara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menytuap harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah 2: 188). Sedangkan jual beli gharar, menurut keterangan Syaikh As-Sa’di, termasuk dalam kategori perjudian. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sendiri menyatakan, semua jual beli gharar, seperti menjual burung di udara, onta dan budak yang kabur, buah-buahan sebelum tampak buahnya,dan jual beli al-hashah seluruhnya termasuk perjudian yang diharamkan Allah di dalam Al Qur’an. Seperti halnya tadlis, taghrir atau gharar juga meliputi empat aspek yang dilarang meliputi kuantitas, kualitas, harga dan penyeraahan barang dengan penjelasan sebagai berikut.



9



Ibid. Hal. 167



12



2.6.1 Taghrir Kuantitas Contoh taghrir kuantitas adalah sistem ijon. Misalnya petani sepakat untuk menjual hasil panennya (Jeruk dengan kualitas A) kepada tengkulak dengan harga Rp 800.000,- secara keseluruhan pada dari total kebun yang dimiliki petani. Dimana saat kesepakatan dilakukan, kebun si petani belum dapat dipanen. Dengan demikian, kesepakatan jual beli dilakukan tanpa menyebutkan spesifikasi mengenai berapa kuantitas yang dijual (berapa ton atau berapa kuintal) padahal harga sudah ditetapkan. Dengan demikian, terjadi ketidakpastian menyangkut kuantitas barang yang ditansaksikan. Misalnya berdasarkan pengalaman historis dalam ramalan cuaca dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), kita dapat mengidentifikasi tiga skenario kejadian sebagai berikut: Probabilitas Hasil Panen



Skenario



1.



Harga



Kuantitas



Harga



Hasil Panen



Jual/Ton



0,3



2 Ton



1.000.000



2.000.000



0,3



1 Ton



1.000.000



1.000.000



0,4



0,5 Ton



1.000.000



500.000



Probabilitas



Jual Total



Optimis: Cuaca bagus, Tanpa gangguan



2.



Moderat



3.



Pesimis: Cuaca buruk, terserang hama



Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ketika taghrir saat tengkulak membeli panen tanpa kejelaasan hasil. Sehingga terjadinya spekulasi (untung-untungan) dari kedua belah pihak, dan tentunya akan ada pihak yang dirugikan. Bila yang terjadi skenario moderat, si tengkulak mendapatkan untung Rp 200.000,-. Bila yang terjadi skenario optimis, tengkulak mendapatkan laba Rp 1.200.000,-. Jika yang terjadi sebaliknya yaitu skenario pesimis, tengkulak rugi Rp 300.000.



13



Catatan terpenting dalam hal ini bukanlah pada nilai keuntungan dan kerugian yang diperoleh baik oleh petani ataupun tengkulak. Melainkan praktek untung-untungan yang merupakan bagian dari praktek judi yang akan menimbulkan keuntungan disatu pihak dengan mengakibatkan kerugian dipihak lain.10 2.6.2 Taghrir dalam Kualitas Contoh taghrir kualitas adalah menjual ternak yang masih dalam kandungan induknya, misalnya pada anak sapi yang masih dalam kandungan induknya. Penjual sepakat untuk menyerahkan anak sapi tersebut segera setelah sapi lahir, seharga Rp 1.500.000,-. Dalam hal ini, baik si penjual maupun si pembeli tidak dapat memastikan kondisi fisik anak sapi tersebut apabila nanti sudah lahir. Apakah akan lahir normal, cacat atau lahir dalam keadaan mati. Dengan demikian terjadi ketidakpastian menyangkut kualitas barang yang ditransaksikan. Sehingga dalam praktek ini tentunya ada unsur spekulasi (untunguntungan) yang menimbulkan kerugian disatu pihak. Lebih jelasnya untuk bisa menggambarkan kondisi kemungkinan dari anak sapi tersebut dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Probabilitas Hasil Ternak Harga



Keuntungan



Jual



Pembeli



0,7



1.000.000



500.000



Lahir Cacat



0,2



250.000



(750.000)



Lahir Mati



0,1



0



(1.500.000)



Skenario



Probabilitas



1.



Lahir Normal



2. 3.



Dari tabel diatas dapat disimpulkan bila anak sapi tersebut lahir normal, si pembeli untung Rp 500.000, namun bila ternyata anak sapi tersebut lahir cacat justru yang terjadi adalah pembeli rugi Rp 750.000 dan bila anak sapi tersebut lahir dalam kondisi mati si pembeli rugi Rp 1.500.000 artinya dalam pembelian



10



Ibid. Hal. 168



14



ini uangnya tidak bisa lagi diambil karena dianggap siap menanggung risiko dari setiap kondisi yang terjadi.11 2.6.3 Taghrir dalam Harga Taghrir harga terjadi ketika misalnya seorang penjual menyatakan bahwa ia akan menjual satu unit panci merek ABC seharga Rp 10.000,- bila dibayar tunai, atau Rp 50.000,- bila dibayar dengan kredit selama lima bulan, kemudian si pembeli menjawab “setuju”. Ketidakpastian muncul karena adanya dua harga dalam satu akad. Tidak jelas harga mana yang berlaku, Rp 10.000,- atau Rp 50.000,-. Katakanlah ada pembeli yang membayar lunas pada bulan ke-3, berapa harga yang berlaku saat itu? Atau ekstrimnya membayar satu hari setelah penyerahan barang, berapa harga yang berlaku? Dalam kasus ini, walaupun kuantitas dan kualitas barang sudah ditentukan, tetapi terjadi ketidakpastian harga barang karena si penjual dan si pembeli tidak menyepakati satu harga dalam satu akad.12 2.6.4 Taghrir dalam Penyerahan Barang Salah satu contoh taghrir dalam penyerahan barang misalnya pembelian burung yang masih di udara atau pembelian ikan yang masih di dalam lautan. Dalam kasus ini Rohman adalah seorang nelayan dan Fadil meminta kepada Rohman untuk mencarikan cumi-cumi sebanyak 1 kuintal, kemudian Rohman dan Fadil membuat kesepakatan. Rohman memberikan harga kepada Fadil sebesar Rp 1.500.000 sedangkan harga pasarnya adalah Rp 2.500.000 per 1 kuintal cumicumi tersebut. Cumi-cumi akan segera diberikan setelah didapatkan. Dalam transaksi ini terjadi ketidakpastian menyangkut waktu penyerahan barang, karena barang yang dijual tidak diketahui keberadaannya. Mungkin akan memerlukan waktu satu minggu, dua minggu, tiga minggu atau bahkan tidak didapatkan sama sekali. Hal ini membuat transaksi tersebut dilarang dan diharamkan.13



11 12 13



Ibid. Hal. 169 Ibid. Hal. 169 Ibid. Hal. 169



15



BAB III PENUTUP



3.1



Kesimpulan Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa distorsi pasar adalah suatu gangguan yang terjadi terhadap sebuah mekanisme pasar yang ideal/sempurna menurut prinsip teori Ekonomi Islam. Secara garis besar terdapat tiga macam penyebab terjadinya distorsi pasar yang pertama yaitu rekayasa permintaan (ba’i najasy), rekayasa penawaran (ihktikar) dan talaqqi rukban, yang kedua adalah tadlis yang terdapat dalam empat bentuk yaitu tadlis dalam kuantitas, tadlis dalam kualitas, tadlis dalam harga (ghaban) dan tadlis dalm waktu penyerahan, serta yang ketiga yaitu taghrir yang terdapat dalam empat bentuk yaitu taghrir dalam kuantitas, taghrir dalam kualitas, taghrir dalam harga dan taghir dalam penyerahan barang. Dengan adanya gangguan atau distorsi pasar yang tejadi, maka mekanisme pasar tidak dapat berjalan dengan baik karena terdapat faktor yang mendistorsinya. Sehingga peran pemerintah sangat diperlukan dalam bentuk kebijakan pasar, hal ini untuk mencegah pasar berjalan tidak normal atau mencegah distorsi pasar tersebut.



16



DAFTAR PUSTAKA



Karim, Adiwarman A. (2007). Ekonomi Mikro Islami. Depok: PT RajaGrafindo Persada. Sumar’in. (2013). Ekonomi Islam: Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.



17