Disusun Sebagai Tugas Terstruktur Mata Kuliah: Filsafat Ilmu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ARTIKEL FILSAFAT ILMU 1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU 2. PENGERTIAN ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI, AKSIOLOGI 3. TOKOH-TOKOH FILSAFAT DAN PENDAPATNYA TENTANG ONTOLOGI: BEING/REALITY/EKSISTENSI/ESENSI/SUBSTANSI 4. PERBANDINGAN ANTARA PENDAPAT TOKOH FILSAFAT KLASIK DAN REALITA PENEMUAN SAINS DAN TEKNOLOGI KEKINIAN TENTANG BEING 5. KESIMPULAN DAN ANALISIS KRITIS Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Filsafat ilmu Dosen Pengampuh: Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos



Disusun Oleh: Nama



: Karmila sari



NIM



: L1C020042



Fakultas&Prodi



: Fisipol-Sosiologi



Semester



:1



PROGRAM STUDI SOSIOLOGI UNIVERSITAS MATARAM T.A. 2020/2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas terstruktur mata kuliah Filsafat Ilmu ini. Selain itu, penulis juga berharap agar tugas ini memberi manfaat dan wawasan bagi pembacanya. Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW atas perjuangannya membawa umatnya kejalan yang terang benderang dan membawa umatnya dari zaman jahiliah menuju zaman yang kaya akan ilmu seperti sekarang ini. Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Filsafat Ilmu yang telah meberikan ilmu yang sangat berharga bagi saya. Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat di kemudian hari bagi saya dan khalayak banyak yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai filsafat. Dengan kerendahan hati saya mengucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan dalam proses pembuatan tugas. Saya berharap terbuka atas kritik dan saran sebagai bagian dari revrensi.



Penyusun, taliwang, 14 Oktober 2020



Karmila sari L1C020042



DAFTAR ISI HALAMAN COVER



i



KATA PENGANTAR



ii



DAFTAR ISI



iii



BAB I. Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat Ilmu



1



BAB II. Pengertian Ontologi, Epistimologi, Aksiologi



6



BAB III. Tokoh-Tokoh Filsafat dan Pendapatnya tentang Being (Ontologi)



9



BAB IV. Perbandingan Pendapat Tokoh-Tokoh Filsafat Klasik dan Temuan Sains-Teknologi Kekinian tentang Being



11



BAB V. Kesimpulan dan Analisis Kritis



16



DAFTAR PUSTAKA



17



LAMPIRAN



BAB I Pengertian dan ruang lingkup Filsafat Ilmu Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersifat ekstensial artinya sangat erat hubunganya dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, dapat dikatakan filsafatlah yang menjadi motor penggerak kehidupan kita sehari-hari sebagai manusia pribadi maupun sebagai manusia kolektif dalam bentuk suatu masyarakat atau bangsa. Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982). Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut. Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benartidaknya dapat ditentukan. Untuk mengatasi semakin majunya antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal



tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences). Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu. Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah. Sebelum pembahasan lebih jauh tentang filsafat ilmu, perlu dipahami tentang makna kedua kata tersebut, sehingga pada pembicaraan selanjutnya tidak terjadi makna yang kabur dan samar sehingga akan dipahami secara komprehensif dan mendalam tentang hakikat dan makna ilmu secara filosofis. A. Pengertian Filsafat Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno: Philosophia, yang terdiri atas dua kata : philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensia). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orang yang berfilsafat disebut filosof yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.



Filsafat merupakan cara berpikir yang kompleks, suatu pandangan atau teori yang sering tidak bertujuan praktis, tetapi teoretis. Filsafat selalu memandang sebab-sebab terdalam, tercapai dengan akal budi murni. Filsafat membantu untuk mendalami pernyataan asasi manusia tentang makna realitas dan ruang lingkupnya yang dapat dipelajari secara sistematik dan historis. Ada beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof yaitu : 1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas. 2. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan. 3. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu anda melihat apa yang Anda katakan dan untuk mengatakan apa yang Anda lihat. Banyak pengertian definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan. Diberikan juga pengertian kata hikmah (sophos) yang merupakan salah satu makna dari falsafat yaitu mencintai hikmah. Fuad Iframi, Ibnu Mundzir, Al-Jurjani dan Ibn Sina memberikan pengertian hikmah yang secara tekstual berbeda namun secara kontekstual tetap sejalan. Salah satu diantaranya yang didefinisikan oleh Ibn Sina. Menurutnya hikmah adalah mencari kesempurnaan diri manusia dengan menggambarkan segala urusan dan mebenarkan segala hakikat baik yang bersifat teori maupun praktik menurut kadar kemampuan seseorang. Berdasarkan beberapa komentar yang telah dipaparkan oleh para pakar di atas, maka penulis menyimpulkan secara sederhana dan dominan bahwa filsafat itu : Filein (Mencintai) dan sophia (kebijaksanaa). Dengan demikian filsafat adalah ilmu yang mencintai dan mencari kebijaksanaan, atau pengetahuan mengenai semua hal melalui



sebab-sebab terakhir yang didapati melalui penalaran atau akal budi. Ia mencari dan menjelaskan hakekat dari segala sesuatu. Oleh karena itu Filsafat pada perisipnya adalah induk semua ilmu, demikian kata kaum filosof. Pada awalnya, cakupan obyek filsafat memang jauh lebih luas dibandingkan dengan ilmu. Keterbatasan ilmu hanya pada obyek kajian yang bersifat empiris saja, sementara obyek kajian filsafat mencakupi seluruhnya yaitu baik yang bersifat empiris maupun yang bersifat non-empiris. Dalam perjalanan selanjutnya, ilmu semakin berkembang dengan pesatnya sehingga ilmu itu sudah terlepas dari induknya dan menyebabkan tindakan ilmu semakin liar, arogan dan kompartementalisasi antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu lainnya. Dengan kondisi seperti itu, diperlukan pemersatu visi keilmuan dari berbagai disiplin ilmu. Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan diharapkan dapat berperan kembali sebagaimana fungsinya untuk mengayomi semua bidang ilmu agar dapat berjalan pada jalurnya yaitu ilmu untuk kemaslahatan manusia.



B.PENGERTIAN ILMU Kata ilmu berasal dari bahasa Arab : ‘Alima, ya’lamu, ilman, yang berarti : mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science (pengetahuan). Menurut kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan yang tersusun secara sistematis, logis dengan menggunakan metode tertentu dan bersifat empiris. Asley Montagu, seorang Guru Besar Antropolog di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam suatu system yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji. Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Ilmu merupakan mata kita terhadap berbagai kekurangan. Ilmu tidak mengikat apresiasi kita terhadap ilmu itu sendiri. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya telah teruji secara empiris. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan dan



interaksi di antara aktivitas, metode dan pengetahuan dapat digambarkan sebagai bagan segitiga penyusun menjadi ilmu.



Pengertian Filsafat Ilmu Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang terpisah tetapi saling terkait. Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal mempunyai obyek material dan obyek formal. Obyek materinya adalah segala yang ada baik yang tampak (dunia empirik) maupun yang tidak tampak (alam metafisik). Sementara Ilmu juga memiliki dua obyek yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek materialnya adalah alam nyata misalnya tubuh manusia untuk ilmu kedokteran, planet untuk ilmu astronomi dan lain sebagainya. Sedangkan obyek formalnya adalah metoda untuk memahami obyek material misalnya pendekatan induktif dan deduktif. Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran yang reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu terhadap lambang-lambang dan struktur penalaran tentang sistem lambang yang digunakan. Filsafat ilmu adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, sangka wacana dan postulat mengenai ilmu. Filsafat ilmu merupakan studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka macam yang ditunjukkan untuk menetapkan batas yang ditentukan. Filsafat ilmu dapat dibagi menjadi dua, yaitu: (i) Filsafat ilmu dalam arti luas, yaitu menampung permasalahan yang menyangkut berbagai hubungan luar dari kegiatan ilmiah. (ii) filsafat ilmu dalam arti sempit yaitu menampung permasalahan yang bersangkutan dengan hubungan hubungan ke dalam yang terdapat dalam ilmu yaitu pengetahuan ilmiah dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah. Dengan mempelajari filsafat ilmu, maka kita akan mengetahui dan sekaligus akan menyadari bahwa pada hakekatnya ilmu itu tidak bersifat statis (tetap) namun dinamis seirama dengan perkembangan akal dan budi. Sesuatu yang dulunya dianggap sebagai ilmu yang dianutnya tetapi pada masa tertentu akan basi dan ditinggalkan karena sudah tidak sesuai dengan zaman. Disinilah perlunya kita selalu berusaha



untuk mengembangkan dan sekaligus memperbaharui ilmu. Kita menyadari bahwa untuk memahami hakekat suatu kejadian atau hukum-hukum kausalitas itu tidak cukup hanya mengandal sumber daya indrawi semata (seperti dengan mata, pendengaran, penciuman, dan perasa) saja akan tetapi perlu perenungan yang sangat mendalam dengan menggunakan akal, budi dan hati (jiwa). Disinilah perlunya umat Islam berfilsafat ilmu. Bila sementara orang menganggap berfilsafat itu haram karena akan membuat manusia murtad dari ajaran Tuhan, maka sesungguhnya pandangan seperti ini perlu dilakukan kajian yang mendalam. Hal yang perlu menjadi bekal bila seseorang ingin berfilsafat adalah dasar pengetahuan yang kuat tentang berbagai hal, dan memiliki kecerdasan spiritual yang dapat menghubungkan hukum-hukum sebab akibat dan senantiasa mempunyai kedekatan hubungan dengan Sang Pencipta melalui ketaatan melaksanakan ajaran-Nya sehingga ilmunya menjadi terbimbing dan terarah.



Ruang Lingkup Filsafat ilmu Apa yang merupakan objek dan ruang lingkup ilmu? Ilmu membatasi lingkup pada batasan pengalaman manusia juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun kebenaran yang secara empiris. Secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian yang berada dalam lingkup pengalaman manusia. secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu sehingga filsafat ilmu perlu menjawab persoalan ontologis (esensi, hakikat, obyek telaah), epistemologis (cara, proses, prosedure, mekanisme) dan aksiologis (manfaat, guna, untuk apa). Ruang lingkup filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.



BAB II Pengertian Ontologi,Epistimologi,Aksiologi Ontologi Ontologi merupakan salah satu dari ketiga kajian filsafat yang paling kuno. Ontologi membahas sesuatu yang bersifat nyata dan konkret. Thales, Plato, dan Aristoteles adalah tiga tokoh Yunani yang memiliki pemikiran yang bersifat ontologi. Pada masa Yunani yang masih memiliki pengaruh yang kuat terhadap mitos (mythologi) kebanyakan dari mereka sulit membedakan antara penampakan dan kenyataan sehingga masa tersebut banyak hal yang masih mengkaji kejadian alam dalam bentuk mistis sebagai penanggung jawab dari fenomena alam yang sulit dipahami. Adapun aliran-aliran dalam obyek ontologi adalah sebagai berikut : Aliran Idealisme Ide adalah kata yang memiliki arti sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran Idealisme ini eksistensi mereka ada pada diluar benda fisik karena mereka beranggapan benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran sejati. Karena mereka juga beranggapan bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak nampak. Bagi aliran ini sejatinya justru terletak dibalik yang fisik, mereka berada dalam ide-ide bahwa fisik itu hanyalah sebuah bayang-bayang, sementara, dan selalu menipu. Aliran Realisme Realis adalah sungguh-sungguh atau nyata dan benar. Realisme berpandangan bahwa terdapat satu dunia eksternal nyata yang dapat dikenali. Karna itu objek persepsi indrawi dan pengertiannya memang benar adanya. Objek itu memang dapat diselidiki, dianalisis, dipelajari lewat ilmu, dan hakikatnya lewat ilmu filsafat. Namun, mereka faham ada benda yang dianggap mempunyai wujud tersendiri, ada benda yang tetap kendati diamati. Aliran Eksistensialisme Aliran ini adalah tradisi pemikiran filsafat yang terutama diasosiasikan dengan beberapa filsuf Eropa yang sepaham bahwa pemikiran filsafat bermula dengan subyek manusia, bukan hanya subyek manusia berfikir, tetapi juga individu manusia yang melakukan, merasa, dan yang hidup. Aliran Monoisme



Dalam aliran ini mereka berpendapat bahwa hakikat segala sesuatu hanya bersumber pada satu, tidak mungkin dua. Baik berupa materi ataupun rohani. Haruslah salah satunya menjadi sumber yang pokok dan dominan dalam menentukan perkembangan yang lain. Plato adalah tokoh filsuf yang dikelompokkan dalam aliran ini karena Plato menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarmya. Aliran Dualisme Aliran ini menyatakan bahwa benda itu terdiri dari dua macam hakikat yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat ini sama-sama azali dan abadi. Descartes adalah tokoh dalam aliran ini. Dia dianggap sebagai bapak filsafat modern.ia menanamkan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan) Epistimologi Epistimologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Pengetahuan dalam arti sebuah usaha yang dilakukan secara sadar baik dalam proses atau penarikan kesimpulan mengenai kebenaran suatu hal.Epistimologi berasal dari bahasa Yunani, Epitisme (pengetahuan) dan logos (teori). Adapun aliran-aliran dalam Epistimologi sebagai berikut : Aliran Rasionalisme Paham Rasionalisme ini beranggapan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah rasio. Jadi dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia itu harus dimulai dari rasio tanpa rasio maka mustahil manusia itu dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Rasio adalah pikiran maka pikiran inilah yang akan membentuk pengetahuan. Karena pengetahuanlah manusia berbuat dan menentukan tindakannya sehingga nantinya ada perbedaan perilaku, perbuatan, dan tindakan manusia sesuai dengan perbedaan dan pengetahuan yang didapat tadi. Aliran Empirisme Istilah Empirisme berasal dari bahasa Yunani yang berarti coba-coba/ pengalaman. Aliran ini adalah lawan dari aliran Rasionalisme. Aliran ini adalah suatu aliran yang dalam filsafat menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman



manusia. Dalam aliran ini terdapat penolakan anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika lahir. Aliran ini membawa kebimbangan pada sains dan agama pada zaman modern filsafat, sehingga dapat diasumsikan mengecilkan peranan akal. Aliran Kritisisme Aliran ini adalah aliran yang menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya terlebih dahulu. Kritisisme merupakan aliran yang mengkritik dua pemahaman yang berbeda yaitu Rasionalisme dan Empirisme. Aliran Fenomenologi Fenomenologi adalah sebuah aliran yang sangat kuat untuk mengerti yang sebenarnya terhadap fenomena atau pertemuan kita dengan realita. Fenomenologi merupakan suatu pengetahuan tentang kesadaran murni yang dialami. Aliran Positivisme Aliran ini yang menyatakan bahwa pengetahuan yang autentik hanyalah pengetahuan yang berdasarkan pengalaman nyata.



Aksiologi Aksiologi berasal dari bahasa Yunani Axios (nilai) logos (teori). Axiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Jadi dalam obyek axiologi ini yang ingin dicapai adalah hakikat dan manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan. Adapun aliran-aliran dalam obyek Axiologi sebagai berikut : Aliran Pragmatisme Aliran ini yang bermanfaat kepada diri sendiri dan kepada orang lain. Aliran ini adalah aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran Intuisionisme



Aliran ini adalah sistem etika yang tidak mengukur baik atau buruknya sesuatu perbuatan berdasarkan hasilnya namun lebih berdasarkan kepada niat dalam melakukan perbuatan tersebut. Intuisionisme (berasal dari : intuitio artinya pemandangan) Aliran ini adalah suatu aliran filsafat yang menganggap adanya satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia. Aliran Hedonisme Aliran ini adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan utama dalam hidup mereka. Konsep moral dari aliran ini adalah menyamakan kebaikan dan kesenangan. Jadi semua kesenangan secara fisik selalu membawa kebaikan.



BAB III Tokoh Tokoh Filsafat dan pendapatnya tentang Being(Ontologi) 1.SOCRATES Untuk meriwayatkan hidup Socrates tidak banyak diketahui akan tetapi sebagai sumber utama tentang Socrates diperoleh dari tulisan Aristophonis, Xenoption, Plato, Aristoteles. Seperti halnya yang diriwayatkan, Socrates tidak memungut biaya untuk setiap ilmu yang diberikan kepada muridnya. Cara memberikan pelajaran kepada muridnya dengan cara berdialog (tanya jawab) untuk mengupas kebenaran yang selalu menyelimuti muridnya. Socrates dengan pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki manusia secara keseluruhan, yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah yang keduanya tidak dapat dipisahkan karna dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan. 2.PLATO Plato adalah murid dari Socrates . ia dikenal sebagai ahli pikir dan sastrawan dalam pemikiran filsafatnya, ia mencoba untuk menyelesaikan permasalahan dengan lama : mana yang benar antara pengetahuan lewat indra dengan pengetahuan lewat akal. Pengetahuan indra/ pengetahuan pengalaman bersifat tidak tetap, sedangkan pengetahuan akal bersifat tetap. Dan menurut Plato realitas itu ada pada dunia ide. 3.ARISTOTELES



Aristoteles adalah murid dari Plato dari usia 17 tahun sampai Plato meninggal dunia kira-kira selama 20 tahun. Aristoteles tidak sependapat dengan gurunya bahwa realitas itu ada pada dunia ide. Menurut Aristoteles,yang realitas itu berada pada halhal khusus dan konkret. Jadi pemikiran filsafat Aristoteles adalah realitas yang sungguh-sungguh terdapat pada yang khusus dan individual. Keberadaan manusia bukan di dunia ide, tetapi manusia berada pada yang satu per satu. Dengan demikian, realitas itu terdapat pada yang konkret, yang bermacam-macam, yang berubah-ubah. Itulah realitas yang sesungguhnya menurut Aristoteles. 4.G.W..HEGEL Dia meyakini adanya esensi Roh Mutlak adalah ketidakterikatan atau kebebasan. Komponen yang



kemudian melahirkan konsepsi sosial-politik



dalam negara.



Kebebasan yang sesungguhnya terjadi dalam suatu negara yang rasional, dimana kesadaran diri secara sukarela patuh terhadap hukum dilakukan oleh orang-orang yang sadar (menyadari) sebagai bagian dari budaya mereka. Orang-orang tidak dipaksa untuk patuh. Kesadaran merupakan pertumbuhan alami dari para warga negara. Kebebasan yang dimaksudkan adalah kebebasan yang tidak bersifat individualistik, sebab kebebasan yang individualistik akan selalu melahirkan anarkhi. Perkembanagn kebebasan dalam sejarah manusia dapat terlihat dalam berbagai phase perkembangan.



BAB IV PERBANDINGAN ANTARA PENDAPAT TOKOH FILSAFAT KLASIK DAN REALITA PENEMUAN SAINS DAN TEKNOLOGI KEKINIAN TENTANG BEING



Pemikiran Ibn al-Haytham Ibn al-Haytham dilahirkan di Basrah pada tahun 354 H bertepatan dengan 965 M. Ia memulai pendidikan awalnya di Basrah. Setelah itu beliau mengabdi menjadi pegawai pemerintah di daerah kelahirannya. Setelah beberapa lama berbakti kepada pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan beliau melanjutkan pendidikan dan mencurahkan perhatian pada penulisan. Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir. Selama di sana beliau mengambil kesempatan melakukan beberapa kerja penyelidikan mengenai aliran Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang tambahan dalam menempuh perjalanan menuju Universitas al-Azhar. Usaha itu membuahkan hasil, beliau menjadi seorang yang amat mahir dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan falsafah. Ibn al-Haytham merupakan ilmuwan yang gemar melakukan penyelidikan. Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli sains Barat seperti Boger Bacon, dan Kepler, pencipta mikroskop serta teleskop. Ia merupakan orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai data penting mengenai cahaya. Beberapa percobaan dilakukan oleh Ibn al-Haytham, di antaranya percobaan terhadap kaca yang dibakar, dan dari situ ditemukanlah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para ilmuwan di Itali untuk menghasilkan kaca pembesar yang pertama di dunia dan prinsipnya tetap diadopsi oleh ilmuwan-ilmuwan setelahnya. Ibn al-Haytham meninggal di Kairo, Mesir, sekitar tahun 1040 M. Karena pengamatannya yang mendalam pada bidang optika, konsep-konsepnya menjadi dasar ilmu optika. Selain itu, dia mengantarkan optika pada kemajuan pesat masa kini. Dengan demikian, Ibn al-Haytham mendapat julukan sebagai “Bapak Optika Modern.” Beberapa penemuan ibn a-Haytham: 1. Teori Penglihatan (Optik)



Dengan menggunakan kaedah matematika dan fisika modern yang baik, beliau dapat membuat eksperimen yang teliti. Ibnu al-Haytham telah meletakkan prinsip-prinsip optik pada asas yang kokoh. Beliau menggabungkan teori dan eksperimen dalam penelitiannya. Dalam penyelidikannya, beliau telah mengkaji gerakan cahaya, ciri-ciri bayang dan gambar, serta banyak lagi fenomena optik yang penting. Beliau menolak teori Ptolomy dan Euclid yang mengatakan bahwa manusia melihat benda melalui pancaran cahaya yang keluar dari matanya. Tetapi menurut Ibnu al-Haytham, bukan mata yang memberikan cahaya tetapi benda yang dilihat itulah yang memantulkan cahaya ke mata manusia. 2. Cermin Kanta Cekung dan Kanta Cembung Ibnu al-Haytham telah menggunakan mesin lathe (larik) untuk membuat cermin kanta cekung dan kanta cembung untuk penyelidikannya. Dengan ini beliau telah mengkaji tentang cermin sfera dan cermin parabolik. Beliau mengkaji aberasi sferis dan memahami bahwa dalam cermin parabola ke semua cahaya dapat tertumpu pada satu titik. 3. Teori Biasan Cahaya Teori ini agak mengagumkan, beliau telah menggunakan segi empat roadmap pada permukaan biasan beberapa abad sebelum Isaac Newton memperkenalkannya di dunia Barat. Beliau juga percaya kepada prinsip masa tersingkat bagi rentasan cahaya (prinsip fermat). 1. Karya Ibnu Haytham tentang Optik Ibn Haytham merupakan seorang sarjana muslim yang terkenal di dunia Islam dan juga terkenal di kalangan sarjana Barat, yang dikenal di sana dengan nama Alhazen (965-1039 M). Karya-karyanya tidak kurang dari dua ratus buah, yang meliputi matematika, fisika, astronomi, kedokteran dan optik, serta karyakarya terjemahan atau komentar atas karya filsafat Aristoteles dan Galen. Karya monomentalnya adalah di bidang optik, yaitu al-Manāẓir, yang membahas mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan mata. Karya tersebut merupakan refleksi dari kinerja eksperimental yang sudah dibangunnya. Kinerja ilmiah yang sudah dibangun oleh beliau ditransfer oleh Roger Bacon, yang dipandang di Barat sebagai bapak dari metode eksperimental. Al-Manāẓir ini juga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Opticae Thesaurus, dan diterbitkan di Barat pada abad ke-16, dan karya ini juga amat berpengaruh terhadap



Kepler di bidang optik. Al-Manāẓir adalah satu dari karya Ibn al-Haytham yang teragung tentang bidang kajian optik dan buku tersebut pernah menjadi rujukan bagi para ahli kajian optik setelahnya. Karya ini diterjemahkan oleh Witelo pada tahun 1270 M dan kemudian diterbitkan oleh F. Risner pada tahun 1572M dengan nama Thesaurus Opticae. 16 Dalam literatur lain dijumpai bahwa kitab al-Manāẓir telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan judul Opticae Thesaurus Alhazeni Arabis, yang disebarkan oleh Fried Risner pada tahun 1572 dengan libri septem nunc primum editi. 17 . 2. Relevansi Teori Ibn al-Haytham dengan Sains Masa Kini Pemikiran Ibn alHaytham mengenai optik telah banyak memberikan pengaruh kepada ilmuwanilmuwan Barat, hal ini terjadi setelah diterjemahkannya karya-karya Ibn alHaytham ke dalam bahasa Latin. Pada abad ke-13 M, sarjana Inggris, Roger Bacon (1214-1294 M), menulis tentang kaca pembesar dan menjelaskan bagaimana membesarkan benda menggunakan sepotong kaca. “Untuk alasan ini, alat-alat ini sangat bermanfaat untuk orang-orang tua dan orang-orang yang memiliki kelemahan pada penglihatan, alat ini disediakan untuk mereka agar bisa melihat benda yang kecil, jika itu cukup diperbesar,” jelas Roger Bacon. 3. Ibn al-Haytham Membawa Pengaruh ke Dunia Barat Ibnu al-Haytham adalah ilmuwan muslim yang mengkaji ilmu optik dengan kualitas riset yang tinggi dan sistematis. Menurut Howard R Turner, dalam karyanya “Science in Medieval Islam”, sebagaimana dikutip oleh Fauziah, dalam Kompasiana19, ilmu optik merupakan penemuan yang paling orisinil dan penting dalam sejarah Islam. 4. Pengembangan Optik Geometri Albrecht Heeffer dalam karyanya Kepler’s Near Discovery of the Sine Law: A Qualitative Computational Model menyatakan, “Ia (al-Haytham) adalah orang pertama yang mengurangi refleksi dan pembelokan sinar cahaya ke komponen, vertikal dan horisontal yang mendasar dalam pengembangan optik geometri.” Menurutnya, al-Haytham juga menemukan teori yang mirip dengan hukum sinus Snell, yang dikemukakan juga oleh AI Sabra dalam karyanya Theories of Light from Descartes to Newton. Menurut KB Wolf dalam karyanya “Geometry and dynamics in refracting systems”, pemikiran Ibn al-Haytham dalam Buku Optik tak seperti ilmuwan kontemporer. J Wade dan Finger, menegaskan, Ibn al-Haytham sangat dihargai dan dihormati berkat penemuan kamera obscura dan kamera pinhole.



Ilmuwan hebat ini juga menulis pembiasan cahaya, terutama pada pembiasan atmospheric, penyebab pagi dan senja sore.21 Pemikiran-pemikiran penting yang diungkap oleh Ibn al-Haytham, antara lain tentang proses penglihatan, bagianbagian mata, catoptrics dan dioptrics, pembiasan cahaya, cermin, dan lensa. Salah satu konsep dasar optika yang berhasil diungkap oleh Ibn al-Haytham adalah tentang proses penglihatan. Penjelasan ilmiah tentang proses penglihatan yang dikemukakan Ibn alHaytham adalah bahwa suatu objek bisa tampak atau terlihat oleh mata karena adanya sinar-sinar yang dipancarkan dari objek tersebut ke mata. Sinar-sinar tersebut difokuskan atau dibiaskan pada retina, kemudian disalurkan ke otak melalui saraf optik, sehingga terbentuklah gambaran objek yang dilihat tersebut. Dalam optika yang berhubungan dengan mata, Ibn al-Haytham adalah orang pertama yang memberi gambaran secara akurat tentang bagian-bagian mata. Istilah-istilah pada bagian-bagian mata yang diperkenalkan Ibn alHaytham, antara lain retina, konjungtiva, iris, lensa, kornea, humour viteous, dan humour aqueous. Dia juga menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian al-Haytham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas, di Spanyol dengan membuat kaca mata. 5. Cara Kerja Pengamatan Ilmu Ibn al-Haytham Ibnu al-Haytham melakukan suatu pengamatan yang seksama terhadap lintasan cahaya yang melalui berbagai medium dan menemukan hukum-hukum pembiasan cahaya. Ibn alHaytham menjadi orang pertama yang mengungkapkan suatu hukum yang berhubungan dengan sifat-sifat cahaya, dan sekarang ini dikenal dengan Hukum Snellius, yakni 600 tahun sebelum Snell menemukan hukumnya itu. Ibn al-Haytham jugalah yang pertama melakukan percobaan penguraian (dispersi) cahaya menjadi warna-warna tertentu. Lebih lanjut mengenai penemuan Ibn alHaytham tentang optik yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan pada generasi di masa kini menjadi benda yang sangat populer dan penting bagi pencatatan sejarah, yakni kamera. Kata kamera yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Arab, yakni qamara. Jauh sebelum masyarakat Barat menemukan kamera, prinsip-prinsip dasar pembuatan kamera telah dicetuskan seorang sarjana Arab, sekitar 1000 tahun silam. Peletak prinsip kerja kamera itu adalah seorang saintis legendaris Arab bernama Ibn al-Haytham. Pada akhir abad ke-10 M, al-Haytham berhasil menemukan sebuah kamera obscura. Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan al-Haytsan bersama Kamaluddin al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena



kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, al-Haytham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata, diproyeksikan melalui permukaan datar. Pemikiran Jabir ibn Hayyan Beliau merupakan seorang ilmuwan dan filosof terkemuka yang memiliki nama lengkap Abu Musa Jabir ibn Hayyan al-Azdi. Kalangan Barat mengenal dengan nama Geber. Beliau lahir di Thus Khurasan, Iran (Persia), pada tahun 721 M atau sekitar abad ke-8. Jabir adalah seorang yang berketurunan Arab,namun ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah orang Persia. Ayahnya bernama Hayyan alAzdi berasal dari suku Arab Azd adalah seorang yang ahli di bidang farmasi dari kabilah Yaman yang besar yaitu kabilah Azad, dan sebagian besar dari mereka berhijrah ke Kufah setelah rubuhnya Bendungan Ma’rib. Disamping seorang yang ahli di bidang farmasi, ayahnya juga merupakan seorang yang mendukung Dinsati Abbasiyah dan ikut serta membantu meruntuhkan Dinasti Umayyah. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, ia hijrah dari Yaman ke Kufah yang merupakan salah satu kota pusat pergerakan syi’ah di Iraq. Ketika ayahnya sedang melakukan pemberontakan, ia tertangkap oleh pasukan Dinasti Umayyah di Khurasan, kemudian ia dieksekusi dan dihukum mati. Setelah ayahnya meniggal, Jabir dan keluarganya kembali ke Yaman dan ia mulai mempelajari al-Qur’an dan berbagai ilmu lainnya dari seorang ilmuwan yang bernama Harbi al-Himyari. Jabir kemudian mempelajari ilmu kedokteran pada masa Kekhalifahan Abbasiyah di bawah pimpinan Harun al-Rashīd dari seorang guru yang bernama Barmaki Vizier. Jabir pun terus bekerja dan bereksperimen dalam bidang kimia dengan tekun di sebuah laboratorium dekat Bawaddah di Damaskus dengan ciri khas eksperimeneksperimennya yang dilakukan secara kuantitatif, bahkan instrumen-instrumen yang digunakan untuk eksperimennya dibuat sendiri dari bahan logam, tumbuhan dan hewani. Di laboratoriumnya itulah Jabir berhasil menemukan berbagai penemuan besar yang sangat bermanfaat sampai saat ini, bahkan di laboratorium itu pula telah ditemukan berbagai peralatan kimia miliknya, dan setelah sempat berkarir di Damaskus, Jabir dikatakan kembali ke Kufah setelah terjadi tragedi Baramikah. Sekembalinya ke Kufah tak banyak lagi yang mengetahui tentang keberadaannya, namun dua abad setelah kematiannya barulah ditemukan laboratoriumnya seperti yang



telah disebutkan tadi di atas. Di dalamnya didapati peralatan kimianya yang hingga kini masih mempesona, dan sebatang emas yang cukup berat. Beberapa penemuan Jabir Ibn Hayyan diantaranya adalah: asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, tehnik distilasi dan tehnik kristalisasi. Dia juga yang menemukan larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas. Jabir Ibn Hayyan mampu mengaplikasikan pengetahuannya di bidang kimia ke dalam proses pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Dia jugalah yang pertama mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca.



BAB V KESIMPULAN DAN ANALISI KRITIS Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran yang reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu terhadap lambang-lambang dan struktur penalaran tentang sistem lambang yang digunakan.Metode berpikir yang diramu oleh para pemikir muslim seperti Ibn Rushd, Ibn al-Haytham, Jabir ibn Hayyan dan lain-lain yang dikemas dalam suatu cara pandang yang lebih elegan dengan cara membongkar metode berpikir tekstualis dan doktrinal, yang selanjutnya menghadirkan cara berpikir kontekstualis merupakan daya tarik tersendiri bagi metode berpikir mereka yang mendapatkan tempat di hati para pemikir belakangan untuk mengikuti pola pikirnya. Cara pandang yang ditawarkan telah mampu mengalihkan pola pikir eksklusivisme menuju pola pikir inklusivisme yang dikemas secara rasional dan eksperimental. Dengan cara pandang seperti ini, cara pandang dan metode berpikir yang dikembangkan pada masa berikutnya sudah lebih rasional dan sistematis ketimbang model pemikiran yang berkembang sebelumnya. Apa yang dikembangkan oleh mereka berpengaruh sangat besar pada perkembangan sains modern dan merupakan angin segar bagi perkembangan sains dan teknologi di era kontemporer seperti sekarang ini. Banyak pemikir Barat yang mengadopsi pola pikir mereka, sehingga tidak sedikit dari merekayang berkiblat pola pemikirannya kepada para saintis muslim. Apa yang disuguhkan dan dipersembahkan oleh para pemikir muslim telah mampu menyulap sains modern sebagaimana yang berkembang di dunia sekarang ini, baik di Barat maupun di TimurFilsafat ilmu adalah segenap pemikiran



yang reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.



DAFTAR PUSTAKA Adib, Mohammad. 2010. Filsafat Ilmu, Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar XXV. Wibisono, Koento dkk. 1997. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Klaten: Intan Pariwara. Gie, The LiAbdurrahman. Pengaruh Arab dalam Bentuk Pemikiran Eropa (Suatu Catatan Kebangkitan Islam), terj. Mohammad Ma’ruf Misbah. Semarang: CV. Wicaksana, t.th. Afdhila, Zulfan. “Biografi Ibu Haytham Bapak Optik Pencipta Kamera,” dalam http://www.zulfanafdhilla.com/2014/07/alHazen.html, diakses pada Selasa, 01 Juli 2014 Ahmad, Jamil. Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka Firdaus, t.th. Ahmad, Zainal Abidin. Riwayat Hidup Ibn Rusyd (Averroes): Filosof Islam Terbesar di Barat. Jakarta: Bulan Bintang, 1975. Arif, Syamsuddin. “Ibnu Rusyd dan Kemajuan Barat.” Islamia: Jurnal Pemikiran Islam Republika, Kamis, 20 Januari 2011. Chandra, Edy. “Religiusitas dalam Pendidikan Kimia: Pemikiran Pendidikan Kimiawan Klasik Jabir ibn Hayyan.” Jurnal Scientiae Educatia 1, no. 1 (April 2012). Donaldzen, D.L. Studies in Muslim Ethics. London: t.p., 1953. Fajriati, Imelda. “Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim.” Jurnal Sosio-Religia 9, no. 3 (Mei 2010).



Fakhry, Madjid. A Histoty of Islamic Philosophy. New York and London: Columbia University Press, and Longman, 1983. al-Faruqi, Isma`il Raji. Atlas Budaya Islam: Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang. Jakarta: Mizan, 1998. Fauziah. “Rahasia Dibalik Penemuan Kacamata”. http://www.republika.co.id/ ang. 1999..



Kritik dan saran Penulis menyadari bahwasanya makalah diatas masih memiliki banyak kesalahan dan kekurangan, baik kesalahan penulisan maupun kekurangan referensi. Oleh karena itu, penulis berharap agar pembaca dapat memberikan kritik dan saran demi menjadikan makalah ini lebih baik.