Ebp Tepid Sponge [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Ovi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EVIDANCE BASED PRACTICE PENGARUH TEPID SPONGE TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH PADA ANAK YANG MENGALAMI DEMAM DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RS KEN SARAS



OVI ANDINI P1337420919040



PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG 2019



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Demam adalah suatu tanda bahwa tubuh sedang melawan infeksi atau bakteri yang berada di dalam tubuh. Demam juga biasanya menjadi pertanda bahwa sistem imunitas anak berfungsi dengan baik (Nurdiansyah, 2011). Demam bukan merupakan penyakit melainkan reaksi yang menggambarkan adanya suatu proses dalam tubuh. Saat terjadi kenaikan suhu, tubuh bisa jadi sedang memerangi infeksi sehingga terjadi demam atau menunjukan adanya proses inflamasi yang menimbulkan demam (Arifianto, 2012). Protokol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call Center mendefinisikan demam yaitu temperatur rektal diatas 38°C, aksilar 37,5°C dan diatas 38,2°C dengan pengukuran membrane tympani. Sedangkan dikatakan demam tinggi apabila suhu tubuh >41°C (Kania, 2010). Demam pada anak terjadi ketika suhu tubuh anak diatas 38°C (Arifianto, 2012). American Academy of Pediatrics (AAP) menyebutkan bahwa demam sering terjadi pada anak usia sekolah yaitu 5-11 tahun yang disebabkan oleh infeksi virus seperti batuk, flu, radang tenggorokan, common cold (selesma) dan diare. Disamping itu juga anak usia sekolah merupakan kelompok rentan untuk terjadinya kasus kesehatan gigi dan mulut. Karies gigi pada anak usia sekolah menempati posisi cukup tinggi, yaitu dari 100 anak yang melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut, hanya 10 anak yang terbebas dari karies gigi yang biasanya menyebabkan rasa sakit/nyeri serta demam (Depkes RI, 2000, Susanto, 2007). Demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua dimulai dari ruang praktek dokter sampai Unit Gawat Darurat (UGD) anak, meliputi 10-30% dari jumlah kunjungan. Demam membuat orang tua menjadi risau. Hasil penelitian menunjukan 80% orang tua fobia



terhadap demam pada anaknya. Kerisauan ibu terhadap kejadian demam pada anak bisa disebabkan karena pengetahuan ibu yang minim tentang penanganan pada deman tersebut (Kania, 2010). Penanganan pertama demam pada anak dapat berupa terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Terapi farmakologi yang digunakan biasanya adalah berupa memberikan obat penurun panas, sedangkan terapi non farmakologi yang dapat dilakukan yaitu mengenakan pakaian tipis, lebih sering minum, banyak istirahat, mandi dengan air hangat, serta memberi kompres (Saito, 2013). Tindakan kompres yang dapat dilakukan antara lain kompres hangat basah, kompres hangat kering dengan larutan obat antiseptik, kompres basah dingin dengan dengan air biasa dan kompres dingin kering dengan kirbat es atau kantung untuk mengompres (Asmadi, 2008). Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan perlu meningkatkan tindakan mandiri, agar kasus demam yang sering di alami oleh anak-anak dapat ditangani. Salah satu tindakan mandiri perawat adalah kompres dengan metode tepid sponge. Kompres tepid sponge merupakan kombinasi teknik blok dengan seka. Teknik tepid sponge ini menggunakan kompres blok langsung dibeberapa tempat yang memiliki pembuluh darah besar seperti di leher, ketiak, dan lipatan paha. Selain itu teknik ini ditambah dengan dengan memberikan seka dibeberapa area tubuh sehingga perlakuan yang diterapkan akan lebih kompleks. Kompres blok langsung diberbagai tempat ini akan menyampaikan sinyal ke hipotalamus dengan lebih gencar dan pemberian seka akan mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer serta memfasilitasi perpindahan panas di tubuh ke lingkungan sekitar sehingga terjadi penurunan suhu tubuh. Tepid Sponge



adalah bentuk umum mandi terapeutik. Tepid Sponge



dilakukan bila kien mengalami demam tinggi. Prosedur meningkatkan control kehilangan panas melalui evaporasi dan konduksi. Demam biasanya terjadi pada anak. (Potter dan Perry, 2012).



B. Tujuan 1. Tujuan Umum Menerapkan evidence based nursing mengenai pengaruh tepid sponge dalam menurunkan suhu tubuh pada anak yang mengalami demam di RS Ken Saras Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui keefektifan tepid sponge dalam menurunkan suhu tubuh pada anak yang mengalami demam. b. Membuktikan apakah tepid sponge mampu menurunkan suhu tubuh pada anak yang mengalami demam. 3. Manfaat a. Sebagai bahan kajian untuk meningkatkan pelayanan keperawatan di klinis b. Memberikan gambaran pentingnya tepid sponge dalam menurunkan suhu tubuh pada anak yang mengalami demam. c. Sebagai salah satu bacaan ilmiah penerapan evidence based nursing pada keperawatan profesi



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam 1. Definisi Demam Demam adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di hipotalamus (Elizabeth J. Corwin, 2010). Dikatakan demam jika suhu orang menjadi lebih dari 37,5 ºC (E. Oswari, 2009). Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi (Sjaifoellah Noer, 2008). Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi. Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38⁰C atau lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,8⁰C.Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40⁰C disebut demam tinggi (hiperpireksia)(Julia, 2000). Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain: a.



Demam septik Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada



malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. b. Demam remiten Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat



mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik. c.



Demam intermiten Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam



dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. d. Demam kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia. e.



Demam siklik Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti



oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. Suatu tipe demam kadangkadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial. 2. Etiologi Menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal 2000 bahwa etiologi febris,diantaranya a.



Suhu lingkungan.



b.



Adanya infeksi.



c.



Pneumonia.



d.



Malaria.



e.



Otitis media.



f.



Imunisasi



3. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala terjadinya febris adalah: a.



Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8⁰C - 40⁰C)



b.



Kulit kemerahan



c.



Hangat pada sentuhan



d.



Peningkatan frekuensi pernapasan



e.



Menggigil



f.



Dehidrasi



g.



Kehilangan nafsu makan Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri



punggung, anoreksia dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari 37,5⁰C - 40⁰C, kulit hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik minor yang muncul yaitu kulit kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan, menggigil/merinding perasaan hangat dan dingin, nyeri dan sakit yang spesifik atau umum (misal: sakit kepala verigo), keletihan, kelemahan, dan berkeringat. 4. Patofisiologi Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi). Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat lain, terutama toksin polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksik yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh menyebabkan demam selama keadaan sakit.



Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap pirogen. Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri ke dalam cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen leukosit. Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh.



B. Tepid Sponge Tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah besar superficial dengan teknik seka. Telah di uji di berbagai negara dimana di setiap publikasi riset menghasilkan kesimpulan yang bervariasi. Namun fakta menunjukkan bahwa pemberian acetaminophen yang diiringi dengan pemberian hydrotheraphy Tepid Sponge memiliki keunggulan dalam mempercepat penurunan suhu anak dengan demam pada satu jam pertama dibandingkan dengan anak yang hanya diberi acetaminophen saja.



Temperatur tubuh yang mencapia 39 oC akan mengakibatkan kulit hangat, kemerahan, dan nyeri kepala. Pemilihan tepid sponge sebagai terapi dapat menurunkan suhu dan mengurangi ansietas yang diakibatkan oleh penyakitnya (Janis, 2010). 1. Tujuan Tepid Sponge



Tujuan Utama dari tepid sponge adalah menurunkan suhu klien khususnya pada anak dengan demam. 2. Manfaat Tepid Sponge



Menurut Janis (2010) manfaat dari pemberian tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami demam, memberikan rasa nyaman, mengurangi nyeri dan ansietas yang diakibatkan oleh penyakit yang mendasari demam. Tepid sponge juga sangat bermanfaat pada anak yang memiliki riwayat kejang demam dan penyakit liver (Wilson, 1995).



BAB III METODE PENULISAN A. Rancangan Solusi yang Ditawarkan Step 0



:



menyelidiki)



menumbuhkan Perancangan



semangat observasi



berpikir



kritis



(bertanya



kegiatan



Tepid



Sponge



dan untuk



menurunkan suhu tubuh pada anak yang mengalami demam Step 1



:



menanyakan



pertanyaan



klinik



dengan



menggunakan



PICO/PICOT: P : pasien yang mengalami demam I



: tepid sponge



C : pengaruh kompres tepid sponge O : suhu di bawah 37,8 oC T :Step 2 : Mencari dan mengumpulkan bukti-bukti (artikel penelitian) yang relevan dengan PICO/PICOT. Perancang mencari artikel mengenai guided imagery untuk menurunkan nyeri pada pasien dengan nyeri akut akibat cedera kepala ringan. Step 3 : Melakukan penelitian kritis terhadap bukti-bukti (artikel penelitian). Menerapkan kritisi jurnal dengan prinsip validity, reability, importance pada format critical appraisal yang terlampir. Step 4 : Mengintegrasikan bukti-bukti (artikel penelitian) terbaik dengan pandangan ahli di klinik serta memperhatikan keinginan dan manfaatnya bagi klien dalam membuat keputusan atau perubahan. Perancang menentukan keputusan dengan konsultasi ke pembimbing klinik, sesuai kebutuhan klien dan artikel penelitian terbaik. Step 5 : Mengevaluasi outcome dari perubahan yang telah diputuskan berdasarkan bukti-bukti (artikel penelitian). Perancang melakukan evaluasi intervensi dan mengkaji ulang manfaat intervensi dalam perubahan pelayanan berdasarkan EBP dengan kualitas baik. Step 6 : Menyebarluaskan hasil EBP



Perancang menyusun proposal hingga presentasi laporan hasil dan intervensi yang telah dilakukan sebagai penerapan EBP. B. Target dan Luaran 1. Target



: diberikan pada pasien dengan demam suhu lebih tinggi



dari 37,8⁰C - 40⁰C 2. Luaran



: mampu menurunkan suhu tubuh pada anak yang



mengalami demam 3. Prosedur Pelaksanaan a. Teknik tepid sponge i. Persiapan 1. Handuk/saputangan 2. Selimut 3. Baju mandi (jika ada) 4. Perlak 5. Handschoen 6. Thermometer 7. Mangkuk atau bak berisi air hangat. ii. Pelaksanaan 1. Mengkaji kondisi klien. 2. Menjelaskan prosedur yang akan dilaksanakan kepada klien 3. Membawa peralatan ke dekat klien 4. Mencuci tangan 5. Menutup pintu dan jendela sebelum memulai prosedur 6. Mengatur posisi klien senyaman mungkin 7. Menempatkan perlak dibawah klien 8. Memakai sarung tangan 9. Membuka pakaian klien dengan hati-hati 10. Mengisi bak dengan air hangat. Suhu air 28-32 oC (Alves et all., 2008). 11. Memasukkan handuk/saputangan ke dalam bak. 12. Memeras handuk/ saputangan dan menempatkan handuk/saputangan di dahi, ketiak, dan selangkangan.



13. Mengusap bagian ekstremitas klien selama lima menit. Kemudian bagian punggung klien selama 5-10 menit 14. Memonitor respon klien 15. Mengganti pakaian klien dengan pakaian yang tipis dan menyerap keringat 16. Mengganti sprei (bila memungkinkan) dan memindahkan perlak dan alat-alat yang dipakai 17. Mendokumentasikan tindakan



BAB IV LAPORAN KASUS



Klien bernama Sdr. A, berusia 22 tahun, lulus SMA, bekerja sebagai TNI dan beralamat di Malang. Klien datang ke IGD diantarkan ambulance rescue jalan tol Bawen akibat kecelakaan lalu lintas pukul 02.05 WIB. Saat dikaji klien mengeluh nyeri pada bagian kepala kiri akibat adanya luka robekan. P: luka robekan ; Q: tersayat-sayat; R: kepala; S: skala 4; T: intermiten. TTV : TD :129/86mmHg, RR : 20 x/menit, N : 87 x/menit, S : 36,6º, klien nampak meringis kesakitan dan melindungi area nyeri. Dari data tersebut maka dapat diangkat diagnosis keperawatan berupa nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik dan dapat diberikan intervensi berupa guided imagery yang dilakukan sesuai SOP.



BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Nyeri biasanya dikaji secara subjektif dan objektif, secara subjektif pengkajian nyeri komprehensif yang berisikan tentang PQRST dan secara objektif dapat menggunakan instrumen VAS (Vissual Analog Scale). Setelah dilakukan intervensi berupa guided imagery, klien dikaji kembali hasil yang didapatkan berupa P: luka robek post kecelakaan dan jahitan; Q: disayat-sayat; R: kepala bagian kiri; S: skala 2; T: hilang timbul. Nilai VAS yang didapatkan adalah nilai 2.



B. Pembahasan Guided Imagery merupakan pilihan terapi komplementer dan alternatif dengan berfokus pada pikiran dan tubuh dan merupakan intervensi yang digunakan dalam perawatan kesehatan (Cherwin, lee, & Wanta dalam Sulasri, Erika, dan Rachmawaty, 2018). Terapi guided imagery merupakan teknik relaksasi menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Intervensi ini juga mampu menurunkan perasaan nyeri seseorang karena menghasilkan neurohormone endorphine yang memberikan efek sensasi menyenangkan pada tubuh (Pusparini Y, 2017). Pelaksanaan guided imagery dilakukan pada Sdr A pada pukul 02.50 WIB dengan waktu 15 menit, indikasi dalam pemberian intervensi ini yaitu adanya rasa nyeri dengan skala 1-4 dan dengan gangguan penyakit yang dapat diantisipasi (Cedera Kepala Ringan). Pada intervensi ini kontraindikasi pada pasien dengan penurunan kesadaran dan memiliki gangguan pendengaran dan gangguan konsentrasi. Respon klien terhadap pemberian terapi yaitu klien mampu mendemonstrasikan teknik guided imagery yang telah diajarkan karena dengan intervensi tersebut klien merasa nyeri yang awalnya dengan skala 4 dapat menurun menjadi skala 2.



Hal tersebut cukup sejalan dengan jurnal Hamdono 2018 dengan judul Efektivitas Manajemen Nyeri Dengan Guided Imagery Relaxation Pada Pasien Cedera Kepala Di Rsud Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri yang menyatakan bahwa guided imagery mampu menurunkan nyeri ada pasien cedera kepala secara signifikan dengan nilai p