Ekilas Sejarah Kua Sebagai Ujung Tombak Kemenag Ri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EKILAS SEJARAH KUA SEBAGAI UJUNG TOMBAK KEMENAG RI Jauh sebelum bangsa Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia sudah mempunyai lembaga kepenghuluan yaitu semenjak berdirinya Kesultanan Mataram. Pada saat itu Kesultanan Mataram telah mengangkat seseorang yang diberi tugas dan wewenang khusus di bidang kepenghuluan. Pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, Lembaga Kepenghuluan sebagai lembaga swasta yang diatur dalam suatu Ordonansi, yaitu Huwelijk Ordonantie S. 1929 No. 348 jo S. 1931 No. 467, Vorstenlandsche Huwelijk Ordonantie S. 1933 No. 98 dan Huwelijs Ordonantie Buetengewesten S 1932 No. 482. Untuk Daerah Vorstenlanden dan seberang diatur dengan Ordonansi tersendiri. Lembaga tersebut dibawah pengawasan Bupati dan penghasilan karyawannya diperoleh dari hasil biaya nikah, talak dan rujuk yang dihimpun dalam kas masjid..



1. 2. 3. 4.



5.



Kemudian pada masa Pemerintah Pendudukan Jepang, tepatnya pada tahun 1943 Pemerintah Pendudukan Jepang di Indonesia mendirikan Kantor Shumubu (KUA) di Jakarta. Pada waktu itu yang ditunjuk sebagai Kepala Shumubu untuk wilayah Jawa dan Madura adalah KH. Hasyim Asy’ari pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dan pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Sedangkan untuk pelaksanaan tugasnya, KH. Hasyim Asy’ari menyerahkan kepada putranya K. Wahid Hasyim sampai akhir pendudukan Jepang pada bulan Agustus 1945. Sesudah merdeka, Menteri Agama H. M. Rasjidi mengeluarkan Maklumat No. 2, tanggal 23 April 1946 yang isi maklumat tersebut mendukung semua lembaga keagamaan dan ditempatkan kedalam Kementrian Agama. Departemen Agama adalah departemen perjuangan. Kelahirannya tidak dapat dipisahkan dengan dinamika perjuangan bangsa. Pada saat bangsa ini berjuang mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamirkan, maka lahirlah Kementrian Agama. Pembentukan Kementrian Agama tersebut selain untuk menjalankan tugasnya sebagai penanggungjawab realisasi Pembukaan UUD 1945 dan pelaksanaan pasal 29 UUD 1945, juga sebagai pengukuhan dan peningkatan status Shumubu ( Kantor Urusan Agama Tingkat Pusat ) pada masa penjajahan Jepang. Berdirinya Departemen Agama Republik Indonesia, tepatnya pada tanggal 3 Januari 1946. yang tertuang dalam Penetapan Pemerintah No. 1/SD Tahun 1946 tentang Pembentukan Kementrian Agama, dengan tujuan Pembangunan Nasional yang merupakan pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, agama dapat menjadi landasan moral dan etika bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan pemahaman dan pengamalan agama secara benar diharapkan dapat mendukung terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, mandiri, berkualitas sehat jasmani rohani serta tercukupi kebutuhan material dan spiritualnya. Guna mewujudkan maksud tersebut, maka di Daerah dibentuk suatu Kantor Agama. Untuk di Jawa Timur sejak tahun 1948 hingga 1951, dibentuk Kantor Agama Provinsi, Kantor Agama Daerah (Tingkat Karesidenan) dan Kantor Kepenghuluan (Tingkat Kabupaten) yang merupakan perpanjangan tangan dari Kementrian Agama Pusat bagian B, yaitu : bidang Kepenghuluan, Kemasjidan, Wakaf dan Pengadilan Agama. Dalam perkembangan selanjutnya dengan terbitnya Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 517 Tahun 2001 tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan, maka Kantor Urusan Agama (KUA) berkedudukan di wilayah Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota yang dikoordinasi oleh Kepala Seksi Urusan Agama Islam/Bimas Islam/Bimas dan Kelembagaan Agama Islam dan dipimpin oleh seorang Kepala, yang tugas pokoknya melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah Kecamatan. Dengan demikian, eksistensi KUA Kecamatan sebagai institusi pemerintah dapat diakui keberadaannya, karena memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan bagian dari struktur pemerintahan di tingkat Kecamatan. Dalam perkembangan selanjutnya, maka Kepres No. 45 Tahun 1974 yang disempurnakan dengan Kepres N0. 30 Tahun 1978, mengatur bahwa Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan sebagian tugas Departemen Agama Kabupaten di bidang Urusan Agama Islam di wilayah Kecamatan. Sejak awal kemerdekaan Indonesia, kedudukan KUA Kecamatan memegang peranan yang sangat penting sebagai pelaksana hukum Islam, khususnya yang berkenaan dengan perkawinan. Peranan tersebut dapat dilihat dari acuan yang menjai pijaknya, yaitu : UU No. 22 Tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak, dan rujuk UU No. 22 Tahun 1946 yang kemudian dikukuhkan dengan UU No. 01 Tahun 1974 tentang perkawinan Kepres No. 45 Tahun 1974 tentang tugas dan fungsi KUA Kecamatan yang dijabarkan dengan KMA No. 45 Tahun 1981 Keputusan Menteri Agama RI No. 517 Tahun 2001 tentang pencatatan struktur organisasi KUA Kecamatan yang menangani tugas dan fungsi pencatat perkawinan, wakaf, dan kemasjidan, produk halal, keluarga sakinah, kependudukan, pembinaan haji, ibadah sosial, dan kemitraan umat. Peraturan Mentri Agama RI No. 39 Tahun 2012 tentang Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disingkat KUA adalah Unit Pelaksana Teknis Directorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam yang bertugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama Islam yang berkedudukan di wilayah Kecamatan.



Karena tugasnya berkenaan dengan aspek hukum ritual yang sangat menyentuh kehidupan keseharian masyarakat, maka tugas dan fungsi KUA Kecamatan semakin hari semakin menunjukkan peningkatan kuantitas dan kualitasnya. Peningkatan ini tentunya mendorong kepala KUA sebagai pejabat yang bertanggung jawab dalam bidang keagamaan di Wilayah Kecamatan. Berangkat dari visi dan misi Kementerian Agama serta lima agenda pokok dan tri program inti Kementerian Agama, maka untuk mensukseskan agenda besar tersebut, seluruh jajaran Kementerian Agama dituntut untuk berbuat maksimal dalam memberikan pelayanan yang baik dalam kapasitasnya sebagai abdi Negara maupun abdi masyarakat. Lebih spesifik lagi jajaran Kantor Urusan Agama Kecamatan Gerung sebagai ujung tombak Kementerian Agama harus mampu memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Sebagai institusi terdepan Kantor Urusan Agama Kecamatan Gerung dituntut untuk mampu berbuat serta menjawab semua hajat dan permasalahan yang terkait dengan agama sebagai bidang tugas di tengah–tengah masyarakat. Untuk itu pengayaan diri dengan ilmu, pengalaman dan wawasan serta kerjasama intern dan eksternal antar instansi mutlak diperlukan. Rasa kepemilikan terhadap instansi Kantor Urusan Agama (KUA) oleh kita sebagai jajaran Kantor Urusan Agama serta upaya yang sama terhadap masyarakat di wilayah kerja perlu dilestarikan dan dipupuk dengan subur. Kami jajaran Kantor Urusan Agama Kecamatan Gerung Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat bertekad terus untuk melakukan perubahan paradigma masyarakat tentang Nikah dan Rujuk serta yang lainlainnya dan akan terus memacu diri untuk meningkatkan pengabdian sebagaimana yang dihajatkan oleh instansi. Sejarah Singkat Berdirinya KUA Kecamatan Tengaran Pada umumnya berdirinya sebuah Kantor Urusan Agama, tidak terlepas dari perjalanan sejarah suatu bangsa dan negara Indonesia. Disebabkan karena adanya penjajahan asing di Indonesia, sehingga mempengaruhi sistem kehidupan masyarakat pada waktu itu. Termasuk disini adalah struktur dan sistem pemerintahan serta kelembagaannya pada waktu itu. Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang agamis yang mayoritas beragama Islam. Sejak dahulu kala syariat Islam telah berlaku di masyarakat, walaupun kala itu hidup dalam penjajahan. Politik hukum pada zaman kolonial Belanda, termasuk dalam hukum perkawinan, talak cerai dan rujuk, diterapkan sistem hukum yaitu: Huwelijksordonantie, Statblad 1929 Nomor 348 jo. S. 1931 Nomor 467 Vorstenladsche Huwelijksordonantie S. 1933 Nomor 98 dan Huwelijksordonantie Buitwengesten S.1932 Nomor 482, adalah merupakan politik hukum yang tidak memenuhi syarat keadilan sosial bagi Bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Sehingga lahirlah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 memutuskan mencabut: 1. Huwelijksordonantie, Statblad 1929 Nomor 348 jo. S. 1931 Nomor 467; 2. Vorstenladsche Huwelijksordonantie S. 1933 Nomor 98.



Berawal dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 itulah mulai ada unifikasi bidang hukum pencatatan perkawinan, talak dan rujuk yang lebih berkeadilan sosial khususnya untuk pulau Jawa dan Madura. Kemudian tahun 1954 terbitlah Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 yaitu Undang-undang penetapan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 untuk seluruh daerah luar Jawa dan Madura. Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 berarti terjadi masa transisi karena pada waktu itu pergolakan melawan Belanda masih terus berlangsung, termasuk di wilayah Kecamatan Tengaran yang meliputi wilayah yang sekarang dalam wilayah Kecamatan Susukan dan Pager yang sekarang menjadi Kecamatan Kaliwungu. Dalam perkembangannya, setelah keadaan memungkinkan baru pada tahun 1949 mulailah ada rintisan dari pemerintah pada waktu itu, mendirikan Kantor Urusan Agama Kecamatan Tengaran yang berpusat di Masjid Al Ikhlas Desa Tengaran (sekarang menjadi masjid Tingkat Kecamatan) yang sekarang berada di sebelah barat KUA Kecamatan Tengaran. 2. Kepala KUA Kecamatan Tengaran dari Masa ke Masa Untuk memperjelas siapa saja yang pernah memimpin Kantor Urusan Agama Kecamatan Tengaran dari awal berdirinya hingga sekarang maka dapat diurutkan sebagai berikut:



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Kepala KUA Kecamatan Tengaran periode 1948 s.d. 1966 dijabat oleh Bapak KH. Bakri. Kepala KUA Kecamatan Tengaran periode 1967 s.d. 1968 dijabat oleh Bapak Mundiri. Kepala KUA Kecamatan Tengaran periode 1969 s.d. 1974 dijabat oleh Bapak Slamet Basuki. Kepala KUA Kecamatan Tengaran periode 1975 s.d. 1979 dijabat oleh Bapak Muslim. Kepala KUA Kecamatan Tengaran periode 1980 s.d. 1987 dijabat oleh Bapak Munawir Pranomo. Kepala KUA Kecamatan Tengaran periode 1987 s.d. 1999 dijabat oleh Bapak H. Muzayin. Kepala KUA Kecamatan Tengaran periode Oktober 1999 s.d. 08 Januari 2004 dijabat oleh Bapak Mudatsir. Kepala KUA Kecamatan Tengaran periode 09 Januari 2004 s.d. Januari 2008 dijabat oleh Bapak Drs. Siswanto. Kepala KUA Kecamatan Tengaran periode Februari 2008 s.d. sekarang dijabat oleh Bapak Drs. Idham Supama.



3. Tugas Pokok dan Fungsi KUA Dalam era reformasi dewasa ini, muncul paradigma-paradigma baru yang arahnya membawa perubahanperubahan pada pelayanan publik, atau yang lebih dikenal dengan istilah pelayanan prima. Perbaikan dan penyempurnaan pelayanan pada Departemen Agama, telah disikapi dan ditindaklanjuti oleh Menteri Agama antara lain: 1. Instruksi Menteri Agama Nomor 01 Tahun 2000, tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Agama Nomor 168 Tahun 2000, tentang Pedoman Perbaikan Pelayanan Masyarakat di Lingkungan Departemen Agama. 2. Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2001, tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan. 3. Keputusan Menteri Agama Nomor 517 Tahun 2001.



Di dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 517 Tahun 2001, ditegaskan bahwa tugas Kantor Urusan Agama Kecamatan adalah melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota di bidang urusan agama Islam dalam wilayah kecamatan. Dalam penjabarannya, Kantor Urusan Agama berkewajiban menjalankan fungsinya sebagai berikut: 1. Menyelenggarakan statistik dan dokumentasi kegiatan perkantoran. 2. Menyelenggarakan surat-menyurat, pengurusan surat, pelaporan, kearsipan, pengetikan dan rumah tangga Kantor Urusan Agama Kecamatan. 3. Melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah sosial, kependudukan dan pengembangan keluarga sakinah sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Adapun dalam menentukan jenis pelayanan pada KUA dengan memperhatikan pula KMA No. 373 Tahun 2002. Sejarah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Muara Enim Sejak terbentuknya Departemen Agama Pusat pada 3 Januari 1946 yang dilengkapi dengan struktur bidang teknis di bawah Direktorat, di Provinsi Sumatera Selatan juga dibentuk Jawatan Urusan Agama, Jawatan Pendidikan Agama, Jawatan Penerangan Agama dan Jawatan Peradilan Agama, yang berdiri secara mandiri dan langsung bertanggung jawab ke Direktoratnya di Pusat. Begitupun juga di lingkup kabupaten. Pada Kabupaten Muara Enim dibentuk Kantor Urusan Agama, Kantor Pendidikan Agama, Kantor Penerangan Agama dan Pengadilan Agama, dengan ujung tombak di Kecamatan adanya Kantor Urusan Agama dan para Penilik Agama. Sekitar Tahun 1950 Kantor Urusan Agama Kabupaten Muara Enim berlokasi di samping Kejaksaan Negeri Muara Enim. Kantor Pendidikan Agama Kabupaten Muara Enim berlokasi di Pasar lama (sekarang: samping KUA Kecamatan Muara Enim) dan Kantor Penerangan Agama berlokasi disamping Rumah Sakit Umum Daerah. Adapun Kantor Urusan Agama dipimpin oleh KH. Adnan Yusuf, Kantor Pendidikan Agama dipimpin oleh H. Zulkifli Madin, BA menggantikan M. Jamil dan Kantor Penerangan Agama dipimpin oleh Marjum. Dalam perkembangannya, terjadi dua kali perubahan istilah nama instansi, perubahan yang pertama ; menjadi Inspeksi Urusan Agama, Inspeksi Pendidikan Agama, dan Inspeksi Penerangan Agama. Perubahan Kedua ; menjadi Perwakilan Urusan Agama, Perwakilan Pendidikan Agama, dan Perwakilan Penerangan Agama. Akan tetapi, Pengadilan Agama dan KUA serta para penilik tetap tidak ada perubahan.



Sejak tahun 1972 dengan struktur baru Departemen Agama dibentuk Perwakilan Departemen Agama Provinsi Sumatera Selatan dan di Kabupaten Muara Enim di bentuk Perwakilan Departemen Agama Kabupaten Muara Enim. Inspeksi diganti dengan Bidang untuk Tingkat Provinsi dan Seksi untuk Kabupaten/ Kota, juga ada tambahan Bidang dan Seksi yaitu Bidang Perguruan Agama Islam dan Bidang Urusan Haji. Pasca perubahan struktur tahun 1972, ke lima seksi yang sebelumnya terpisah, bergabung menjadi bagian struktur Perwakilan Departemen Agama Kabupaten Muara Enim dengan alamat kantor saat itu di samping Kejaksaan Negeri. H. Ketjik Bahri, BA tercatat sebagai Kepala Perwakilan Departemen Agama pertama di Kabupaten Muara Enim. Hingga tahun 1990an, terjadi lagi perubahan struktur baru, yaitu dengan digantinya istilah Perwakilan Departemen Agama Kabupaten Muara Enim menjadi Kantor Departemen Agama Kabupaten Muara Enim. Sejak saat itu Kantor Departemen Agama Kabupaten Muara Enim pindah tempat di Jalan Pramuka III (sekarang: Paviliun RSUD Muhammad Rabain). Berdasarkan PMA RI Nomor 01 Tahun 2010 tentang perubahan penyebutan Departemen Agama menjadi Kementerian Agama, maka Kantor Departemen Agama Muara Enim resmi berubah nama menjadi Kantor Kementerian Agama Kabupaten Muara Enim dengan Lokasi kantor baru berada di Jl. Raya Muara Enim – Palembang KM. 3 Muara Enim. Adapun nama-nama yang pernah menjabat Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Muara Enim yaitu H. Ketjik Bahri, BA, H. Ahmad Dailami, Zainuddin, Jahari, Haitami, Johan Safri, Drs. H. Marlis Murod, Drs. H. Asymuni, Drs. H. Ahmad Nasuhi, S.H, MM, H.M. Arkan Nurwahiddin, M.Pd.I, dan periode sekarang yaitu H. Muhammad Abdu, S.Pd.I A. Latar Belakang Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan merupakan unit kerja Kementerian Agama yang secara institusional berada paling depan dan menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat di bidang keagamaan. Secara histories, KUA adalah unit kerja Kementerian Agama yang memiliki rentang usia cukup panjang. Menurut seorang ahli di bidang ke-Islaman Karel Steenbrink, bahwa KUA Kecamatan secara kelembagaan telah ada sebelum Depertemen Agama itu sendiri ada. Pada masa kolonial, unit kerja dengan tugas dan fungsi yang sejenis dengan KUA kecamatan, telah diatur dan diurus di bawah lembaga Kantor Voor Inslanche Zaken (Kantor Urusan Pribumi) yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pendirian unit kerja ini tak lain adalah untuk mengkoordinir tuntutan pelayanan masalah-masalah keperdataan yang menyangkut umat Islam yang merupakan produk pribumi. Kelembagaan ini kemudian dilanjutkan oleh pemerintah Jepang melalui lembaga sejenis dengan sebutan Shumbu. Pada masa kemerdekaan, KUA Kecamatan dikukuhkan melalui undang-undang No. 22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk (NTCR). Undang-undang ini diakui sebagai pijakan legal bagi berdirinya KUA kecamatan. Pada mulanya, kewenangan KUA sangat luas, meliputi bukan hanya masalah NR saja, melainkan juga masalah talak dan cerai. Dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang diberlakukan dengan PP. No. 9 tahun 1975, maka kewenangan KUA kecamatan dikurangi oleh masalah talak cerai yang diserahkan ke Pengadilan Agama. Dalam perkembangan selanjutnya, maka Kepres No. 45 tahun 1974 yang disempurnakan dengan Kepres No. 30 tahun 1978, mengatur bahwa Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan sebagaian tugas Departemen Agama Kabupaten di bidang urusan agama Islam di wilayah Kecamatan . Sejak awal kemerdekaan Indonesia, kedudukan KUA Kecamatan memegang peranan yang sangat vital sebagai pelaksana hukum Islam, khususnya berkenaan dengan perkawinan. Peranan tersebut dapat dilihat dari acuan yang menjadi pijakannya, yaitu: 1. UU No. 22 tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk. 2. UU No.22 tahun 1946 yang kemudian dikukuhkan dengan UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 3. Keppres No. 45 tahun 1974 tentang tugas dan fungsi KUA kecamatan yang dijabarkan dengan KMA No. 45 tahun 1981 .



4. Keputusan Menteri Agama No. 517 tahun 2001 tentang pencatatan struktur organisasi KUA kecamatan yang menangani tugas dan fungsi pencatatan perkawinan, wakaf dan kemesjidan, produk halal, keluarga sakinah, kependudukan, pembinaan haji , ibadah social dan kemitraan umat. 5. Keputusan Menteri Agama RI No. 298 tahun 2003 yang mengukuhkan kembali kedudukan KUA kecamatan sebagai unit kerja Kantor Departemen Agama kabupaten / kota yang melaksanakan sebagian tugas Urusan Agama Islam. Karena tugasnya berkenaan dengan aspek hukum dan ritual yang sangat menyentuh kehidupan keseharian masyarakat, maka tugas dan fungsi KUA kecamatan semakin hari semakin menunjukkan peningkatan kuantitas dan kualitasnya. Peningkatan ini tentunya mendorong kepala KUA sebagai pejabat yang bertanggung jawab dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan tugas-tugas Kantor Urusan Agama Kecamatan untuk bersikap dinamis, proaktif, kreatif, mandiri, aspiratif dan berorientasi pada penegakkan peraturan yang berlaku. Untuk lebih mendorong kualitas kinerja dan sumberdaya manusia, Kanwil Kemnterian Agama Prop. Jawa Barat berupaya melakukan berbagai terobosan yang efektif yang intinya selain bersifat koordinatif, juga sekaligus evaluatif dalam pelaksanaan tugas-tugas KUA. Salah satu terobosan tersebut adalah penyelenggaraan penilaian terhadap KUA dalam bentuk kegiatan penilaian KUA percontohan yang rutin dilaksanakan setiap tahun. Penilaian terhadap KUA-KUA yang diajukan dalam kegiatan tersebut, hasilnya dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk melihat sejauh mana penjabaran visi- misi serta etos kerja yang telah dilaksanakan para pelaksana tugas dan fungsi KUA tersebut, apalagi kaitannya dengan arah dan kebijakan pembangunan Jawa Barat sebagai masyarakat yang beriman dan bertaqwa, serta provinsi termaju tahun 2010 atau dengan visi kab. Tasikmalaya sebagai masyarakat yang religius Islami, maka Kementerian Agama Insya Allah memberikan warna dalam rangka mengaktualisasikan visi tersebut. Adapun objek yang menjadi prioritas penilaian adalah menyangkut keseluruhan pelaksanaan tugas KUA kecamatan, mulai dari bidang yang bersifat fisik, maupun administrasi dan sumberdaya manusia. Dalam rangka memenuhi kriteria inilah profil KUA kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya disusun sebagai KUA yang diberi kehormatan untuk mengikuti penilaian KUA percontohan di tingkat nasional



B. Dasar Hukum Penyusunan profil KUA Kecamatan Singaparna Kab. Tasikmalaya yang memuat gambaran umum tentang pelaksanaan tugas dan fungsi KUA Kecamatan Singaparna didasarkan pada ketentuan tugas dan fungsi KUA Kecamatan itu sendiri dan dukungan dari dinas intansi vertikal yang berwenang dalam pembinaan rutin dalam bentuk kegiatan penilaian atas KUA percontohan yang berpijak pada peraturan yang berlaku.sebagai berikut: 1. Undang-Undang RI No. 22 tahun 1946 tentang pencatatan nikah, tolak dan rujuk. 2. Undang-Undang RI No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 3. Keputusan Menteri Agama (KMA) RI No. 18 tahun 1974 dan 45 tahun 1981 tentang Organisasi dan tata kerja Departemen Agama. 4. Keputusan Menteri Agama (KMA) RI No. 517 tahun 2001 tentang penataan struktur organisasi dan tata kerja KUA Kecamatan. 5. Keputusan Menteri Agama (KMA) RI No. 373 tahun 2002 tentang Stok Kantor Wilayah Departemen Agama dan Kantor Kabupaten/Kota. 6. Keputusan Menteri Agama (KMA) RI No. 6 tahun 2005 tentang petunjuk penilaian KUA sebagai inti pelayanan percontohan. 7. Surat kepala Kantor Wilayah propinsi Jawa Barat No. Kw. 10.2/1/OT.01.3/730/2005 tanggal 12 April 2005 tentang penilaian KUA sebagai inti pelayanan percontohan/teladan. 8. Surat Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI Nomor: DJ.II.2/I.OT.01.3/248/2010 tanggal 10 Februari 2010 tentang Pedoman Penilaian KUA Teladan Tahun 2010.



C. Maksud Dan Tujuan Pembuatan dalam bentuk Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya dimaksudkan sebagai bahan acuan dan pertimbangan bagi tim penilai KUA percontohan dalam melihat gambaran objektif Kantor Urusan Agama Kecamatan Singaparna secara konprehensif yang meliputi perkembangan fisik bangunan, administrasi, penyelenggaraan tugas KUA Kecamatan Singaparna itu sendiri. Dengan gambaran konprehensif ini diharapkan akan mempermudah dan memperlancar tugas penilaian yang dilaksanakan oleh tim penilai KUA percontohan. Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penyusunan profil ini adalah: 1. Memberikan gambaran umum bagi para pelaksana Kantor Urusan Agama Kecamatan Singaparna tentang kondisi riil KUA Kecamatan Singaparna. 2. Dapat mengetahui standar dari pola dan volume kerja yang telah dilaksanakan oleh para pelaksana Kantor Urusan Agama Kecamatan Singaparna, sekaligus menjadi bahan eveluasi dan komparasi terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh KUA lain yang ada di Prov. Jawa Barat. 3. Memberikan daya penilaian subjektif dari masing-masing personal pelaksana KUA Kecamatan Singaparna sehingga akan mendorong timbulya kreatifitas dalam menciptakan terobosan baru untuk meningkatkan kualitas kinerja sekaligus pula dapat memposisikan dirinya dalam perbaikan, peningkatan dan penyempurnaan hasil kerja sesuai dengan tugas yang diembannya. Memberikan rumusan global tentang apa yang telah dilaksanakan KUA Kecamatan Singaparna dan apa yang akan direncanakan ke depan Catatan sejarah berdirinya Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Maluku dari berbagai literatur yang dihimpun tersirat keberadaan lembaga berkredo Iklas Beramal di negeri penghasil cengkeh dan pala ini saat masa transisi peralihan sistem pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun 1951, enam tahun setelah indonesia diproklamasikan merdeka 17 Agustus 1945. Cerita kelahiran lembaga vertikal ini di Provinsi Maluku berawal pada tahun 1950, melalui kebijakan pemerintahan pusat yang menggagas pendirian kantor perwakilan kementerian agama (Perkema) tingkat I di delapan provinsi yang terbantuk setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Keinginan memebentuk lembaga keagamaan untuk melayaani kepentingan umat beragama oleh pemerintah di bawah pimpinan presiden Soekarno saat itu dicetus melalui pembentukan tim delapan yang di sebut - sebut sebagai pelopor pendiri perkema di Indonesia termasuk di Provinsi Maluku. Tim delapan yang beranggotakan 8 pejabat pemerintah pusat itu masing – masing KH.Masykur, Prof.H.Abubakar Atje, I Siswoyo, Abednego, H Sumarjan, M Arif Lubis, Arifin Temyang, dan Mahmud Yanis, mereka mendapatkan mandat guna mendirikan kantor sementara perkem di Maluku. Rombongan yang diketuai Kh Masykur ini berkunjung ke Ambon ibu kota Provinsi Maluku dengan membawa misi utama membentuk kantor sementara perkema pada penghujung tahun 1950. Setibanya di kota ini, tim lalu mengadakan koordinasi secara intensif dengan pemerintah Tingkat I Provinsi Maluku, mereka mengadakan rapat dengan Gubernur Maluku Mr. J.Latuharhary dalam pertemuan dengan agenda utama pembentukan kantor sementara Perkema Tingkat I Provinsi Maluku. Pertemuan antara tim 8 dengan Gubernur pertama Provinsi Maluku itu menuai hasil positif. Mr. J.latuharhary menyambut baik keinginan pemerintah pusat untuk mendirikan kantor sementara Perkema itu. Salah satu aspek mendasar yang dibijaki dalam pertemuan terbatas itu adalah keinginan meghadirkan layanan kementerian agama di Provinsi Maluku pada awal tahun 1951, dan ditetapkan pada awal Januari tahun 1951 kantor semenatara Perkema tingkat I Provinsi Maluku resmi berdiri melayani masyarakat di daerah seribu pulau ini. Awal berdiri kantor perkema tingkat I Provinsi Maluku, beroperasi di hotel Anggrek, tepat dikawasa Batu gaja, Kota Ambon. Guna menjamin aktivitas dan layanan kementerian agama maka tim delapan meyusun dan menetapkan struktur pelaksaa tugas semenatara perkema Maluku, masing – masing rasyid Podomosudir, I siswoyo, I Madjid Ambon,dan Helena Rehatta. Setahun kehadiran kantor sementara perkema tepatnya di bulan Februari 1952, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenag RI, Raden Muhammad Kafrawi, mengunjungi Maluku guna melihat aktivitas dan layanan Kementerian Agama. Salah satu agenda yang terselip saat kunjungan orang nomor di lingkungan Kemenag RI itu yakni meresmikan kantor Perkema Tingka I Provinsi Maluku. dan mengangkat Murtadji Bisri dan Arhatta memimpin jawatan Perkema Tingkat I Provinsi Maluku sesuai surat – surat keputusan (SK)menteri agama RI no 24tahun 1953. Pada tanggal 10 Februari 1953 bertempat di hotel Anggrek Ambon, Murtadji Bisri bersama Arhatta menyusun struktur jawatn – jawatan perkema tingkat i Pirovinsi Maluku sebagaimana petunjuk dan surat keputusan menteri agama. Dalam struktur selai



kepala kantor perkema yang ditempati Murtadji Bisri dan Arhatta juda ada jawataan Urusan agama, dijabati Mursyid Inbu Syafiudin, Babang Hatala, Abubakar Sangadji. Jawatan pendidikan agama di percayakan kepada R. Moh.Yusuf, yang merangkap jabatan sebagai kepala jawatan pendidikan agama, jawatan penerangan agama, diduduki Abd. Kadir Bahalwan, Gazali tahlib, Hambali, Chsanuddin, Achmad Jusuf Liem, dan Bagian urusan agama masehi, ditemapti oleh pendeta Karnel, dan J.E Latumeten. Pada tahun 1953 setelah perkema tingkat I provinsi maluku aktif beroperasi berdasarkan peraturan menteri agama RI,Nomor: 3/1950, dan 24/ 1953 serta Undang – Undang (UU) Nomor 22/1948, tentang pembentukan cabang perkema secara otonom di setiap provinsi maka sistem dan tatanan kinerja kementerian di maluku mulai di perluas sampai ke tingkat kota kabupaten. Implementasi kebijkaan itu ditindaklanjuti dengan mendiirkan kantor urusan agama pada tiga kabupaten di Provinsi Maluku yang saat ini dikenal dengan nama Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) kota/kabupaten. Tiga wilayah otonom yang mendirikan kantor urusan agama pada tahun 1953 sesuai peraturan menteri agama dan No 24/1953 yakni kantor urusan agama Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) yang untuk pertama kalai dijabat oleh H.Abd Syukur Marasabessy, kemudian Kantor Urusan Agama tingkat Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) di percayakan kepada A.Kadir Liem sebagai kepala kantor, dan pembentukan Kantor Urusan Agama tingkat kabupaten Maluku Utara (Malut). Dalam sejarahnya Maluku Utara saat itu masih bernaung dibawa provinsi Maluku dan Kantor Urusan Agama tingkat kabupaten Maluku Utara dipimpin Muhammad Ali Bugis. Pendirian kantor urusan agama pada tingkat kabupaten di Maluku ini bertujuan melayani kepentingan umat beragama di masing – masing wilayah secara administrasi. Setahun pasca pebentukn kantor urusan agama di tingkat kabupaten, kantor perkema tingkat I provinsi maluku mengeluarkan kebijakan meretas dan mendirikan Kantor Urusan Agama Kota Madya Ambon, dengan mempercayakan Djosan Buhari dan Muhammad Lestaluhu, sebagai pelaksana tugas harian di Kantor Urusan Agama Kota Madya Aambon pada tahun 1954. Konefrensi kemeneterian agama RI di Sukabumi pada tanggal 28 Desember 1953 membuka lembaran baru bagi peran dan eksitensi lembaga Kementerian Agama dalam proses penyempurnaan organisasi kementerian agama di daerah ini telah tertulis secara histori gagasan pendirian lembga nasional di Maluku. Bila dirunut dari masa dan cerita yang dikisahkan oleh para pelaku sejarah yang telah berjasa mendirikan kementerian agama di Maluku, maka hingga tahun 2016 ini usia Kementerian Agama Provinsi Maluku telah memasuki masa ke- 65 tahun terhitung sajak 1 Januari 1951. Regulasi dan perubahan kepemimpinan di lingkungan kementerian agama provinsi maluku terus berlanjut hingga kini. Setiap pemimpin yang mendapat amanah menjabat Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Maluku memiliki ekspektasi yang sama untuk menjawab visi dan misi Kemenag di Maluku. Dan berikut nama – nama kakanwil yang telah dipercayakan pemerintah pusat melalui menteri agama untuk menjaat sebagai kakanwil kemenag provinsi maluku dalam setiap periode. (***)



Sejarah Berdirinya Kantor Kementerian Agama Kabupaten Maluku Tengah Kementerian Agama Kabupaten Maluku Tengah yang beralamat : Jl. Imam Bonjol Kotak Pos .001 Telp. (0914)22429 Website : malteng.kemenag.go.id, Email : [email protected] Didirikan dengan nama instansi pada masa itu bernama Jawatan Dinas Penerangan dengan Kepala KH. Abd. Karim Marasabessy dengan periode masa jabatan selama 9 (sembilan ) tahun dari tahun 1968 sampai dengan 1977.