Emboli Paru Dan Kasus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakaang



Pernafasan merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas didalam jaringan atau “pernafasan dalam” dan didalam paru-paru. Udara ditarik kedalam pari-paru pada saat menarik nafas dan didorong keluar paru-paru pada waktu mengeluarkan nafas. Udara masuk melalui jalan pernafasan(Evelyn C, 2009). Gangguan sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Penyakit pernafasan diklasifikasikan berdasarkan etiologi, letak anatomis, sifat kronik penyakit, dan perubahan struktur serta fungsi. Tidak satupun klasifikasi ini yang memuaskan. Pada kasus-kasus tertentu penyebabnya tak diketahui, sedangkan penyebab yang sama pada kasus-kasus lain dapat menyerang lokasi anatomi yang berbeda dan menibulkan akibat patofisologis yang berbeda pula (Sylvia A. Price, 2005). Menurut virchow (dalam Himawan S, 1986) terdapat tiga faktor penting yang memegang peranan timbulnya trombus (trias virchow), yaitu; Perubahan permukaan endotel pembuluh darah, perubahan pada aliran darah dan perubahan pada konstitusi darah. Jika terjadi kerusakan pada trombosit maka akan dilepaskan suatu zat tromboplastin. Zat inilah yang merangsang proses pembentukan beku darah (trombus). Tromboplastin akan mengubah protrombin yang terdapat dalam darah menjadi trombin, kemudian bereaksi dengan fibrinogen menjadi fibrin. Emboli paru terjadi apabila suatu embolus, biasanya merupakan bekuan darah yang terlepas dari perlekatanya pada vena ekstremitas bawah, lalu bersirkulasi melalui pembuluh darah dan jantung kanan sehingga akhirnya tersangkut pada arteri pulmonalis utama atau pada salah satu percabangannya(Sylvia A. Price, 2005). Emboli Paru adalah sumbatan arteri pulmonalis yang disebabkan oleh trombus pada trombosis vena dalam di tungkai bawah yang terlepas dan mengikuti sirkulasi menuju arteri di paru. Setelah sampai diparu, trombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik, sedangkan trombus yang kecil terus berjalan



sampai



ke



bagian



distal,



menyumbat



pembuluh



darah



kecil



di



perifer



paru(Goldhaber,1998; Sharma,2005).



1



Di indonesia diperkirakan bahwa lebih dari setengah juta orang mengalami emboli paru setiap tahunnya mengakibatkan kematian lebih dari 50.000 orang tiap tahun. Embolisme paru adalah gangguan umum dan sering berkaitan dengan trauma, bedah ortopedik, pelvik, ginokologik, kehamilan, gagal jantung kongestif, usia lanjut (lebih dari 60tahun), dan imobilitas berkepanjangan. Embolisme paru dapat terjadi pada individu yang tampak sehat(Smeltzer Suzanne C, 2002). Tenaga kesehatan khususnya keperawatan, harus dapat membantu menyelesaikan masalah yang ditimbulkan penyakit ini agar klien yang menderita penyakit emboli paru dapat sembuh. Oleh karena itu tindakan pencegahan, pengobatan, serta pemulihan kesehatan untuk penyakit emboli paru perlu diperhatikan agar kejadian penyakit emboli paru dan komplikasinya dapat dikurangi. Dari hasil pemikiran tersebut di atas, penulis ingin membahas lebih jauh mengenai emboli paru khususnya penyakit emboli paru yang di RSUD Raden Mattaher yang penulis tuangkan dalam bentuk makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Dengan Emboli Paru”.



B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari kenyataan yang telah di utarakan di atas, maka rumusan masalah yang penulis buat adalah bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada penderita emboli paru : 1.



Apakah yang dimaksud dengan emboli paru?



2.



Bagaimana gejala dan tanda penderita emboli paru?



3.



Apakah penyebab emboli paru?



4.



Bagaimana patogenesis emboli paru ?



5.



Bagaimana gambaran klinis penderita emboli paru?



6.



Diagnosa Penyakit emboli paru ?



7.



Pengobatan penyakit emboli paru ?



8.



Pencegahan penyakit emboli paru ?



2



C. Tujuan 1. Tujuan umum Untuk memberikan gambaran nyata tentang pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah utama Emboli Paru.



2. Tujuan khusus 1. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian keperawatan pasien Emboli Paru 2. Mahasiswa dapat menyusun Analisa data pasien Emboli 3. Mahasiswa dapat membuat Diagnosa keperawatan pasien Emboli 4. Mahasiswa dapat melakukan intervensi keperawatan klien Emboli Paru 5. Mahasiswa dapat melakukan implementasi pada klien Emboli Paru 6. Mahasiswa dapat melakukan Evaluasi pada klien Emboli Paru



D. Manfaat a. Mahasiswa mendapatkan pemahaman tentang konsep dengan masalah yang bersangkutan dengan Emboli Paru b. Mahasiswa mendapatkan pemahaman tentang askep pada klien Emboli c.



Memberikan informasi pada klien Emboli Paru dalam mencegah dan menangani masalah yang bersangkutan dengan Emboli Paru.



3



BAB II PEMBAHASAN



A. Definisi Embolisme Paru



Embolisme paru mengacu pada obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonal oleh trombus yang berasal dari suatu tempat dalam sistem vena atau pada jantung sebelah kanan. Embolisme paru adalah gangguan sistem umum dan sering berkaitan dengan, trauma, bedah ( ortopedik, pelvik, genekologik, ) kehamilan, gagal jantung kongestif, usia lanjut ( lebih dari 60 tahun ) dan imobilitas berkepanjangan. Tromboemboli berasal dari kata thrombus dan emboli. Trombus adalah kumpulan faktor darah terutama trombosit dan fibrin dengan terperangkapnya unsur seluler yang sering menyebabkan obstruksi vaskuler pada akhir pembentukannya. Emboli Paru adalah pembendungan pada ateri pulmonalis (atau salah satu cabangnya) oleh bekuan darah, lemak, udara atau sel tumor, emboli yang sering terjadi adalah trombo emboli, yang terjadi ketika bekuan darah (trombosis vena) menjadi berpindah dari tempat pembentukan dan menyumbat suplai darah arteri pada salah satu(Saryono, 2009). Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus secara tiba-tiba terjadi. (Perisai Husada-klinik specialis penyakit dalam dan syaraf) Emboli Paru adalah sumbatan arteri pulmonalis yang disebabkan oleh trombus pada trombosis vena dalam di tungkai bawah yang terlepas dan mengikuti sirkulasi menuju arteri di paru. Setelah sampai diparu, trombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik, sedangkan trombus yang kecil terus berjalan



sampai



ke



bagian



distal,



menyumbat



pembuluh



darah



kecil



di



perifer



paru(Goldhaber,1998; Sharma,2005).



C. Etiologi Menurut Sylvia A. Price, 2005, ada tiga faktor utama yang timbulnytrombosis kemudian menjadi emboli paru yaitu sebagai berikut : a. Stasis atau melambatnya aliran darah



4



b. Luka dan peradangan pada dinding vena c. Hiperkoagulasibilitas Trias klinis klasik yang merupakan predisposi trombo emboli paru Virchow tahun 1856, yaitu: 1. Trauma lokal pada dinding pembuluh darah; 2. Hiperkoagulabilitas; 3. Stasis darah Sebagian besar pasien dengan Emboli Paru memiliki kondisi klinis yang berkaitan dengan faktor-faktor predisposisi ini, seperti trauma mayor, pembedahan dalam waktu dekat sebelumnya, obesitas dan imobilitas, merokok, peningkatan usia, penyakit



keganasan, pil



kontrasepsi oral, kehamilan, terapi insulin hormon, dan keadaan lain yang lebih jarang (misalnya sindrom nefrotik)(Huon H. Gray, 2003).



D. Patofisiologi Efek klinis Emboli Paru tergantung pada derajat obtruksi vaskuler paru, pelepasan agen humoral vasoaktif dan bronkokonstriksi dari pratelet teraktivasi (misalnya serotonin, tromboksan A2), penyakit kardiopulmonal sebelumnya, usia dan kesehataan umum pasien. Afterload RV meningkat secara bermakna bila lebih dari 25% sirkulasi paru mengalami obstruksi. Awalnya hal ini mengakibatkan peningkataan tekanan RV, kemudiaan diikuti oleh dilatasi RV dan regurgitasi trikuspid, dan dengan mulai gagalnya ventrikel kanan, terjadi penurunan tekanan RV. Ventrikel kanan yang normal tidak mampu meningkatkan tekanan ateri pulmonalis lebih banyak di atas 50-60 mmhg



sebagai respons terhadap obstruksi mayor



mendadak pada sirkulasi paru, sementara pada trombus emboli kronis atau PH primer tekanan RV dapat meningkat secara bertahap hingga tingkat suprasistemik (>100mmhg). Kombinasi dari penurunan aliran darah paru dan pergeseran septum interventrikel keruangan ventrikel kiri akibat ventrikel kanan yang mengalami dilatasi, menurunya pengisian ventrikel kiri. Maka dispnoe pada pasien dengan obstruksi berat akut sirkulasi paru dapat dikurangi manuver yang meningkatkan aliran balik vena sistemik dan preload ventrikel kiri, seperti berbaring datar, mendongak dengan kepala kebawah, dan infus koloid intravena. Hal ini berlawanan dengan dispnu pada pasien dengan gagal ventrikel kiri, yang gejalanya berkurang dengan manuver yang menurunkan preload ventrikel kiri, seperti duduk tegak dan terapi duduk(Huon H. Gray, 2003). 5



 Penyimpangan KDM Embolisme Paru Terjadi penyumbatan arteri pulmonalis oleh thrombus



Penyakit kardiopulmonal



Menimbulkan gangguan himodinamik



Takikardia dispnea



Nyeri dada



Afterload RV meningkat 25 %



Sirkulasi paru mengalami obstruksi



Gagalnya ventrikel kanan



Arteri pulmonalis meningkat Terjadi thrombus embli kronis



Penurunan aliran darah paru keruangan ventrikel kiri



Dilatasi ventrikel kanan



Obstruksi berat akut sirkulasi paru



6



E. Manifestasi klinis Tanda dan gejala emboli paru sangat berfariasi bergantung pada besar bekuan. Gambaran klinis dapat berkisar dari keadaan tanpa tanda sama sekali sampai kematian mendadak akibat embolus pelana yang masif pada percabangan ateri pulmonalis utama yang mengakibatkan sumbatan pada saluruh aliran darah ventrikel kanan. Emboli ukuran sedang berupa awitan mendadak dipsnea adalah gejala yang paling umum kedua takipnea adalah frekuensi pernafasan yang sagat cepat, serta nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai awitan bersifat pleuritik takikardia, dan gelisah.nyeri pleuritik, suara gesekan pleura, hemoptisis dan demam jarang ditemukan kecuali bila terjadi infark(Sylvia A. Price, 2005). Kecurugiaan emboli paru merupakan dasar dalam menentukan test diagnostik. Dipsnoe gejala paling sering muncul dan takipnoe adalah tanda emboli paru yang paling khas. Pada umumnya dipsnoe berat, sinkop dan sianosis merupakan tanda emboli paru yang mengancam nyawa. Nyeri pleuritik menunjukkan bahwa emboli paru yang paling kecil dan terletak diarteri pulmonal distal berdekatan dengan garis pleura(Goldhaber,1998; Sharma,2005).



F. WOC  Stasis atau lambatnya aliran darah  Luka atau peradangan pada dinding vena  Hiperkougulasibilitas  Thrombus  Tekanan ventrikel kanan  Obstruksi arteri pulmonal  Diatasi ventrikel kanan regugitasi trikuspina  Aliran darah keparu terhambat O2 dalam jaringan paru  Iskemik parenkim paru  Mk : nyeri  Gagalnya ventrikel kanan takikardia, takipnu, dipsnu,  Mk : perubahan perfusi jaringan perubahan perfusi jaringan, O2 dan Co2 terganggu  Mk : kerusakan pertukaran gas  Mk : pola nafas tidak efektif (Huon H. Gray, 2003)



7



G. Komplikasi Komplikasi meliputi disfungsi ventrikel, gagal nafas, kegagalan multi organ, dan kematian(Greenberg, 2005). Nekrosis iskemik lokal (infark) merupakan komplikasi emboli paru yang jarang terjadi karena paru memiliki suplai darah ganda. Infark paru biasanya dikaitkan dengan penyumbatan ateria lobaris atau lobularis ukuran sedang dan isufisiensi aliran kolateral dari sirkulasi bronkus. Suara gesekan pleura dan sidikit efusi pleura merupakan tanda yang sering ditemukan(Sylvia A. Price, 2005).



J. Pencegahan Mencegah pebentukan trombus merupakan tanggung jawab keperawatan yang utama. Ambulasi dan latihan tungkai aktif serta pasif dianjurkan untuk mencegah stasis vena pada pasien tirah baring. Pasien diintruksikan untuk menggerakan tungkai dalam latihan gerakan memompa sehingga otot-otot tungkai dapat membantu aliran vena. Pasien juga disarankan untuk tidak duduk atau berbaring untuk waktu yang lama, menyilangkan tungkai atau mengenakan pakaian yang ketat. Tungkai tidak boleh dijuntaikan tidak juga diletakan dalam posisi tergantung sementara pasien duduk ditepi tempat tidur. Sebaliknya, kaki pasien harus diletakkann diatas lantai atau di atas kursi, kateter intravena (untuk terapi parental atau pengukuran tekanan vena sentral) tidak boleh terpasang untuk waktu yang lama(Smeltzer Suzanne C, 2002). Pencegahan emboli paru menurut dr. Rosfanty adalah : Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena. Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk: 1. menggunakan stoking elastic 2. melakukan latihan kaki 3. bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan. Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru. Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari 8



setelah operasi. Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat penyembuhan, sehingga hanya diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi mengalami pembentukan gumpalan, yaitu: 1.



penderita gagal jantung atau syok



2.



penyakit paru menahun



3.



kegemukan



4.



sebelumnya sudah mempunyai gumpalan.



Heparin tidak digunakan pada operasi tulang belakang atau otak karena bahaya perdarahan pada daerah ini lebih besar. Kepada pasien rawat inap yang mempunyai resiko tinggi menderita emboli paru bisa diberikan heparin dosis kecil meskipun tidak akan menjalani pembedahan. Dekstran yang harus diberikan melalui infus, juga membantu mencegah pembentukan gumpalan. Seperti halnya heparin, dekstran juga bisa menyebabkan perdarahan. Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan, (misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan untuk memperbaiki posisi sendi), bisa diberikan warfarin per-oral. Terapi



ini



bisa



dilanjutkan



untuk



beberapa



minggu



atau



bulan



setelah



pembedahan(winoviyanto,2011).



K. Pemeriksaan Diagnostik  Menurut Huon H, Gray, 2003 pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 1. Elektrokardiografi Mungkin memperlihatkan sinus takikardia dan normal pada emboli Paru minor, namunmemperlihatkan abnormalitas khas pada sekitar 30% pasien dengan Emboli Paru masif.



2. Ekokardiografi Bisa terlihat dilatasi jantung kanan dan perkiraan tekan RV mungkin dilakukan bila dideteksi regusitasi trikuspid. Kadang trombus bisa dilihat jantung kanan.



3. Radiografi Toraks Dilatasi arteri pulmonal proksimal mayor, dan area oligemia paru dapat menandakan adanya obstruksi arteri mayor. 9



4. Pemindaian Paru Biasanya dilaporkan sebagai kemungkinan Emboli Paru rendah, sedang, atau tinggi. Bila sugestif Emboli Paru, pemindaian cenderung untuk menilai rendah derajat keparahan angiografi dan gangguan hemodinamik Emboli Paru.



5. MRI dan pemindaian CT Terutama CT spiral diperkuat kontras, semakin banyak digunakan dan dapat mendeteksi emboli paru yang tidak diduga secara klinis. Pemidain CT merupakan pemeriksaan pilihan pasien dengan dugaan emboli Paru yang juga memiliki penyakit paru sebelumnya .



L. Penatalaksanaan Medis Anamnesis gejala dan faktor resiko pasien dan harus didapatkan dengan jelas. Dengan sedikit pengecualian, pasien yang diduga mengalami emboli paru harus mendapatkan pemeriksaan radiodrafi thoraks dan EKG dan dirujak untuk pemidaian V/Q paru. Bila indeks kecurigaan klinis tinggi, antikougulan harus dimulai, tanpa menunggu hasil pemeriksaan penunjang, selain terapi suportif misalnya analgesik dan oksigen, tiga pilihan terapi segera untuk emboli paru adalah antikoagulasi dengan heparin, terapi trombolitik, embolektomi paru(Huon H. Gray, 2003). Pengobatan utama untuk emboli paru terdiri dari terapi dengan terapi fibronolitik untuk pasien emboli paru masif atau tidak menetap. Regimen fibronolitik biasa digunakan untuk emboli paru, termasuk juga dua bentuk aktifaktor plasminogen jaringan rekombinan t-PA (altelpalse) dan r-PA (retelplase) yang digunakan dengan urokinase dan setretokinase. Bedah embolektomi dilakukan bila terapi dengan fibronolitik merupakan kontraindikasi. Tindakan tambahan yang penting juga penting adalah menghilangkan nyeri dengan agen antiinflamasi nonsteroid, suplemen oksigen, pemantauan perawatan intensif, dan stock-stacking penekanan sebesar 30 hingga 40 mmhg, dobutamin digunakan untuk mengobati gagal jantung karena dan syok kardiogenik. Pencegahan sekunder emboli paru dengan menggunakan heparin,. Heparin adalah antikoagulan yang penting karena menghambat pembesaran bekuan tapi tidak mampu menghancurkan bekuan yang sudah ada(Sylvia A. Price, 2005).



10



Antikoagulan heparin merupakan pilar utama terapi segera, dengan pemberian antikoagulan jangka panjang sebagai komponen penting perawatan, filter vena kava dapat dipertimbangan pada beberapa untuk mengurangi kemungkinan emboli tambahan ke paru, trombolisis dapat dipertimbangkan pada beberapa kasus tetapi saat ini masih kontroversial. Emboliktomi secara bedah atau dengan panduan kateter dapat dipertimbangkan pada pasien tertentu(Greenberg, 2005).



11



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN



A. Asuhan Keperawatan Emboli Paru



1. Pengkajian  Aktifitas/istirahat Gejala : kelemahan dan atau kelelahan. Tanda : dispnea karena kerja Kecepatan jantung tak normal atau TD berespons pada aktivitas Gangguan tidur  Sirkulasi Gejala : riwayat cedera dinding, vena, seperti bedah atau trauma vena iliaka dan pelvik, varises vena, sepsis, luka bakar,



adanya/berulangnya prosedur infasif mis, infus sentral,



pemantauan heodinamik, masalah koagulasi, misalnya polisitemia, anemia hemolitik autoimun, penyakit sel sabit, infark miokardial transmural/subendokardial/Vka, gagal jantung. Tanda : takikardia. Bunyi jantung ekstra, mis S3m S4 Distritmia mis, fibrilasiatrial kronis, Mumur kegagalan katub Hipotensi Nadi mungkin normal, lemah/lembut (syok), atau penuh/kuat (polisitemiavera). Ekstremitas : tanda trombofiblitis mis, vena feblotik, tegangan jaringan otot, kulit mengkilat Edema : peningkatan suhu kulit



12



 Intergritas ego Gejala : ketakutan, perasaan mau pingsan. Takut mati Tanda : gelisah, gemeta, prilaku panik Wajah tegang Peningkatan keringat  Makanan cairan Gejala : mual Tanda : edema kaki  Neoro Sensori Gejala : kesulitan berkosentrasi, gangguan daya ingat. Berdenyut Tanda : gangguan lingkup perhatian Disorientasi Perubahan pengaturan/adanya/daya ingat segera Letargi/pingsan  Nyeri/kenyamanan Gejala : nyeri dada Ketidaknyamanan pada ekstremitas (bila ada tromboflebitis) Prilaku distraksi, wajah mengkerut, merintih, gelisah. Menekan dada.  Pernafasan Gejala : riwayat penyakit paru kronik Lapar udara / dispnea Batuk, sputum merah muda/berdarah /coklat. Tanda : takipnea Dispnea, pernafasan tersengal-sengal Penurunan bunyi nafas, krekels, mengi, friksi pleural (bila paru infarrk terjadi) 13



Batuk (basah/kering atau sputum berdarah produktif)  Keamanan Gejala : riwayat kanker, infeksi sistemik, fraktur/ trauma pada ekstremitas bawah, luka bakar Tanda : demam derajatrendah  Seksualitas Gejala : saat ini hamil atau melahirkan  Penyuluhan/pembelajaran Gejala : mengunakan kontrapsesi oral, adanya penghentian antikoagulan Pertimbangan Rencana pemUlangan : perubahan program obat, Bantuan perawatan diri, pengaturan rumah dan memelihara



2. Diagnosa keperawatan a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial. b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran udara keaveoli atau kebagian utama paru. c.



Resiko tinggi Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penghentian aliran darah (arteri/vena)



d. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan ateri oleh embolus e. Ansiatas berhubungan dengan adanya ancaman kematian. f.



Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit. (Doenges, Marilynn E, 2000).



4. Evaluasi keperawatan 1. Menunjukkan pola nafas evektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rintang normal 2. Klien berpatisipasi dalam aktivitas meningkatkan fungsi paru



14



STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN Tn. A DENGAN DIAGNOSA EMBOLI PARU DI RUMAH SAKIT UMUM RADEN MATAHER



A. Contoh Kasus Emboli Paru Tn A, umur 50 tahun, agama islam suku bangsa minang, bekerja sebagai tani, alamat dijalan Soekarno III, no. 24, Garden, Jambi. Masuk Rumah Sakit Umum Raden Mataher pada tanggal 9 Oktober 2012 melalui IGD. Klien masuk rumah sakit diantar oleh istrinya ( Ny, L, 45 tahun, seorang ibu rumah tangga) dengan keluhan sakit pada dadanya, nafas sesak, berdebardebar, demam, dan susah tidur. Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan sakit pada dadanya, nyeri seperti tertimpa benda berat, skala nyeri 6, durasi nyeri 3 menit setiap 1 jam, klien tampak meringis dan gelisah, tampak selalu memegang dadanya, sulit bernafas, klien tampak menggunakan nafas bibir, lemah dan pucat, klien tampak cemas, CRT > 3 detik, dan klien mengatakan takut terhadap penyakit yang dideritanya. Klien mengatakan tidak mengerti akan penyakit yang dideritanya, klien selalu bertanya-tanya tentang penyakitnya, klien tampak bingung dan gelisah. Klien juga mengatakan mempunyai riwayat merokok, dapat menghabiskan 2 bungkus perhari sejak umur 18 tahun, serta gaya hidup yang tidak teratur, kurangnya olah raga, sering makan makanan yang bersantan. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan data tingkat kesadaran composmentis dengan GCS 15 ( E4 V5 M6), TD : 140/100 mmhg, N : 110 x/mnt, S : 37,5 C, RR : 30 x/mnt, pernafasan cepat dan dangkal, Cafilarevil 5 detik, akral teraba dingin, klien tampak pucat. Dari pemeriksaan laboratorium Hemoglobin 10 g/dl, leukosit 10.000mm3, trombosit : 150 000 mm3, hematrokrit : 40%, AGD : PO2 : 70mmhg, PCO2 : 50mmhg, PH : 7,35 %, SaO2 : 80 %, HCO3 : 38mmhg. Dan pada pemeriksaan radiologi didapatkan obstruksi ateri pulmonalis parsial, Pemeriksaan EKG Tampak gelombang Q yang sempit diikuti T inverted di lead III dikarnakan adanya dilatasi atrium kanan dan ventrikel kanan. Saat ini klien tinggal bersama istri dan kedua anaknya, klien adalah anak kedua dari dua bersaudara, istri klien adalah anak pertama dari dua bersaudara, klien mengatakan keluarganya



15



tidak ada yang mengalami penyakit seperti yang diderita klien, hanya saja ayah klien pernah menderita hipertensi. Saat ini klien diterapi dengan antikoagulasi dengan heparin 1x1 ampul (70mg), walfarin 1x1 ampul (90mg), dolax 1x1 ampl (90mg), terpasang oksigen 5liter/menit, ditangan kiri terpasang infuse IV FD RL 20 tetes/menit, klien juga terpasang O2 5 l/i. Dokter menyarankan agar klien dilakukan tindakan pembedahan (embolektomi) paru.



B. Pengkajian 1) Identitas klien Nama : Tn A Umur : 50 th



:



Jenis kelamin



: laki-laki



Agama



: islam



Pekerjaan



: Tani



Suku/bangsa



: minang/indonesia



Jalan Soekarno III, no. 24, Garden, Jambi



2) Penanggung jawab Nama



: Ny. L



Usia



: 45 th



Agama



: Islam



Suku bangsa



: batak



Pekerjaan



: IRT



Jalan Seilendra II, no. 24, Coffe Garden, Jambi Hubungan dengan klien : istri klien



3) Klien masuk rumah sakit : Tanggal 9 oktober 2012. 4) Tanggal pengkajian



: 09 oktober 2012.



5) Status kesehatan a. Alasan masuk rumah sakit



16



Klien masuk rumah sakit dengan alasan nyeri pada dadanya, nafas sesak, berdebar-debar, demam, dan susah tidur.



b. Riwayat kesehatan sekarang Klien mengatakan sulit bernafas, klien tampak menggunakan nafas bibir, lemah dan pucat, kien juga mengeluh sakit pada dadanya, nyeri seperti tertimpa benda berat, skala nyeri 6, durasi nyeri 3 menit setiap 1 jam, klien tampak meringis dan gelisah, tampak selalu memegang dadanya, klien tampak cemas, dan klien mengatakan takut terhadap penyakit yang dideritanya. Klien mengatakan tidak mengerti akan penyakit yang dideritanya, klien selalu bertanya-tanya tentang penyakitnya, klien tampak bingung dan gelisah.



c. Riwayat kesehatan dahulu Penyakit yang pernah dialami klien : klien pernah mengalami DM sejak lima tahun yang lalu, dan pernah dirawat dipuskesmas. Pengobatan yang didapatkan : terapi insulin



d. Riwayat penyakit keluarga Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit yang sama seperti yang diderita klien, hanya saja ayah klien adalah penderita hipertensi.



e. Genogram Keterangan : = laki – laki = perempuan = pasiean = tinggal sekeluarga Klien merupakan anak kedua dari dua bersaudra, istrinya merupakan akan pertama dari dua bersaudara. Klien mempunyai dua orang anak satu laki – laki dan satu perempuan Klien tinggal serumah dengan istrinya dan kedua anaknya. f.



Pemeriksaan fisik 17



1) Status Generalis a.



Kesadaran



b. GCS



: composmentis : Respons motorik (M)



Respons verbal (V)



:5



Respon buka mata (E)



:4



c.



TTV TD



: RR



:6



: 30x/menit



: 140/100 mmhg



Suhu : 37,5 0C Nadi : 110x/menit



2) Status lokalis (pengkajian head to toe) a. Kepala Pada pemeriksaan kepala didapatkan bentuk kepala normal, rambut tumbuh subur, dan bersih, warna rambut hitam. b. Telinga Serumen dalam batas normal dan tidak ada gangguan pada sistem pendengaran



c. Mata Tidak ada ganguan penglihatan, konjungtiva tampak anemis, sklera tampak putih dan jernih, pupil isokor kiri/kanan, miosis terhadap cahaya.



d. hidung Tidak gangguan pada sistem penghidung, tidak tampak benjolan dalam hidung, mukosa hidung tampak merah, tidak tampak ada pendarahan.



18



e. Mulut Mukosa bibir tampak pucat. Gigi klien masih lengkap, tidak ada gangguan dalam sistem pengecap. Lidah tampak bersih, tidak ada stomatitis. f. Leher Saat dipalpasi bagian leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid.



g. Dada/thorax Inspeksi



: dada klien tampak tidak simestris kiri dan kanan, dada tampak membusung,



pergerakan dada klien cepat dan dangkal. Palpasi



: tidak ada teraba benjolan, nyeri tekan (-)



Perkusi



: perkusi data terdengar sonor



Auskultasi



: bunyi nafas terdengar whezeeng.



h. Kardiovaskuler Inspeksi



: Tidak terlihat adanya massa, tidak ada pembesaran dan jejas.



Palpasi



: Tidak teraba adanya massa.



Perkusi



: perkusi pada daerah jantung terdengar redup



Auskultasi



: Bunyi jantung S1, S2 terdengar lebih keras.



i. Abdomen Inspeksi



: Abdomen tampak simestris, kulit sekitar abdomen tidak tampak lesi,



tidak



tampak adanya massa. Auskultasi



: bising usus 10 kali/menit.



Palpasi



: saat di palpasi klien tidak mengeluh nyeri tekan, perut terasa lemas, tidak



teraba adanya massa, acites (-) Perkusi



: klien tidak kembung, perkusi abdomen terdengar tympani



19



j. Ekstremitas dari pergerakan , tidak ada kecacatan dan trauma, tangan kiri klien terpasang infuse, dan kekuatan otot normal.



k. Integumen Warna kulit tampak sawo matang, kulit klien tampak lembab. l. Pemeriksaan penunjang : 



Pemeriksaan radiologi memperlihatkan pembesaran ateri pulmonalis.







Echokardiografi terlihat adanya dilatasi ventrikel kanan.







Pemeriksaan EKG Tampak gelombang Q yang sempit diikuti T inverted di lead III dikarnakan adanya dilatasi atrium kanan dan ventrikel kanan.







Pemeriksaan laboratorium Hemoglobin : 10 gr/dl Trombosit



: 150 000 mm3



Leukosit



: 10. 000 mm3



Hematokrit : 40% AGD



: PO2 : 70mmhg (80-105 mmHg)



PCO2 : 50mmhg(38-44 mmHg) PH : 7,35 %,(7,35- 7,45) SaO2 : 80 %, HCO3 : 38mmhg.



m. Terapi Obat-obatan : Saat ini klien diterapi dengan antikoagulasi dengan heparin 1x1 ampl (70 mg), walfarin 1x1 ampul (90 mg), dolax 1 ampl (90 mg), terpasang oksigen 5liter/menit, ditangan kiri terpasang infuse IVFD RL 20 tetes/menit, klien juga terpasang O2 5 l/i.



20



C. Analisa data Nama : Tn A Umur : 50 th Gejala



Etiologi



Ds:



Masalah



Gangguan aliran udara Gangguan pertukaran gas -



Klien mengatakan sesak ke alveoli nafas



-



Klien mengatakan sulit untuk bernafas Do:



-



Klien tampak sesak



-



Klien



tampak



menggunakan nafas bibir -



Pernafasan klien cepat dan dangkal



-



Bunyi nafas whezing



-



Klien tampak lemah dan pucat



-



RR: 30 x/i



-



N: 110 /i



-



Dari hasil pemeriksaan analisa



gas



PO2:70mmhg,



darah PCO2



:



50mmhg, PH : 7,35 %, SaO2



:



80



%,HCO3:38mmhg. -



klien juga terpasang O2 5 l/i Ds :



-



Obstruksi klien



mengatakan pulmonal



ateri Perubahan



perfusi



jaringan



perifer



nafasnya sesak 21



-



klien



mengatakan



dadanya berdebar-debar.



Do : -



klien



tampak



sulit



bernafas -



pernafasan cepat dan dangkPal.



-



klien tampak lemah dan pucat



-



konjungtiva



tampak



anemis -



RR : 30 x/m



-



N : 110 x/m



-



Bunyi jantung S1, S2 terdengar lebih keras



-



Kafilarevil : >3 detik



-



Akral teraba dingin



-



kulit klien tampak lembab



-



Pemeriksaan



EKG



tampak gelombang Q yang sempit diikuti T inverted di lead III Ds : -



Iskemik jaringan paru



Nyeri



klien mengatakan nyeri pada dadanya



-



nyeri bagaikan tertimpa benda berat



-



klien mengatakan durasi nyeri 3 menit setiap 1 jam



22



Do : -



Klien tampak gelisah



-



Klientampak meringis



-



Nyeri pada bagian dada



-



Klien



tampak



selalu



memegang dadanya -



Skala nyeri 6



-



TD : 140/100 mmhg N : 110 x/m DS : Klien mengatakan Perubahan takut



status Ansietas



terhadap kesehatan



penyakitnya DO : -



Klien tampak cemas



-



N : 110 x/m



-



TD : 140/100 mmhg



Ds :



Kurangnya klien mengatakan tidak tentang



informasi Kurang



pengetahuan



proses (kebutuhan belajar )



tahu akan penyakit yang penyakit dideritanya. DO : -



Klien selalu bertanyatanya



tentang



masalah



yang dideritanya. -



Klien tampak bingung dan gelisah.



23



BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN



Pernafasan merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas didalam jaringan atau “pernafasan dalam” dan didalam paru-paru. Udara ditarik kedalam pari-paru pada saat menarik nafas dan didorong keluar paru-paru pada waktu mengeluarkan nafas. Udara masuk melalui jalan pernafasan(Evelyn C, 2009). Gangguan sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Penyakit pernafasan diklasifikasikan berdasarkan etiologi, letak anatomis, sifat kronik penyakit, dan perubahan struktur serta fungsi. Tidak satupun klasifikasi ini yang memuaskan. Pada kasus-kasus tertentu penyebabnya tak diketahui, sedangkan penyebab yang sama pada kasus-kasus lain dapat menyerang lokasi anatomi yang berbeda dan menibulkan akibat patofisologis yang berbeda pula (Sylvia A. Price, 2005). Menurut virchow (dalam Himawan S, 1986) terdapat tiga faktor penting yang memegang peranan timbulnya trombus (trias virchow), yaitu; Perubahan permukaan endotel pembuluh darah, perubahan pada aliran darah dan perubahan pada konstitusi darah. Jika terjadi kerusakan pada trombosit maka akan dilepaskan suatu zat tromboplastin. Zat inilah yang merangsang proses pembentukan beku darah (trombus). Tromboplastin akan mengubah protrombin yang terdapat dalam darah menjadi trombin, kemudian bereaksi dengan fibrinogen menjadi fibrin. Emboli paru terjadi apabila suatu embolus, biasanya merupakan bekuan darah yang terlepas dari perlekatanya pada vena ekstremitas bawah, lalu bersirkulasi melalui pembuluh darah dan jantung kanan sehingga akhirnya tersangkut pada arteri pulmonalis utama atau pada salah satu percabangannya(Sylvia A. Price, 2005). Emboli Paru adalah sumbatan arteri pulmonalis yang disebabkan oleh trombus pada trombosis vena dalam di tungkai bawah yang terlepas dan mengikuti sirkulasi menuju arteri di paru. Setelah sampai diparu, trombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik, sedangkan trombus yang kecil terus berjalan



sampai



ke



bagian



distal,



menyumbat



pembuluh



darah



kecil



di



perifer



paru(Goldhaber,1998; Sharma,2005).



24



B. SARAN  Diharapkan kita sebagai perawat mampu menanggani pasien dengan baik dalam memberikan pelayanan kesehatan dirumah sakit.  Diharapkan pada maha siswa agar mampu memahami tentang materi gangguan system pernafasan yaitu embilisme paru agar kelak bila dirumah sakit mendapatkan penyakit seperti ini dapat menanganinya dengan baik.



25