Essay LPDP [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Essai 1 Tema : Peran Ku Bagi Indonesia



“Mengawal Prinsip Ekonomi Nasional: Mewakafkan Ilmu Pengetahuan Hukum” Perkembangan masyarakat yang begitu pesat di tengah pengaruh modernisasi dan globalisasi membawa dampak pada makin kompleksnya kajian hukum. Hal ini sebagai konsekuensi logis dari kemajuan masyarakat yang cenderung menghasilkan satu permasalahan hukum. Salah satunya adalah kajian hukum ekonomi. Hal tersebut tidak lepas dari makin berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat, yang tidak bisa lepas dari hubungan hukum para pelaku kegiatan ekonomi yang menjalankan usahanya. Berdasarkan hal tersebut perlu seorang sarjana atau ahli hukum yang mampu memahami kajian hukum ekonomi secara mendalam dan komperhensip. Pemahaman yang demikian agar kegiatan ekonomi yang semakin pesat tidak keluar dari prinsip ekonomi yang telah diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 33 Ayat (1) yang menyatakan; “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”, yang kemudian ditegaskan pada Ayat (4) bahwa; “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional”. Menjaga prinsip ekonomi nasional dalam berkegiatan ekonomi juga tidak bisa dilepaskan dari ketentuan lebih lanjut yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang telah disebutkan di atas. Baik itu aturan yang berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri terkait, ataupun peraturan perundang-undangan lainnya. Sementara untuk menciptakan suatu aturan hukum yang baik tidak bisa dibuat sembarangan. Membuat aturan hukum yang baik berarti tidak menciptakan konflik norma atau pun kekaburan norma, lebih jauh mampu mengakomodir aspek filosofis dan sosiologis. Dengan kata lain dapat kita pahami bahwa keahlian membuat peraturan perundang-undangan hanya bisa dilakukan secara baik oleh orang-orang yang belajar ilmu hukum. Ternyata masalah hukum dan ekonomi tidak berhenti pada tahap formulasi aturan kegiatan-kegiatan ekonomi saja, tetapi juga pada tahap eksekusi, yaitu pada masalah penegakan hukum. Proses penegakan hukum yang buruk juga berakibat pada tidak berkembangnya ekonomi ke arah yang lebih baik. Sebagai contoh misalnya maraknya



pembajakan atas hak cipta lagu, pembajakan piranti lunak, dan lainnya, kemudian penegak hukum tidak mampu memberantas hal itu maka ini juga akan berdampak pada iklim ekonomi. Hal tersebut di atas diperkuat dengan survei yang dirilis oleh kompas.com pada tanggal 19 Februari 2013, mengenai daya saing Indonesia. Survei tersebut berdasarkan survei World Economic Forum dalam Global Competitiveness 2012-2013. Hasil survei tersebut menyebutkan bahwa posisi daya saing Indonesia berada di peringkat 50 dari 144 negara. Posisi ini merosot empat tingkat dibanding sebelumnya di peringkat 46, salah satunya disebabkan belum maksimalnya penegakan hukum terhadap pelaku pembajakan piranti lunak.[1] Berdasarkan hasil survei tesebut kita bisa memahami ada keterkaitan yang sangat erat antara hukum dan pembangunan ekonomi nasional. Akibat dari rendahnya daya saing itu, tentu investor akan lebih sulit menginvestasikan modalnya di Indonesia. Pada akhirnya ekonomi nasional akan menjadi korban. Di sinilah peran ahli hukum untuk mengawal agar kegiatan ekonomi tetap berjalan pada rel prinsip ekonomi yang dibangun atas prinsip demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional. Guna memenuhi dan mengantisipasi permasalahan hukum ekonomi, seperti adanya kegiatan ekonomi yang bertentangan dengan prisnsip dasar ekonomi nasional yang telah diamanatkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, maka peran saya sebagai seorang sarjana hukum adalah mengantisipasi potensi tersebut. Peran saya sebagai sarjana hukum dalam mengantisipasi hal tersebut dapat saya lakukan dengan banyak hal, baik dengan berkarya di pendidikan hukum untuk mendidik calon-calon pendekar hukum, berkarya di ranah eksekutif (sebagai pelaksana undang-undang), ranah legislatif (pembuat undang-undang), ataupun berkarya di ranah yudikatif (sebagai bagian lembaga peradilan) dalam menjaga dan mengawal perkembangan dan pembangunan ekonomi yang ideal, yaitu yang sejalan dengan konstruksi prinsip ekonomi nasional. [1]



www. kompas.com. 19 Februari 2013. “Pembajakan Piranti Lunak Menurunkan DayaSaing”.http://regional.kompas.com/read/2013/02/19/18553149/ Pembajakan.Piranti.Lunak.Menurunkan.Daya.Saing)



Essai 2 Tema : Sukses Terbesar dalam Hidupku “MENUMPANG KERETA KEGAGALAN, MENUJU KESUKSESAN” Kesuksesan merupakan hal yang selalu diinginkan manusia. Tidak ada manusia yang ingin gagal dalam kehidupannya. Begitu pula saya yang tidak sedikitpun mengharapkan kegagalan dalam kehidupan. Saya merupakan anak bungsu yang dianugerahkan Allah SWT kepada H. Mustajillah dan Hj. Helmatun Fauza. Sejak kecil saya bercita-cita menjadi orang sukses. Mulai cita-cita menjadi seorang dokter hingga pemain sepakbola dunia yang hebat pernah saya gantungkan dilangit mimpi. Tapi pada masa itu saya tidak menyadari bahwa citacita yang digantungkan dilangit mimpi tidak akan pernah bisa dihampiri hanya dengan keluh kesah dalam kemalasan. Dilahirkan dan dibesarkan di tengah keluarga yang sederhana, berlatarbelakang tenaga pendidik tidak lantas membuat saya menjadi pribadi yang bersahaja dan mencintai proses belajar pada masa itu. Sebelum duduk di kelas tiga Madrasah Aliyah, sekolah tidak menjadikan saya pribadi yang bijaksana terhadap ilmu pengetahuan. Di sekolah dasar hingga sekolah menegah pertama, saya menjadikan sekolah sekedar rutinitas yang harus saya jalani, formalitas untuk menutup celah labeling sebagai orang bodoh. Selepas lulus dari sekolah menengah pertama saya gagal untuk masuk sekolah favorit yang sebenarnya menjadi tujuan saya, hingga akhirnya saya harus berpindah haluan ke sekolah di bawah Kementerian Agama, yakni Madrasah Aliyah yang masih dipandang sebagai sekolah kelas dua. Bukan sekolah terbaik, tapi ternyata di sanalah saya menemukan hakikat dari proses menuntut ilmu. Di sekolah yang berbasis agama itulah saya justru menemukan kebenaran yang pernah disampaikan oleh seorang jenius, Einsten bahwa “Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta dan agama tanpa ilmu pengetauan adalah pincang”. Sejak saat itu, saya belajar bahwa Allah SWT selalu menyediakan tujuan yang baik meski di luar jalan yang kita siapkan. Mensyukuri belajar di sebuah Madrasah Aliyah inilah titik tolak kesuksesan saya dalam hidup. Lulus dari Madrasah Aliyah, saya memutuskan untuk mencoba masuk IPDN, akan tetapi saya gagal. Sebagai manusia yang dititipi Allah SWT rasa sedih, kegagalan itu tentu membuat saya sedih. Namun, saya beruntung kesedihan itu tidak lantas membuat saya bersusah dalam keputusasaan. Ketika dahulu menuntut ilmu di Madrasah Aliyah, saya diajarkan tentang rahman dan rahimNya lewat salah satu firmannya,“Janganlah kamu



berputus asa atas rahmat Tuhan”. Melalui firman Allah itulah akhirnya saya bisa tetap memandang kegagalan sebagai langkah awal kesuksesan. Setelah melalui masa-masa sulit itu, saya memutuskan untuk melanjutkan studi ke fakultas hukum, mempelajari ilmu hukum. Fakultas hukum menjadi pilihan saya waktu itu karena hal yang sederhana. Di rumah, orang tua saya selalu melihat program berita di televisi, yang tidak jarang merupakan berita hukum. Dari sanalah ketertarikan saya untuk belajar ilmu hukum. Meskipun pada dasarnya itu sebuah pilihan yang saya buat di tengah kebimbangan, karena di satu sisi saya tertarik untuk merasakan atmosfer sebagai tenaga pendidik karena latar belakang saya yang berasal dari keluarga guru. Namun, di sisi lain saya ingin keluar dari “tradisi” keluarga itu. Awalnya saya merasa tidak percaya diri masuk fakultas hukum, karena saya menyadari bahwa pilihan ini saya buat di tengah kebimbangan. Sampai pada satu ketika saya diilhami oleh apa yang dikatakan oleh T. A. Edison bahwa “Jenius= 1% Bakat+99% usaha”. Oleh karena itu, saya kemudian bertekad untuk mengikhtiarkan diri saya dalam kerja keras untuk memahami setiap substansi ilmu hukum. Saya kemudian juga mengembangkan diri dalam dunia organisasi, untuk menunjang kemampuan non akademik. Alhamdulillah, saya akhirnya makin menyadari bahwa setiap ikhtiar baik yang kita lakukan akan menghasilkan sesuatu yang baik. Kegagalan hadir bukan sebagai pemutus meraih kesuksesan tetapi justru rangkaian kereta yang akan menghantarkan kita pada kesuksesan. Kegagalan saya masuk IPDN ternyata merupakan jalan yang disediakan Allah SWT bagi saya untuk meraih kesuksesan di fakultas hukum. Selama saya berada di fakultas hukum, saya terpilih menjadi Mahasiswa Berprestasi, mewakili universitas pada lomba Debat Konstitusi MK tingkat nasional, aktif dalam kegiatan Kementerian Pemuda dan Olahraga tingkat Nasional, terpilih sebagai Duta Mahasiswa Kalimantan Selatan, menjadi pembicara dalam seminar hak-hak kesehatan reproduksi remaja di Universitas Indonesia, hingga mewakili universitas di International Youth Cultural Confrence di Malaysia. Februari 2013, Alhamdulillah akhirnya saya bisa menjadi seorang sarjana hukum dengan nilai yang sangat memuaskan, dengan IPK 3.78. Bagi saya kesuksesan yang saya raih tersebut tidak memberi arti apa-apa apabila tidak bisa dibarengi dengan rasa syukur kepada Allah SWT. Sebagai salah satu wujud syukur atas kesuksesan dan karunia yang telah diberikan Allah, saya akan senantiasa berusaha untuk dapat menjadi seseorang yang bermanfaat bagi orang lain, terutama bagi kedua orang tua saya.



“DALAM RUMUS FISIKA, PERJALANAN HIDUP KURANGKUMKAN”



Selama ini, saya meminjam rumus Fisika, untuk menuangkan konsep hidup W



= F. s cos θ



Dimana, W



= Usaha untuk bertahan hidup



F



= Tenaga untuk bertahan hidup



s



= Jarak hidup



Cos



θ



=



Rintangan



selama



hidup



Selama saya masih percaya pada Tuhan, selama itu pula rahasia umur dan rintangan hidup akan menjadi rahasia selamanya. Tinggallah tenaga yang saya punyai dalam usaha bertahan hidup dan nilai F itulah yang selama ini terus saya jaga. Saya dilahirkan dari keluarga kelas bawah, pastinya saya memahami betul, bahwa saya diberikan nilai cos θ yang lebih besar dari lainnya tetapi itu tidak menyurutkan saya untuk terus berjalan. Semenjak kecil, saya bertekad untuk mengentaskan kemiskinan dengan jalan pendidikan karena saya masih ingat betul, saat kesulitan menjawab PR dari sekolah tidak ada tempat untuk bertanya. Ada dua sebab mengapa demikian, satu karena tidak banyak teman saya yang beruntung untuk sekolah, lainnya karena meskipun ada yang bersekolah, mereka tidak begitu memahami pelajaran. Dari situlah saya bertekad untuk mengabdikan diri saya sebagai tempat bertanya bagi mereka yang kesulitan dalam memahami atau menjawab pertanyaan – pertanyaan di kelas. Untuk menjadikan misi saya itu terwujud, hanya satu jawabannya, saya harus lebih pintar dan tidak pernah bosan untuk belajar. Saya masih ingat perkataan professor yang membimbing saya sewaktu mengadakan kursus di Korea Selatan, beliau bertanya kepada saya: Prof: Apa yang paling penting yang harus dimiliki oleh seorang pelajar? Saya: Ilmu pengetahuan Prof: Bukan.



Saya: Pencapaian akademik? Prof: Itu juga bukan. Saya: Cinta ilmu Prof: Bukan. Prof: Ilmu pengetahuan, pencapaian serta cinta memang harus dimiliki oleh seorang pelajar. Tapi ada yang lebih penting lagi dari itu semua. Saya: Apakah itu? Prof: Menahan rasa sakit. Saya sempat terperanjat, ketika jawaban itu terlontar dari pembimbing saya, namun dengan berjalannya waktu saya yakin saya mengetahui apa makna tersirat dari jawabannya. Menahan sakit hati karena omelan, menahan sakit kepala saat – saat di kelas, terjatuh – jatuh mengejar bis sekolah atau menahan sakit sendirian saat jauh dari orang tua dan lain sebagainya. Saya pun pernah membaca kutipan Imam Syafi’i yang mengatakan: Jika kamu tidak tahan lelahnya belajar, maka kamu akan menanggung perihnya kebodohan. Berbicara mengenai prestasi, bagi saya prestasi terbesar adalah ketika bisa membuat perpustakaan dan mengajarkan berbagai ilmu kepada anak – anak, minimal di kampung saya, memang itu belum sepenuhnya terwujud tetapi asa itu tetap melayang, berada 5 cm dari mata. Yang bisa saya lakukan sekarang ini adalah membagi ilmu yang saya punya kepada peserta didik. Saya membuka kursus pintar Matematika dan Bahasa Inggris di kampung dan bergerilya setiap akhir pekan kepelosok – pelosok kampung untuk sekadar mengajarkan ilmu pada mereka. Itu saya lakukan hingga saat ini. Prestasi akademik bukanlah hal yang patut dibanggakan. Kebanggaan bagi saya adalah apabila orang tua tersenyum dihadapan saya dan berkata: kami bangga menjadi orangtuamu!. Sewaktu bersekolah di MTs, saya sudah diikutsertakan oleh pihak sekolah untuk mewakili sekolah dalam pelbagai olimpiade baik tingkat daerah maupun nasional. Beberapa kali memenangkan kompetisi MIPA atau olimpiade Matematika. Dari situ saya mendapatkan beasiswa, sehingga tidak lagi membayar uang SPP sekolah beserta uang lainnya. Prestasi itu terus dipelihara hingga akhirnya saya lolos untuk bersekolah di SMA favorit: SMA International Islamic Boarding School dengan beasiswa penuh di program akselerasi. Salah satu yang saya ambil hikmahnya dari bersekolah disana adalah mengenal tabiat teman senusantara, karena hampir seluruh perwakilan putra daerah dari seluruh provinsi bersekolah disana. Memasuki dunia perkuliahan, prestasi itu terus dijaga hingga akhirnya saya memenangkan juara olimpiade Kimia ONMIPA yang diadakan oleh DIKTI untuk tingkat daerah dua kali berturut – turut, kemudian juga mewakili kampus dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP) dua tahun berturut –turut dalam bidang biodiesel dan bioplastik. Pada akhirnya saya ditawarkan untuk bekerja sebagai pembantu peneliti di BPPT – PUSPIPTEK pada bidang bioenergi & katalis. Selama kurang lebih dua tahun sebagai peneliti, saya memutuskan untuk mencoba peruntungan ke Korea Selatan, mengajukan diri sebagai peserta non-degree course di



Sungkyunkwan University, Korea Selatan. Sungkyunkwan University merupakan salah satu universitas terbaik di Korea Selatan. Menawarkan kursus singkat kepada mahasiswa S1 yang telah lulus untuk merasakan dunia penelitian disana sekaligus mengenal budaya Korea. Saya tinggal di kota Suwon selama satu tahun dan menghabiskan waktu disana untuk meneliti dengan penelitian senyawa organik. Pengalaman di negeri orang membuat saya sadar, betapa hidup tidak boleh digantungkan kepada siapapun, hanya kepada Allah-lah saya memasrahkan diri. Hidup jauh dari orang tua selama itu demi sebuah pengalaman pribadi serta kepuasan intelektual, membuat saya lebih siap menjalani hidup kedepannya. Tak hanya itu, saya pun berkesempatan untuk melakukan kursus kembali di Ajou University dalam bidang rekayasa protein selama lima bulan. Sekali lagi sukses terbesar bukanlah prestasi akademik, saya ingin mengejar prestasi sosial. Saya ingin membangun perpustakaan dimana – mana dan mengispirasi bahwa meraih prestasi itu murah harganya.