Farmakokinetik & Farmakodinamik Pasien Geriatrik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

GERIATRIK Menua (aging) adalah suatu proses menghilang secara perlahan-lahannya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya sehingga tidak lagi dapat bertahan dan memperbaiki kerusakan (termasuk infeksi) yang diderita. Istilah yang digunakan untuk individu yang telah mengalami proses menua yang diakibatkan usia di antaranya usia lanjut atau geriatrik. Dalam dunia kesehatan, ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang mencakupi aspek medis khususnya pada pasien-pasien lanjut usia (geriatrik) dikenal dengan istilah geriatri. Farmakoterapi pada geriatri memerlukan penanganan khusus sebab pada pasien geriatri, sudah mulai terjadi penurunan segala fungsi-fungsi dalam tubuh baik itu fungsi anatomi maupun fisiologis. Perubahan Farmakokinatik dan Farmakodinamik 1. Absorbsi Pasien geriatrik mengalami perubahan pada absorpsi obat yang diakibatkan penundaan pengosongan lambung serta reduksi sekresi asam lambung dan aliran darah organ absorbsi secara teoritis berpengaruh pada absorbsi. Adanya reduksi pada aliran darah splanknik (pada organorgan di rongga perut) serta berkurangnya permukaan absorptif akan memperlambat absorpsi obat secara keseluruhan pada pasien geriatrik. Sementara penurunan sekresi asam lambung dan sekret gastrointestinal lainnya akan mempengaruhi laju absorpsi obat melalui efeknya pada derajat ionisasi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah. Namun, pada kenyataannya perubahan yang terkait pada usia ini tidak berpengaruh secara bermakna terhadap bioavailabilitas total obat yang diabsorbsi. Hal ini karena obat di lambung umumnya diabsorsi secara difusi pasif. Meskipun begitu, tetap terdapat beberapa pengecualian pada beberapa obat yang diabsorpsi secara transport aktif, di antaranya digoksin dan obat beberapa substansi obat lain seperti thiamin, kalsium, besi dan beberapa jenis gula. Penuaan juga dikaitkan dengan penurunan first-pass metabolisme. First-pass effect berpengaruh penting secara farmakokinetik karena obat yang diberikan oral diserap oleh usus dan sebagian terbesar akan melalui vena porta dan langsung masuk ke hati sebelum memasuki sirkulasi umum. Hati akan melakukan metabolisme obat yang disebut first-pass effect dan mekanisme ini dapat mengurangi kadar plasma hingga 30% atau lebih. Pada geriatrik sangat mungkin terjadi penurunan massa hati dan aliran darah dalam hati. Akibatnya, ketersediaan hayati obat yang melalui first-pass metabolisme seperti propranolol dan labetalol dapat secara signifikan meningkat. Di sisi lain, beberapa ACE inhibitor seperti enalapril dan perindopril yang merupakan pro-drug, memerlukan aktivasi di hati. Oleh karena itu, aktivasi first-pass mereka mungkin diperlambat atau dikurangi dengan bertambahnya umur. 2. Distribusi Faktor-faktor yang menentukan distribusi obat termasuk komposisi tubuh, ikatan plasmaprotein dan aliran darah organ dan menuju jaringan, semuanya akan mengalami perubahan



dengan bertambahnya usia. Sebagai akibatnya, konsentrasi obat akan berbeda pada pasien lanjut usia jika dibandingkan dengan pasien yang lebih muda pada pemberian dosis obat yang sama. Sebagai konsekuensi dari perubahan yang berkaitan dengan usia dalam komposisi tubuh, obat yang bersifat polar atau larut dalam air cenderung memiliki volume distribusi (V) yang lebih kecil, sehingga menghasilkan tingkat serum lebih tinggi pada geriatri. Gentamicin, digoxin, etanol, teofilin, dan cimetidine termasuk dalam kategori ini. Loading dose digoxin perlu dikurangi untuk mengakomodasi perubahan ini. Di sisi lain, senyawa nonpolar atau cenderung larut dalam lemak memiliki nilai V yang lebih besar dengan terjadinya penuaan. Efek utama dari peningkatan V adalah perpanjangan waktu paruh (t1/2). Peningkatan V dan t1/2 telah diamati untuk obat-obatan seperti diazepam, thiopentone, lignocaine, dan chlormethiazole. Penurunan V untuk obat yang larut dalam air cenderung seimbang dengan penurunan klirens ginjal (CL) dengan sedikit efek pada t1/2,z (waktu paruh eliminasi obat). Sementara untuk obat bebas, konsentrasinya dikompensasi oleh eliminasi yang lebih cepat sehingga tidak menimbulkan efek yang terlalu bermakna. 3. Metabolisme Hati adalah organ utama yang bertanggung jawab untuk metabolisme obat yang meliputi fase I (oksidatif) dan fase II (konjugatif). Beberapa studi telah menunjukkan penurunan signifikan pada klirens berbagai obat yang dimetabolisme melalui jalur fase I dalam hati. Faktor utama hal tersebut kemungkinan direpresentasikan oleh perubahan yang berkaitan dengan usia pada ukuran dan aliran darah hati sebagai aktivitas enzim pemetabolisme obat. Adanya penurunan pada metabolisme fase I (misalnya, hidroksilasi, dealkilasi) ini mengakibatkan adanya penurunan klirens obat dan peningkatan disposisi terminal waktu paruh (t1/2) untuk obat-obatan seperti diazepam, piroksikam, teofilin, dan quinidine. Sementara metabolisme fase II (misalnya, glukuronidasi, asetilasi) dari obat-obatan seperti lorazepam dan oxazepam tampaknya relatif tidak terpengaruh oleh pertambahan usia (proses menua). 4. Eliminasi Ginjal berpengaruh besar pada eliminasi beberapa obat. Umumnya obat diekskresi melalui filtrasi glomerolus dan kecepatan ekskresinya berkaitan dengan kecepatan filtrasi glomerolus yang digambarkan oleh nilai klirens kreatinin. Perubahan paling berarti saat memasuki usia lanjut ialah berkurangnya fungsi ginjal dan menurunnya klirens kreatinin, walaupun tidak terdapat penyakit ginjal atau kadar kreatininnya normal. Pada pasien geriatri juga terjadi penurunan aliran darah ke ginjal sehingga kecepatan filtrasi glomerolus berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada orang muda. Penurunan fungsi ginjal pada geriatri, khususnya laju filtrasi glomerulus, mempengaruhi jelas klirens berbagai obat-obatan yang larut dalam air seperti antibiotik, diuretik, digoxin, βadrenoreseptor bloker yang larut dalam air, lithium, dan obat anti-inflamasi nonsteroid. Efek klinis yang perlu diperhatikan dari pengurangan ekskresi ginjal yaitu terjadinya toksisitas obat. Ekskresi obat yang berkurang akan memperpanjang intensitas kerjanya. Obat yang mempunyai waktu paruh panjang perlu diberi dalam dosis lebih kecil pada geriatrik bila efek sampingnya berbahaya. Untuk obat dengan indeks terapeutik yang sempit seperti antibiotik aminoglikosida,



digoxin, dan lithium cenderung memiliki efek samping serius jika mereka menumpuk walaupun hanya dalam jumlah yang sedikit berlebih daripada yang dimaksudkan. Perubahan Farmakodinamik Pada pasien geriatrik, perubahan respon terhadap obat disebabkan berkurangnya sensitivitas reseptor. Beberapa mekanisme yang berkaitan dengan penurunan sensitivitas reseptor obat ini antara lain: (a) berkurangnya jumlah reseptor; (b) berkurangnya afinitas reseptor; (c) perubahan post-reseptor; (d) penurunan kemampuan untuk menjaga homeostasis tubuh. Organ kardiovaskular dan sistem saraf pusat merupakan organ yang telah diketahui paling terpengaruh oleh adanya perubahan farmakodinamik ini, sehingga mengakibatkan beberapa obat membutuhkan dosis yang lebih sedikit untuk mencapai efek yang diinginkan, sementara beberapa obat lain sebaliknya. Salah satu contohnya yaitu pada pasien geriatric diketahui adanya peningkatan sensitivitas Na/K ATPase yang menjadi target kerja digoxin. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya penurunan dosis digoxin bagi pasien geriatric. Contoh lainnya yaitu mekanisme terhadap baroreseptor yang biasanya kurang sempurna pada usia lanjut, sehingga obat antihipertensi seperti prazosin, suatu α1 adrenergic blocker, dapat menimbulkan hipotensi ortostatik. Antihipertensi lain seperti diuretik furosemide dan antidepresan trisiklik dapat juga menyebabkannya. Konseling dan Peningkatan Kepatuhan Pasien geriatri akan lebih sering mengalami ADR (adverse drug reaction) dibandingkan pasien yang lebih muda. Hal ini dimungkinkan karena pasien lanjut usia lebih sering mendapatkan terapi obat. Di samping itu faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ADR pada geriatri adalah perubahan farmakokinetika yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat, yang sangat tergantung pada kondisi organ-organ tubuh penderita. Oleh karena itu, kepatuhan (compliance) pasien geriatri untuk mengikuti terapi yang telah di tentukan sangat penting untuk mengurangi resiko terjadinya ADR. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan dispensing obat bagi pasien geriatrik dalam rangka meningkatkan kepatuhan pasien adalah bagaimana memodifikasi jadwal penggunaan obat untuk menyesuaikan lifestyle pasien, peresepan obat-obatan generik untuk menekan biaya, pemilihan bentuk sediaan yang mudah bagi pasien, dan sebagainya. Dalam melakukan konseling juga perlu dilakukan pendekatan dan penyesuaian dalam segi yang berhubungan dengan sosial ekonomi, kondisi, dan terapi serta kesehatan pasien dalam meningkatkan kesadaran pasien akan pentingnya kepatuhan dalam penggunaan obat.



Daftar Pustaka Dipiro, J.T., et. al. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 7th Edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.