Farmakologi Toksikologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR



Puji syukur allhamdulillah atas limpahan rahmat dan hidayah Allah SWT, bimbingan serta petunjuk-Nya sehingga memperoleh nikmat sehat, kemudahan serta kesabaran dalam menyelesaikan penulisan makalah ini. Salawat serta salam atas nabi besar Muhammad SAW yang telah menjadi inspirasi dalam menyikapi hidup ini, beserta keluarga, sahabat dan pengikut beliau. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Farmakologi pada Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin. Penyelesaian penulisan makalah yang berjudul “ TOKSIKOLOGI “ ini, tidak dapat lepas dari peran berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada: 1. Alex selaku dosen pengampu mata kuliah pendidikan Farmakologi 1 telah memberikan bantuan dan arahan kepada penulis sehingga penulisan makalah ini berjalan lancar. 2. Mahasiswa dan mahasiswi Akfar ISFI Banjarmasin yang telah memotivasi dan berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca sangat diperlukan penulis untuk mengembangkan kualitas makalah ini. Namun penulisan makalah ini merupakan upaya maksimal yang dapat penulis hasilkan. Semoga makalah ini ada manfaatnya, baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca.



Banjarmasin, 20 Maret 2017



Penulis



1|Page



DAFTAR ISI



Kata Pengantar ········································································· I Daftar Isi ··············································································· II Bab I Pembukaan 1.1 Latar Belakang ··························································· 3 1.2 Rumusan Masalah ······················································· 4 1.3 Tujuan Penulisan ························································· 4 BAB II Pembahasan 2.1 Pengertian Toksikologi ················································· 5 2.2 Jenis –jenis Toksikologi ················································ 6 2.3 Penggolongan Keracunan··············································· 7 2.4 Gejala Keracunan ······················································ 8-9 2.5 Diagnosa Keracunan ··············································· 10-11 2.6 Pemeriksaan Terapi ····················································· 11 2.7 Terapi Keracunan ······················································· 12 2.8 Keracunan Penting (Neftrotoksik) ······························· 13-19 2.9 Keracunan Penting (Hepatotoksik) ······························ 19-29 BAB III Penutup 3.1 Kesimpulan ···························································· 30 3.2 Saran ····································································· 31 3.3 Daftar Pustaka ·························································· 32



2|Page



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang efek merugikan berbagai bahan kimia dan fisik pada semua sistem kehidupan. Dalam istilah kedokteran, toksikologi didefinisikan sebagai efek merugikan pada manusia akibat paparan bermacam obat dan unsur kimia lain serta penjelasan keamanan atau bahaya yang berkaitan dengan penggunaan obat dan bahan kimia tersebut. Toksikologi sendiri berhubungan dengan farmakologi, karena perbedaan fundamental hanya terletak pada penggunaan dosis yang besar dalam eksperimen toksikologi. Setiap zat kimia pada dasarnya adalah racun, dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Salah satu pernyataan Paracelsus menyebutkan “semua substansi adalah racun; tiada yang bukan racun. Dosis yang tepat membedakan racun dari obat”. Pada tahun 1564 Paracelsus telah meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan, bahwa dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun (dosis sola facit venenum). Pernyataan Paracelcus tersebut sampai saat ini masih relevan. Sekarang dikenal banyak faktor yang menyebabkan keracunan, namun dosis tetap merupakan faktor utama yang paling penting. Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri. Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsopsi. Sedangkan istilah bahaya (hazard) adalah kemungkinan kejadian kerusakan pada suatu situasi atau tempat tertentu; kondisi penggunaan dan kondisi paparan menjadi pertimbangan utama. Untuk menentukan bahaya, perlu diketahui dengan baik sifat bawaan toksisitas unsur dan besar paparan yang diterima individu. Manusia dapat dengan aman menggunakan unsur berpotensi toksik jika menaati kondisi yang dibuat guna meminimalkan absopsi unsur tersebut. Risiko didefinisikan sebagai kekerapan kejadian yang diprediksi dari suatu efek yang tidak diinginkan akibat paparan berbagai bahan kimia atau fisik. Istilah toksikokinetik merujuk pada absopsi, distribusi, ekskresi dan metabolisme toksin, dosis toksin dari bahan terapeutik dan berbagai metabolitnya. Sedangkan istilah toksikodinamik digunakan untuk merujuk berbagai efek kerusakan unsur tersebut pada fungsi fital.



3|Page



1.2. Rumusan Masalah 1.



Pengertian Toksikologi.



2.



Jenis & Penggolongan Keracunan.



3.



Gejala & Diagnosa Keracunan.



4.



Pemeriksaan & Terapi keracunan.



5.



Beberapa Keracunan Penting (Obat Yang Menginduksi Nefrotoksik)



6.



Beberapa Keracunan Penting (Obat Yang Menginduksi Hepatoksik)



1.3. Tujuan 1.



Untuk Memahami Pengertian Toksikologi



2.



Untuk Mengetahui Jenis & Penggolongan Keracunan



3.



Untuk Mengetahui Gejala & Diagnosa Dari Keracunan



4.



Untuk Mengetahui Pemeriksaan Dan Terapi Keracunan



5.



Untuk Mengetahui Beberapa Keracunan Penting (Obat Yang Menginduksi Nefrtatotoksik)



6.



Untuk Mengetahui Beberapa Keracunan Penting (Obat Yang Menginduksi Hepatotoksik)



4|Page



BAB II PEMBAHASAN



2.1



PENGERTIAN TOKSIKOLOGI



Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang racun. Pengertian



lain yaitu



semua subtansi yang digunakan dibuat, atau hasil dari suatu formulasi dan produk sampingan yang masuk ke lingkungan dan punya kemampuan untuk menimbulkan pengaruh negative bagi manusia.



Toksikologi merupakan studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya.



Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.



Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi dalam empat kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia pemaparan akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan pemaparan kronik dialami oleh para pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia. Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi yang dikenal dengan hubungan dosis-respons



5|Page



2.2



JENIS-JENIS TOKSIKOLOGI



Jenis-jenis keracunan dapat dibagi atas :



1)



Cara terjadinya



a.



Self poisoning Pada keadaan ini pasien memakan obat dengan dosis yang berlebih tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tak membahayakan. Pasien tidak bermaksud bunuh diri tetapi hanya untuk mencari perhatian saja.



b.



Attempted Suicide Pada keadaan ini pasien bermaksud untuk bunuh diri, bisa berakhir dengan kematian atau pasien dapat sembuh bila salah tafsir dengan dosis yang dipakai



c.



Accidental poisoning Keracunan yang merapukan kecelakaan, tanpa adanya factor kesengajaan



d.



Homicidal poisoning Keracunan akibat tindakan kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni orang lain.



2)



Mula waktu terjadi



a.



Keracunan kronik Keracunan yang gejalanya timbul perlahan dan lama setelah pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setalah pemajanan brkali-kali dalam dosis relative kecil cirri khasnya adalah zat penyebab diekskresikan 24 jam lebih lama dan waktu paruh lebih panjang sehingga terjadi akumulasi.



b.



Keracunan akut Biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu, sering mengenai banyak orang (pada keracunan dapat mengenai seluruh keluarga atau penduduk sekampung ) gejalanya seperti sindrom penyakit muntah, diare, konvulsi dan koma.



6|Page



3)



Menurut alat tubuh yang terkena Pada jenis ini, keracunan digolongkan berdasarkan orang yang terkena contohnya racun hati, racun ginjal, dan racun jantung.



4)



Menurut jenis bahan kimia Golongan bahan kimia tertentu biasanya memperlihatkan sifat toksis yang sama, biasanya golongan alcohol, fenol, logam berat, organoklorin dan sebagainya.



2.3



PENGGOLONGAN KERACUNAN



1)



Racun yang tertelan atau tercerna



2)



Keracunan korosif, yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat korosif yang meliputi produk alkalin ( Lye, pembersih kering, pembersih toilet, dterjen non pospat ) dan produk asam (pembersih toilet, pembersih logam, pembersih kolam renang, dan penghilang karat).



3)



Keracunan melalui inhalasi yaitu keracunan yang disebabkan oleh gas (karbon monoksida, korbon dioksida, dan hydrogen sulfide).



4)



Keracunan kontaminasi kulit (luka bakar kimiawi)



5)



Keracunan melalui tusukan yang terdiri dari sengatan serangga seperti tawon dan kalajengking dan gigitan ular.



6)



Keracunan makanan, yaitu keracunan yang disebabkan oleh perubahan kimia (fermentasi) dan pembusukkan Karena kerja bakteri daging busuk pada bahan makanan misalnya ubi ketela yang mengandung asam sianida, jengkol, dan racun pada udang maupuin kepiting.



7)



Penyalahgunaan zat yang terdiri dari penyalahgunaan obat stimulan (Amphetamin), depresan (barbiturat), atau halusinogen (morfin) dan penyalahgunaan alcohol.



7|Page



2.4



GEJALA KERACUNAN Banyak sekali gejala dan tanda tanda keracunan yang mirip dengan gejala atau tanda dari suatu penyakit, seperti kejang, stroke dan reaksi insulin. Seseorang yang telah mengalami keracunan kadang dapat diketahui dengan adanya gejala keracunan. Gejala gejala keracunan tersebut secara umum dapat berupa gejala non spesipik dan spesipik, namun kadang kadang sulit untuk menentukan adanya keracunan hanya dengan melihat gejala gejala saja. Perlu dilakukan tindakan untuk memastikan telah terjadi keracunan dengan melakukan pemeriksaan laboratorium. Pemerikasaan laboratorium ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan periodik urin, tinja, darah, kuku, rambut dan lain lain. Bila dicurigai telah terjadi keracunan maka perlu diidentifikasi tanda dan gejala yang muncul seperti tersebut dibawah ini :



Luka bakar atau kemerahan di sekitar mulut dan bibir yang mungkin akibat menelan bahan kimia korosif. Bau napas seperti bau bahan kimia, contoh bensin, minyak tanah dan cat Adanya bercak atau bau bahan pada tubuh korban, baik pada pakaian atau pada furnitur, pada lantai atau objek disekitar korban Tempat obat yang telah kosong atau adanya tablet / pil yang berserakan Muntah, mulut berbuih, sulit bernapas, rasa kantuk yang berat, kebingungan atau gejala lain yang tidak diharapkan.



Beberapa gejala keracunan yang sering dijumpai seperti : Pusing sakit kepala Sesak nafas Iritasi kulit/kulit seperti terbakar Pingsan Muntah,dll



8|Page



a.



Keracunan bahan kimia korosif asam kuat atau basa yang tertelan akan segera timbul tandatanda pada bibir dan selaput lendir mulut pada berwarna keputihan atau kebiruan akibat luka bakar kimia, timbul rasa panas dan terbakar pada batang tenggorok sakit dan nyeri pada lambung yang disertai rasa mual, rasa ingin muntah dan cairan muntah berwarna coklat karena bercampuyr dengan darah. Pada bahan kimia lain seperti baigon atau insektisida lain akan dijumpai konvulsi atau kejang dan pengeluaran ludah atau keringat yang berlebihan.



b.



Pada keracunan melalui inhalasi oleh karena menghirup bahan kimia oleh gas, uap atau kabut yang merangsang dan merusak selaput lender atau pernapasan, akan timbul gejala rasa pedih dan panas pada tenggorok batuk kering dan pada kondisi yang parah akan disertai dengan sesak nafas dfan muntah darah.



c.



Pada keracunan yang disebabkan oleh sengatan serangga atau ular dapat dijumpai gejala dengan adanya gatal, mailase,odema laring, bronkospasme berat, shock, dan kematian.



d.



Pada keracunan kontaminasi kulit oleh bahan kimia karbon disulfide maka akan nampak kemerahan, timbul gelembung kecil dan merata seperti luka bakar oleh air panas kulit menjadi kering dan bersisisk dan berpotensi timbul infeksi sekunder dermatitis.



e.



Pada keracunan yang disebabkan oleh gigitan ular dapat dijumpai gejala pada rongga mulut dan pernapasan atau por-pori kulit, rasa haus, pusing banyak keluar keringat badan lemah nadi kecil dan lemah. badan mengggil pernapasan pendek dan akhnrnya mati.



f.



Keracunan oleh bahan makanan seperti jengkol dapat dijumpai gejala nyeri pada daerah pinggang, ginjal, dan pusat konvusi hematuri dan dalam jumlah sedikit perut kembung, urine berbau, kadang muntah dan dalam keadaaan parah dapat menyebabkan saluran kemih penuh dengan asam asam jengkol.



g.



Pada keracunan narkotik golongan stimulant dapat dijumpai tremor, bibnir kering, anoreksi, mual, bibir kering, agresif halusinasi, insomnia dan hipertensi, pada gejala depresan akan dijumpai gejala depresisehingga terdapat tanda mudah tertidur. 9|Page



2.5 DIAGNOSA KERACUNAN



1.



Gambaran klinik Yang paling menonjol adalah gambaran hiperaktivitas kelenjar-kelenjar ludah, air mata, keringat, urine, saluran pencernaan makanan SLUD (Salivasi, Lakrimasi, Urinasi,dan Diare ) kelainan visus dan kesukaran bernapas.



a.



Keracunan ringan Anoriksia Rasa takut Pupil miyosis Nyeri kepala Tremor lidah Rasa lemah Tremor kelopak mata



b.



Keracunan sedang



Nausea Hipersaliva Bradikardi Muntah-muntah Tremor lidah Rasa lemah Hiperhidrosis Kejang / keram perut Fasikulasi otot



10 | P a g e



c.



Keracunan berat Diare Sesak nafas Koma Inkontienensia urine Sianosos Edema paru Konvulsi Reaksi cahaya (-) Inkontinensia feses Blockade jantung dan akhirnya meninggal



2.6



Pemeriksaan laboratorium



a.



Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong



b.



Pemeriksaan khusus pengukuran kadar kHE dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik (menurun sekian persen dari harga normal) Pemeriksaan PA Pada keracunan akut pemeriksaan patologi, biasanya tidak khas, sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler dan hiperemi paru, otak dan organ-organ lain.



·



Prinsip pertolongan pada keracunan Prinsip pertolongan p[ada keracunan adalah mencegah penyebaran racun kedalam tubuh yaitu, dengan cara :



a.



Emetic, yaitu mengeluarkan racun dengan jalann dimuntahkan, memberikan obat pencahar untuk mencegah adsorbsi lanjut oleh usus dan mempercepat defikasi.



b.



Cathartic, mencuci atau menguras isi lambung dengan menggunakan kateter lambung melalui mulut memakai air hangat biasa atau larutan khusus untuk lambung.



c.



Neutralizer, yaitu menetralkan racun dengan memberikan obat antidote khusus dan antidote umum.



d.



Mengencerkan bahan racun yang terkonsumsi oleh tubuh dengan cara memberikan minum yang banyak. 11 | P a g e



2.7



TERAPI KERACUNAN Pencegahan absorpsi lebih lanjut : o Bila melalui kulit, cuci dengan air & sabun o Bila melalui inhalasi, letakkan di ruangan yang segar o Bila ditelan: 



Rangsang muntah



sentuh tenggorokan (tidak boleh pada keracunan zat korosif & minyak tanah, tidak sadar) 



Bilas lambung: hanya bila pasien sadar, dalam 4 jam setelah zat kimia ditelan







Pencahar







Norit (arang aktif) 1 gr/kg







Pemberian Antidotum:



o Antidotum mekanis: Norit o Antidotum kimia: BAL, EDTA, Penisilamin, Desferoksamin o Antidotum fisiologis: Nalorfin, Atropin 



Sesuai gejala:



o Bila kejang, berikan antikejang o Bila syok, berikan cairan IV



o Bila infeksi, berikan antibiotika 



Tindakan lain :



o Transfusi total o Dialisis o Diuresis paksa.



12 | P a g e



Bahan bahan penyebab keracunan yang masuk kedalam tubuh dapat mempengaruhi atau merusak tubuh manusia sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan atau keracunan dan bahkan pada tingkat tertentu dapat mengakibatkan kematian. Ada berbagai jalur / rute cara racun masuk kedalam tubuh, misalnya melalui penelanan lewat mulut, inhalasi pernapasan, kontak lewat kulit atau mata maupun melalui suntikan dan semua jalur tersebut adalah sama berbahayanya, dan pada tingkat tertentu untuk semua rute dapat berakibat fatal.



2.8 Beberapa Keracunan Penting (Obat Yang Menginduksi Nefrtatotoksik)



Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia oleh karena organ ini bekerja sebagai alat ekskresi utama untuk zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. Dalam melaksanakan fungsi ekskresi ini maka ginjal mendapat tugas yang berat mengngat hampir 25 % dari seluruh aliran darah mengalir ke kedua ginjal.



Besarnya aliran darah yang menuju ke ginjal ini menyebabkan keterpaparan ginjal terhadap bahan/zat-zat yang beredar dalam sirkulasi cukup tinggi. Akibatnya bahan-bahan yang bersifat toksik akan mudah menyebabkan kerusakan jaringan ginjal dalam bentuk perubahan struktur dan fungsi ginjal. Keadaan inilah yang disebut sebagai nefropati toksik dan dapat mengenai glomerulus, tubulus, jaringan vaskuler, maupun jaringan interstitial ginjal.



Nefropati toksik penting diperhatikan, mengingat penyakit ini merupakan penyakit yang dapat dicegah dan bersifat refersibel sehingga penggunaan berbagai prosedur diagnostik seperti arteriografi, pielografi retrograd atau biopsi ginjal dapat dihindarkan.



13 | P a g e



Angka kejadian Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti angka kejadian nefropati toksik baik pada anak maupun orang dewasa. Nanra melaporkan bahwa kemungkinan 60% dari semua konsultasi penyakit ginjal disebabkan oleh zat nefrotoksik dan sebanyak 5-10 % benar-benar diketahui sebagai akibat nefrotoksik. Cronin yang melakukan penelitian pada kasus penyakit ginjal menemukan bahwa 20 % penderita gagal ginjal disebabkan oleh pemakaian obat antibiotik. Penelitian lain menunjukkan bahwa hampir 25 % kasus-kasus gagal ginjal akut dan kronik diakibatkan oleh zat nefrotoksik.



Selain obat antibiotik maka pemakaian obat analgesik jangka panjang yang cukup luas baik di negara maju maupun negara berkembang dapat menyebabkan timbulnya nefropati analgesik yang merupakan penyebab penting gagal ginjal kronik.



Etiologi Zat-zat yang dapat merusak ginjal baik struktur maupun fungsi ginjal disebut sebagai nefrotoksin, yang dapat merupakan : 1. Makanan, yaitu makanan yang tercemar racun kimia, racun tanaman serangga atau makanan yang secara alamiah sudah mengandung racun seperti jengkol, singkong atau jamur yang dapat merusak ginjal. 2. Bahan kimia, yaitu bahan yang mengandung logam berat seperti timah (Pb),emas, kadmium. 3. Obat-obatan; antibiotik, obat kemoterapi, siklosporin, sitostatik, dll. 4. Zat radiokontras.



Dari keempat nefrotoksin maka obat dan bahan kimia yang paling sering menyebabkan kerusakan ginjal.



14 | P a g e



Patogenesis Ginjal merupakan organ tubuh yang paling sering terpapar zat kimia dan metabolitnya terutama obat yang dipakai secara meluas dimasyarakat. Kemudahan keterpaparan ginjal terhadap zat-zat tersebut diakibatkanoleh sifat-sfat khusus ginjal, yaitu :



1. Ginjal menerima 25 %, curah jantung sedangkan beratnya hanya kira-kira 0,4% dari berat badan. 2. Untuk menampung curah jantung yang begitu besar, ginjal mempunyai permukaan endotel kapiler yang relatif luas dianatara organ tubuh yang lain. 3. Permukaan endotel kapiler yang sangat luas ini menyebabkan bahan yang bersifat imunologik sering terpapar didaerah kapiler glomerulus dan tubulus. 4. Fungsi transportasi melalui sel-sel tubulus dapat menyebabkan terkonsentrasinya zat-zat toksin di tubulus sendiri. 5. Mekanisme counter current sehingga medulla dan papil ginjal menjadi hipertonik dapat menyebabkan konsentrasi zat toksik sangat meningkat di kedua daerah tersebut.



Sifat-sifat khas yang disebut di atas inilah yang memudahkan terjadinya gangguan struktur dan fungsi ginjal, bila didalam darah terdapat zat yang bersifat nefrotoksik. Berikut beberapa obat serta zat kimia dengan potensi dapat merusak ginjal, yaitu :



1. Asetaminofen, dapat menimbulkan kerusakan pada papilla renalis. 2. Salisilat, dapat menimbulkan nefritis interstitial. 3. Antibiotik golongan aminoglikosida dan golongan sefalosporin, berpotensi menimbulkan keadaan nefritis interstitial dan kerusakan sel-sel tubulus. 4. Basitrasin, dapat menimbulkan degenerasi epitel tubulus.



15 | P a g e



5. Polimiksin B dan E, berpotensi menimbulkan kerusakan tubulus ginjal. 6. Tetrasiklin, dapat menimbulkan sindrom fanconi. 7. Amfoterisin B, berpotensi menimbulkan kerusakan pada glomerulus dan atrofi pada jaringan tubulus ginjal. 8. Logam berat, misalnya merkuri dapat menimbulkan nekrosis pada jaringan tubulus secara akut dan iskemia pada ginjal. Timah (Pb) berpotensi menimbulkan keadaan sindrom fanconi dan kerusakan pada tubulus ginjal.



Dikenal 5 macam mekanisme terjadinya nefropati toksik, yaitu : A. Dampak langsung terhadap sel parenkim ginjal. Kerusakan langsung ini terutama disebabkan oleh penggunaan zat yang mengandung logam berat. Logam berat yang difiltrasi oleh glomerulus dapat diresorpsi kembali oleh sel tubulus sehingga sel tubuluslah yang paling sering mengalami kerusakan. Kerusakan ini mengenai hampir seluruh struktur subseluler seperti membran plasma, mitokondria, lisosom, retikulum endoplasma dan inti sel.



B. Reaksi imunologis Proses imunologis lebih sering terjadi pada pemakaian obat-obatan seperti penisilin, metisilin, dsb. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap zat tersebut di atas, sedangkan proses yang timbul merupakan proses imunologik baik secara humoral seperti terbentuknya deposit imun kompleks, reaksi antara antibodi dengan antigen membrana basalis glomerulus, maupun secara seluler.



C. Obstruksi saluran kemih. Umumnya obstruksi yang terjadi sebagai akibat kristalisasi zat tertentu yang kemudian mengendap di lumen tubulus yang selanjutnya disertai pula dengan pengendapan sel tubulus yang rusak. Pengendapan kristal dan sel tubulus yang rusak ini sering disertai proses inflamasi yang akhirnya menyebabkan obstruksi lumen tubulus.



16 | P a g e



Di Indonesia dikenal keracunan jengkol yang dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih baik intrarenal maupun ekstrarenal. Diduga pengendapan asam jengkol yang menyumbat saluran kemih.Gangguan fungsi ginjal yang paling sering terjadi akibat keracunan jengkol ini ialah gagal ginjal akut.



D. Penghambatan produksi prostaglandin



Terdapat obat-obat yang dapat menghambat sintesis prostaglandin E2 yaitu aspirin dan anti inflamasi non steroid. Obat-obat ini menghambat sintesis prostaglandin E2 dengan cara mengikat siklo-oksigenase, suatu enzim yang dipakai untuk memproduksi Prostaglandin E2. Penggunaan obat ini dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus sehingga dapat berpotensi menimbulkan keadaan gagal ginjal.



E. Memperburuk penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya. Misalnya pielonefritis yang diperberat akibat pemakaian obat-obat tertentu yang meningkatkan ekskresi asam urat atau obat-obat yang menyebabkan hipokalemia.



Manifestasi klinik Gejala nefropati toksik tergantung dari jenis-jenis bahan kimia atau obat yang terpapar pada ginjal. kelainan ginjal yang ditimbulkan mulai dari proteinuria, hematuria, sindrom nefritik akut, sindrom nefrotik, nefritis interstitial akut, nefritis tubulo-interstitial, sampai gagal ginjal baik akut maupun kronik.



17 | P a g e



Diagnosis Diagnosis nefropati toksik sering terlambat diketahui, kalaupun diagnosis dapat ditegakkan, kelainan ginjal yang terjadi sudah berat, misalnya terjadi gagal ginjal baik akut maupun kronik. Atas dasar inilah maka pada gagal ginjal nefropati toksik harus selalu dipertimbangkan sebagai penyebab dalam diagnosis banding. Hal-hal yang dapat membantu diagnosis nefropati toksik adalah :



1. Anamnesis: riwayat pemakaian obat tertentu atau kontak dengan bahan kimia baik dalam waktu singkat maupun waktu lama.



2. Gejala klinik: tergantung dari kelainan ginjal yang timbul seperti yang telah disebutkan di atas. Walaupun begitu gejala sukar jadi pegangan oleh karena banyak penyakit ginjal dengan kausa yang berbeda memberikan gejala yang sama dengan nefropati toksik.



3. Pemeriksaan laboratorium :berguna untuk mengetahui kadar bahan toksik dalam darah dan urin, ada tidaknya penurunan Prostaglandin E2 dalam urin,untuk mengetahui Kadar beta-2 mikroglobulin di urin, serta kadar enzim di urin misalnya alkali fosfatase dan LDH.



PENATALAKSANAAN



1. Keracunan obat Mengingat sering terlambatnya diagnosis nefropati toksik akibat obat-obatan ini, maka penanganan yang dilakukan sama dengan penanganan penyakit ginjal pada umumnya seperti sindrom nefrotik atau GGA. Bila pada pengobatan penyakit tertentu dengan antibiotik terjadi penigkatan kadar ureum atau kretinin dalam darah, maka pemberian obat sebaiknya dihentikan atau bila sangat perlu maka dosis harus diturunkan sesuai dengan penurunan fungsi ginjal.



18 | P a g e



2. Keracunan zat kontras Dengan berkembangnya prosedur diagnostik radiologik yang memakai zat kontras pada 20 tahun terakhir ini, maka kecendrungan menigkatnya kejadian GGA dihubungkan juga dengan menigkatnya pemakaian zat kontras tersebut. Untuk menghindari terjadinya nefropati toksik akibat pemakaian zat kontras ini, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :



a. Menggunakan zat kontras dengan dosis yang tepat dan tidak melebihi dosis maksimal. b. Menghindari terjadinya dehidrasi. c. Menghindarkan pemeriksaan radiologik yang memakai zat kontras secara berturut-turut. d. Memperhatikan faktor-faktor predisposisi seperti azotemia, anemia,proteinuria,hiperurikemia,hipertensi dan gangguan fungsi hati.



Dari seluruh faktor pencetus atau faktor predisposisi di atas maka hal yang terpenting yang harus diperhatikan sebelum dilakukan pemeriksaan radiologik ialah adanya azotemia yang ditandai oleh kadar kretinin serum yang meninggi.



2.9 Beberapa Keracunan Penting (Obat Yang Menginduksi Hepatotoksik) Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh yang memiliki banyak fungsi vital dan beragam, baik untuk meregulasi lingkungan internal maupun respon terhadap perubahan dari luar tubuh. Hepar memiliki peran yang sangat penting, tidak hanya dalam proses sintesis, metabolisme dan penyimpanan tetapi juga dalam detoksifikasi senyawa-senyawa endogen dan eksogen. Hati memiliki peran sentral dalam mengubah dan membersihkan zat-zat kimia yang berbahaya dalam tubuh, sehingga seringkali sel-sel hati rentan terhadap toksisitas darizat-zat tersebut. Istilah hepatotoksisitas didefinisikan sebagai adanya kerusakan atau jejas pada sel-sel hati akibat zat-zat maupun agen-agen kimiawi. Beberapa obat-obatan maupun produk-produk metabolitnya dapat mengakibatkan kerusakan dari sel hati dalam berbagai macam tipe serta melalui beberapa jenis mekanisme 19 | P a g e



Metabolisme Obat Hati memetabolisme hampir setiap obat atau racun yang masuk ke dalam tubuh. Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga mampu menembus membran sel intestinal. Kemudian obat diubah menjadi hidrofilik melalui proses biokimiawi dalam hepatosit, sehingga lebih larut air dan diekskresi dalam urin atau empedu. Biotransformasi hepatic ini melibatkan jalur oksidatif terutama melalui system enzim sitokrom P-450. Metabolisme obat terjadi dalam 2 fase. Pada fase pertama, terjadi reaksi oksidasi atau hidroksilasi. Semua obat tidak mungkin menjalani langkah ini, dan beberapa dapat langsung menjalani fase kedua. (Mehta, Nilesh, 2010) Sitokrom P-450 mengkatalisis reaksi pada fase pertama (terletak dalam retikulum endoplasma halus hati). Sebagian besar produk bersifat sementara dan sangat reaktif. Reaksi ini dapat mengakibatkan pembentukan metabolit yang jauh lebih beracun daripada substrat induk dan dapat mengakibatkan luka pada hati. Sebagai contoh, metabolit acetaminophen, N-asetil-pbenzoquinon-imina (NAPQI), bersifat toksik apalagi jika dikonsumsi dengan dosis tinggi. NAPQI bertanggung jawab atas luka pada hati dalam kasus keracunan. (Mehta, Nilesh, 2010) Setidaknya 50 enzim telah diidentifikasi, dan berdasarkan struktur, mereka dikategorikan ke dalam 10 kelompok, dengan kelompok 1, 2, dan 3 menjadi yang paling penting dalam metabolisme obat. Sitokrom P-450 dapat memetabolisme banyak obat. Obat dapat mengalami biotransformasi kompetitif dan menghambat satu sama lain, sehingga terjadi interaksi obat. Beberapa obat dapat menginduksi dan menghambat Sitokrom P-450 enzim. Fase kedua dapat terjadi baik di dalam ataupun di luar hati. Terjadi reaksi konjugasi dengan bagian (yaitu, asetat, asam amino, sulfat, glutathione, asam glukuronat) sehingga akan meningkatkan kelarutan obat. Selanjutnya, obat dengan berat molekul tinggi akan dikeluarkan dalam empedu, sementara ginjal mengeluarkan obat dengan molekul yang lebih kecil. Obat yang menginduksi dan menghambat sitokrom P-450 enzim adalah sebagai berikut: 



Inducers



20 | P a g e



o



Phenobarbital



o



Phenytoin



o



Carbamazepine







o



Primidone



o



Ethanol



o



Glucocorticoids



o



Rifampin



o



Griseofulvin



o



Quinine



o



Omeprazole - Induces P-450 1A2



Inhibitors o



Amiodarone



o



Cimetidine



o



Erythromycin



o



Grape fruit



o



Isoniazid



o



Ketoconazole (Mehta, Nilesh, 2010)



Sebagian besar obat memasuki saluran cerna, dan hati sebagai organ diantara permukaan absorptif dari saluran cerna dan organ target obat dimana hati berperan penting dalam metabolisme obat. Sehingga hati rawan mengalami cedera akibat bahan kimia terapeutik. Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada setiap obat. Walaupun kejadian jejas hati jarang terjadi, tapi efek yang ditimbulkan bisa fatal. Reaksi tersebut sebagian besar idiosinkratik pada dosis terapeutik yang dianjurkan, dari 1 tiap 1000 pasien sampai 1 tiap 100.000 pasien dengan pola yang konsisten untuk setiap obat dan untuk setiap golongan obat. Sebagian lagi tergantung dosis obat. Hepatoksisitas imbas obat merupakan alasan paling sering penarikan obat dari pasaran di Amerika Serikat dan di dalamnya termasuk lebih dari 50 persen kasus gagal hati akut. (Bayupurnama, Putut, 2006). Sitokrom P-450 Sitokrom P450 (bahasa Inggris: Cytochrome P450, CYP) merupakan keluarga besar enzim berjenis hemeprotein yang berfungsi sebagai katalis oksidator pada lintasan metabolisme steroid, asam lemak, xenobiotik, termasuk obat, racun dan karsinogen. Berbagai reaksi kimiawi organik dipercepat oleh CYP, seperti reaksi monooksigenasi, peroksidasi, reduksi, dealkilasi, epoksidasi dan dehalogenasi. Reaksi tersebut secara spesifik ditujukan guna mengkonversi senyawa substrat



21 | P a g e



menjadi metabolit polar untuk diekskresi, atau diproses oleh enzim lain pada metabolisme fasa II menjadi senyawa konjugasinya. Secara keseluruhan, ada lebih dari 70 keluarga CYP, dimana sekitar 17 ditemukan pada manusia. Keluarga diberi nomor, seperti CYP1, CYP2, CYP3, dst. Subfamili diidentifikasi memiliki 55 persen sekuens homologi, mereka diidentifikasi menggunakan huruf dan sering ada beberapa subfamili dalam satu keluarga. Jadi, dapat dilihat sebagai CYP1A, CYP2A, CYP2B, CYP2C, dst. Akhirnya, individual “isoform” yang berasal dari gen tunggal, diberi angka, seperti CYP1A1, CYP1A2, dst.



Mekanisme Hepatotoksisitas Mekanisme jejas hati imbas obat yang mempengaruhi protein-protein transport pada membran kanalikuli dapat terjadi melalui mekanisme apoptosis hepatosit imbas empedu. Terjadi penumpukan asam-asam empedu di dalam hati karena gangguan transport pada kanalikuli yang meghasilkan translokasi fassitoplasmik ke membrane plasma, dimana reseptor ini mengalami pengelompokan sendiri dan memicu kematian sel melalui apoptosis. Di samping itu banyak reaksi hepatoseluler melibatkan system sitokrom P-450 yang mengandung heme dan menghasilkan reaksi-reaksi energy tinggi yang dapat membuat ikatan kovalen obat dengan enzim, sehingga menghasilkan ikatan baru yang tak punya peran. Kompleks obat-enzim ini bermigrasi ke permukaan sel di dalam vesikel-vesikel untuk berperan sebagai imunogenimunogen sasaran serangan sitolitim ke sel T, merangsang respon imun multifaset yang melibatkan sel-sel T sitotoksik dan bebagai sitokin. Obat-obat tertentu menghambat fungsi mitokondria dengan efek ganda pada beta-oksidasi dan enzim-enzim rantai respirasi. Metabolitmetabolit toksis yang dikeluarkan dalam empedu dapat merusak epitel saluran empedu. Cedera pada hepatosit dapat terjadi akibat toksisitas langsung, terjadi melalui konversi xenobiotik menjadi toksin aktif oleh hati, atau ditimbulkan oleh mekanisme imunologik (biasanya oleh obat atau metabolitnya berlaku sebagai hapten untuk mengubah protein sel menjadi immunogen). (Bayupurnama, Putut, 2006) Reaksi obat diklasifikasikan sebagai reaksi yang dapat diduga (intrinsic) dan yang tidak dapat diduga (idiosinkratik). Reaksi Intrinsik terjadi pada semua orang yang mengalami akumulasi obat pada jumlah tertentu. Reaksi idiosinkratik tergantung pada idiosinkrasi pejamu (terutama



22 | P a g e



pasien yang menghasilkan respon imun terhadap antigen, dan kecepatan pejamu memetabolisme penyebab). (Bayupurnama, Putut, 2006).



Mekanisme Kerusakan Sel-sel hepar akibat Induksi Obat-obatan



Gambar 1. Ilustrasi mekanisme dari kerusakan sel-sel hepar akibat obat-obatan, yang melibatkan metabolisme obat, kerusakan hepatosit, aktivasi sel-sel imun innate, dan produksi mediator-mediator. Tipe Hepatotoksisitas Akibat Obat-obatan Ada berbagai macam obat yang dapat menyebabkan injury pada hepar, baik secara klinis maupun patologis. Tie-tipe hepatotoksisitas tersebut diilustrasikan pada gambar 2 berikut ini.



23 | P a g e



Gambar 2. Tipe-tipe hepatotoksisitas akibat obat-obatan. 1. Interferensi uptake bilirubin, ekskresi dan konjugasi: Tipe ini bisa dilihat sebagai suatu varian dati toksisitas kolestasis. Sebagai contoh, Rifampicin dapat mengganggu transportasi bilirubin sehingga menimbulkan hiperbilirubinemia.



2. Sitotoksik injury Tipe ini mengacu pada kerusakan dari parenkim dan merupakan tipe hepatotoksisitas yang relatif lebih serius daripada tipe sebelumnya.



3. Cholestatic injury Jenis ini meliputi terperangkapnya aliran empedu dan menimbulkan jaundice yang dapat terlihat mirip dengan obstruksi bilier. Tipe ini relatif kurang serius dibanding sitotoksik injury, dengan tingkat kematian yang lebih rendah.



4. Campuran sitotoksik dan cholesatic injury: Kerusakan hati yang bersifat sitotoksik terkdang dapat disertai dengan kolestasis, misalnya setelah penggunaan terapi-p asam aminosalisilat.



5. Lemak hati Lemak hati (steatosis) dapat dianggap sebagai jenis cedera sitotoksik, tetapi juga bisa menjadi bentuk kerusakan hati kronis.



6. Sirosis: Sirosis makronodular dapat langsung terjadi setelah kerusakan hati akut, dan kolestasis jaundice dapat mengakibatkan sirosis bilier primer.



24 | P a g e



7. Phospholipidosis: Hal ini mungkin dapat terjadi akibat dari penggunaan obat-obatan seperti Coralgil, (4, 4'diethylaminoethoxyhexestrol dihidroklorida), dan ditandai oleh hepatosit yang penuh dengan lipid.



8. Tumor hepar Lesi neoplastik dapat muncul akibat penggunaan obat-obatan. Adenoma dari sel hati telah terbukti memiliki keterkaitan dengan penggunaan kontrasepsi steroid.



9. Lesi vascular Oklusi vena hepatika, seperti efek thrombogenic dari kontrasepsi steroid, dapat mengakibatkan kerusakan hati.



10. Hepatitis Kronis Aktif Ini merupakan penyakit hati necroinflammatory yang bersifat progresif yang mungkin memiliki banyak penyebab termasuk obat.



11. Nekrosis hepatik subakut Sindrom ini terdiri penyakit hati yang progresif, disertai dengan sirosis dan jaundice



25 | P a g e



Obat-obat Penyebab Hepatotoksisitas 1. Analgesik Asetaminofen (parasetamol) merupakan salah satu analgesik yang paling umumdigunakan. Obat ini secara efektif menurunkan demam dan mengurangi nyeriringan sampai sedang, dan dianggap, secara umum, sebagai obat yang sangataman. Kerusakan sel yang disebabkan oleh acetaminophen tidak hanyaberhubungan dengan overdosis atau penggunaan dosis tinggi, melainkan jugadapat diakibatkan oleh penggunaan kronis pada dosis rendah (