Fieldwork Sedimentologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sedimentologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang pembentukan lapisan tanah dan batuan sedimen dan proses-proses yang membentuknya, yaitu klasifikasi asal mula,dan interprestasi endapan dan batuan sedimen (Bates dan Jackson,1980). Sedangkan proses bagaimana sedimen terakumulasi sehingga cakupan studinya bisa meliputi pelapukan, transportasi, pengendapan, lingkungan pengendapan, dan proses pembatuan. Dari hasil penalitian lebih lanjut tentang sedimentasi tersebut dapat dikembangkan mengetahui struktur, lithologi, proses transportasi dan sedimentasi pada lingkungan pengendapan fluvial di lapangan. Maka dari itu seorang geologist haruslah memiliki pemahaman mengenai cabang ilmu ini. Sehingga untuk mendapatkan pemahaman tersebut, diperlukan suatu penelitian lebih lanjut dan secara langsung mengenai kenampakan objek-objek geologi agar didapatkan suatu kompetensi yang diharapkan. Penelitian secara langsung dapat dilakukan melalui kuliah lapangan (Fieldwork). Dilapangan merupakan penelitian yang sesungguhnya, karena sebuah teori terlahir karena adanya penelitian di alam. Sehingga untuk membuktikan dan membandingkan kebenaran dari hasil teori yang telah ada, maka kuliah lapangan (fieldwork) ini perlu dan mutlak untuk dilakukan. Pada pengaplikasiannya praktikum sedimentologi akan mengadakan fieldwork di kelurahan Air Batu dan Sukomoro . Daerah Air Batu dan Sukomoro itu sendiri merupakan suatu desa yang berada di Kecamatan Talang Kelapa , Banyuasin. Untuk itu, pada kesempatan ini praktikum sedimentologi mengadakan fieldwork atau kuliah lapangan ke Air Batu dan Sukomoro. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memahami teori serta lebih bisa menginterpretasikan suatu daerah dengan ilmu yang telah diberikan. Tentunya ilmu yang telah dipelajari bisa langsung mengaplikasikan teori-teori tersebut dilapangan. I.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada fieldwork sedimentologi ini, yaitu: 1. Bagaimana ketrbentukan dan keadaanGeologi daerah Aie Batu dan Sukomoro? 2. Apa saja lithologi batuan daerah Air Batu dan Sukomoro? 3. Bagaimana lingkungan pengendapan pada daerah Air Batu dan Sukomoro ? I.3. Waktu dan tempat Desa sukomoro dan Air Batu dipilih sebagai lokasi kuliah lapangan karena memiliki fenomena geologi yang cukup lengap sebagai sumber pembelajaran. Di desa Sukomoro dan Air Batu kita dapat melihat secara langsung macam-macam batuan sedimen klastik yang sebagian karbonatan dan struktur sedimen yang menjadi indikasi daerah tersebut merupakan daerah



pasang surutair laut. Kuliah lapangan di Air Batu dilaksanakan pada pukul 8.00-13.00 WIB sedangkan kuliah lapangan Sukomoro dilaksanakan setelah kuliah lapangan di Air Batu (setelah ishoma) yaitu pada pukul 14.00-16.30.00 WIB . kegiatan fieldwork sedimentologi dilakukan pada hari Minggu tanggal 20 oktober 2019. I.4. Tujuan Adapun tujuan diadakannya fieldwork sedimentologi ini, yaitu: 1. Praktikan mampu menetukan litologi batuan yang ada pada daerah yang diteliti. 2. Praktikan mampu menjelaskan proses terentukanya perlapisan batuan yang ada pada daerah yang diteliti 3. Praktikan mampu menjelaskan karakteristik tekstur dan struktur batuan didarah yang diteliti. 4. Praktikan mampu membedakan ukuran butir pada batuan di lapangan. 5. Praktikan mampu menentukan daerah lingkungan pengendapan.



BAB 2



TINJAUAN PUSTAKA II.1. Letak Geografis Dapat diketahui bahwa letak geografis Air Batu dan Sukomoro terletak pada Kabupaten Banyuasin yang terletak di antara 1°37’32,12” sampai 3°09’15,30” LS dan 104°02’02,79” sampai 105°33’38,5” BT, terletak berdekatan dengan kota Palembang, ibukota Provinsi Sumatera Selatan, dengan batas wilayah dibagian Utara terdapat Kabupaten Tanjung Jabang Timur, Muara Jambi,Provinsi Jambi dan selat Bangka. Pada bagian selatan Kcamatan Jejawi, Pampangan te(OKI), Kecamatan Pemulutan (OI), Kecamatan Sungai Rotan, Kecamatan Gelumbang,Kecamtan Muara Belida, dan kota Palembang. Pada wilayah bagian Barat Kecamatan Sungai Lilin, Kecamatan Lais, Kecamatan Lalan ( Kabupaten Musi Banyuasin). Pada wilayah bagian timur Kecamatan Pampangan dan Air Sugihan (OKI).



Air Batu terletak pada desa Air Batu, Kecamatan Talang Kelapa,Kabupaten Banyuasin dan terletak pada S02°53’04,85” dan E104°36’25,05”. Untuk mencapai lokasi diperlukan sekitar 30 menit dari kota Palembang dan dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat.



Gambar 2. Lokasi Air Batu Lokasi selanjutnya yaitu sukomoro yang berada pada S04°54’40” dan E104°37’56” dan terletak pada desa Air Batu, Kecamatan Talang Kelapa, kabupaten Banyuasin, lokasi ini dapat dicapai dengan melewati perumahan warga.



Gambar 3. Lokasi Sukomoro II. 2 Geologi Regional Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng Indo-Australia, yang bergerak ke arah utara hingga timurlaut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zona penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro- plate) yang berada di antara zona interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zona konvergensi dalam berbagai bentuk dan



arah. Penunjaman lempeng Indo-Australia tersebut dapat



mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera



Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang (Bishop, 2000). Cekungan Sumatera Selatan termasuk kedalam cekungan busur belakang (Back Arc Basin) yang terbentuk akibat interaksi antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng mikro-sunda. Cekungan ini dibagi menjadi 4 (empat) sub cekungan (Pulonggono, 1984) yaitu: 1. Sub Cekungan Jambi 2. Sub Cekungan Palembang Utara 3. sub. Cekungan palembang selatan 4. Sub Cekungan Palembang Tengah Cekungan ini



terdiri



dari



sedimen



Tersier



yang



terletak tidak



selaras (unconformity) di atas permukaan metamorfik dan batuan beku Pra-Tersier.



Gambar 2.5. Peta cekungan di daerah Sumatera (Bishop, 2000). Sumber : https:geonesia.com/cekungan-didaerah-sumatera/html. II.2.1 Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan Stratigrafi



daerah



cekungan



Sumatra



Selatan



secara



umum dapat



dikenal satu megacycle (daur besar) yang terdiri dari suatu transgresi dan diikuti regresi. Formasi yang terbentuk selama fase transgresi dikelompokkan menjadi Kelompok Telisa (Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai).



Kelompok Palembang diendapkan



selama fase regresi (Formasi Air Benakat,



Formasi Muara Enim, dan Formasi Kasai),



sedangkan



Formasi



Lemat dan



older Lemat diendapkan sebelum fase transgresi utama. Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan menurut (De Coster, 1974) adalah sebagai berikut



Gambar 2.6. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (De Coster, 1974).



Sumber : https:geonesia.com/strtigrafi-cekungan-sumatera- selatan.html. 1. Kelompok Pra Tersier Formasi ini merupakan batuan dasar (basement rock) dari Cekungan Sumatra Selatan. Tersusun atas batuan beku Mesozoikum, batuan metamorf Paleozoikum, Mesozoikum, dan batuan karbonat yang termetamorfosa. Hasil dating di beberapa tempat menunjukkan bahwa beberapa batuan berumur Kapur Akhir sampai Eosen Awal. Batuan metamorf Paleozoikum- Mesozoikum dan batuan sedimen mengalami perlipatan dan pensesaran akibat intrusi batuan beku selama episode orogenesa Mesozoikum Tengah (Mid-Mesozoikum).



2. Tuf Kikim Dan Lemat Tua Nama lemat sekarang penggunaanya terbatas pada Lemat Muda, sedangkan Tuff Kikim disebut sebagai Lemat Tua yang tersingkap di Gunung Gumai dan Sumur Laru. Formasi lemat tersusun atas klastika kasar berupa batupasir, batulempung, fragmen batuan, breksi, lapisan tipis batubara dan tuf yang semuanya diendapkan pada lingkungan kontinen. Formasi lemat terbentuk dengan batas yang tidak jelas akibat penipisan dan pengangkatan. Anggota lemat terdapat diatas kedua sayap Antiklin Pendopo. Bagian distal cekungan merupakan kontak dengan Formasi Talangakar yang diinterpretasikan sebagai paraconformity. 3. Formasi Talang Akar Formasi Talang Akar terdapat di Cekungan Sumatra Selatan, formasi ini terletak di atas Formasi Lemat dan di bawah Formasi Telisa atau anggota Basal Batugamping Telisa. Formasi Talang Akar terdiri dari batupasir yang berasal dari delta plain, serpih, lanau, batupasir kuarsa, dengan sisipan batulempung karbonat, batubara dan di beberapa tempat konglomerat. Kontak antara Formasi Talang Akar dengan Formasi Lemat tidak selaras pada bagian tengah dan pada bagian pinggir dari cekungan kemungkinan paraconformable, sedangkan kontak antara Formasi Talang Akar dengan Telisa dan anggota Basal Batugamping Telisa adalah conformable. Kontak antara Talang Akar dan Telisa sulit di pick dari sumur di daerah palung disebabkan litologi dari dua formasi ini secara umum sama. Ketebalan dari Formasi Talang Akar bervariasi 1500-2000 feet (sekitar 460610 m). Umur dari Formasi Talang Akar ini adalah Oligosen Atas-Miosen Bawah dan kemungkinan meliputi N3 (P22), N7 dan bagian N5 berdasarkan zona Foraminifera plangtonik yang ada pada sumur yang dibor pada formasi ini berhubungan dengan delta plain dan daerah shelf. 4. Formasi Telisa (Gumai) Formasi Gumai tersebar secara luas dan terjadi pada zaman Tersier, formasi ini terendapkan selama fase transgresif laut maksimum, (maximum marine transgressive) ke dalam 2 cekungan. Batuan yang ada di formasi ini terdiri dari napal yang mempunyai karakteristik fossiliferous, banyak mengandung foram



plankton. Sisipan batugamping dijumpai pada bagian bawah. Formasi Gumai beda fasies dengan Formasi Talang Akar dan sebagian berada di atas Formasi Baturaja. Ketebalan dari formasi ini bervariasi tergantung pada posisi dari cekungan, namun variasi ketebalan untuk Formasi Gumai ini berkisar dari 6000–9000 feet (18002700 m). Penentuan umur Formasi Gumai dapat ditentukan dari dating dengan menggunakan foraminifera planktonik. Pemeriksaan mikropaleontologi terhadap contoh batuan dari beberapa sumur menunjukkan bahwa fosil foraminifera planktonik yang dijumpai dapat digolongkan ke dalam



zona



Globigerinoides



sicanus, Globogerinotella insueta, dan bagian bawah zona Orbulina Satiralis Globorotalia



peripheroranda, umurnya disimpulkan Miosen Awal-Miosen



Tengah. Lingkungan pengendapan Laut Terbuka, Neritik. 5. Formasi Lower Palembang (Air Benakat) Formasi Lower Palembang diendapkan selama awal fase siklus regresi. Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir glaukonitan, batulempung, batulanau, dan batupasir yang mengandung unsur karbonatan.



Pada bagian



bawah dari Formasi Lower Palembang kontak dengan Formasi Telisa. Ketebalan dari formasi ini bervariasi dari 3300 – 5000 kaki (sekitar 1000 – 1500 m). Faunafauna yang dijumpai pada Formasi Lower Palembang ini antara lain Orbulina Universa



d’Orbigny,



Orbulina



Suturalis



Bronimann,



Globigerinoides



Subquadratus Bronimann, Globigerina Venezuelana Hedberg, Globorotalia Peripronda Blow & Banner, Globorotalia Venezuelana Hedberg, Globorotalia Peripronda Blow & Banner, Globorotalia mayeri Cushman & Ellisor, yang menunjukkan



umur Miosen Tengah N12-N13. Formasi ini diendapkan di



lingkungan laut dangkal. 6. Formasi Middle Palembang (Muara Enim) Batuan penyusun yang ada pada formasi ini berupa batupasir, batulempung, dan lapisan batubara. Batas bawah dari Formasi Middle Palembnag di bagian selatan cekungan berupa lapisan batubara yang biasanya digunakan sebagai marker. Jumlah serta ketebalan lapisan-lapisan batubara menurun dari selatan ke utara pada cekungan ini. Ketebalan formasi berkisar antara 1500–2500 kaki (sekitar



450-750 m). De Coster (1974) menafsirkan formasi ini berumur Miosen Akhir sampai Pliosen, berdasarkan kedudukan stratigrafinya. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal sampai brackist (pada bagian dasar), delta plain dan lingkungan non marine 7.



Formasi Upper Palembang (Kasai) Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan Sumatra Selatan. Formasi ini diendapkan selama orogenesa pada Plio- Pleistosen dan dihasilkan dari proses erosi Pegunungan Barisan dan Tiga puluh. Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir tuffan, lempung, dan kerakal dan lapisan tipis batubara. Umur dari formasi ini tidak dapat dipastikan, tetapi diduga PlioPleistosen.



II.2.2 Struktur Geologi Regional Menurut Salim dkk (1995) Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan belakang busur karena berada di belakang Pegunungan Barisan sebagai volcanicarc-nya. Cekungan ini berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda sebagai bagian dari Lempeng Kontinen Asia dan Lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, bagian barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda



(Sundaland), sebelah barat dibatasi oleh



Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung. Menurut Suta dan Xiaoguang (2005; dalam Satya, 2010) perkembangan struktur maupun evolusi cekungan sejak Tersier merupakan hasil interaksi dari ketiga arah struktur utama yaitu, berarah timurlaut-baratdaya atau disebut Pola Jambi, berarah baratlaut-tenggara atau disebut Pola Sumatra, dan berarah utaraselatan atau disebut Pola Sunda. Hal inilah yang membuat struktur geologi di daerah Cekungan Sumatra Selatan lebih kompleks dibandingkan cekungan lainnya di Pulau Sumatra. Struktur geologi berarah timurlaut- baratdaya atau Pola Jambi sangat jelas teramati di Sub-Cekungan Jambi. Terbentuknya struktur berarah timurlaut-baratdaya di daerah ini berasosiasi dengan terbentuknya sistem graben di



Cekungan Sumatra Selatan. Struktur lipatan yang berkembang pada Pola Jambi diakibatkan oleh pengaktifan kembali sesar-sesar normal tersebut pada periode kompresif Plio-Plistosen yang berasosiasi dengan sesar mendatar (wrench fault). Namun, intensitas perlipatan pada arah ini tidak begitu kuat. Pola Sumatra sangat mendominasi di daerah Sub-Cekungan Palembang (Pulunggono dan Cameron, 1984). Manifestasi struktur Pola Lematang saat ini berupa perlipatan yang berasosiasi dengan sesar naik yang terbentuk akibat gaya kompresi Plio-Pleistosen. Struktur geologi berarah utara-selatan atau Pola Sunda juga terlihat di Cekungan Sumatra Selatan. Pola Sunda yang pada awalnya dimanifestasikan dengan sesar normal, pada periode tektonik Plio-Pleistosen teraktifkan kembali sebagai sesar mendatar yang sering kali memperlihatkan pola perlipatan di permukaan.



Gambar 2.2. Elemen Struktur Utama pada Cekungan Sumatra Selatan. Sumber : https:// geonesia.com/elemen-struktur-utama-cekungan- sumateraselatan.html?1 Orientasi Timurlaut-baratdaya atau Utara-Selatan Menunjukkan Umur EoOligosen dan Struktur Inversi Menunjukkan Umur



Plio- Pleistosen (Ginger dan



Fielding, 2005). Geometri sistem sesar Semangko sangatlah komplek. Dari citra radar dapat dilihat bahwa antara danau Ranau di barat laut sampai dengan teluk Semangko di tenggara terdapat beberapa kelurusan yang disertai oleh beberapa depresi pisah tarik jika diperhatikan lebih teliti lagi dapat ditafsirkan, bahwa kelurusan-kelurusan tersebut tidak terjadi pada saat yang bersamaan. Kelurusan yang ditafsirkan sebagai sitem sesar geser dekstral, pada awal nya membentuk cekungan pisah tarik yang membentuk danau ranau di barat laut, sebagai suatu sistem sesar yang meloncat ke kanan (right step fault system) antara sesar yang berada di sebelah barat laut danau ranau dengan sesar yang berada di sebelah selatan danau ranau ,dan kemudian berkembanglah sistem volkano-tektonika yang membentuk danau ranau dan gunungapi Ranau. Selanjutnya sesar yang berada di selatan danau Ranau berkembang menjadi dua, di sebelah barat menerus sampai dengan selat Sunda, sedangkan di sebelah timur membentuk depresi kecil pisah tarik di sebelah tenggara Suoh (depresi Suoh belum terbentuk), karena disana terdapat loncatan ke kanan sesar dekstral. Kemudian sesar sebelah barat danau Ranau berhenti karena sesar bagian timur danau Ranau berkembang jauh ke selatan sampai dengan suoh dan di suoh membentuk depresi pisah tarik dengan sesar semangko (sensu strict) yang menerus sampai teluk semangko.