14 0 679 KB
CABANG-CABANG FILSAFAT METAFISIKA, EPISTEMOLOGI, DAN ETIKA Makalah Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Filsafat Yang diampu oleh Bapak Mifdal Zusron Alfaqi, S.Pd., M.Sc
Disusun oleh: Martino Etereyau
190711437367
Seviola Angely Arifia Putri
190711637243
Tiara Novita Aryani
190711637264
Yohanes F Lupdaryanto
190711637362
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN 11 SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kami kemudahan dan kelancaran sehingga makalah yang berjudul “Cabang-Cabang Filsafat : Metafisika, Epistemologi, dan Etika” ini bisa diselesaikan dengan tepat waktu dan dengan baik. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Mifdal… yang telah membimbing dan memberikan tugas ini. Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat dan edukasi mengenai metafisika, epistemology, dan etika. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kemudian makalah kami ini dapat kami perbaiki dan menjadi lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Kami juga yakin bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna dan masih membutuhkan kritik serta saran dari pembaca, untuk menjadikan makalah ini lebih baik ke depannya. Malang, 11 September 2019
Penyusun
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………....……………………………………………………………... i KATA PENGANTAR……………………..…………………………………………………... ii DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….….. iii BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………………............4 1.1 Latar Belakang ….……………………………………………………………............4 1.2 Rumusan Masalah …….………………………………………………………………5 1.3 Tujuan ……………………………………………………………………….………..5 BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………..………...…….…...6 2.1. Metafisika ………..……………………………………………………..….…….......6 A. Pengertian Metafisika ………… ...………………………….…………..….....6 B. Hakikat Metafisika …………………………………………………................6 C. Metafisika Sebagai Cabang Filsafat ………………………………....………...7 2.2. Epistemologi ……………………………………………..…………….......………...8 A. Definisi Pengetahuan ……………….…………………………………………9 B. Sumber-Sumber Pengetahuan ………………….………………….……..…...11 C. Paradigma Ilmu Pengetahuan ……………………………………..……….….13 D. Epistemologi Marxis: Pengetahuan dan Praktik .………………………....……………...16 2.3. Etika ……………………………………….……………………………...………...17 I. Etika Normatif Dan Etika Terapan…………...…………..………...………....18 II. Kaidah atau Norma Etika ……………………..……..…………...…...……..21 2.4. Studi Kasus ………………………………………………..………………...…......22 BAB III PENUTUP ………….……………………………………………..………................24 3.1 Kesimpulan …………………………………………………..……........................24 3.2 Saran …………………………………………………………………..…..………...24 DAFTAR RUJUKAN ……………………………………………………………………...…..25
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Ilmu adalah pengetahuan yang tersusun, sedangkan pengetahuan adalah pengamatan yang disusun secara sistematis. Ilmu pengetahuan adalah keseluruhan dari pengetahuan yang terkoordinasi mengenai pokok pemikiran tertentu. Filsafat adalah akar dari semua pengetahuan manusia. Filsafat kerap kali dipandang sebagai ilmu yang abstrak, padahal filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan bagai seorang yang sedang berdiri di atas bukit di malam hari sedang melihat kerlap-kerlip lampu pemukiman. Dia ingin mengetahui hakikat kehadiran dirinya dalam kesemestaan yang ditatapnya. Filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang menggunakan logika, metode, dan sistem untuk mengkaji masalah umum dan mendasar mengenai berbagai persoalan, seperti; pengetahuan, akal, pikiran, eksistensi, dan bahasa. Berdasarkan etimologi, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu
“philosophia”
yang tersusun dari dua kata, yaitu “philos” yang berarti cinta dan
“Sophia” yang berarti kebijaksanaan. Sedangkan menurut Aristoteles, filsafat memiliki kewajiban untuk menyelidiki sebab dan asas segala benda. Menurut Plato, filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli). Jadi, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi dasar dari semua pengetahuan manusia yang mengkaji suatu hal atau sebuah persoalan berdasarkan pada logika. Ilmu Filsafat bisa dikatakan sebagai induk dari segala ilmu. Sebagai induk ilmu pengetahuan, filsafat memiliki cabang-cabang yang dapat dipelajari secara khusus, selain terbagi-bagi dalam berbagai ilmu pengetahuan. Cabang ini terdiri dari bidang-bidang yang mengkaji masalahmasalah yang berkaitan dengan masalah-masalah yang sering dipikirkan dan dibahas manusia secara filosofis. Dalam beberapa kajian filsafat, kita akan menemui banyak cabang dari ilmu filsafat berdasarkan pemikiran para ahli. Pada makalah ini, kita akan membahas tiga dari beberapa cabang ilmu filsafat yaitu metafisika, epistemologi, dan etika.
1.2.Rumusan Masalah 1. Apakah maksud dari metafisika dalam filsafat? 2. Apakah maksud dari epistemologi dalam filsafat? 3. Apakah maksud dari etika dalam filsafat? 4. Bagaimana penyelesaian studi kasus menurut pandangan metafisika, epistemologi, atau etika?
1.3.Tujuan 1. Mengetahui maksud dari metafisika dalam filsafat 2. Mengetahui maksud dari epistemologi dalam filsafat 3. Mengetahui maksud dari etika dalam filsafat 4. Mengetahui penyelesaian studi kasus menurut pandangan metafisika, epistemologi, atau etika
BAB III PEMBAHASAN 2.1. Metafisika A. Pengertian Metafisika Metafisika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan proses analitis atas hakikat fundamental mengenai keberadaan dan realitas yang menyertai. Metafisika tersusun dari kata “meta” dan “fisika”. “Meta” berarti sesudah, selain, atau dibalik. Sedangkan “Fisika” berarti nyata atau alam fisik. Dengan kata lain, metafisika adalah cabang filsafat yang membicarakan ‘hal-hal yang berada di belakang gejala-gejala yang nyata’. Dalam bahasa Yunani, Istilah “metafisika” berasal dari kata “meta ta physika” yang berarti hal-hal yang terdapat sesudah fisika. Metafisika merupakan cabang filsafat yang menjelasankan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia. Menurut para pemikir metafisis seperti Plato dan Aristoteles memberikan asumsi dasar bahwa dunia atau realitas adalah yang dapat dipahami (intelligible) yang mana setiap aliran metafisika mengklaim bahwa akal budi memiliki kapasitas memadai untuk memahami dunia. Seolah – olah akal budi memiliki kemampuan untuk mengungkap semua realitas mendasar dari segala yang ada. Sedangkan menurut Hamlyn, metafisika adalah bagian kajian filsafat yang paling abstrak dan merupakan bagian yang paling “tinggi” karena berurusan dengan realitas yang paling utama, berurusan dengan “apa yang sungguh-sungguh ada” yang membedakan sekaligus menentukan bahwa sesuatu itu mungkin ataukah tidak. B. Hakikat Metafisika Terkadang, metafisika ini sering disamakan dengan “ontologi” (hakikat ilmu). Tetapi, pengamat filsafat seperti Anton Baker menyatakan bahwa keduanya berbeda. Istilah “metafisika” tidak menunjukkan bidang ekstensif atau objek material tertentu dalam penelitian, tetapi mengenai suatu inti yang termuat dalam setiap kenyataan, ataupun suatu unsur formal. Inti itu hanya tersentuh pada pada taraf penelitian paling fundamental, dan dengan metode tersendiri. Maka, nama “metafisika” menunjukkan nivo pemikiran dan merupakan refleksi filosofis mengenai kenyataan yang secara mutlak paling mendalam dan paling ultimate. Sedangkan, ontologi yang menjadi objek material bagi filsafat pertama itu terdiri dari segala-gala yang ada. Tafsiran yang paling awal manusia terhadap alam kehidupan adalah bahwa wujud-wujud yang bersifat gaib (supranatural) dan wujud-wujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Kita mengenal animisme sebagai sistem kepercayaan paling tua, sebagai mana telah kita bahas di bagian sebelumnya. Dengan demikian, tidaklah salah kalau metafisika sering juga disebut sebagai “filsafat pertama”. Maksudnya ialah ilmu yang menyelidiki apa hakikat di balik
alam nyata ini dan sering juga disebut sebagai “filsafat tentang hal yang ada”. Persoalannya ialah menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata dengan tidak terbatas pada apa yang ditangkap oleh pancaindra saja C. Metafisika Sebagai Cabang Filsafat Metafisika seringkali identik dengan filsafat orang yang menangadah ke arah langit dan menanyakan bagaimana hidup ini bisa terjadi dan bagaimana semuanya dimulai. Sebagaimana dikatakan Jujun S. Sumantri, bidang telaah filasafati yang disebut metafisika ini merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran ilmiah. Diibaratkan bila pikiran adalah roket yang meluncur ke bintang-bintang, menembus awan dan galaksi, metafisika adalah dasar peluncurannya. Metafisika sebagai cabang filsafat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut. 1. Metafisika umum (yang disebut ontologi). 2. Metafisika khusus (yang disebut kosmologi). Metafisika umum (ontologi) berbicara tentang segala sesuatu sekaligus. Perkataan “ontologi” berasal dari bahasa Yunani yang berarti yang ada dan “logos” yang berarti ilmu. Maka objek material dari bagi filsafat umum itu terdiri dari segala-gala yang ada. Pertanyaanpertanyaan dari ontologi misalnya:
Apakah kenyataan merupakan kesatuan atau tudak?
Apakah alam raya merupakan peredaran abadi dimana semua gejala selalu kembali, seperti dalam siklus musim-musim, atau justru suatu proses perkembangan ?
Ontologi
membicarakan
azas-azas
rasional
yang
ada,
sedangkan
kosmologi
membicarakan azas-azas dari yang-ada yang teratur. Ontologi berusaha untuk mengetahui esensi yang terdalam dari yang-ada, sedangkan kosmologi berusaha untuk mengetahui ketertibannya serta susunannya. Misalnya, aspek ontologis dari materialisme adalah bahwa ia merupakan ajaran yang mengatakan bahwa yang ada yang terdalam adalah yang bersifat material. Sedangkan, contoh aspek filsafat kosmologi adalah teori evolusi yang menggambarkan asal-usul kehidupan Metafisika khusus (kosmologi) adalah ilmu pengetahuan tentang struktur alam semesta yang membicarakan tentang ruang, waktu, dan gerakan. Kosmologi berasal dari kata “kosmos” yang berarti dunia atau ketertiban, lawan dari “chaos” atau kacau balau atau tidak tertib, dan “logos” yang berarti ilmu atau percakapan. Kosmologi berarti ilmu tentang dunia dan ketertiban yang paling fundamental dari seluruh realitas.
Sedangkan, menurut Prof. Sutan Takdir Alisjahbana, metafisika itu dibagi atas dua bagian besar, yaitu metafisika kuantitas dan metafisika kualitas. Skemanya adalah sebagai berikut
2.2. Epistemologi Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti pengetahuan atau ilmu atau teori ilmu pengetahuan. Istilah “epistemologi” diperkenalkan oleh filsuf Skotlandia James Frederick Ferrier (1808-1864). Epistemologi adalah cabang filsafat yang memberikan focus perhatian pada sifat dan ruang lingkup ilmu pengetahuan, yang terdiri dari pertanyaan berikut.
Apakah pengetahuan?
Bagaimanakah pengetahuan diperoleh?
Bagaimana kita mengetahui apa yang kita ketahui? Dalam kajian epistemologis ini, banyak perdebatan yang menganalisis sifat pengetahuan
dan bagaimana ia berhubungan dengan istilah-istilah yang berkaitan dengan dengannya, seperti kebenaran kepercayaan (belief), dan penilaian (justifikasi). Ada juga yang mengkaji sarana produksi pengetahuan, termasuk juga skeptisme tentang klaim-klaim pengetahuan yang berbeda. Sebagai memiliki nya.
cabang
perbedaan,
Kadang
filsafat,
baik
redaksi
dari
pemahaman sudut
penyampaiannya
para
pandang juga
ahli maupun
membuat
tentang cara
epistemologi mengungkapkan-
persoalan
substansinya
juga berbeda. Epistemologi membicarakan hakikat pengetahuan, unsur-unsur, dan susunan berbagai jenis pengetahuan, pangkal tumpuannya yang fundamental, metode-metode, dan batasan-batasannya. Epistemologi pengetahuan
yang
membahas diperoleh
persoalan atau
tidak.
pengetahuan. Dapatkah
Mungkinkah kita
memiliki
pengetahuan
yang
benar?
,bukan
pengetahuan
Dalam
epistemologi,
Kita
yang
mengharapkan
khilaf,
yang
yang
paling
pengetahuan
mendasarkan
pokok
perlu
pada
dibahas
yang
benar
khayalan
belaka.
adalah
apa
yang
menjadi sumber pengetahuan, bagaimana struktur pengetahuan. A. Definisi Pengetahuan Pengertian
ilmu
(Inggris),
watenschap
Indonesia,
kata
suatu
“ilmu”
zaman
dulu, telah
syarat
tertentu.
ujian
dan
jelas
yang
yang
syarat-syarat,
yang
dan
Arab.
bahasa
mengacu
pengetahuan.
melebihi
pada Tetapi,
pengetahuan.
Pada
jelas
merupakan
orang
yang
didapat
melalui
syarat-
berilmu
merupakan tersebut
syarat-syarat
Dalam
Ia
dan
science
berilmu
kemampuan
dianggap
(Arab),
(Jerman).49
bahasa yang
‘ilm
kata
wawasan
hal
orang
memiliki
Orang
dari
dari
suatu
pada
wissenschaf
berasal
dikatakan
dianggap
dan
terdiri
menyiratkan yang
yang
dirujukkan
(Belanda),
“ilmu”
kemampuan
istilah
dapat
orang
yang
menunjukkan
lolos
“predikat”
yang layak dimilikinya. Ilmu
pengetahuan
berarti
suatu
ilmu
yang
didapat
dengan
cara
mengetahui, yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak sekadar tahu. Kata “ilmu” juga dapat dikaitkan artinya
dengan berdasarkan
misalnya
kaidah
(mendapatkan
mendapatkannya relevan.
kata
R.
Harre
keilmuan,
pengetahuan
(metode),
sifat
mendefinsikan
yang
yang
kegunaannya, ilmu
“ilmiah” terdiri
didapat dan
sebagai,
dari
yang syarat-syarat,
dengan)
bukti,
cakupan-cakupannya “A
collection
of
cara yang
well-attested
theories which explain the patterns regularities and irregularities among carefully yang
studied
menjelaskan
phenomena tentang
(kumpulan
pola-pola
yang
antara fenomena yang dipelajari secara hati-hati).”
teori-teori teratur
yang ataupun
sudah tidak
diuji teratur
coba di
AKTIFITAS (SEBAGAI PROSES)
ILMU
METODE (SEBAGAI PROSEDUR)
PENGETAHUAN (SEBAGAI PRODUK)
Dari bagan di atas, Ilmu dapat dipahami sebagai proses, prosedur, maupun sebagai produk atau hasil. Sebagai
proses,
ilmu
merupakan
proses
yang
terdiri
dari
kegiatan-
kegiatan mendapatkan pengetahuan, wawasan, dan kesimpulan. Sebagai proses, lahirnya ilmu merupakan hasil capaian dari proses yang panjang, melibatkan tindakan manusia dalam mengamati, mendekati, dan memahami objek atau gejala alam maupun sosial. Sebagai yang
prosedur,
digunakan
Untuk
agar
menghasilkan
prosedur dibutuhkan
yang
benar
cara-cara
ilmu
berkaitan
proses sesuatu pula. tertentu
mencari yang Prosedur untuk
dengan ilmu benar,
penggunaan dapat
cara
berjalan
diperlukan
membuat
kita
mendapatkan
yang
ketat
dengan
baik.
metode mengerti
suatu
atau bahwa
kesimpulan
(pengetahuan) yang benar. Sebagai produk atau hasil, berarti ilmu merupakan hasil dari proses dan aktivitas mengetahui. Dalam hal ini, ilmu dikenal sebagai suatu hal yang sudah jadi, yang didapat oleh kegiatan mencari pengetahuan atau kegiatan ilmiah. Produk inilah yang biasanya akan digunakan atau dikembangkan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan lebih lanjut yang berguna secara praktis bagi manusia.
B. Sumber-Sumber Pengetahuan Manusia berusaha mencari pengetahuan dan kebenaran, yang dapat diperolehnya dengan melalui beberapa sumber. Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain sebagai berikut. 1. Empirisme Aliran
ini
menganggap
pengalaman
empiris.
mengetahui
(subjek),
(pengalaman).
Tokoh
Dalam
hal
yang yang
bahwa
pengetahuan
ini,
harus
diketahui
terkenal
dari
ada
(objek), aliran
ini
diperoleh tiga
hal,
dan
cara
antara
lain
melalui
yaitu
yang
mengetahui John
Locke
(1632-1704), George Barkeley (1685-1753), dan David Hume. Secara
etimologis,
empirisme
berasal
dari
kata
bahasa
Inggris
empiricism dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani (empeiria) dan dari kata experietia yang berarti berpengalaman dalam, berkenalan dengan, dan terampil untuk. Jadi, empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara
keseluruhan
menggunakan
atau
indra.
definisi
mengenai
seluruh
pengetahuan
semua
ide
kan
apa
Selanjutnya, empirisme, harus
merupakan yang
parsial
dialami,
di
didasarkan secara antaranya
dicari abstraksi pengalaman
kepada
terminologis adalah
terdapat
doktrin
dalam
pengalaman,
yang
dibentuk
indrawi
pengalaman
adalah
yang beberapa
bahwa
sumber
pandangan
bahwa
dengan
menggabung-
satu-satunya
sumber
pengetahuan, bukan akal. 2. Rasionalisme Aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan kebenaran pengetahuan walaupun belum didukung oleh fakta empiris. Tokohnya adalah Rene Descartes (1596-1650), Baruch Spinoza (1632-1677), dan Gottried Leibniz (1646-1716). Secara etimologis, rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata dasarnya berasal dari bahasa Latin ratio yang berarti akal. Aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan indrawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. 3. Intuisi
Banyak kalangan yang menyebut bahwa intuisi dapat menjadi sumber pengetahuan. Dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses pernalaran tertentu. Henry Bergson, misalnya, menganggap intuisi merupakan hasil evolusi pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal. Ada pandangan yang berbareng dengan hal itu, yaitu bahwa pemahaman yang berakar pada logika dan analisis kritis, empiris, dan rasionalis bukanlah hal yang dibutuhkan. Pola pandang seperti ini memang kenes dan menarik hati. Inilah yang dinyatakan oleh Malcolm Gladwell sebagai filosofi barunya, yang dapat dijumpai dalam bukunya yang berjudul Blink—Te Power of Tinking without Tinking, sebuah judul yang aneh, genit, dan menarik perhatian.54 Asumsinya adalah bahwa dalam benak kita terdapat kekuatan bawah sadar yang menyerap banyak sekali informasi dan data dari indra dan dengan tepat membentuk situasi, memecahkan masalah, dan seterusnya, tanpa adanya pikiran formal yang kaku dan mengatur. Salah satu daya tarik pemahaman semacam itu adalah bahwa kita semua seolah punya intuisi dan dengan tergantung padanya dapat membantu kita membuat keputusan hari demi hari. 4. Wahyu Sumber pengetahuan yang disebut “wahyu” identik dengan agama atau kepercayaan yang sifatnya mistis. Ia merupakan pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang terpilih untuk menyampaikannya (nabi dan rasul). Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah pengetahuan, baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia. 5. Otoritas Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya. Kita menerima suatu pengetahuan itu benar, bukan karena telah menceknya di luar diri kita, melainkan telah dijamin oleh otoritas (suatu sumber yang berwibawa, memiliki wewenang, berhak) di lapangan. Sementara itu, ada beberapa teori berikut yang dapat menjadi acuan untuk menentukan apakah pengetahuan itu benar atau salah. a. Teori korespondensi (correspondence theory), yang menyatakan bahwa kebenaran merupakan persesuaian antara fakta dan situasi nyata. Kebenaran merupakan persesuaian antara pernyataan dalam pikiran dan situasi lingkungannya. b. Teori koherensi (coherence theory), yang menganggap bahwa kebenaran bukan persesuaian secara harmonis antara pikiran dan kenyataan, melainkan kesesuaian dengan pengetahuan kita secara harmonis antara pendapat/pikiran kita dan pengetahuan yang dimiliki.
c. Teori pragmatisme (pragmatism theory), yang menganggap kebenaran tidak bisa bersesuaian dengan kenyataan sebab kita hanya bisa mengetahui dari pengalaman kita saja. Dalam sejarah filsafat, juga dikenal berbagai macam aliran epistemologi, di antaranya adalah sebagai berikut. a. Skeptisisme, yang merupakan aliran yang secara radikal dan fundamental tidak mengakui adanya kepastian dan kebenaran pengetahuan atau sekurang-kurangnya menyangsikan secara fundamental kemampuan pikiran manusia untuk mendapat kepastian dan kebenaran. Tokoh-Tokohnya antara lain: Democritus, Protagoras, Phyrro, Montaigne, Charron, Bayle, Nietze, Spengler, dan Goblot. Relativisme, yaitu suatu aliran atau paham yang mengajarkan bahwa kebenaran itu ada, tetapi kebenaran itu tidak mempunyai sifat mutlak. b. Fenomenalisme, yaitu teori pengetahuan yang dibatasi oleh fenomena yang terdiri dari (a) fenomena fisik atau seluruh objek yang nyata dan dapat dipersepsi; dan (b) fenomena mental, yakni seluruh objek yang dapat diintrospeksi. Tokohnya, antara lain: Immanuel Kant, Auguste Comte, Herbert Spencer, dan lain-lain. c. Empirisisme, yang dapat dipahami sebagai: (1) sebuah dalil tentang sumber pengetahuan: di mana sumber pengetahuan adalah pengalaman; tidak ada pengetahuan yang eksistensial kecuali halhal mungkin dialami secara bebas; (2) sebuah dalil tentang sekitar asal mula ide-ide, konsep-konsep, atau hal-hal universal: di mana hal-hal acuan yang eksis adalah sesuatu diperoleh semata-mata atau terutama didapatkan dari pengalaman atau beberapa bagian penting dari pengalaman. d. Subjektivisme, yaitu aliran yang membatasi pengetahuan pada halhal (objek) yang dapat diketahui dan dirasa. Kecenderungan dan kedudukan kemauan pada realitas eksternal sebagai sesuatu yang bisa ditinjau dari pemikiran yang subjektif. C. Paradigma Ilmu Pengetahuan Dalam
teori
yang
membedakan
acuan
awal
memberi Kuhn (1962)
yang warna
dalam
antara harus
sebuah
dan
juga
satu dilalui
tersendiri
menjelaskan
perkembangan
pengetahuan,
bahwa
pandangan dalam
terhadap
bukunya
The
paradigma
pertumbuhan
dikenal
suatu
suatu dan
setiap
lainnya.
penelitian
suatu
memiliki
Of
paradigma
Paradigma
karena
bentuk
Structure
ilmu
perkembangan
hal
penelitian. Scientific
peran
pengetahuan.56
penting Ia
adalah
ini
akan
Thomas Revolution terhadap merupakan
world
view
berperan
terhadap
vital
dunia
dalam
dan
melihat
persoalan-persoalan
setiap
kajian
di
atau
dalamnya.
penelitian.
Paradigma
Sebab,
hal
ini
berkaitan dengan aspek filosofis dalam melihat kompleksitas fenomena. Dilihat
dari
beberapa
paradigma
yang
selama
ini
berkembang
di
A.S.
Hikam menjelaskan perjalanan paradigma dibagi menjadi tiga bagian Pertama, paradigma positivisme-empiris. dipandang Salah
sebagai
satu realitas.
dari
pemikiran
subjektif
dari
kaitannya
ini
adalah
nilai
apakah
antara
ini
itu
di
pemisahan
bahasa luar
secara
pemikiran
konsekuensi
mengetahui
pernyataannya
dirinya.
antara
wacana
perlu
dilontarkan
ini,
objek
analisis
tidak
mendasari
pernyataan
dan
adalah
dengan orang
yang
aliran
manusia
paradigma
Dalam
atau
penganut
jembatan
ciri
dan
adalah
Oleh
logis
makna-makna
sebab
yang
terpenting
benar
menurut
kaidah
sintaksis dan semantik. Kedua
adalah
dipengaruhi
oleh
paradigma
konstruktivisme.
Paradigma
pandangan
fenomenologi.
Aliran
pandangan
empirisme
yang
pandangan
paradigma
ini,
untuk
memahami
sebagai
sebagai
subjek
dan
tidak
lagi
hanya
belaka
dan
bahasa
realitas
penyampai
subjek
memisahkan
objektif pernyataan.
faktor
sentral
ketiga
adalah
yang
kegiatan
banyak
ini
objek
menolak
bahasa.
Dalam
dilihat
sebagai
dipisahkan
dari
Konstruktivisme dalam
ini
justru wacana
alat subjek
menganggap
serta
hubungan-
hubungan sosialnya. Paradigma sebatas yang
memenuhi kurang
terjadi
sensitif
secara
paradigma
kekurangan
historis
kekuasaan
gilirannya
berperan
perilaku-perilakunya. yang
yang sebagai Paradigma
berusaha
yang proses
maupun
konstruktivisme
hubungan
School,
pada
paradigma ada
kritis. dalam
produksi institusional.
masih
dan
dalam
pembentuk
ini
konstruktivisme
reproduksi
makna
ditulis
setiap
faktor-faktor
wacana subjek
ini
bersumber
pada
mengkritisi
pandangan
konstruktivis.
dari gagasan Marx dan Hegel jauh sebelum sekolah Frankfurt berdiri.
yang
A.S.Hikam,
menganalisis
jenis-jenis
hanya
paradigma
Seperti
belum
inheren
Paradigma
yang
tertentu
pemikiran Ia
pada berikut
Frankfurt bersumber
A. Tentang Kebenaran Kebenaran (truth) memiliki berbagai macam makna, misalnya keadaan ketika terjadi kesesuaian dengan fakta khusus atau realitas, atau keadaan yang sesuai dengan hal-hal yang nyata, kejadian-kejadian nyata, atau aktualitas. Kebenaran juga berarti suatu hal yang cocok dengan aslinya atau sesuai dengan ukuran-ukuran yang ideal. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (oleh Purwadarminta), ditemukan beberapa arti tentang kebenaran, yaitu
(1) keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan
sesungguhnya); (2) sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian halnya); (3) kejujuran, ketulusan hati; (4) selalu izin, perkenanan; dan (5) jalan kebetulan. 1. Guna Kebenaran Hal kebenaran sesungguhnya merupakan tema sentral di dalam filsafat ilmu sebab semua orang pada umumnya ingin mencapai kebenaran. Yang benar biasanya akan dijadikan panduan. Tanpa kebenaran, kita akan ragu untuk melangkah, dalam hal ini kebenaran memberikan kepastian. Kita yakin bahwa jalan di depan kita akan belok ke kanan, jika pada kenyataannya demikian, kita benar. Kita mendapatkan kepastian setelah mengetahui sendiri ternyata jalan di depan itu belok ke kanan, suatu kepastian yang membuat kita tak perlu ragu lagi ketika akan lewat lagi di sana. Kebenaran memberikan keyakinan untuk melakukan sesuatu, meyakinkan lagi untuk melakukan sesuatu itu pada waktu berikutnya. 2. Teori Kebenaran Dalam kajian filsafat ilmu, kebenaran dapat dibagi dalam tiga jenis menurut telaah dalam filsafat ilmu, yaitu sebagai berikut. Kebenaran Epistemologikal: kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia, yang berkaitan antara subjek dan objek (kenyataan). Kebenaran Ontologikal: kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan. Kebenaran Semantikal: kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa. Ada beberapa teori tentang kebenaran yang berkembang dalam kajian filsafat ilmu. Beberapa di antaranya, antara lain sebagai berikut. Teori Truth) itu
Kebenaran Teori ini koheren
Saling
Berhubungan
menganggap bahwa atau konsisten
sesuatu dengan
(Coherence
Theory
of
dianggap benar apabila pernyataan pernyataan-pernyataan sebelumnya
yang dianggap benar. Proporsi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi-proposisi lainnya yang benar, atau makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita. Biasanya, kita mengatakan orang berbohong dalam banyak hal dan kita mengetahuinya dengan cara menunjukkan bahwa apa yang dikatakannya tidak cocok dengan hal-hal lain yang telah dikatakannya atau dikerjakannya. Teori Kebenaran Saling Berkesesuaian (Correspondence Teory of Truth) Bagi penganut teori kebenaran ini, suatu pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Sebuah pernyataan itu benar jika apa yang diungkapkannya merupakan fakta. Jika penulis mengatakan, “Di luar hawanya dingin.” maka, memang begitulah kenyataannya berdasarkan keadaannya yang nyata. Jika ada yang mengatakan, “Ibukota Jawa Timur adalah Surabaya.” Maka, pernyataan itu dianggap benar sebab hal itu cocok dengan objek materialnya, bersifat faktual (berdasarkan fakta). Salah satu tokoh teori ini adalah Bertrand Russel (1872-1870) dan para penganut aliran realis yang berpandangan bahwa fakta material itu sifatnya mandiri dan tak terpengaruh oleh ide. Ada atau tidaknya ide, fakta tetap ada. Kalau ide mau benar, ia harus sesuai dengan kenyataan yang ada. Teori Kebenaran Pragmatis Teori ini berpandangan bahwa sesuatu dianggap benar apabila berguna. Artinya, kebenaran suatu pernyataan bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Ajaran pragmatisme memang memiliki banyak corak (variasi). Tetapi, yang menyamakan di antara mereka adalah bahwa ukuran kebenaran diletakkan dalam salah satu konsekuensi. William James, misalnya, mengatakan, “Tuhan ada.” Benar bagi seorang yang hidupnya mengalami perubahan karena percaya adanya Tuhan. Artinya, proposisi-proposisi yang membantu kita mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman-pengalaman kita adalah benar. D. Epistemologi Marxis: Pengetahuan dan Praktik Karl praktik munculnya Hubungan
Marx (kerja).
mengatakan Secara
pengetahuan manusia
bahwa makro,
mengikuti
dengan
alam
pengetahuan filsafat kegiatan (subjek
tak
Marxis praktik dengan
bisa
dipisahkan
memandang menghadapi objek)
adalah
dari bahwa alam. suatu
kesatuan
interaksi
Basisnya
adalah
hubungan kan
yang kerja
menghadapi
tak
dapat
(praktik) dan
dipisahkan
untuk
mencapai
mengubah
pengalaman-pengalaman
dan
dari
alam
aktivitas
kebutuhan inilah
pengetahuan.
produktif.
hidup,
yang
baru
menghasil-
Pengetahuan
adalah
hubungan dialektis antara manusia dan dunianya. Kerja melalui
adalah gerak
menghadapi manusia
alam,
tubuh
manusia dalam
dari
dibantu
baik
manusia
sesuai bukan
menjadi
yang
dikonkretkan
alat-alat
Karena
maju-mundur
perubahannya
tanah
manusia
alam.
mampu,
perkembangannya, didapat
dan
kontradiksi menjadi
jugalah
gagasan
mengubah
mampu lain
yang
ini
mengendalikan Misalnya,
mengubah lebih
atau
peradaban
kemampuan
maupun
keinginannya.
material
alam
inilah,
Karena alam
dengan
barang-barang
mengubah
kemampuan
(berubah).
hanya
untuk
secara
besi
bermanfaat
pada yang dan
membantu kerjanya seperti motor, TV, ataupun komputer; melainkan juga mampu memahami (menganalisis)
menghadapi
dan
mengendali-
kan kejadian-kejadian alam, seperti hujan, banjir, dan gempa—meskipun belum maksimal. Dari kerja, muncul capaian-capaian yang pada akhirnya juga membantu memudahkan kerja.
2.3. Etika Etika adalah salah satu cabang dari Ilmu Filsafat yang bertitik tolak dari masalah nilai (value) dan moral manusia yang berkenaan dengan tindakan manusia. Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani, yakni ethos yang artinya cara bertindak, adat, tempat tinggal, kebiasaan. Sedangkan kata moral berasal dari bahasa Latin, yakni mos yang berarti sama dengan etika. Istilah etika dipakai oleh Aristoteles (384 – 322 SM) untuk menunjukkan pengertian tentang filsafat moral. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1993), etika adalah ilmu mengenai apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban (ahlak). Dalam KBBI dibedakan pula antara etika, etik dan etiket. Etik adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan ahlak (nilai benar dan salah yang dianut masyarakat/golongan), misalnya kode etik dokter, dll. Etiket adalah tatacara (adat, sopan santun, dll.) di masyarakat dalam memelihara hubungan yang baik sesama manusia. Etiket juga dikenal sebagai label atau penamaan sesuatu yang dituliskan pada secarik
kertas dan dilekatkan pada benda (botol, kaleng, dll.). Dari ketiganya, yang berhubungan erat dengan nilai dan moral adalah etika dan etik. Etika sering disebut sebagai filsafat moral, sedangkan etik tidak berkaitan dengan moral. Secara filosofis, etika merupakan bagian dari ilmu filsafat yang mempelajari berbagai nilai (value) yang diarahkan pada perbuatan manusia, khususnya yang berkaitan dengan kebaikan dan keburukan dari hasil tindakannya. Dalam berbuat baik, manusia memerlukan pertimbangan yang bersifat rasional. Pertimbangan rasional artinya mempertimbangkan berbagai kemungkinan untuk berbuat baik atau melakukan tindakan secara jernih, tanpa dilandasi dengan sikap emosional yang berlebihan. Mempelajari etika harus dilandasi dengan pendekatan rasional dan kritis, agar etika itu dapat diterapkan pada tindakan keseharian seseorang. Pokok bahasan yang sangat khusus pada etika adalah sikap kritis manusia dalam menerapkan ajaran-ajaran moral terhadap perilaku manusia yang bertanggung jawab. Ajaranajaran tersebut sangat menentukan bagaimana moral manusia itu “dibina” baik melalui pendidikan formal maupun non formal. I.
Etika Normatif Dan Etika Terapan Dalam perkembangannya etika terbagi atas etika deskriptif, etika normatif dan metaetika. 1. Etika Deskriptif Etika deskriptif memberikan gambaran tingkah laku moral dalam arti luas, seperti norma dan aturan yang berbeda dalam suatu masyarakat atau individu yang berada dalam kebudayaan tertentu atau yang berada dalam kurun atau periode tertentu. Norma dan aturan tersebut ditaati oleh individu atau masyarakat yang berasal dari kebudayaan atau kelompok tertentu. Ajaran tersebut lazim diajarkan para pemuka masyarakat dari kebudayaan atau kelompok tersebut. Contoh: Masyarakat Jawa mengajarkan tatakrama terhadap orang yang lebih tua dengan menghormatinya, bahkan dengan sapaan yang halus sebagai ajaran yang harus diterima. Bila tidak dilakukakan, masyarakat menganggapnya aneh atau bukan orang Jawa. 2. Etika Normatif Etika normatif mempelajari studi atau kasus yang berkaitan dengan masalah moral. Etika normatif mengkaji rumusan secara rasional mengenai prinsip-prinsip etis dan bertanggung jawab yang dapat digunakan oleh manusia. Dalam etika normatif yang
paling menonjol adalah penilaian mengenai norma-norma. Penilaian ini sangat menentukan perilaku manusia yang baik dan buruk. Etika normatif terbagi atas dua kajian yakni etika yang bersifat umum dan khusus. Etika normatif umum mengkaji norma etis/moral, hak dan kewajiban, dan hati nurani. Sedangkan etika normatif khusus menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum pada perilaku manusia yang khusus, misalnya etika keluarga, etika profesi (etika kedokteran, etika perbankan, etika bisnis, dll.), etika politik, dll. 3. Metaetika Metaetika adalah kajian etika yang membahas tentang ucapan-ucapan ataupun kaidah-kaidah bahasa aspek moralitas, khususnya berkaitan dengan bahasa etis (bahasa yang digunakan dalam bidang moral). Kebahasaan seseorang dapat menimbulkan penilaian etis terhadap ucapan mengenai yang baik, buruk dan kaidah logika. Contoh: Bahasa iklan yang berlebihan dan menyesatkan, seperti pada tayangan iklan obat yang menganjurkan meminum obat tersebut agar sembuh dan sehat kembali. Ketika orang mulai mengkritik iklan tersebut, maka dimunculkanlah ucapan etis: “jika sakit berlanjut, hubungi dokter”. Ucapan etis tersebut seolah dihadirkan oleh sekelompok produsen untuk disampaikan kepada masyarakat agar lebih bijak dalam meminum obat tersebut. 4. Etika Terapan Etika terapan adalah studi etika yang menitikberatkan pada aspek aplikatif atas dasar teori etika atau norma yang ada. Etika terapan muncul karena perkembangan pesat etika dan kemajuan ilmu lainnya. Etika terapan bersifat praktis karena memperlihatkan sisi kegunaan dari penerapan teori dan norma etika pada perilaku manusia. Contoh: Etika terapan yang menyoroti permasalahan iklim dan lingkungan menghasilkan kajian mengenai etika lingkungan hidup. a) Pengertian Etika Profesi Etika profesi adalah etika yang berkaitan dengan profesi manusia atau etika yang diterapkan dalam dunia kerja manusia. Di dalam dunia kerjanya, manusia membutuhkan pegangan, berbagai pertimbangan moral dan sikap yang bijak. Secara khusus, etika
profesi membahas masalah etis yang berkaitan dengan profesi tertentu. Misalnya, etika dokter (kedokteran), etika pustakawan (perpustakaan), etika humas (kehumasan), dll. b) Etika Profesi sebagai Ilmu Praktis dan Ilmu Terapan Etika profesi sebagai ilmu praktis memiliki sifat mementingkan tujuan perbuatan dan kegunaannya, baik kegunaan secara pragmatis maupun secara utilitaristis dan deontologis. Secara pragmatis, berarti melihat kegunaan itu memiliki makna bagi seorang profesional melalui tindakan yang positif berupa pelayanan kepada klien. Secara utilitaristis akan sangat bermanfaat bila menghasilkan perbuatan yang baik. Contoh: Seorang arsitek mendapatkan kebahagiaan apabila desainnya dipakai oleh klien dan memberikan kepuasan pada klien tersebut juga orang sekitarnya atas desain rumahnya. Sedangkan secara deontologis, kegunaan itu akan dinilai baik bila disertai kehendak yang baik. Kegunaan ini tidak hanya memiliki unsur kehendak tetapi juga kewajiban yang telah menjadi tanggung jawabnya. Contoh: Pelayanan Rumah Sakit X akan dinilai baik dan berguna bagi masyarakat umum, bila para tenaga medisnya memiliki kehendak baik dalam bertugas. c) Metode atau Pendekatan Etika Profesi Dalam mempelajari etika profesi, metode yang dipakai adalah metode kritis refleksif, dialogis. Metode ini dipakai oleh seorang profesional dalam menilai perilaku kerja terhadap bidang pekerjaan tertentu. Orang perlu merenungkan secara kritis dan mendialogkan apa yang telah dikerjakannya baik saat itu maupun yang akan datang. Metode ini bertujuan agar seorang profesional dapat bekerja dengan sebaik mungkin sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. d) Peran Etika Profesi dalam Ilmu-ilmu Lainnya Etika profesi dapat diberlakukan pada: 1) Individu-individu yang memiliki kewajiban-kewajiban tertentu seperti dokter kepada pasiennya. 2) Kelompok-kelompok tertentu yang memiliki profesi tertentu seperti asosiasi jurnalis kepada masyarakat pembacanya. Peran etika profesi adalah:
1) Sebagai “kompas” moral atau penunjuk jalan bagi profesional berdasarkan nilai-nilai etisnya, hati nurani, kebebasan-tanggung jawab, kejujuran, kepercayaan, hak-kewajiban dalam bentuk pelayanan kepada klien. 2) Sebagai “penjamin” kepercayaan masyarakat (klien) terhadap pelayanan yang diberikan oleh si profesional. II.
Kaidah atau Norma Etika Berikut adalah kaidah atau norma etika/moral yang lazim dimunculkan pada etika
normatif, yakni: 1. Hati Nurani Hati nurani adalah penghayatan tentang yang baik dan yang buruk yang berkaitan dengan tindakan nyata atau perilaku konkret manusia. Hati nurani dikendalikan oleh kesadaran manusia (akal budi). Kesadaran membuat manusia mampu mempertimbangkan tentang mana yang baik dan buruk baginya. Kesadaran itu merupakan kemampuan manusia untuk merefleksikan perbuatannya. 2. Kebebasan dan Tanggung Jawab Kebebasan adalah salah satu unsur yang sangat hakiki dan manusiawi yang dimiliki oleh manusia. Manusia adalah mahluk sosial yang berarti manusia hidup bersama dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Maka kebebasan yang dimiliki manusia bukanlah kesewenangan, melainkan kebebasan yang secara hakiki terbatas oleh kenyataan
sebagai anggota
masyarakat. Dengan pembatasan yang ada, maka kebebasan yang dimiliki harus diisi dengan sikap dan tindakan yang tepat. Penentuan sikap dan tindakan yang tepat ini adalah bentuk tanggung jawab individu. Terdapat hubungan yang erat antara kebebasan dengan tanggung jawab. Keputusan dan tindakan yang diambil seseorang harus dapat dipertanggungjawabkan oleh diri sendiri. 3. Nilai dan Norma Nilai adalah suatu perangkat untuk melakukan penilaian tentang sesuatu. Dalam penilaian itu memunculkan hasil penilaian dari penilaian tersebut. Hasil penilaian dapat berupa positif maupun negatif. Positif dalam artian memuaskan, menguntungkan, menyenangkan, dll. Sedangkan negatif dapat berarti tidak memuaskan, namun dapat juga berarti kesalahan. Setiap penilaian terhadap sesuatu selalu berkaitan dengan kaidah atau norma atau aturan yang mendasarinya. Norma selalu mempunyai kriteria untuk dipenuhi seseorang dalam
menilai sesuatu. Norma sering dianggap sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu. Misalnya, norma benda, norma hukum, norma etiket, norma moral. Dari norma-norma yang ada, norma moral dianggap paling tinggi, karena memberikan kita berbagai pertimbangan secara rasional tentang apa yang menjadi tolok ukur ketika seseorang melakukan perbuatan tertentu. Oleh karena itu pertimbangan yang bersifat rasional sangat menentukan kualitas atau mutu dari tindakan seseorang. 4. Hak dan Kewajiban Hak adalah elemen yang sangat manusiawi dimiliki oleh manusia. Hak merupakan klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang lain atau terhadap masyarakat. Dengan mempunyai hak, orang dapat menuntut bahwa orang lain akan memenuhi dan menghormati hak itu. Bermacam jenis hak dapat memperjelas tentang hak yang berkaitan dengan moral. Sedangkan kewajiban seseorang bergantung pada hak-hak yang diperolehnya. Setiap kewajiban yang harus dilakukan seseorang tidak selalu sama dengan orang lain. Semuanya bergantung pada bagaimana hak itu diperoleh. Misalnya, hak individual seseorang akan pendidikan tinggi, maka ia juga diwajibkan untuk melakukan kewajibannya yaitu membayar SPP secara tepat waktu.
2.4. Studi Kasus Selanjutnya, adalah contoh kasus dari epistemologi. Sebelumnya sudah dibahas bahwa epistemologi ini adalah cara manusia dalam memperoleh sebuah ilmu pengetahuan. Maka, jika kita membahas mengenai rumah yang sebelumnya, maka pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa mengetahui bahwa sesuatu tersebut disebut sebagai rumah. Apa saja yang kita lihat sehingga kita mengetahui bahwa benda yang sedang kita lihat adalah benar-benar rumah. Misalnya, melihat dari fungsinya, lokasinya, atau tolak ukur lainnya. Demikian halnya ketika kita bertemu dengan sahabat kita semasa sekolah dasar. Dengan cara apa kita bisa mengenali bahwa seseorang yang kita temui itu adalah sahabat kita di masa sekolah dasar 15 tahun yang lalu. Apakah dari selera humornya yang masih sama, dari cara dia makan, dari aspek-aspek identitas sosial yang dia miliki atau sifat-sifat lain yang kita kenali ada pada sahabat kita di masa sekolah dasar dan masih ada hingga saat ini. Epistemologi dari sahabat kita ini adalah bagaimana cara kita mengetahui bahwa orang yang kita temui ini adalah orang yang sama dengan yang ada ingatan kita sejak 15 tahun lalu. Pada awalnya, kita akan menangkap keberadaan dan pengetahuan tentang rumah dan sahabat kita melalui panca indera yang kita punya. Informasi yang kita tangkap melalui panca indera itu selanjutnya akan dianalisa oleh otak atau akal yang kita miliki. Akal yang akan
mengklasifikasinya informasi yang kita terima menjadi sebuah ilmu pengetahuan mengenai rumah dan sahabat kita. Inilah yang menjadi contoh kasus sederhana mengenai epistemologi dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi dasar dari semua pengetahuan manusia yang mengkaji suatu hal atau sebuah persoalan berdasarkan pada logika. Metafisika adalah studi atau pemikiran tentang sifat yang terdalam (ultimate nature) dari kenyataan atau keberadaan. Epistemologi adalah cara manusia dalam memperoleh sebuah ilmu pengetahuan. Etika adalah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup semua manusia, serta hak dan kewajiban.
3.2. Saran Demikianlah makalah yang dapat saya susun. Sebagai mahasiswa kita harus mengembangkan ilmu yang kita peroleh dan mencari kebenaran ilmu itu semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, akhir kata saya menyadari bahwa makalah ini bukanlah proses akhir, tetapi merupakan langkah awal yang masih banyak memerlukan perbaikan. Karena itu saya sangat mengharapkan tanggapan, saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya makalah saya yang selanjutnya. atas perhatiannya kami sampaikan terimakasih.
DAFTAR RUJUKAN
https://www.academia.edu/14453896/Makalah_Filsafat_Etika https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-filsafat.html Soyomukti, Nurani. 2017. Pengantar Filsafat Umum. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media