Firqoh Najiyah Dan Manhaj Taddayun [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FIRKOH NAJIYAH (KELOMPOK YANG SELAMAT) DAN MANHAJ TADDAYUN (METODE BERAGAMA) ASWAJA MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Ilmu Islam Terapan Dosen Pengampu: Abdullah, M.Ag



Disusun Oleh: 1. Achmad Lutfi Noor Aziz



(2150510105)



2. Siska Mau’udatun Niswah



(2150510116)



3. Izzah Malikhatus Syarifah



(2150510128)



PRODI AKUNTANSI SYARI’AH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS TAHUN 2021



0



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala berkat ridho-Nya, kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa sholawat serta salam kita junjung tinggi kepada Nabi agung Muhammad Sallahu ‘Alaihi Wasallam, beserta keluarga, para sahabat dan semua umatnya yang selalu istiqomah hingga akhir zaman. Penulisan makalah ini bertujuan memenuhi tugas kelompok mata kuliah ilmu islam terapan dengan judul Firqah Najiyah (Kelompok yang selamat) dan Manhaj Tadayyun (Metode Beragama) Aswaja. Kami berterima kasih kepada pihak yang membantu pembuatan makalah ini khususnya Bapak Abdullah, M.Ag dosen pengampu Ilmu Islam Terapan. Dengan kerendahan hati, kami meminta kritik dan saran yang membangun kepada para pembaca. Sekian pengantar dari kami, mohon maaf jika ada salah dalam penulisan karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Semoga makalah ini dapat bermanfaat serta mampu memenuhi harapan berbagai pihak. Aamiin.



Wa’alaikumussalam Wr.Wb



Kudus, 19 Oktober 2021



Tim Penyusun



1



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .................................................................................................... 1 DAFTAR ISI....................................................................................................................2 BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 3 A. Latar Belakang ....................................................................................................... 3 B.



Rumusan Masalah .................................................................................................. 3



C.



Tujuan. ................................................................................................................... 4



BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 5 A. Pengertian Firqoh Najyah ...................................................................................... 5 B.



Penerapan Manhaj Tadayyun Aswaja .................................................................... 8



BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 12 Kesimpulan .................................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 13



2



BAB I PENDAHULUAN A.



Latar Belakang Diskursus tentang aliran Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah (Aswaja) masih sangat menarik di perdebatkan di kalangan para akademisi. sebutan ini diperebutkan setiap aliran dan dimunculkan di permukaan dalam rangka meneguhkan statusnya sebagai aliran yang selamat dunia dan akhirat (firqah al-najiah). Perdebatan dan perebutan istilah Ahlu al- Sunnah wa alJamaah menjadi subur karena didukung oleh hadits Nabi yang menegaskan bahwa dari 73 golongan Islam hanya satu yang selamat yaitu golongan Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah. Term ini menjadi topik yang menarik karena (1) Aswaja menjadi sebuah suatu identitas teologis yang diperebutkan oleh berbagai aliran maupun organisasi Islam, (2) substansi Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah masih menjadi pemahaman yang kontroversial di kalangan pemikir-pemikir muslim; dan (3) pemahaman Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah ternyata belum tuntas di kalangan umat Islam.1 Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah mestinya tidak dipahami secara tekstual dan terbatas namun harus dipahami secara kontekstual dan berkemajuan.



Secara



historis



munculnya



istilah



ini



disebabkan



merebaknya sekte yang mengklaim bahwa mereka lebih baik dibanding sekte atau oraganisasi yang lain. Maka Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah muncul sebagai sebuah jawaban atas perpecahan yang terjadi di kalangan umat Islam di masa itu. B.



Rumusan Masalah 1. Bagaimana Pengertian Firqoh Najiyah ? 2. Bagaimana Penerapan Manhaj Taddayun dalam Aswaja?



1 Muhammad Endy Fadlullah, “Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah Dalam Perspektif Said Aqil Siradj”, Nidhomul Haq , 3 No. 1 (2018), 33 Diakses pada tanggal 11 Oktober 2021



3



C.



Tujuan 1. Mengetahui pengertian dari Firqoh Najiyah 2. Mengetahui penerapan Manhaj Tadayyun dalam Aswaja



4



BAB II PEMBAHASAN



A.



Pengertian Firqoh Najiyah Secara bahasa al-Firqah diambil dari kata “firqatun” yang berarti golongan atau sekelompok orang sedangkan “an-Najiyah” adalah sifat diambil dari kata “naja” yang berti selamat jadi penggabungan dua kata diatas memiliki arti suatu golongan atau kelompok yang selamat. Secara termonologi “al-Firqah an-Najiyah” bermakna golongan atau kelompok yang selamat dari api neraka2 Sebelum Rasulullah meninggal dunia, beliau pernah bersabda bahwa umat Islam akan berpecah-belah sebanyak 73 golongan, di antara sekian banyak itu hanya satu golongan yang dianggap benar dan dijamin bebas dari siksa api neraka, yaitu golongan yang disebut “Ahlu al Sunnah wa alJama’ah”. Sedang lainnya akan dimasukkan ke dalam api neraka sebagaimana hadis berikut:



‫ قال رسو ل هلال ملسو هيلع هلال‬: ‫عن ايب هريراه قال‬ ‫ىلص اقرتقت اليهود على إحدى أو ثنتني وسبعني فرقة‬ ‫وتفرقت النصارى على إحدى أو ثنتني وسبعني فرقة وتفرق‬ ‫أمىت على ثالث وسبعني فرقة‬ Terjemahannya: “Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda; kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku (Islam) akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan (H.R. Abu Dawud). Muhammad Arpah Nurhayat, “Al-Farqah An-Najiah”, JIA, No. 1, (2013), 62, Diakses pada tanggal 10 Oktober 2021 2



5



Perpecahan yang terjadi di kalangan umat Islam yang diterangkan di hadits ini menurut Syaikh al-Bagdadi dalam kitabnya al farqu baina alfiraq, sebagaimana dikutip Nur Sayyid Santoso tidak menunjukkan arti bilangan sesungguhnya tetapi betapa banyaknya perpecahan itu terjadi, sehingga menimbulkan golongan-golongan yang sulit dihitung satu persatu. Kemudian satu dari 73 golongan tersebut ialah golongan yang selamat dari siksaan api neraka yakni yang disebut Ahlu al-Sunnah Wa alJama’ah.3 Pemahaman Jumlah satu golongan yang selamat ini juga masih menjadi perdebatan, sebagian memahami siapapun akan selamat selama memegang teguh Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah, yakni kelompok yang mengikuti apa yang diajarkan Nabi dan sahabatnya sebagaimana dijelaskan dalam hadis di atas. Ahlu al-Sunnah wal al-Jamaah berasal dari tiga kata yakni ahlu, sunnah, dan jamaah. Secara bahasa “Ahlun” artinya keluarga, atau kerabat.4 Menurut Fairuzabadi “ahlu” dapat berarti pemeluk aliran atau pengikut mazhab jika dikaitkan dengan aliran atau madzhab.5Sedangkan menurut Ahmad Amin kata “ahlu” merupakan “badal al nisbah” sehingga jika kaitkan dengan “al-sunnah” mengandung arti orang yang mempunyai paham Sunni.6 Sedangkan Sunah secara bahasa berarti pola kehidupan dan perilaku. Sunah juga mempunyai arti “ath-Thariqah” yaitu jalan atau perilaku.7 Sedangkan menurut istilah dari Hasyim Asy`ari salah satu pendiri NU, Sunah adalah “Sebuah jalan yang diridlai (Allah) yang ditempuh dalam agama, yaitu yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dan yang lainnya, yang faham terhadap agama dari kalangan para sahabat. Berdasarkan sabda



3



Nur Sayyid Santoso, Sejarah Teologi Islam Dan Akar Pemikiran Ahlus Sunnah Wal Jamaah, (Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 82 4



Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap(Surabaya: Pustaka Progresif, 2012), 46 5



Al-Fairuzabadi, al-Qamus al-Muhith, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1987), 1245



6



Ahmad Amin, Duhr al-Islam Juz IV (Beirut: Darul Kitab Al Arabi, 1953), 96.



Idrus Ramli, “Madzhab As’ari Benarkah Ahlus Sunnah Waljamaah? Jawaban terhadap Aliran Salafi”. (Surabaya: Khalista,2009) , 176 7



6



Nabi ikutilah sunnahku dan sunnah khaulafaur rasyidin sesudahku”8 Kata terakhir “jamaah” mengandung arti yaitu sekelompok, kumpulan dan sekawan. “Al-Jama’ah” berarti sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Jika dikaitkan dengan madzhab mempunyai arti sekumpulan orang yang berpegang teguh pada salah satu imam madzhab dengan tujuan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.9 Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah merupakan salah satu aliran kalam yang memiliki komitmen berpegang teguh pada hadits-hadits Rosulullah sebagai reaksi terhadap aliran dari Mu’tazilah yang kurang kuat berpegang teguh pada hadits Rosulullah, dan merupakan mayoritas kaum Muslimin (Ammah al-Muslimin). Aliran ini dibangun Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi.10 Oleh sebab itu Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah menurut K.H Said Aqil Siradj didefinisikan sebagai orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek dalam kehidupan yang berlandaskan Alquran, Sunnah, Ijmak dan Qiyas sebagai dasar agama, menjaga keseimbangan dan toleransi sesama umat serta tidak saling mengkafirkan. Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah bukanlah sebuah mazhab akan tetapi sebuah “Manhaj al-Fikr”, sebab ia hanya sebuah upaya mencari jalan tengah antara berbagai aliran yang ada.11 B.



Penerapan Manhaj Taddayun dalam Aswaja Prinsip penerapan moderat yang ada dalam Aswaja “Ahlu Sunnah Wal Jamaah” itu dalam tataran yang lebih rinci dapat dicontohkan serbagai berikut :



8



Hasyim Asyari, Risalah Ahlu Sunnah Wal Jamaah (Jakarta: LTN PBNU, 2011), 3.



Said Aqil Siradj, Ahlussunnah Wal Jama’ah; Sebuah Kritik Historis, (Jakarta: Pustaka Cendikia Muda, 2008), 5 9



10



Mujamil Qomar, Implementasi Aswaja dalam Perspektif NU Di Tengah Kehidupan Masyarakat. Kontemplasi, Volume 02 Nomor 01, Agustus 2014, 165 11



Mastuki, Kiai Menggugat Mengadili Pemikiran Kang Said, (Jakarta: Fatma Press, 1999),



2



7



1. Bidang Akidah Dalam



menjalani



kehidupan



atau



menghadapi



persoalan-



persoalan, orang NU tidak boleh hanya bergantung pada kekuasaan Allah saja (pasrah) atau sebaliknya hanya mengandalkan kemampuan akal (teori atau ilmu pengetahuan. Kaduanya harus dilakukan secara bersamaan. Andul Qohir al-Baghdadi al-Isfirany secara tegas menjelaskan bahwa semua umat islam yang menyepakati (Ijmak) terhadap kebaruan (hudust) alam, mentauhidkan pencipta alam mempercayai kenabiaan Muhammad SWT beserta risalah yang dimbannya, menyakini al- qur’an sebagai sumber hukum . (Manba’ al-Ahkam al-Syari’ah) serta ka’bah sebagai kiblat shalatnya, mereka semua tergolong Ahlu al-Sunah Wa alJama’ah.12 2. Bidang Sosial Politik Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah tidak memiliki patokan yang baku tentang bentuk negara. Negara diberikan kebebasan menentukan bentuk pemerintahannya, bisa demokrasi, kerajaan, teokrasi ataupun bentuk lainnya. Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah hanya memberikan kriteria (syarat-syarat) yang harus dipenuhi oleh suatu negara. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu negara tersebut adalah: a. Prinsip Syura (musyawarah) Prinsip syura atau musyawarah merupakan ajaran yang setara dengan iman kepada Allah, tawakkal, menghindari dosa besar, memberi maaf setelah marah, memenuhi titah ilahi, mendirikan shalat, memberikan shadaqah dan lain sebagainya. Sekan-akan musyawarah merupakan suatu bagian dari hakikat iman dan Islam. b. Prinsip al-Adl (keadilan) Menegakkan keadilan merupakan suatu keharusan dalam Islam



12



Abdul Qahir, Ibnu Muhammad al-Baghdadi alIsfirany al-Tamimi, al-Farqu Baina Alfiraq (Beirut: Dar al-Marifat, Tt),13



8



terutama bagi para penguasa dan para pemimpin pemerintahan terhadap rakyat dan umat yang dipimpin. 3. Bidang Tasawuf Tasawuf dibagi menjadi dua yaitu tasawuf sunni (amali) dan tasawuf falsafi. Tasawuf sunni adalah tasawuf yang memilki karakter dinamis karena selalu mendahulukan syari’at. Seseorang tidak akan mecapai hakikat bila tidak melalui syari’at. Tasawuf



falsafi



adalah



tasawuf



yang



konteksnya



sudah



memamsuki wilayah ontologi yakni berhubungan dengan Allah, sehingga jika jenis tasawuf ini bebicara tentang persatuan ruh Tuhan dan ruh manusia, keesaan dan seterusnya. Seorang sufi sebenarnya sangat memberikan motivasi untuk selalu dinamis. Kehidupan tasawuf merupakan suatu revolusi rohani, sehingga jika seseorang benar-benar berjalan pada kehidupan tasawuf yang lurus maka profesi dan karirnya tidak akan terlambat.13 4. Bidang Istinbath al-Hukm (penggalian hukum) Pemahaman Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah sebagai metode fikir (Manhaj al-Fikr) bukan mazhab harus menjadi titik awal kerangka berfikir dalam menggali hukum. Metode tersebut bersifat tawasuth, tawazaun, tasamuh dan selalu mencari jalan tengah (moderat) yang diterima oleh sebagian besar golongan (Sawad al-A’dzam).14 Jika berpegang pada paradigma ini, maka keberagaman mazhab dalam fiqih akan mudah terwadai. Sebenarnya, tidaklah ditemukan pendapat (qaul) ulama yang secra tegas menutup otoritas ijtihad. Pintu ijtihad tertutup dengan sendirinya setelah muncul persyaratan bagi seorang mujtahid yaitu harus harus



Muhammad Endy Fadlullah, “Ahlu Al-Sunnah Wa Al-Jamaah Dalam prespektif Said Aqil Siradj”, 40 13



9



memiliki



kapabilitas



keilmuan



yang



sempurna.



Perkembangan



selanjutnya pemikiran kajian hukum Islam dikembangkan para ulama madzhab hal ini bukan berarti semangat kajian generasi ini mundur namun mereka tetap reflektif, kritis, analitis, argumentatif dan sistematis. Implementasi pemikiran mereka terefleksikan pada karyanya yaitu kitab-kitab dengan sistem syarah (penjelasan), khasiyah (catatan kaki). Kemudian muncul pula tahqiq (penelitian), dan ta’liq (komentar).



10



BAB III PENUTUP Kesimpulan Firqah Najiah adalah sebuah golongan dalam aliran Islam yang akan selamat di akhirat nantinya, dan golongan dalam Islam terdiri dari 73 golongan, di antara sekian banyak itu hanya satu golongan yang dianggap benar dan dijamin bebas dari siksa api neraka, yaitu golongan yang disebut “Ahlu al Sunnah wa al-Jamaah”. Seperti yang di riwayatkan di dalam Hadits Abu Dawud “Rasulullah SAW bersabda; kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh



dua (72) golongan, dan kaum Nasrani



telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku (Islam) akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan”



11



DAFTAR PUSTAKA Al-Fairuzabadi, al-Qamus al-Muhith, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1987) Al-Tamimi, Abdul Qahir, Ibnu Muhammad al-Baghdadi al-Isfirany, al-Farqu Baina Al-firaq, (Beirut: Dar al-Marifat, Tt) Asyari, Hasyim, Risalah Ahlu Sunnah Wal Jamaah (Jakarta: LTN PBNU, 2011) Amin, Ahmad, Duhr al-Islam Juz IV (Beirut: Darul Kitab Al Arabi, 1953) Fadlullah, Muhammad Endy, “ Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah Dalam Perspektif Said Aqil Siradj” Nidhomul Haq Vol 3 No: 1 Maret 2018, Mastuki, Kiai Menggugat Mengadili Pemikiran Kang Said, (Jakarta: Fatma Press, 1999) Munawir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2012) Nurhayat, Muhamad Arpah, “Al-Firqah An-Najiah”, JIA, No. 1 (2013) Diakses pada tanggal 10 Oktober 2021 Qomar, Mujamil, “Implementasi Aswaja dalam Perspektif NU Di Tengah Kehidupan Masyarakat. Kontemplasi”, Vol. 02 No. 01 (2014) Ramli, Idrus, “Madzhab As’ari Benarkah Ahlus Sunnah Wal Jamaah? Jawaban Terhadap Aliran Salafi”. (Surabaya: Khalista, 2009) Santoso, Nur Sayyid, “Sejarah Teologi Islam Dan Akar Pemikiran Ahlus Sunnah Wal Jamaah”, (Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 2014) Siradj, Said Aqil, “Ahlussunnah Wal Jama’ah; Sebuah Kritik Historis”, (Jakarta: Pustaka Cendikia Muda, 2008)



12



13