Fraud Data Mining Contract Fraud Bribery Travel Expenses - Isi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. FRAUD DATA MINING 1. Fraud Definisi fraud menurut The Institute of Internal Auditor’s (IIA’s) “Any illegal act characterized by deceit, concealment, or violation of trust. These acts are not dependent upon the threat of violence or physical force. Frauds are perpetrated by parties and organizations to obtain money, property, or services; to avoid payment or loss of services; or to secure personal or business advantage” Definisi diatas dapat diterjemahkan bahwa Tindakan ilegal yang meliputi penipuan, penyembunyian dan pelanggaran terhadap kepercayaan. Dimana tindakan ini tidak hanya berupa kekerasan fisik. Tetapi fraud dilakukan oleh sekelompok orang atau organisasi untuk mendapatkan uang, harta ataupun jasa untuk menghindari pembayaran atau kehilangan jasa untuk kepentingan pribadi atau bisnis. Sedangkan dalam Managing the Business Risk of Fraud: A Practical Guide, yang disponsori oleh The IIA, The American Institute of Certified Public Accountans, and the Assosiation of Certified Fraud Examiners, dinyatakan fraud adalah : ”Fraud is any intentional act or omission designed to deceive others, resulting in the victim suffering a loss and/or the perpetrator achieving a gain.” “Fraud adalah sebuah tindakan kelalaian yang disengaja untuk mencurangi orang lain, yang mengakibatkan adanya pihak yang menderita kerugian dan atau pihak lain memperoleh sebuah keuntungan.” Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan organisasi antifraud terbesar di dunia dan sebagai penyedia utama pendidikan dan pelatihan antifraud. ACFE mendefinisikan kecurangan (fraud) sebagai tindakan penipuan atau kekeliruan yang dibuat oleh seseorang



atau



badan



yang



mengetahui



bahwa



kekeliruan



tersebut



dapat



mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak baik kepada individu atau entitas atau pihak lain. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai



tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, diantaranya : a. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation) Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value). b. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement) Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing. c. Korupsi (Corruption) Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion) ( Albrech, 2009).



Gambar 1. : Jenis-Jenis Fraud Menurut ACFE Albrecht (2012:6) mengemukakan dalam bukunya “Fraud Examination” menyatakan bahwa: “Fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human ingenuity can devise, which are resorted to by one individual, to get an advantage over another by false representations. No definite and invariable rule can be laid down as general proportion in defining fraud, as it includes surprise, trickery, cunning and unfair ways by which another is cheated. The only boundaries defining it are those which limit human knavery”. Dari pengertian kecurangan (fraud) menurut Albrecht, kecurangan adalah istilah umum, dan mencakup semua cara dimana kecerdasan manusia dipaksakan dilakukan oleh satu individu untuk dapat menciptakan cara untuk mendapatkan suatu manfaat



dari orang lain dari representasi yang salah. Tidak ada kepastian dan invariabel aturan dapat ditetapkan sebagai proporsi yang umum dalam mendefinisikan penipuan, karena mencakup kejutan, tipu daya, cara-cara licik dan tidak adil oleh yang lain adalah curang. Hanya batas-batas yang mendefinisikan itu adalah orang-orang yang membatasi kejujuran manusia. Fraud meliputi berbagai tindakan melawan hukum, dan audit investigative biasanya melakukan pemetaan terhadap occupational fraud (fraud dalam hubungan kerja) dalam proses investigasinya. Ada juga istilah lain yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu jenis fraud yakni kejahatan kerah putih atau white-collar crime. Ada 3 hal yang mendorong terjadinya sebuah upaya fraud (reasons of fraud), yaitu : a. Dorongan (Pressure) Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, contohnya atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan. b. Peluang (Opportunity) Opportunity adalah hal yang memungkinkan terjadinya fraud. Biasanya disebabkan karena internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan kontrol dan upaya deteksi dini terhadap fraud. c. Rasionalisasi (Rasionalization) Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya,misalnya:  Bahwasanya tindakannya untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang yang dicintainya.  Masa kerja pelaku cukup lama dan dia merasa seharusnya berhak mendapatkan lebih dari yang telah dia dapatkan sekarang.  Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut.



Gambar 2. : The Fraud Triangle 2. Data Mining Data mining adalah suatu istilah yang digunakan untuk menemukan pengetahuan yang tersembunyi di dalam database. Data mining merupakan proses semi otomatik yang menggunakan teknik statistik, matematika, kecerdasan buatan, dan machine learning untuk mengekstraksi dan mengidentifikasi informasi pengetahuan potensial dan berguna yang bermanfaat yang tersimpan di dalam database besar. (Turban et al, 2005 ). Menurut Gartner Group, data mining adalah suatu proses menemukan hubungan yang berarti, pola, dan kecenderungan dengan memeriksa dalam sekumpulan besar data yang tersimpan dalam penyimpanan dengan menggunakan teknik pengenalan pola seperti teknik statistik dan matematika (Larose, 2006). Menurut Han, Jiawei (2006, p5) data mining merupakan pemilihan atau "menambang" pengetahuan dari jumlah data yang banyak. Menurut Berry (2004, p7) data mining adalah kegiatan mengeksplorasi dan menganalisis data jumlah yang besar untuk menemukan pattern dan rule yang berarti. Menurut Proscott, Hoffer dan McFadden (2005, p482) data mining adalah penemuan pengetahuan dengan menggunakan teknik-teknik yang tergabung dari statistik, tradisional, artificial intelligence dan grafik komputer. Selain definisi di atas beberapa definisi juga diberikan seperti, “data mining adalah serangkaian proses untuk menggali nilai tambah dari suatu kumpulan data berupa pengetahuan yang selama ini tidak diketahui secara manual.” (Pramudiono, 2006). “Data mining adalah analisis otomatis dari data yang berjumlah besar atau kompleks dengan tujuan untuk menemukan pola atau kecenderungan yang penting yang biasanya tidak disadari keberadaannya.” (Pramudiono, 2006). 



“Data mining merupakan analisis dari peninjauan kumpulan data untuk menemukan hubungan yang tidak diduga dan meringkas data dengan cara yang berbeda dengan sebelumnya, yang dapat dipahami dan bermanfaat bagi pemilik data.” (Larose, 2006).“Data mining merupakan bidang dari beberapa keilmuan yang menyatukan teknik dari pembelajaran mesin, pengenalan pola, statistik, database, dan visualisasi untuk penanganan permasalahan pengambilan informasi dari database yang besar.” (Larose, 2006).  Kemajuan luar biasa yang terus berlanjut dalam bidang data mining didorong oleh beberapa faktor, antara lain : (Larose, 2006)  1) Pertumbuhan yang cepat dalam kumpulan data.  2) Penyimpanan data dalam data warehouse, sehingga seluruh perusahaan memiliki akses ke dalam database yang baik.  3) Adanya peningkatan akses data melalui navigasi web dan intranet.  4) Tekanan kompetisi bisnis untuk meningkatkan penguasaan pasar dalam globalisasi ekonomi.  5) Perkembangan teknologi perangkat lunak untuk data mining (ketersediaan teknologi).  6) Perkembangan yang hebat dalam kemampuan komputasi dan pengembangan kapasitas media penyimpanan.  Berdasarkan definisi-definisi yang telah disampaikan, hal penting yang terkait dengan data mining adalah :  1) Data mining merupakan suatu proses otomatis terhadap data yang sudah ada.  2) Data yang akan diproses berupa data yang sangat besar.  3) Tujuan data mining adalah mendapatkan hubungan atau pola yang mungkin memberikan indikasi yang bermanfaat. Hubungan yang dicari dalam data mining dapat berupa hubungan antara dua atau lebih dalam satu dimensi. Misalnya dalam dimensi produk, dapat di lihat keterkaitan pembelian suatu produk dengan produk yang lain. Selain itu, hubungan juga dapat dilihat antara dua atau lebih atribut dan dua atau lebih objek. (Ponniah, 2001).  Sementara itu, penemuan pola merupakan keluaran lain dari data mining. Misalkan sebuah perusahaan yang akan meningkatkan fasilitas kartu kredit dari pelanggan, maka perusahaan akan mencari pola dari pelanggan-pelanggan yang ada untuk mengetahui pelanggan yang potensial dan pelanggan yang tidak potensial. 



Gambar 3. : Bidang Ilmu Data Mining Istilah data mining dan Knowledge Discovery in Database (KDD) sering kali digunakan secara bergantian untuk menjelaskan proses penggalian informasi tersembunyi dalam suatu basis data yang besar. Sebenarnya kedua istilah tersebut memiliki konsep yang berbeda, tetapi berkaitan satu sama lain. Dan salah satu tahapan dalam keseluruhan proses KDD adalah data mining. Proses KDD secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut (Fayyad, 1996).  1) Data Selection Pemilihan (seleksi) data dari sekumpulan data operasional perlu dilakukan sebelum tahap penggalian informasi dalam KDD dimulai. Data hasil seleksi yang akan digunakan untuk proses data mining, disimpan dalam suatu berkas, terpisah dari basis data operasional. 2) Pre-processing/Cleaning Sebelum proses data mining dapat dilaksanakan, perlu dilakukan proses cleaning pada data yang menjadi fokus KDD. Proses cleaning mencakup antara lain membuang duplikasi data, memeriksa data yang inkonsisten, dan memperbaiki kesalahan pada data, seperti kesalahan cetak (tipografi). Juga dilakukan proses enrichment, yaitu proses “memperkaya” data yang sudah ada dengan data atau informasi lain yang relevan dan diperlukan untuk KDD, seperti data atau informasi eksternal. 3) Transformation Coding adalah proses transformasi pada data yang telah dipilih, sehingga data tersebut sesuai untuk proses data mining. Proses coding dalam KDD merupakan



proses kreatif dan sangat tergantung pada jenis atau pola informasi yang akan dicari dalam basis data. 4) Data Mining Data mining adalah proses mencari pola atau informasi menarik dalam data terpilih dengan menggunakan teknik atau metode tertentu. Teknik, metode, atau algoritma dalam data mining sangat bervariasi. Pemilihan metode dan algoritma yang tepat sangat bergantung pada tujuan dan proses KDD secara keseluruhan. 5) Interpretation/Evalution Pola informasi yang dihasilkan dari proses data mining perlu ditampilkan dalam bentuk yang mudah dimengerti oleh pihak yang berkepentingan. Tahap ini merupakan bagian dari proses KDD yang disebut interpretation. Tahap ini mencakup pemeriksaan apakah pola atau informasi yang ditemukan bertentangan dengan fakta atau hipotesis yang ada sebelumnya.



Gambar 4. : Proses dari Data Mining Perkembangan yang pesat di bidang pengumpulan data dan teknologi penyimpanan di berbagai bidang, menghasilkan basis data yang terlampau besar. Namun, data yang dikumpulkan jarang dilihat lagi, karena terlalu panjang, membosankan, dan tidak menarik. Seringkali, keputusan -yang katanya berdasarkan data- dibuat tidak lagi berdasarkan data, melainkan dari intuisi para pembuat keputusan. Sehingga, lahirlah cabang ilmu penggalian data ini. Beberapa alasan tentang perlunya data mining dari sudut pandang komersil diantaranya adalah : a. meledaknya volume data yang dihimpun dan disimpan dalam data warehouse, seperti data web, e-comerce, data transaksi bank b. kuatnya tekanan kompetitif untuk dapat menyediakan yang lebih baik, layananlayanan customisasi dan informasi sedang menjadi produk yang berarti.



Berdasarkan kedua alasan tersebut data mining saat ini menjadi sebuah prioritas bagi perusahaan-perusahaan yang telah mengadopsi teknologi data yang banyak. Dengan adanya data maining diharapkan proses analisa menjadi lebih efisien Analisis data tanpa menggunakan otomasi dari penggalian data adalah tidak memungkinkan lagi, kalau 1) data terlalu banyak, 2) dimensionalitas data terlalu besar, dan 3) data terlalu kompleks untuk dianalisis manual (misalnya: data time series, data spatiotemporal, data multimedia, data streams).



Gambar 5



Gambar 6 Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa proses data mining merupakan inti dari penemuan pengetahuan bagi perusahaan. Dimana terdapat serangkaian proses untuk menggali nilai tambah berupa pengetahuan yang selama ini tidak diketahui secara manual dari suatu kumpulan data. 3. Mendeteksi Fraud Begitu pentingnya data mining, sehingga dapat membuat penyalahgunaan terhadap data tersebut, pada intinya fraud rentan terjadi pada data mining. Karena data yang ada dapat memberikan pengetahuan untuk mementukan keputusan yang dibutuhkan perusahaan. Metode tradisional analisis data telah lama digunakan untuk mendeteksi penipuan. Mereka membutuhkan investigasi yang kompleks dan memakan waktu yang berhubungan dengan domain pengetahuan yang berbeda seperti keuangan, ekonomi, praktek bisnis dan hukum. Penipuan sering terdiri dari banyak contoh atau insiden yang melibatkan pelanggaran berulang-ulang menggunakan metode yang sama. Kasus penipuan dapat serupa dalam konten dan penampilan tetapi biasanya tidak identik. Industri pertama yang menggunakan teknik analisis data untuk mencegah penipuan adalah perusahaan telepon, perusahaan asuransi dan bank-bank (Decker 1998). Salah satu contoh awal dari keberhasilan pelaksanaan teknik analisis data di



industri perbankan adalah sistem penilaian penipuan Falcon, yang didasarkan pada shell jaringan saraf. Industri ritel juga menderita dari penipuan di POS. Beberapa supermarket sudah mulai memanfaatkan digital televisi sirkuit tertutup (CCTV) bersama-sama dengan data POS yang paling rentan terhadap transaksi penipuan. Transaksi internet baru-baru ini menimbulkan kekhawatiran besar, beberapa penelitian menunjukkan bahwa penipuan transaksi internet adalah 12 kali lebih tinggi daripada penipuan di toko. Penipuan yang melibatkan ponsel, klaim asuransi, klaim pengembalian pajak, transaksi kartu kredit dan lain-lain merupakan masalah yang signifikan bagi pemerintah dan bisnis, tapi belum mendeteksi dan mencegah penipuan bukanlah tugas yang sederhana. Penipuan merupakan kejahatan adaptif, sehingga perlu metode khusus analisis data cerdas untuk mendeteksi dan mencegahnya. Metode ini ada di bidang Knowledge Discovery in Database (KDD), Data Mining, Machine Learning dan Statistik. Mereka menawarkan solusi yang berlaku dan sukses dalam berbagai bidang kejahatan penipuan. 4. Cara Mendeteksi Fraud Pada Data Mining Pada zaman sekarang ini, dimana semua teknologi sudah membuat pekerjaan manusia menjadi mudah maka penipuan/penyalahgunaan teknologi kerap terjadi. Hal tersebut jika terjadi dapat merugikan banyak pihak. Hal yang seharunya menjadi rahasia perusahaan untuk menganalisis dan memutuskan sebuah langkah cerdas untuk kemajuan perusahaannya pun tersebar dengan mudah. Dengan demikian antisipasi terhadap penyalahgunaan dan penipuan tersebut pun gencar dibuat untuk menjamin kerahasiaan masing-masing perusahaan. Contohnya banyak terjadi pada dunia perbankan. Persaingan ketat dalam industri keuangan harus menjadi perhatian pelaku bisnis. Di industri perbankan, misalnya, mereka harus mempersiapkan strategi yang tepat untuk menjawab persaingan, di mana berbagai bank menawarkan produk yang sama dengan pelayanan yang juga memiliki kualitas sama. Bagi nasabah, mereka memiliki banyak pilihan dan mereka dapat dengan mudah berpindah dari satu bank ke bank lainnya dengan membandingkan jenis penawaran



dan juga nilai yang didapatkan. Selain itu, perusahaan juga harus memberikan pelayanan terbaik karena nasabah dapat bereaksi dengan cepat, lebih nyata, dan terkadang memiliki resistansi tinggi jika sudah pernah mengalami permasalahan. Untuk memahami nasabah, perusahaan memerlukan satu paket teknologi yang mudah digunakan dan terintegrasi untuk membuat dan membagi wawasan, sehingga dapat dipergunakan untuk menghasilkan keputusan yang lebih baik. Manfaat costumer analytics dalam perbankan adalah bereaksi cepat terhadap perubahan perilaku nasabah; mengurangi risiko nasabah dan pihak lainnya; mengurangi risiko operasional, efektif kampanye marketing; memprediksi jalur komunikasi yang tepat bagi tiap nasabah; menyediakan daftar prospek sales yang lengkap dengan cara efisien, mengatur debt collection, menangkap pelaku kejahatan dengan cepat, sebelum mereka meninggalkan kantor cabang; mendeteksi penipuan kartu kredit dan online banking; dan menyediakan riset dan pelaporan yang lebih baik bagi para sales. Saat ini, perusahaan yang memiliki pemikiran ke depan menggunakan software data mining SAS untuk mendeteksi penipuan, meminimalisasi risiko, mengantisipasi permintaan



tenaga



kerja,



meningkatkan



respon



kampanye



marketing



dan



mengendalikan perpindahan nasabah. Tiap bank memiliki banyak data nasabah dan mereka dapat memaksimalkan data tersebut untuk meningkatkan sumber daya untuk meningkatkan kualitas manajemen hubungan nasabah. Namun, hambatan yang biasanya terjadi di bank, data tersebut tersebar di beberapa divisi berbeda. Wawasan pun menjadi tidak terlihat dan harus digali untuk dibagikan lintas divisi, tetapi tetap harus dijaga dan dilindungi kerahasiaannya. Untuk mentransformasikan informasi menjadi wawasan, bank memerlukan solusi data mining. B. CONTRACT FRAUD 1. Hukum Perikatan Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya. a. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas Hukum Perjanjian, "het verbintenissenrecbt" (bahasa Belanda), jadi verbintenissenrecht oleh Wirjono diterjemahkan menjadi hukum perjanjian, bukan hukum perikatan.



b. R.Subekti tidak menggunakan istilah hukum perikatan, tetapi menggunakan istilah perikatan sesuai dengan judul Buku III KUH Perdata tentang Perikatan. Dalam bukunya “Pokok-Pokok Hukum Perdata”, R. Subekti menulis perkataan perikatan (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian, sebab di dalam Buku III KUH Perdata memuat tentang perikatan yang timbul dari : 1) persetujuan atau perjanjian 2) perbuatan yang melanggar hukum 3) pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarnemiing) Pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, perikatan dapat terjadi karena : a. Perjanjian (kontrak), dan b. Bukan dari perjanjian (dari undang-undang). Perjanjian adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbulah suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum ini yang dinamakan dengan perikatan. 2. Dasar Hukum Perikatan Sebagaimana diketahui bahwa suatu perikatan bersumber dari : a. Perundang-undangan, atau b. Kontrak. (lihat pasal 1233 KUH Perdata) Kedua sumber dari perikatan tersebut diatur dalam buku ketiga KUH Perdata. Suatu perikatan yang bersumber dari perundang-undangan dapat dibagi kedalam dua kategori sebagai berikut: a. Perikatan semata-mata karena undang-undang, yang terdiri dari :  Perikatan yang menimbulkan kewajiban bagi penghuni pekarangan yang berdampingan (pasal 625 KUH Perdata).  Perikatan yang menimbulkan kewajiban mendidik dan memelihara anak (pasal 104 KUH Perdata) b. Perikatan karena undang-undang tetapi lewat perbuatan manusia, yang terdiri dari :  Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad, tort), vide pasal 1354 KUH Perdata  Perbuatan Menurut Hukum (rechtmatige daad), terdiri dari :



 Perwakilan sukarela (zaakwaarneming), vide pasal 1354 KUH Perdata.  Pembayaran tidak terutang (pasal 1359 ayat (1) KUH Perdata).  Perikatan wajar (Naturlijke Verbintennissen), vide pasal 1359 ayat (2) KUH Perdata. 3. Perikatan Yang Bersumber Dari Kontrak Disamping perikatan yang bersumber dari perundang-undangan, terdapat juga perikatan yang bersumber dari kontrak (perjanjian). Perikatan yang bersumber dari kontrak ini pada prinsipnya mempunyai kekuatan yang sama dengan perikatan yang bersumber dari perundang-undangan. Dasar hukum dari kekuatan suatu kontrak tersebut adalah Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata tentang perikatan, khususnya yang berkaitan dengan kontrak berlaku terhadap: a. Kontrak bernama (kontrak khusus) b. Kontrak umum (tidak bernama). Yang merupakan kontrak bernama menurut KUH Perdata adalah sebagai berikut : 1) Kontrak jual-beli, pasal 1457 sampai dengan pasal 1540. 2) Kontrak tukar- menukar, mulai pasal 1541 s/d pasal 1546. 3) Kontrak sewa-menyewa, mulai dari pasal 1548 s/d 1600. 4) Kontrak persetujuan untuk melakukan pekerjaan, mulai dari pasal 1601 s/d pasal 1617. 5) Kontrak perseroan, mulai dari pasal 1618 s/d pasal 1652. 6) Kontrak perkumpulan, mulai dari pasal 1653 s/d pasal 1665. 7) Kontrak hibah, mulai dari pasal 1666 s/d pasal 1693. 8) Kontrak penitipan barang, mulai dari pasal 1694 s/d pasal 1739. 9) Kontrak pinjam pakai, mulai dari pasal 1740 s/d pasal 1743. 10) Kontrak pinjam mengganti, mulai dari pasal 1754 s/d pasal 1769. 11) Kontrak bunga tetap atau bunga abadi, mulai dari pasal 1770 s/d pasal 1773 12) Kontrak untung-untungan, mulai dari pasal 1774 s/d pasal 1791. 13) Kontrak pemberian kuasa, mulai dari pasal 1792 s/d pasal 1819. 14) Kontrak penanggungan utang, mulai dari pasal 1820 s/d pasal 1850. 15) Kontrak perdamaian, mulai dari pasal 1851 s/d pasal 1864.



4. Asas- Asas Hukum Dalam Perjanjian Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme. 1) Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian, cara ini dikatakan sistem terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan. 2) Asas Konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu: a. Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri. Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut. Dengan demikian, kata sepakat tersebut dapat dibatalkan jika terdapat unsur-unsur penipuan, paksaan, dan kekhilafan. Di dalam Pasal 1321 KUH Perdata dinyatakan bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan secara kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan/penipuan. b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak dibawah pengampuan. c. Mengenai suatu hal tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.



d. Suatu sebab yang halal Suatu sebab yang halal, artinya isi dari perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa} yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum. Dengan demikian, jika dilihat dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian maka dapat dibedakan menjadi dua bagian dari suatu perjanjian, yaitu bagian inti dan bagian bukan inti.  Bagian inti (ensensial) Bagian inti (ensensial) adalah bagian yang sifatnya harus ada di dalam perjanjian. Jadi, sifat ini yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta.  Bagian bukan inti Bagian bukan inti terdiri dari naturalia dan aksidentialia.  Naturalia adalah sifat yang di bawa oleh perjanjian, sehingga secara diamdiam melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dalam benda yang akan dijual.  Aksidentialia adalah sifat melekat pada perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak. 5. Contract Fraud Penipuan (bedrog, fraud, misrepresentation) dalam suatu kontrak terjadi ketika salah satu pihak dalam kontrak menyajikan informasi yang lain yang tidak benar, curang, atau dimaksudkan untuk membingungkan pihak lain atau suatu tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak sehingga menyebabkan pihak lain dalam kontrak tersebut telah menandatangani kontrak tersebut, padahal tanpa tipu muslihat tersebut, pihak lain itu tidak akan menandatangani kontrak yang bersangkutan. Dapat dilihat pada pasal 1328 KUH Perdata. Tipu muslihat yang dimaksud dalam pasal 1328 KUH Perdata ini haruslah bersifat substansial. Karena itu, jika seorang penjual terlalu memuji-muji barang dagangannya padahal kenyataannya barang tersebut tidak seperti yang dikatakannya. Hal tersebut belum cukup untuk dapat membatalkan kontrak jual beli tersebut berdasarkan atas pasal 1328 KUH Perdata. Akan tetapi jika penjual bertindak sedemikian rupa, misalnya dengan sengaja mengatakan barang tersebut produk luar



negri, padahal sebenarnya dia mengetahui bahwa barang tersebut produk lokal yang mutunya jauh dibawahnya, bahkan dengan memalsukan surat-menyurat, maka tipu muslihat tersebut sudah dapat dianggap substansial, sehingga kontrak yang bersangkutan dapat dibatalkan. Hanya saja dari segi pembuktian, menurut pasal 27 1328 KUH Perdata, suatu penipuan tidaklah boleh dipersangkakan, melainkan haruslah benar-benar dibuktikan sebagaimana mestinya. Dilihat dari segi keterlibatan pihak yang melakukan penipuan, suatu penipuan dalam kontrak dapat dibagi kedalam : 1) Penipuan disengaja (intentional misrepresentation) 2) Penipuan karena kelalaian (negligent misrepresentation) 3) Penipuan tanpa kesalahan (innocent misrepresentation) 4) Penipuan dengan jalan merahasiakan (concealment) 5) Penipuan dengan jalan tidak terbuka informasi (nondisclosure) Undang-undang tidak memperbedakan semua jenis penipuan tersebut. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa semua jenis penipuan tersebut dapat menyebabkan dibatalkannya suatu kontrak dengan alasan tidak sempurnanya unsur kesepakatan kehendak berdasarkan pasal1320 KUH Perdata. Hanya saja, terhadap jenis ketiga yaitu penipuan tanpa kesalahan, sebenarnya lebih merupakan pelanggaran berupa “kesilapan” (dwaling, mistake) daripada“penipuan”. Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu penipuan dalam kontrak dapat menyebabkan pembatalan kontrak yang bersangkutan, yaitu sebagai berikut: 1) Penipuan harus mengenai fakta. 2) Penipuan harus terhadap fakta substansial. 3) Pihak yang dirugikan berpegang pada fakta yang ditipu tersebut. 4) Penipuan termasuk juga nondisclosure. 5) Penipuan termasuk juga kebenaran sebagian (half truth). 6) Penipuan termasuk juga dalam bentuk tindakan (positive action). Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan satu per satu dari syarat-syarat penipuan dalam kontrak seperti tersebut diatas, yaitu sebagai berikut : 1) Penipuan harus mengenai fakta Agar suatu penipuan dapat dibatalkan karena alasan tidak tercapainya kesepakatan kehendak karena adanya penipuan, maka penipuan tersebut biasanya



mengenai fakta. Jadi, ada fakta yang tidak benar dari yang ada dalam kenyataan. Karena itu, jika seorang pembeli sebuah barang dikatakan bahwa barang, katakanlah sebuah mobil second hand dalam keadaan bagus, ternyata mobil tersebut tidak dalam keadaan bagus, maka hal tersebut belum dapat dikatakan penipuan sehingga dapat membatalkan kontrak. Karena bagus atau tidaknya sebuah mobil sangat relatif dan itu lebih merupakan sebuah pendapat dari pada merupakan sebuah fakta. Karena, pendapat yang bersifat iklan atau bahasa dagang(mere puffing atau trade talk). Dalam hal jual beli sampai batas-batas tertentu masih dapat ditoleransi. Akan tetapi jika pendapat “bagus” tentang mobil tersebut lebih merupakan bagus secara mekanik, jika ternyata dalam kenyataan tidak demikian halnya, maka hal tersebut lebih merupakan fakta, bukan lagi hanya pendapat. Disamping itu, sungguh pun pernyataan tersebut semata-mata pendapat, tetapi andaikan dalam kasus-kasus tertentu memang pendapat yang lebih ditonjolkan, maka penipuan juga dianggap telah terjadi. Misalnya jika pendapat itu diberikan oleh yang dianggap para ahli atau para professional untuk itu. 2) Penipuan harus terhadap fakta substansial Seperti telah disebutkan diatas bahwa telah tipu muslihat yang dimaksud dalam pasal 1328 KUH Perdata ini haruslah merupakan fakta yang substansial. Karena itu, seperti dalam kasus jual beli mobil bekas tersebut diatas, maka jika seorang penjual terlalu memuji-muji barangnya dagangannya padahal kenyataannya barang tersebut tidak seperti yang dikatakannya, hal tersebut belum cukup untuk dapat membatalkan kontrak jual-beli tersebut berdasarkan atas pasal 1328 KUH Perdata. Akan tetapi jika penjual bertindak sedemikian rupa, misalnya dengan sengaja mengatakan barang tersebut produk luar negri, padahal sebenarnya dia mengetahui bahwa barang tersebut produk lokal yang mutunya jauh dibawahnya, bahkan dengan memalsukan surat-menyurat, maka tipu muslihat tersebut sudah dapat dianggap substansial, sehingga kontrak yang bersangkutan dapat dibatalkan. 3) Pihak yang dirugikan berpegang pada fakta yang ditipu tersebut Seperti yang telah disebutkan bahwa penipuan (dwaling, misrepresentation) dalam suatu kontrak merupakan suatu tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu



pihak



sehingga menyebabkan



pihak lain



dalam



kontrak



tersebut



telah



menandatangani kontrak tersebut. Padahal tanpa tipu muslihat tersebut, pihak lain itu tidak akan menandatangani kontrak yang bersangkutan. Jadi pihak yang dirugikan tersebut memang berpegang pada fakta yang tidak benar tersebut. 4) Penipuan termasuk juga nondisclosure Suatu penipuan dalam kontrak dapat berupa pernyataan yang isinya tidak benar. Akan tetapi disamping pernyataan yang isinya tidak benar tersebut, suatu penipuan dapat juga berupa hanya “merahasiakan” (non disclosure) terhadap informasi yang substansial. Misalnya seorang penjual mengetahui bahwa pembeli mencari barang yang baru, tetapi dia diam saja ketika dia menjual barang kepadanya dalam keadaan bekas pakai. 5) Penipuan termasuk juga kebenaran sebagian (half truth) Suatu penipuan dalam kontrak dapat juga terjadi manakala suatu fakta dibuka sebagian (yang baik-baik saja) sedangkan sebagiannya lagi (yang jelek-jelek) tetap dirahasiakan, sehingga menimbulkan kesan yang menyesatkan (misleading). 6) Penipuan termasuk juga dalam bentuk tindakan (positive action) Penipuan dapat terjadi karena adanya pernyataan tentang fakta tertentu dari salah satu pihak yang kemudian fakta tersebut ternyata tidak benar. Disamping itu, suatu penipuan dapat juga terjadi tanpa pernyataan apa-apa dari pihak yang melakukan penipuan, tetapi hanya melakukan tindakan tertentu saja. Misalnya tindakan tersebut dilakukan untuk menutupi sesuatu yang dirahasiakan. Misalnya suatu pembelian mobil bekas taxi, tetapi menjelang dijualnya mobil yang bersangkutan, oleh penjualnya diubah surat-surat mobil tersebut sehingga tidak kelihatan bahwa mobil tersebut bekas taxi. Tindakan mengubah surat-surat tersebut juga dapat dianggap sebagai penipuan. C. BRIBERY 1. Definisi Bribery Suap adalah suatu tindakan dengan memberikan sejumlah uang atau barang atau perjanjian khusus kepada seseorang yang mempunyai otoritas atau yang orang yang



dapat dipercaya, contohnya para pejabat, dan membujuknya untuk merubah otoritasnya demi keuntungan orang yang memberikan uang atau barang atau perjanjian lainnya sebagai kompensasi sesuatu yang dia inginkan untuk menutupi tuntutan lainnya yang masih kurang. Pengertian Suap disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Suap (bribery) berasal dari kata “briberie” (Perancis) yang artinya adalah ’begging’ (mengemis) atau ’vagrancy’ (penggelandangan). Dalam bahasa Latin disebut ‘briba’, yang artinya ’a piece of bread given to beggar’ (sepotong roti yang diberikan kepada pengemis). Dalam perkembangannya bribe bermakna ’sedekah’ (alms), ’blackmail’, atau ’extortion’ (pemerasan) dalam kaitannya dengan ’gifts received or given in order to influence corruptly’ (pemberian atau hadiah yang diterima atau diberikan dengan maksud untuk memengaruhi secara jahat atau korup). Menurut Transparency International, suap berarti : “An offer or receipt of any gift, loan, fee, reward or other advantage to or from any person as an inducement to do something wich is dishonest, illegal or a breach of trust, in the conduct of the enterprise’s business” Suap-menyuap bersama-sama dengan penggelapan dana-dana publik (embezzlement of public funds) sering disebut sebagai inti atau bentuk dasar dari tindak pidana korupsi. Suap (bribery) adalah suatu tindakan yang melawan hukum berupa sejumlah uang, barang, atau perjanjian khusus kepada orang yang berpengaruh besar dengan tujuan pelancaran suatu kepentingan. Suap (bribery) juga merupakan suatu tindakan yang tidak etis karena tindakan ini tidak mempunyai nilai moral baik menurut konteks pribadi dengan lingkungan maupun dalam konteks profesional dan dapat berdampak negatif dalam suatu kehidupan, karena dapat mencederai tegaknya hukum yang berlaku, menimbulkan ancaman stabilitas ekonomi, merusak nilai-nilai etika, lembaga-lembaga, nilai-nilai demokrasi, kompetisi bisnis yang jujur dan keadilan. Tindakan suap merupakan upaya mempengaruhi untuk melakukan sesuatu yang tidak wajar dan tidak syah. Yang dimaksud dengan ‘tidak wajar’ dan ‘tidak syah’ adalah bilamana terjadi konversi dana atau barang yang diberikan menjadi kekuasaan untuk mengambil keputusan yang bersifat tidak adil dan tidak transparan. Walaupun suap merupakan suatu tindakan transaksi tetapi tidak dapat dianggap sebagai transaksi bisnis.



Transaksi suap ditandai oleh keterlibatan paling tidak dua orang di mana paling sedikit salah seorang bertindak atas kewenangan mewakili perusahaan atau sebagai agen dari perusahaan. Bila agen dari perusahaan tidak melaporkan atau menyerahkan dana atau barang yang diterima dari pihak yang bertransaksi kepada prinsipal, maka yang bersangkutan melakukan tindakan yang tidak transparan, tidak wajar dan tidak syah. Perusahaan sebagai prinsipal dapat menganggap telah terjadi pelanggaran kepercayaan maupun wewenang. Baik pihak pemberi maupun pihak penerima suap terlibat dalam tindakan suap. Pihak pemberi dianggap berupaya mempengaruhi pihak penerima untuk melakukan tindakan tidak etis yaitu menyalahgunakan wewenangnya. Pihak penerima melakukan tindakan tidak etis karena tidak memberikannya pada prinsipal dan diambil sebagai hak miliknya sendiri. Suap merupakan tindakan yang bukan saja tidak mengikuti kaidah etika bisnis tetapi juga memiliki implikasi hukum, khususnya bila suap dilakukan pada pegawai negeri atau pejabat negara sebagaimana tertuang dalam naskah Undang-undang 20/2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi. 2. Hubungan Bisnis dengan Suap Esensi bisnis adalah suatu transaksi barang atau jasa antara paling sedikit dua pihak. Kedua belah pihak melakukan negosiasi untuk menentukan dan mencapai kesepakatan nilai atas barang atau jasa yang diperjual-belikan. Dalam kondisi tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lainnya atau ‘cetiris paribus’ maka proses negosiasi demikian dianggap murni proses transaksi bisnis. Proses transaksi murni bisnis di atas dapat menyimpang atau menjadi tidak murni lagi bila dalam proses transaksi yang berjalan, khususnya dalam pengambilan keputusan dan pencapaian kesepakatan, diwarnai oleh upaya mempengaruhi ataupun memperoleh manfaat yang tidak transparan dan tidak dapat dipertanggung-jawabkan untuk kepentingan diri atau suatu kelompok. Tindakan demikian membawa dampak yang merugikan konsumen maupun kondisi ekonomi secara makro. Yang menanggung biaya untuk melakukan suap ini para konsumen sehingga pada akhirnya, kemampuan membeli konsumen berkurang. Bisnis dapat melakukan suap untuk memperoleh perlakukan istimewa atau khusus dalam berbagai proses berbisnis seperti percepatan perolehan izin, perolehan tender, pemasokan barang dan jasa, bahkan untuk memperoleh informasi dari dalam (‘inside information’) yang menyebabkan persaingan bisnis menjadi tidak sehat.



3. Mengapa bisnis perlu prihatin terhadap praktek suap? Suap merupakan salah satu bentuk korupsi yang hadir di Indonesia dan sudah berada pada taraf yang parah. Suap tidak hanya terjadi dalam hubungan pelaku bisnis dengan instansi pemerintah, tetapi juga dalam hubungan antar-pelaku bisnis sendiri, dan dalam kehidupan sehari-hari. Efek suap dan korupsi terlihat dalam kondisi makro perekonomian



Indonesia



.Dampak



berupa



kebocoran



dalam



arus



dana



perekonomian Indonesia tinggi karena sifat perekonomiannya menjadi ekonomi mencari ‘rente’ (rentseeking). Dana yang seharusnya diperuntukkan untuk baik kesejahteraan masyarakat maupun peningkatan kegiatan ekonomi, khususnya bisnis di Indonesia, hilang dan menjadi milik pribadi. Seperti terlihat dalam bagan gambar 7. Dalam gambar 7 tersebut terlihat bahwa kebocoran dana berupa korupsi tidak hanya terjadi dalam sektor pemerintah atau birokrasi pemerintah saja, tetapi juga dapat terjadi dalam transaksi antar-bisnis atau “bisnis-to-bisnis”, maupun bisnis dengan pemerintah.



Gambar 7. : Kebocoran dalam arus dana perekonomian Seperti terlihat dalam gambar 7, kebocoran arus dana yang berkaitan dengan kegiatan bisnis dapat terjadi di empat titik:



1) Dana pemerintah untuk pemasokan barang dan jasa serta proyek yang dialirkan ke bisnis. 2) Dana bisnis untuk pembayaran pajak, perolehan berbagai izin dan ketentuan lain dari pemerintah. 3) Dana masyarakat untuk investasi yang mengalir ke bisnis dapat dikenakan ‘markup’. 4) Dana yang mengalir untuk transaksi antar-bisnis. Efek suap yang utama adalah timbulnya ekonomi biaya tinggi dan berakibat makin tingginya tingkat harga barang dan jasa karena harus menutup biaya yang tidak langsung berkaitan dengan proses produksi barang dan jasa. Konsumen dirugikan. Suap meningkatkan ketidakpastian karena persaingan pasar menjadi tidak sehat. Keberhasilan bergantung pada kekuatan dan kesanggupan menyisihkan dana untuk suap, bukan peningkatan kualitas produk dan jasa. D. TRAVEL EXPENSES 1. Definisi Travel Expenses Travel expenses adalah biaya perjalanan yang dikeluarkan suatu organisasi atau perusahaan yang diberikan kepada karyawan yang akan melaksanakan perjalanan dinas. Maksudnya perjalanan dinas adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih karyawan perusahaan yang berhubungan dengan pekerjaannya demi kepentingan perusahaan. Mungkin ada karyawan yang sangat sering melakukan perjalanan dinas sehingga frekuensi kehadirannya di perusahaan sangat jarang. Beberapa waktu lalu Mentri Keuangan mengeluarkan ketentuan perjalanan dinas dengan sistem “LUMPSUM”. Maksud dari sistem ini adalah setiap karyawan yang melakukan perjalanan dinas akan mendapatkan sejumlah uang tertentu yang dibayarkan sekaligus. Dan didalam sistem ini termasuk diantaranya biaya penginapan, transportasi, dan biaya hidup selama perjalanan dinas. Dan biaya yang biasanya dikeluarkan untuk perjalanan dinas ini tidaklah sedikit, dan semua biaya itu adalah berasal dari uang rakyat yang dikumpulkan melalui pajak. Karena itu setiap perjalanan dinas yang dilakukan haruslah sesuai dengan prinsipprinsip penggunaan keuangan. Sering kita temui banyak karyawan yang melakukan perjalanan dinas menyalahgunakan biaya yang telah diberikan perusahaan. Salah satu contoh banyak pegawai yang memilih penginapan ataupun wisma bahkan menumpang



dirumah teman ataupun saudara demi menghemat biaya. Dan semua itu dilakukan demi bisa membawa uang pulang. Ada juga yang mengurang waktu perjalanan dinasnya. Oleh karena itu sistem lumpsum pendanaan untuk perjalanaan dinas ini sering diselewengkan banyak karyawan yang melakukan perjalanan dinas demi dana “saving” Dan kini sistem “ LUMPSUM “ tidak berlaku sepenuhnya. Mendagri melalui keputusan  No 16/2013 telah menentukan agar perjalanan dinas melalui Anggaran Belanja Pemerintah Daerah (APBD) berdasarkan kebutuhan nyata (riil) atau at cost. Uang yang diterima pegawai yang melakukan tugas perjalanan dinas akan diberikan setelah yang bersangkutan melampirkan bukti perjalanan berupa tiket transportasi, tikel hotel, transport local dan biaya akomodasi lainnya. Sistem at cost ini berbeda dengan sebelumnya yang menggunakan lumpsum, di mana jika ada kelebihan pembayaran dari negara kepada yang bersangkutan tidak dikembalikan dan inilah yang menjadi keuntungan atau saving pegawai yang melaksanakan perjalanan dinas. Namun dengan system at cost, maka jika ada kelebihan  biaya perjalanan harus dikembalikan ke kas daerah. Dengan sistem at cost ini semua dana SPPD akan diminta tanda terima atau bukti kwitansi/tiket pesawat/boarding, juga tiket kamar hotel, transportasi lokal, akomodasi dan yang lainnya. Penerapan at cost berlaku  hanya untuk beberapa aspek seperti biaya pulangpergi, biaya penginapan dan sebagainya. Namun untuk biaya makan dan uang saku tidak diterapkan sistem at cost. Sistem ini demi efisiensi anggaran dan menghindari aksi tipu-tipu dalam penggunaan anggaran perjalanan dinas. Dengan sistem lumpsum penyelewengan besar, misalnya, tiket harusnya eksekutif, tapi realisasinya ekonomi, demikian juga biaya hotel, kenyataanya bisa lebih rendah dari anggarannya. Jika selama ini ada pegawai yang menitip  beberapa SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas) dan yang berangkat satu atau dua orang saja untuk membawa sekian lembar SPPD ketempat yang dituju, maka dengan sistem at cost tersebut sangat tidak mungkin dilakukan, karena SPPD bisa cair jika dilengkapi bukti perjalanan, seperti tiket pesawat dan tiket hotel. Artinya, dengan cara at cost SPPD fiktif sangat tidak mungkin dilakukan, berbeda jika sistem lumpsum, dimana hanya bukti SPPD dan cap tanda tangan daerah tujuan.



Biaya Perjalanan Dinas yang diberikan sebagai berikut: 1) Uang Harian yang meliputi uang makan, uang saku, dan transport lokal 2) Biaya transport pegawai 3) Biaya penginapan 4) Uang representative/harian 5) Sewa kendaraan dalam kota Sebagaimana penjelasan di atas, untuk uang harian/representasi ini juga diberikan secara lumpsum dan tidak perlu bukti pengeluaran,  sementara penggunaan yang lainnya harus ada bukti kwitansi/tiket. Dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang standar biaya perjalanan dinas, batas tertinggi biaya penginapan tersebut dibedakan antara provinsi dan kelas kamar hotelnya. Bagi pegawai yang melakukan perjalanan dinas bersamaan dalam satu group tetapi berbeda tingkat perjalanan dinas, dapat menginap pada hotel yang sama tetapi harus tetap memperhatikan plafond anggaran untuk masing-masing tingkatan. Pemberian uang penginapan ini dilakukan secara at cost, yaitu sesuai dengan bukti yang dikeluarkan.  



Tapi, kalau seandainya pegawai yang melakukan perjalanan dinas pulang lebih awal dari hari yang tertera dalam surat tugas maka pejabat yang bersangkutan harus mengembalikan uang harian tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan tanggal yang tertera dalam tiket pergi dan pulang pejabat yang bersangkutan. Selain itu uang harian ini juga diberikan secara lumpsum. Mengapa? Setiap orang berbeda dalam mempergunakan uang harian tersebut. Secara normal uang harian tersebut dapat mencukupi kebutuhan pegawai yang melakukan perjalanan dinas untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dengan asumsi bahwa sarapan pagi akan diperoleh dari hotel tempat menginap maka uang tersebut praktis dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan makan siang dan makan malam ditambah keperluan pribadi dan transport lokal setelah berada di tempat tujuan. Tetapi mungkin saja ada yang sangat konsumtif sehingga uang harian tersebut tidak mencukupi, sehingga pegawai yang bersangkutan harus mengeluarkan kocek pribadinya. Oleh karena itulah mengapa untuk uang harian ini diberikan secara lumpsum, karena setiap orang tidak sama pola konsumsinya. Jadi keputusan diserahkan kepada mereka yang melaksanakan perjalanan dinas, apakah mau berhemat atau menghabiskan uang harian yang diperolehnya.



E. PENCEGAHAN FRAUD Ada banyak cara yang dipakai untuk mencegah fraud. Dalam teori fraud untuk mendeteksi sebuah fraud dimulai dengan mengidentifikasi skema fraud yang sering digunakan dan bagaimana fraud tersebut dapat terjadi. Tetapi untuk membuktikannya penyelidik perlu mengetahui skema fraud, fraud triangle, sesuatu mengenai pengendalian dan juga beberapa indikasi mengenai fraud. Dalam penelitian dari ACFE mengemukakan bahwa dalam beberapa tahun dari mulai 1996 hingga 2008 kasus fraud dapat diungkap karena adanya tip atau aduan. Selain itu fraud dapat diketahui dengan tanpa disengaja melalui internal audit. Kemudian fraud juga dapat diketahui karena adanya pemeriksaan pihak luar seperti kantor akuntan publik yang melaksanakan audit tahunan dan juga dari penegak hukum. Metode lain dapat dikembangkan untuk pencegahan fraud secara umum maupun secara spesifik. Beberapa metode dapat digunakan sebagai deteksi secara umum antara lain :  Internal audit yang secara aktif terlibat dalam aktivitas pencegahan fraud.  Sarbanes Oxley Act section 404 yang dapat memberikan petunjuk untuk mengidentifikasi kelemahan dari yang bisa mengakibatkan resiko lebih tinggi untuk area atau proses bisnis  Analisis vertikal dan horisontal pada laporan keuangan, khususnya ketika perbandingan antara unit bisnis dan data.  Analisis rasio, khususnya menganalisis trend dalam beberapa tahun terakhir dan dengan membandingkan unit bisnis dengan unit lainnya dan juga dengan perusahaan secara keseluruhan.  Audit mendadak atau perhitungan kas secara mendadak.  Aduan secara anonim dan sistem pengaduan dimana karyawan, vendor atau pelanggan dapat mengakses dengan mudah, nyaman dan aman.  Data mining untuk mendetekasi adanya indikasi kecurangan. Penelitian mengenai skema fraud yang dilakukan jajaran tinggi dalam perusahaan dan juga indikasi dari tiap fraud adalah kunci sukses dalam mendeteksi terjadinya frud. Melalui pengertian dan analisis dalam mengetahui indikasi kecurangan akan membantu dalam mengembangkan metode deteksi fraud, penelitian dari ACFE sendiri telah memberikan pandangan dalam metode deteksi yang efektif. 



F. KESIMPULAN Fraud menurut The Institute of Internal Auditor’s (IIA’s) adalah Tindakan ilegal yang meliputi penipuan, penyembunyian dan pelanggaran terhadap kepercayaan. Dimana tindakan ini tidak hanya berupa kekerasan fisik. Data mining adalah proses mempekerjakan satu atau lebih tekhnik pembelajaran komputer (machine learning) untuk menganalisa dan mengekstraksasi pengetahuan (knowledge) secara otomatis. Data mining berisi pencarian trend atau pola yang diinginkan dalam database besar untuk membantu pengambilan keputusan diwaktu yang akan datang. Begitu pentingnya data mining, sehingga dapat membuat penyalahgunaan terhadap data tersebut, pada intinya fraud rentan terjadi pada data mining. Karena data yang ada dapat memberikan pengetahuan untuk mementukan keputusan yang dibutuhkan perusahaan.



G. DAFTAR PUSTAKA American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), 2007. Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit. AU Section 316. PCAOB Standards and Related Rules as of December 2006. New York, NY: AICPA. Association of Certified Fraud Examiners Manual, 2006 Edition. IFAC Ethics Committee (2005). IFAC Code of Ethics for Professional Accountants International Federation of Accountants. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2001). Standar Profesional Akuntan Publik.Salemba Empat, Jakarta Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Managing the Business Risk of Fraud: A Practical Guide, sponsor by; The American Institute of Certified Public Accountants, Association of Certified Fraud Examiners The Institute of Internal Auditors ,The American Institute of Certified Public Accountants Association of Certified Fraud Examiners Sawyer, Dittenhofer, Scheiner.(2005).Sawyer’s Internal Auditing.Edisi 5. Salemba Empat, Jakarta Tuanakota, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi 2,Salemba Empat, Jakarta. The Institute of Internal Auditor’s , Internal auditing and fraud; Desember 2009 http://stiebanten.blogspot.com/2011/10/pengertian-data-mining-dan-fungsi.html http://specialpengetahuan.blogspot.co.id/2015/04/pengertian-data-mining-menurut-ahli.html http://gunawan-ndra.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-data-mining-menurut-para.html http://arisantoso90.blogspot.co.id/2015_04_01_archive.html