Frozen Shoulder - Kelompok 3 - Laporan Kasus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS FROZEN SHOULDER



Disusun Oleh : 1. Adimas Nugroho



P27228019 109



2. Aditya Anggren Prasetyo



P27228019 110



3. Dita Priananda Saskia



P27228019 120



4. Gita Ilvatiwi



P27228019 125



5. Hanin Annisaa Rahmantika



P27228019 127



6. Kinanti Dyah Sukma Putri



P27228019 132



7. Novera Dwi Hapsari



P27228019 143



8. Nurina Kaffawati Nur T



P27228019 144



9. Rifdah Arsa Sekar Buana



P27228019 150



10. Shofiatunnisa'



P27228019 153



11. Ziza As Shifa



P27228019 161 Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan



Menyelesaikan Mata Kuliah OT Pada Ortopedi POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN TERAPI OKUPASI PRODI SARJANA TERAPAN TERAPI OKUPASI TAHUN 2021



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Frozen shoulder adalah penyakit yang umum terjadi. Kelainan yang terjadi pada sendi glenohumeral, kemungkinan merupakan suatu reaksi inflamasi kronis nonspesifik, terutama pada jaringan sinovial, dan mengakibatkan penebalan kapsuler dari sinovial. Ada beberapa sinonim antara



lain



Periarthritis



scapulohumeral,



Adhesive



capsulitis,



Pericapsulitis, Stiff shoulder dan Bursitis obliterative. Pada Traditional Chinese Medicine (TCM) disebut kelainan sendi bahu pada usia 50 tahun. Terjadinya Frozen shoulder biasanya bertahap dan idiopatik, bisa terjadi akut dan berhubungan dengan trauma ringan dari sendi bahu. Penyakit ini timbul terutama pada usia pertengahan, yaitu kurang lebih pada usia 50 tahun, kebanyakan pada wanita dan biasanya akan sembuh sendiri tetapi durasi dan keparahan sangat bervariasi. Kebanyakan penderita sembuh dalam 2 tahun, walaupun demikian ada beberapa gejala yang dirasakan lebih lama. Gambaran klinik Frozen shoulder ditandai dengan nyeri dan terbatasnya gerakan aktif maupun pasif. Rasa nyeri dapat dirasakan hebat dan mengganggu tidur. Terbatasnya gerakan biasanya terlihat pada rotasi eksternal dan kurang terlihat pada gerakan abduksi dan rotasi internal. Frozen shoulder menyerang sekitar 2% dari populasi usia 40-60 tahun dan dengan perbandingan jumlah kasus pada wanita lebih banyak. Prevalensi dari kasus frozen shoulder diperkirakan 2-5% dari populasi general dan resiko meningkat pada bahu yang tidak dominan. Studi mengatakan 40% pasien mengalami nyeri sedang selama kurang lebih 2-3 tahun dan 15% dari kasus tersebut memiliki disabilitas jangka panjang. (C, Hand et all., 2008). B. Definisi



Frozen Shoulder adalah suatu patologi yang ditandai dengan nyeri, limitasi gerakan sendi glenohumeralis baik secara aktif maupun pasif tanpa perubahan radiologis, kecuali adanya oestopenia atau klasifikasi tendinitis. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa kasus ini merupakan patologi yang belum diketahui penyebabnya atau idopatik yang



menyebabkan



nyeri,



penurunan



lingkup



gerak



sendi



dan



mengakibatkan penurunan aktifitas fungsional (Salim, 2013). American Shoulder dan Elbow Surgeons mendefinisikan frozen shoulder sebagai kondisi etiologi yang ditandai dengan keterbatasan yang signifikan dari gerak aktif dan pasif bahu yang terjadi karena kerusakan jaringan dalam. Banyak fisioterapis percaya frozen shoulder termasuk kondisi yang sulit untuk dipecahkan (Varcin L., 2013). Frozen shoulder merupakan suatu kondisi dimana gerakan bahu menjadi terbatas. Frozen shoulder memiliki tingkat keparahan yang bervariasi mulai dari nyeri ringan sampai berat dan seberapa besar tingkat keterbatasan tersebut mempengaruhi gerakan sendi glenohumeral (Mound, 2012). C. Prevalensi Frozen shoulder menyerang sekitar 2% dari populasi usia 40-60 tahun dan dengan perbandingan kasus pada wanita lebih banyak daripada kasus laki-laki. Prevalensi dari kasus frozen shoulder diperkirakan 2-5% dari populasi general dan resiko meningkat pada bahu yang tidak dominan. Studi mengatakan 40% pasien mengalami nyeri sedang selama kurang lebih 2-3 tahun dan 15% dari kasus tersebut memiliki disabilitas jangka panjang (C Hand et all.,2008). D. Etiologi Frozen shoulder merupakan suatu kondisi dimana gerakan bahu menjadi terbatas. Penyebab dari kasus frozen shoulder belum diketahui dan masih bersifat idiopathic. Frozen shoulder menyebabkan kapsul yang membungkus sendi bahu menjadi memendek dan mengerut dan terbentuk jaringan parut. Kondisi ini dikenal sebagai adhesive capsulitis yang



menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi bahu sehingga lamakelamaan bahu menjadi sulit untuk digerakkan. (C, Hand et all.:2008) Meskipun etiologi masih belum jelas, Capsulitis Adhesiva dapat diklasifikasikan sebagai primer atau sekunder. Frozen Shoulder dianggap primer jika gejalanya tidak diketahui sedangkan hasil sekunder jika penyebabnya diketahui (Walmsley et al, 2009). Ada tiga subkategori Frozen Shoulder sekunder yaitu meliputi (1) faktor sistemik disebabkan oleh diabetes melitus dan kondisi metabolik lainnya, (2) Faktor ekstrinsik disebabkan oleh kardiopulmonal, serviks, CVA, fraktur humerus serta Parkinson, dan (3) faktor instrinsik disebabkan oleh patologi pada rotator cuff, tendinitis bisipitalis, tendonitis supraspinatus, capsulitis adhesiva (Mcclure dan Leggin, 2009). Menurut AAOS faktor predisposisi frozen shoulder antara lain: immobilisasi lama, trauma, over use, injuries, operasi pada sendi, hipertiroidisme, penyakit kardiovaskuler dan depresi. E. Gambaran Klinis Gejala pada penderita dengan keluhan frozen shoulder umumnya adalah sakit pada bahu dan terbatasnya jangkauan gerakan pada bahu sehingga mengalami kesulitan untuk menggerakkan bahu dan melakukan berbagai aktivitas sehari-hari seperti mengulurkan tangan, memakai baju, dan gerakan di atas kepala seperti menyisir rambut. Gerakan juga terbatasi pada gerakan pasif dan aktif. Ada 3 tahapan frozen shoulder, diantaranya yaitu: Tahap Pembekuan (Tahap 1). Ini adalah tahap paling sakit dan gerakan bahu juga terbatas. Tahap ini biasanya berlangsung 6-12 minggu. Tahap Beku (Tahap 2). Rasa sakit berkurang dalam tahap ini, namun kekakuan tetap ada. Tahap ini biasanya berlangsung 4 hingga 6 bulan. Tahap Melumer (Tahap 3). Pada stadium akhir, gerakan pada tangan secara perlahan membaik setelah jangka waktu lama. Tahap ini dapat berlangsung lebih dari 1 tahun. F. Prognosis



Frozen Shoulder umumnya memiliki prognosis yang baik. Kondisi ini umumnya merupakan kondisi yang akan sembuh sendiri yang dapat diobati dengan terapi fisik dan biasanya sembuh dalam 1-3 tahun. Waktu untuk pemulihan tidak berbeda antara Frozen Shoulder primer dan sekunder. Tidak ada perbedaan dalam rasa sakit dan kecacatan Frozen Shoulder pada pasien dengan dan tanpa diabetes. Pasien dengan Frozen Shoulder tidak memiliki tingkat aktivitas bahu yang lebih rendah daripada kontrol berdasarkan jenis kelamin dan usia. Namun, beberapa penelitian telah menunjukkan nyeri jangka panjang dan kekakuan bahu setelah perawatan konservatif. Cacat jangka panjang pada 15%, kehilangan fungsional permanen pada 7-15%, dan gejala persisten pada 40%.



BAB II LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien Pasien berinisial S berjenis kelamin laki-laki, beragama islam dan berusia 51 tahun. Tn. S bertempat tinggal di Baki, Sukoharjo. Tn. S bekerja sebagai karyawan swasta dengan sisi dominan kanan. Tn. S memiliki diagnosis Frozen Shoulder sebagai salah satu faktor dari penyakit Hipertiroidisme yang dialaminya. B. Diagnosis 1. Diagnosis Medis



: Frozen Shoulder



2. Diagnosis Topis



: Bahu Sisi Dextra



3. Diagnosis Kausatif



: Hypertiryoid



4. Diagnosis TO



: Tn. S mengalami kendala pada area ADL



terutama dalam melakukan aktivitas berpakaian secara mandiri karena kondisi frozen shoulder yang dialami oleh pasien menyebabkan keterbatasan lingkup gerak sendi pada area bahu dan hal ini membuat pasien kesulitan dalam menggerakan tangan kanannya. C. Data Subjektif 1. Data Hasil Observasi Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada tanggal 3 Juni 2020, dapat diketahui bahwa Tn. S memiliki postur tubuh yang miring ke kanan pada bagian pundak, namun tidak nampak menahan sakit. Selain itu, Tn. S juga memiliki kontak mata yang cukup bagus. Penampilan Tn. S terlihat cukup rapi dan bersih. Tn. S mampu kooperatif dan mampu memahami instruksi yang diberikan. Tn. S juga mampu menyesuaikan diri dengan baik. 2. Data Screening Berdasarkan hasil screening test yang dilakukan Tn. S saat memakai baju, diketahui bahwa Tn. S mampu dalam melakukan aktivitas tersebut, namun Tn. S memerlukan sedikit bantuan. Tn. S



memulai dengan memasukkan bajunya ke tangan terlebih dahulu kemudian Tn. S memasukkan bajunya ke kepala. Pada saat menurunkan baju agar baju tersebut dapat menutupi seluruh badan Tn. S mengalami kendala. 3. Initial Assessment (keluhan, riwayat kondisi pasien, harapan) Berdasarkan hasil interview yang dilakukan dengan Tn. S pada tanggal 3 Juni 2020, didapatkan informasi bahwa kondisi Frozen Shoulder Tn. S merupakan salah satu faktor dari penyakit Hipertiroidisme yang dialaminya. Tn. S mengatakan bahwa sakit pada bahunya ini sudah berjalan cukup lama bahkan sebelum Tn. S menjalani perawatan di salah satu rumah sakit. Keluhan Tn. S sekarang adalah tidak bebas dalam menggerakkan tangan kanannya. Berdasarkan pernyataan Tn. S, dalam melakukan aktivitas sehari-hari Tn. S tidak mengalami kesulitan dan dapat melakukan segala sesuatu secara mandiri. Namun, untuk aktivitas memakai baju terutama kaos Tn. S membutuhkan sedikit bantuan karena tangan kanan Tn. S terasa sakit saat digerakkan pada arah tertentu. Sehingga Tn. S berharap tangan kanan beliau bisa kembali pulih seperti sediakala dan tidak terasa sakit. D. Data Objektif 1. Pemeriksaan Functional Independence Measurement (FIM) Berdasarkan pemeriksaan untuk mengukur tingkat kemandirian pasien menggunakan blangko pemeriksaan Functional Independence Measurement (FIM), diperoleh hasil yaitu total skor 123 dari 18 point tes. Dari data tersebut menunjukan bahwa Tn. S tergolong dalam kategori mandiri penuh / complete independence. Tn. S medapatkan nilai 4 pada aktivitas memakai baju pada tubuh bagian atas karena Tn. S memerlukan bantuan minimal pada aktivitas tersebut.



2. Pengukuran Lingkup Gerak Sendi (LGS) Berdasarkan pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi (LGS) bahu kanan pasien, diperoleh hasil yaitu sebagai berikut:



No.



Gerak Shoulder Girdle



Hasil



Normal



1.



Fleksi



90°



180°



2.



Ekstensi



37°



60°



3.



Abduksi



80°



180°



4.



Abduksi Horizontal



23°



45°



5.



Adduksi Horizontal



85°



135°



6.



Rotasi Internal



20°



70°



7.



Rotasi Eksternal



35°



90°



Table 1 Hasil Pemeriksaan LGS Shoulder Dextra



3. Pemeriksaan Kekuatan Otot (KO) Berdasarkan pemeriksaan Kekuatan Otot (KO) bahu kanan pasien dengan menggunakan pemeriksaan Manual Muscle Testing (MMT), diperoleh hasil yaitu sebagai berikut: No. 1.



Gerak Scapula dan Shoulder



Otot



Nilai



Serratus anterior



3



Upper trapezius Levator scapulae Middle trapezius



4



2.



Abduction scapula Lateral rotation scapula Elevation scapula



3.



Adduction scapula



4.



Rhomboids



2



5.



Adduction scapula Medial rotation scapula Depression scapula



Lower trapezius



2



6.



Flexion shoulder



Anterior deltoid



4



7.



Flexion-adduction shoulder



Coracobrachialis



4



8.



Extention shoulder



3



9.



Abduction shoulder



10.



Adduction shoulder



Latissimus dorsi Teres Major Middle deltoid Supraspinatus Pectoralis major Terres major Latissimus dorsi



3



4 4



11.



Horizontal add shoulder



Pectoralis major



3



12.



Horizontal abd shoulder



Posterior deltoid



2



13.



Internal rotation shoulder



Subscapularis



2



14.



External rotation shoulder



Infraspinatus Teres minor



3



Table 2 Hasil Pemeriksaan Kekuatan Otot Shoulder Dextra



4. Pemeriksaan Visual Analog Scale (VAS) Berdasarkan pemeriksaan untuk mengukur tingkat nyeri pasien menggunakan blangko pemeriksaan Visual Analog Scale (VAS), diperoleh hasil yaitu tidak ada rasa nyeri pada saat pengukuran nyeri diam dan nyeri tekan. Sedangkan untuk pemeriksaan nyeri gerak pasien merasakan nyeri sedang. E. Pengkajian Data ( Aset , Limitasi dan Prioritas Masalah) 1. Aset Aset yang dimiliki pasien yaitu Tn. S mampu dalam melakukan aktivitas makan, mandi, merias diri, dan toileting. Tn. S mampu melakukan manajemen BAB dan BAK dengan baik. Tn. S mampu dalam berpindah tempat secara mandiri. Tn. S juga mampu dalam mobilitas secara mandiri. Tn. S mampu dalam melakukan aktivitas naik turun tangga. Tn. S juga mampu dalam berkomunikasi dan berekspresi dengan baik. Tn. S memiliki ingatan yang baik. Tn. S juga mampu



dalam



bersosialisasi



dengan



tetangga



dan



mampu



memecahkan masalah. 2. Limitasi Limitasi yang dimiliki pasien yaitu Tn. S memerlukan bantuan minimal dalam melakukan aktivitas berpakaian untuk tubuh bagian atas karena tangan kanan Tn. S terasa sakit saat digerakkan ke belakang. 3. Prioritas Masalah



Prioritas masalah pasien yaitu Tn. S mengalami kesulitan dalam menggerakkan tangan kanannya ke belakang. F. Tujuan Terapi ( LTG & STG) 1. Tujuan Jangka Panjang Klien mampu memakai kaos secara mandiri selama 12 kali sesi terapi 2. Tujuan Jangka Pendek a.



Tujuan Jangka Pendek 1 Klien mampu memasukkan kepala ke lubang kaos secara mandiri selama 4 kali sesi terapi, dengan repetisi 5 kali dalam satu kali sesi terapi



b. Tujuan Jangka Pendek 2 Klien mampu memasukan tangan kanan dan kiri ke dalam kaos secara mandiri selama 4 kali sesi terapi, dengan repetisi 5 kali dalam satu kali sesi terapi c.



Tujuan Jangka Pendek 3 Klien mampu memakai kaos secara mandiri selama 4 kali sesi terapi dengan repetisi 5 kali terapi



G. Pelaksanaan Terapi Kerangka acuan yang digunakan pada kasus frozen shoulder ini adalah kerangka acuan biomekanik. Dipilihnya kerangka acuan ini karena pada kondisi frozen shoulder menimbulkan masalah pada keterbatasan lingkup gerak sendi dan penurunan kekuatan otot karena kekakuan bahu dan rasa nyeri pada sendi bahu. Tujuan penggunaan kerangka



acuan



biomekanik



adalah



pasien



diharapkan



mampu



meningkatkan lingkup gerak sendi bahu, meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan, sehingga pasien dapat melakukan aktivitas fungsional secara mandiri. Kerangka acuan biomekanik digunakan karena memiliki prinsip untuk meningkatkan lingkup gerak sendi, kekuatan otot dan endurance.



Dilakukan dengan cara penguluran (stretching) secara aktif maupun pasif. Penguluran dilakukan secara maksimal dan ditahan beberapa saat selama 15-30 detik (Bandy & Sanders, 2001). Dengan stretching untuk meningkatkan LGS dilakukan dengan menggunakan teknik Contrac Relax. Stretching diawali dengan pasien menggerakan secara aktif semampu pasien kemudian berikan beban maksimal pada otot yang berkontraksi tahan selama 4-8 detik, kemudian instruksikan pasien untuk rileks. Saat rileks, dilakukan penguluran secara maksimal dan ditahan selama 10-15 detik. Pada kerangka acuan biomekanik memperhatikan nyeri yang dirasakan pasien sehingga tidak memperburuk keadaan pasien. Kerangka acuan biomekanik fokus evaluasi dan assessment pada ROM, strength, dan endurance (Kielhofner, 2009). Kerangka Acuan Biomekanik juga memperhatikan rasa nyeri yang diarasakan oleh pasien sehingga tidak akan memperburuk kondisi pasien (McMilan, 2011). 1. Untuk Mencapai Tujuan Jangka Pendek 1 a. Nama Aktivitas b. Tujuan Aktivitas c. Posisi



Memasukan kepala ke lubang kaos Mampu memakai pakaian terutama kaos secara mandiri Duduk pada kursi tanpa sandaran, trunk dalam kondisi netral, terapis berada di hadapan klien.



d. Instruksi



1) Adjuctive Terapis meminta klien untuk duduk pada kursi



tanpa



sandaran,



hal



ini



dimaksudkan agar gerakan klien tidak terbatas. Sebelum dimulainya sesi terapi,



terapis memberitahukan informasi bahwa pada sesi yang dilakukan kali ini akan menimbulkan rasa nyeri dan apabila rasa sakit yang dirasakan masih bisa ditolerir oleh pasien, maka pasien diminta untuk menahan rasa sakit tersebut. Akan tetapi, apabila rasa nyeri yang dirasakan klien sudah tidak dapat ditolerir maka pasien harus memberitahukan rasa sakit yang ia rasakan kepada terapis. Sesi diawali dengan terapis meminta pasien untuk melakukan gerakan fleksi shoulder sebisa klien dan ditahan selama 6 - 10 detik. terapis memberikan stabilisasi pada area bahu dan proksimal sendi siku. Terapis meminta



pasien



untuk



melakukan



gerakan fleksi shoulder, kemudian terapis memberikan tahanan selama 4- 6 detik. Setelah itu, terapis meminta pasien untuk relax,



saat



relax



baru



terapis



menggerakkan secara full ROM dan ditahan selama 6 - 10 detik. Hal ini



dilakukan sebanyak 5 kali repetisi guna menambah lingkup gerak sendi pasien. 2) Enabling Terapis menyiapkan sebuah bola basket karet untuk anak-anak  dan sebuah keranjang. Terapis meminta klien untuk memasukan bola tersebut menggunakan kedua tangan secara bersamaan ke dalam keranjang. Tinggi keranjang digradasi yang dimulai dari setinggi perut pasien, kemudian dada dan kepala. gerakan ini dilakukan sebanyak 5 kali repetisi 



3) Purposeful Activity Terapis akan menunjukkan kepada klien bagaimana cara memasukkan kepala ke dalam lubang baju kaos kemudian terapis akan



meminta



kepada



menirukan gerakan tersebut.



klien



untuk



4) Occupation  Terapis meminta klien untuk memasukan kepala



kedalam



lubang



baju



kaos.



Gerakan ini dilakukan secara mandiri oleh klien dengan pengawasaan penuh dari terapis.



e. Media Terapi



keranjang, bola basket karet untuk anak, kaos oblong 



f. Safety Precaution



Memperhatikan



kemampuan



klien



dalam



menahan rasa nyeri, media yang digunakan harus dipastikan tidak dapat melukai baik terapis maupun pasien, ketinggian keranjang dimulai dari yang paling rendah yaitu setinggi perut pasien



2. Untuk Mencapai Tujuan Jangka Pendek 2



a. Nama Aktivitas



Memasukkan tangan kanan dan kiri ke dalam kaos 



b. Tujuan Aktivitas c. Posisi



Mampu memakai pakaian terutama kaos secara mandiri Klien berdiri tegap menghadap rak yang sudah disediakan dengan tinggi sekitar sedikit di atas kepala klien 



d. Intruksi



1) Adjuctive Terapis meminta klien untuk duduk pada kursi



tanpa



sandaran,



hal



ini



dimaksudkan agar gerakan tidak terbatas. Sebelum



memulai



sesi



terapis



memberitahukan informasi bahwa pada sesi ini akan menimbulkan rasa nyeri dan apabila pasien merasa tidak kuat maka



harus memberitahukan kepada terapis. Sesi diawali dengan terapis meminta pasien untuk melakukan gerakan fleksi shoulder dan gerakan abduksi sejauh yang klien dapat lakukan dan ditahan selama 6 - 10 detik. terapis megang pada area bahu dan proksimal sendi siku. Terapis



meminta



pasien



untuk



melakukan gerakan fleksi shoulder dan gerakan



abduksi,



kemudian



terapis



memberikan tahanan selama 4- 6 detik. terapis meminta pasien relax, saat relax baru terapis menggerakkan secara full ROM dan ditahan selama 6 - 10 detik. Hal ini dilakukan sebanyak 5 kali repetisi guna menambah lingkup gerak sendi pasien. 2) Enabling Terapis menyiapkan botol yang berisi air dengan jumlah air yang berbeda tiap botolnya.



Klien



diminta



untuk



memindahkan botol berisi air yang telah



diletakan di bagian tengah rak ke bagian kanan rak dengan tangan kanan. Hal ini dilakukan dari botol yang berisi air dengan jumlah paling sedikit ke botol yang berisi air dengan jumlah paling banyak. Aktivitas ini dilakukan dengan 5 kali repetisi



3) Purposeful Activity  Terapis akan mencontohkan kepada klien bagaimana



cara 



memasukan



kedua



lengan secara bergantian ke dalam lubang baju kaos kemudian terapis akan meminta



pasien



untuk



menirukan



gerakan tersebut. 



4) Occupation Pasien diminta untuk memasukan kedua lengan secara bergiliran secara mandiri dengan pengawasan penuh dari terapis.



e. Media Terapi



Botol berisi air dengan jumlah air yang berbeda tiap botolnya, rak, kaos



f. Safety Precaution



Memperhatikan kemampuan klien dalam menahan rasa nyeri, media yang digunakan harus dipastikan tidak dapat melukai baik terapis maupun pasien, berat botol dan



ketinggian rak harus diperhatikan dan disesuaikan dengan kemampuan klien 3. Untuk Mencapai Tujuan Jangka Pendek 3



a. Nama Aktivitas



Pasien mampu menarik baju ke bawah (merapikan baju yang dikenakan) secara mandiri



b. Tujuan Aktivitas



Mampu memakai pakaian terutama kaos secara mandiri



c. Posisi



Pasien berdiri tegak berhadapan dengan terapis dengan jarak 1 kurang lebih 1 meter



d. Intruksi



1) Adjuctive Terapis meminta klien untuk berdiri tegap. Sebelum memulai sesi terapis memberitahukan informasi bahwa pada sesi ini akan menimbulkan rasa nyeri dan apabila pasien merasa tidak mampu untuk menahan rasa nyeri, pasien diminta



untuk



memberitahukannya



kepada terapis. Sesi diawali dengan terapis



meminta



pasien



untuk



melakukan gerakan fleksi shoulder sejauh yang klien dapat lakukan dan



ditahan selama 6 - 10 detik. terapis megang pada area bahu dan proksimal sendi siku. Terapis meminta pasien untuk



melakukan



shoulder



dan



gerakan gerakan



fleksi abduksi,



kemudian terapis memberikan tahanan selama 4- 6 detik. Terapis meminta pasien relax, saat relax baru terapis menggerakkan secara full ROM dan ditahan selama 6 - 10 detik. Hal ini dilakukan sebanyak 5 kali repetisi guna menambah lingkup gerak sendi pasien. Kemudian dilanjutkan dengan gerakan ekstensi shoulder, abduksi shoulder, adduksi shoulder, fleksi elbow dan ekstensi elbow. Masing-masing gerakan ini menggunakan tahap-tahap yang sama seperti saat melakukan adjunctive dengan gerakan fleksi shoulder dengan 5 kali repeitisi pada tiap gerakan yang dilakukan. 2) Enabling Terapis menyiapkan keranjang setinggi



perut pasien dan bola basket karet. Keranjang diletakan di belakang pasien dengan jarak sejauh 30 cm. Kemudian, terapis melempar bola basket karet ke pada



pasien



setinggi



dada



pasien



dengan jarak kurang lebih 1 meter. Pasien diminta untuk menangkap bola tersebut dan memasukkannya ke dalam keranjang yang ada di belakangnya. Pastikan shoulder



tangan dan



pasien



fleksi



elbow



abduksi ketika



menangkap bola serta ekstensi shoulder dan ekstensi elbow ketika menaruh bola basket karet ke keranjang yang berada di belakang pasien.



3) Purposeful Activity  Terapis



meminta



menyimulasikan



klien



bagaimana



untuk klien



menurunkan dan merapikan baju kaos yang digunakan klien. 



4) Occupation Pasien diminta untuk menurunkan dan merapikan baju kaos secara mandiri dengan



pengawasaan



penuh



dari



terapis.



e. Media Terapi



Bola basket karet dan keranjang setinggi perut pasien,kaos



f. Safety Precaution



Memperhatikan kemampuan klien dalam menahan rasa nyeri, media yang digunakan harus dipastikan tidak dapat melukai baik



terapis maupun pasien. Jarak terapis dan keranjang



untuk



dipastikan



sesuai



menaruh dengan



bola



harus



kemampuan



pasien, selain itu sangat penting untuk memperhatikan kekuatan lemparan bola yang dilakukan oleh terapis.  



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Frozen shoulder atau sering disebut capsulitis adhesiva adalah rasa nyeri yang mengakibatkan lingkup geraksendi (LGS) pada bahu terbatas, mungkin timbul karena adanya trauma, mungkin juga timbul secara



perlahan-lahan tanpa tanda-tanda atau riwayat trauma. Keluhan utama yang dialami adalah nyeri dan penurunan kekuatan otot penggerak sendi bahu dan keterbatasan LGS terjadi baik secara aktif atau pasif. (Widya, 2013) Pasien berinisial S memiliki sisi dominan kanan dengan diagnosis Frozen Shoulder sebagai salah satu faktor dari penyakit Hipertiroidisme yang dialaminya. Aset yang dimiliki pasien yaitu Tn. S mampu dalam melakukan aktivitas makan, mandi, merias diri, dan toileting. Tn. S mampu melakukan manajemen BAB dan BAK dengan baik. Tn. S mampu dalam berpindah tempat secara mandiri. Tn. S juga mampu dalam mobilitas secara mandiri. Tn. S mampu dalam melakukan aktivitas naik turun tangga. Tn. S juga mampu dalam berkomunikasi dan berekspresi dengan baik. Tn. S memiliki ingatan yang baik. Tn. S juga mampu dalam bersosialisasi dengan tetangga dan mampu memecahkan masalah. Limitasi yang dimiliki pasien yaitu Tn. S memerlukan bantuan minimal dalam melakukan aktivitas berpakaian untuk tubuh bagian atas karena tangan kanan Tn. S terasa sakit saat digerakkan ke belakang. Kerangka acuan yang digunakan pada kasus frozen shoulder ini adalah kerangka acuan biomekanik. Dipilihnya kerangka acuan ini karena pada kondisi frozen shoulder menimbulkan masalah pada keterbatasan lingkup gerak sendi dan penurunan kekuatan otot karena kekakuan bahu dan rasa nyeri pada sendi bahu. Tujuan penggunaan kerangka acuan biomekanik adalah pasien diharapkan mampu meningkatkan lingkup gerak sendi bahu, meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan, sehingga pasien dapat melakukan aktivitas fungsional secara mandiri.



DAFTAR PUSTAKA Fairusyah, Bagas. 2015. Frozen Shoulder [Referat]. Surabaya: Universitas Hang Tuah. Romadhoni, Dea Linia. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Frozen Shoulder Akibat Capsulitis Adhesiva Sinistra di RSUD Dr. Moewardi Surakarta [Naskah Publikasi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Suharti,



Amien,



Rokhim



Sunandi,



Faizah



Abdullah.



2018.



Penatalaksanaan Fisioterapi pada Frozen Shoulder Sinistra Terkait Hiperintensitas Labrum Posterior Superior di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Jurnal Vokasi Indonesia. 6 (1): 5154. Wagola, Taufiq M. 2016. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Frozen Shoulder Dekstra E.C Capsulitis Adesiva dengan Modalitas Infra Red (IR) dan Terapi Manipulasi di RS. Aisyiyah Ponorogo [Naskah Publikasi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Wijaya, Amwa Wigati. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Frozen Shoulder Sinistra e.c Capsulitis Adhesiva di RSUD Panembahan Senopati Bantul [Naskah Publikasi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Windakrismey, Astrid. 2019. Penerapan Kerangka Acuan Biomekanik Untuk Melatih Aktivitas Grooming (Menyisir Rambut) Pada pasien Frozen Shoulder Dextra di RSUD DR. Moewardi Surakarta [Karya Tulis



Ilmiah].



Surakarta:



Politeknik



Kementerian



Kesehatan



Surakarta. Yuliana, Rosida. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Frozen Shoulder Sinistra di Puskesmas II Kartasura [Naskah Publikasi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.



https://www.medscape.com/answers/1261598-39081/what-is-theprognosis-offrozen-shoulder-syndrome-fss



LAMPIRAN