Geologi Regional Sumatera-Lingga [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II GEOLOGI REGONAL



2.1



FISIOGRAFI Pulau Sumatera merupakan pulau yang memiliki orientasi berarah Barat



Laut dan terletak di bagian Barat Paparan Sunda dan di Selatan Lempeng Eurasia. Batas-batas geografis Pulau Sumatera sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Benua Asia. 2. Sebelah Barat dan Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka. Pulau Sumatera terletak di Baratdaya kontinen Sundaland dan merupakan jalur konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah Barat Lempeng Sundaland. Konvergensi lempeng tersebut menghasilkan subduksi sepanjang Palung Sunda dengan pergerakan lateral menganan dari sistem sesar Sumatera. Subduksi dari Lempeng Hindia-Australia dengan batas Lempeng Asia pada masa Paleogen diperkirakan menyebabkan rotasi Lempeng Asia termasuk Sumatera searah jarum jam dari posisi sebelumnya yang relatif berarah Timur-Barat menjadi Baratdaya-Tenggara dimulai pada masa Eosen atau Oligosen. Perubahan tersebut juga mengindikasikan meningkatnya pergerakan sesar mendatar Sumatera seiring dengan rotasi. Subduksi Oblique dan pengaruh sistem sesar mendatar Sumatera mengahasilkan kompleksitas regim stress dan pola strain pada Sumatera (Darman dan Sidi, 2000). Van Bemmelen(1949), membagi fisiografi (Gambar 2.1) Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi yang terdidi dari : 1. Zona Jajaran Barisan. 2. Zona Semangko. 3. Zona Pegunungan Tigapuluh.



18



4. Zona Busur Luar. 5. Zona Paparan Sunda. 6. Zona Dataran Rendah dan Berbukit.



Gambar 2.1 Zona fisiografi Pulau Sumatera (Van Bemmelen, 1949)



Berdasarkan pembagian zona tersebut di atas dan sesuai dengan letak geografisnya daerah penelitian yang berada di Desa Tanjung Irat, Kecamatan Singkep Barata, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau masuk ke dalam Zona Fisiogrfi Paparan Sunda. Zona ini dicirkan dengan geomorfologi Pulau Singkep terdiri dari perbukitan berlereng terjal



dan dataran bergelombang. Dataran 19



bergelombang memiliki ketinggian mulai dari 0-50 meter di atas permukaan air laut (mdpl) dengan kimiringan yang relatif datar hingga landai. Ketinggian perbukitan berlereng terjal 50-500 meter di atas permukaan air laut (mdpl). 2.2



TEKTONIK DAN STRUKTUR REOGIONAL Sesar besar Sumatra merupakan contoh rinci yang menarik untuk



menunjukkan akibat tektonik regional. Pulau Sumatera tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi oleh keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh keberadaan lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan seismik ketebalan lempeng samudera sekitar 20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua sekitar 40 kilometer (Hamilton, 1979). Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter / tahun menurun secara drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30 milimeter/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok sampai sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Keadaan



Pulau



Sumatera



menunjukkan



bahwa



kemiringan



penunjaman,



punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (transtension) Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000).



20



Gambar 2.2 Evolusi Tektoni Sumatera.



Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman. Bagian selatan Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: 1. Sesar Sumatera menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan terletak pada 100 ~ 135 kilometer di atas penunjaman. 2. Lokasi gunungapi umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar. 3. Cekungan busur muka terbentuk sederhana, dengan kedalaman 1 ~ 2 kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama 4. Punggungan busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal dan berbentuk sederhana.



21



5. Sesar Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan busur muka dan cekungan busur muka relatif utuh, dan sudut kemiringan tunjaman relatif seragam. Bagian utara Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: (1) sesar Sumatera berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125 ~ 140 kilometer dari garis penunjaman, (2) busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatera, (3) kedalaman cekungan busur muka 1 ~ 2 kilometer, (4) punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat beragam, (5) homoklin di belahan selatan sepanjang beberapa kilometer sama dengan struktur Mentawai yang berada di sebelah selatannya, dan (6) sudut kemiringan penunjaman sangat tajam. Bagian tengah Pulau Sumatera memberikan kenampakan tektonik: (1) sepanjang 350 kilometer potongan dari sesar Sumatera menunjukkan posisi memotong arah penunjaman, (2) busur vulkanik memotong dengan sesar Sumatera, (3) topografi cekungan busur muka dangkal, sekitar 0.2 ~ 0.6 kilometer, dan terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun miring , (4) busur luar terpecah-pecah, (5) homoklin yang terletak antara punggungan busur muka dan cekungan busur muka tercabikcabik, dan (6) sudut kemiringan penunjaman beragam. Proses penunjaman miring di sekitar Pulau Sumatera ini mengakibatkan adanya pembagian vektor tegasan tektonik, yaitu slip-vector yang hampir tegak lurus dengan arah zona penunjaman yang diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar anjak. Hal ini terutama berada di prisma akresi dan slip-vector yang searah dengan zona penunjaman yang diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar besar Sumatera. Slip-vector sejajar palung ini tidak cukup diakomodasi oleh sesar Sumatera tetapi juga oleh sistem sesar geser lainnya di sepanjang Kepulauan Mentawai, sehingga disebut zona sesarMentawai(Diament,1992). Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vector ini secara geometri akan mengalami kenaikan ke arah barat-laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng tersebut. Pertambahan slip-vector



22



ini mengakibatkan terjadinya proses peregangan di antara sesar Sumatera dan zona penunjaman yang disebut sebagai lempeng mikro Sumatera (Suparka dkk, 1991). Oleh karena itu slip-vector komponen sejajar palung harus semakin besar kearah Baratlaut. Sebagai konsekuensi dari kenaikan slip-vector pada daerah busur-muka ini, maka secara teoritis akan menaikkan slip-rate di sepanjang sesar Sumatera ke arah barat-laut. Pengukuran offset sesar dan penentuan radiometrik dari unsur yang terofsetkan di sepanjang sesar Sumatera membuktikan bahwa kenaikan slip-rate yang terjadi Sesar Sumatera sangat tersegmentasi. Segmensegmen sesar sepanjang 1900 kilometer tersebut merupakan upaya mengadopsi tekanan miring antara lempeng Eurasia dan India–Australia dengan arah tumbukan 10°N ~ 7°S.



23



Gambar 2.3 Tektonik Pulau Sumatera (Hamilton, 1979)



Sunda Trench



Mentawai Fault



Accretionary prism 0



Forearc basin



Sumatra Fault Coast line



Barisan Volcanic arc



Central Sumatra Basin



Pekanbaru



Petani Depocenter



continental crust



Ocea



50



(Dow n Lith o n- g s oing pher S la e b)



Neogene Batholith



Delaminated Lower Crust Mantle Lithosphere



100



150



0



50



100 km



Subduction slab located by earthquakes epicentres



Km TLH 9/99



Gambar 2.4 Subduksi Cekungan Sumatera.



24



Gambar 2.5 Struktur Geologi Pulau Sumatera.



Berdasarkan kerangka tektonik Tjia (1970), membagi paparan Sunda menjadi tiga (3) bagian kerangka tektonik yaitu : 1. Paparan Sunda bagian utara. 2. Platform Singapura. 3. Paparan Sunda bagian selatan. Platform Singapur merupakan pemisah antara paparan Sunda bagian utara dan paparan Sunda bagian selatan. Tektonik paparan Sunda merupakan pembawa jalur granit yang membawa kuarsa dan pembawa konsentrat timah mulai



25



dari granit Pulau Singkep di bagian tengah Sumatera sampai pada granit BangkaBelitung yang termasuk dalam granit jalur utama (Main Granits BeltI). 2.3



STRATIGRAFI REGIONAL Secara geologi regional daerah penyelidikan masuk dalam Peta Geologi



Lembar Dabo, Sumatera, dengan skala 1: 250.000 yang terdiri dari beberapa formasi dengan ciri litologi masing-masing. Urutan formasi dari yang berumur paling muda sampai paling tua berikut ini : 1. Endapan Permukaan (Qa). Endapan ini tersusun oleh endapan aluvial yang terdiri dari, kerikil, pasri, dan lumpur. Yang merupakan endapan kuarter. 2. Endapan Rawa (Qs). Endapan rawa dicirikan dengan material endapan lumpur, lempung dan gambut. Endapan Rawa seumuran dengan endapan permukaan dengan hubungan stratigrasi beda fasies. 3. Formasi Semarung (Kss). Litologi penyusun Formasi Semarung adalah batupasir arkosa dengan ukuran butir pasir sedang-kasar. Di dalam satuan batupasir arkosa ini jumpai sisipan batulempung. Dengan adanya sisipan batulempung tersebut menjadi ciri khas tersendiri dari Formasi Semaru (Kss). Adapun umur dari Formasi Semaru relatif berumur Kapur. 4. Formasi Pancur (Kps). Formasi Pancur (Kps) dicirikan dengan hadirnya serpih berwarna merah dengan sisipan batupasir merah dan konglomerat. Kehadiran konglomerat dan batupasir sebagai sisipan dalam litologi serpih sebagai penanda dari satuan Formasi Pancur. Umur formasi ini berumur kapur. Formasi Pancur diendapkan secara selaras denga formasi semarung.



26



5. Formasi Tengkis (Kts). Formasi Tengkis (Kts) litologi penyusunnya teridiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan serpih abu-abu. Umur Formasi Tengkis (Kts) adalah Kapur. Hubungan stratigrafi dengan formasi di atasnya ialah selaras. Formasi Tengkis (Kts) diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Tanjung Datu (Jts) 6. Formasi Tanjung Datuk (Jts). Adapun ciri litologi penyusun Formasi Tanjung Datuk (Jts) ialah Batupasir malih, batulempung malih, batulanau malih, dengan sisipan baturijang abu-abu coklat.Formasi ini terbentuk pada masa Jura. 7. Komplek Malihan Persing (PCmp). Satuan Komplek Malihan Persing (PCmp) disusun oleh litologi peselingan filit, batusabak, dan sekis grafit dengan urat-urat kuarsa. Umur dari kelompok malihan ini berumur Prem. Komplek Malihan Persing ini diendapkan secara beda fasies dengan kelompok Kuarsit Bukit Duabelas (PCmpk). 8. Kuarsit Bukit Duabelas (PCmpk). Litologi penyusun Kuarsit Bukit Duabelas (PCmpk) adalah kuarsit dengan sisipan filit dan batusabak, Formasi ini diendapkan mulai dari zaman Carbon-Prem dengan pengendapan beda fasies dengan satuan kelompok Komplek Malihan Persing (PCmp). 9. Granit Tanjungbuku (Jgt) Granit Tanjungbuku hadir sebagai intrusi yang menerobos batuan di atas. Intrusi ini dicirikan dengan hadirnya granit dan diorit.



27



10. Granit Muncung (Tgm). Granit Muncung merupakan intrusi yang disusun dari granit dan diorit.



Gambar 2.6 Geologi Regional Lembar Dabo, Sumatera.



28



Gambar 2.7 Stratigrafi Regional Lembar Dabo, Sumatera.



Berdasarkan letak geografis lokasi daerah penyelidikan yang merupakan wilayah izin usaha pertambangan eksplorasi PT Sirtu Alam Persada, masuk dalam Komplek Malihan Persing. disusun oleh litologi peselingan filit, batusabak, dan sekis grafit dengan urat-urat kuarsa. Umur dari kelompok malihan ini berumur Prem. Komplek Malihan Persing ini diendapkan secara beda fasies dengan kelompok Kuarsit Bukit Duabelas (PCmpk). Morfologi daerah penyelidikan merupakan dataran landai dengan kemiringan lereng landai 0-10. Ketinggian daerah penyelidikan mulai dari 3-50 meter di atas permukaan air laut (mdpl).



29



Gambar 2.8 Penyebaran Komplek Malihan Persing Pada IUP PT SAP (Modifikasi Peta Geologi Lembar Dabo, Sumatera 1994)



2.4



PENYELIDIKAN TERDAHULU Pulau Sumatera pada umumnya banyak menarik perhatian dari berbagai



kalangan untuk melakukan penelitian, baik penelitian dari keterdapatan sumber daya alam hayati maupun non hayati. Secara tektonik Pulau Sumatera, khususnya Kabupaten Lingga banyak dikunjungi oleh peneliti, mulai dari zaman Belanda sampai sekarang. Tektonik Kabupaten Lingga yang masuk Paparan Sunda sebagai pembawa Granit Muncung yang menerus dari Dabo Singkep sampai BangkaBelitung yang dikenal sebagai granit tipe I dan tipe S merupakan granit jalur utama (Main Granits Belt) yang kaya akan mineral kuarsa dan timah. Menurut beberapa peneliti menyebutkan bahwa intrusi granit yang terjadi di jalur Dabo Singkep menerus ke Bangka-Belitung terjadi pada masa Trias Akhir seperti yang



30



dikemukakan oleh I Nyoman Astawa dkk 2015, dalam jurnal Pusat Peneliti dan Pengembangan geologi Bandung. Adapun penyelidikan terdahulu yang pernah melakukan penelitian di daerah penyelidikan dan sekitarnya ialah sebagai berikut : 1. Andhika Junara K. dkk., 2016, Studi keterdapatan mineral thorium pada endapan laterit bauksit di Pulau Singkep dalam rangka pengembangan eksplorasi torium di wilayah jalur Granit timah. Buletin Pusat Pengembangan Bahan Galian Nuklir. 2. Akrom Mustafa 2013, Analisis Perbandingan Geokimia Granit dan Sedimen Dasar Laut di Pulau Singkep Bagian Timur, Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Geologi Kelautan Kementerian Energi dan Sumber



Daya



Mineral



Republik



Indonesia.



Akrom



Mustafa



menerangkan bahwa granit Singkep merupakan granit tipe I&S yang kaya akan mineral Timah dan kuarsa. 3. K.Sutisna, G. Burhan, B. Hermato, ”Peta Geologi Lembar Dabo, Sumatera Skala 1:250.000”. Pustlitbang Geologi Bandung, 1994. Menerangkan mengenai gambaran umum kondisi geologi kabupaten Lingga. 4. Ronaldo Irzon 2014, Genesis of The Muncung Granite In The Lingga Island Base on Geochemical and Microscopal Data. Pusat Survei Geologi Bandung. Ronaldo Irzon menerangkan bahwa tinginya kadar SiO2 atau kuarsa Granit Muncung yang terdapat di Pulau Singkep merupakan sebagai granit tipe-S yang kaya akan mineral timah dan kuarsa. Mineral kuarsa pada granit Muncung telah banyak mengalami pelapukan. 5. Tengku Irwansyah 2018, Aktivitas Penambangan Pasir PT Growa Indonesia di Desa Tanjung Irat, Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Tanjung Pos.id 31



6. I Nyoman Astawa dkk 2015, Indication Of Placer Deposit Occurences For Tin And Rare Earth Elements In The Todak Waters, Singkep, Riau Islands Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung. I Nyoman Astawa dkk menerangkan bahwa Pulau Singkep merupakan jalur utama pada Main Tin Belt Granite dan termasuk pada Western Tin Belt Granite sebagai daerah jalur timah, diperkirakan di daerah ini terdapat lembah (paleo-channel) sebagai daerah sedimentasi pasir asal daratan dan laut yang mengandung konsentrat timah.



32