Geometri Peledakan CJ Konya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Geometri Peledakan CJ Konya (1972) Geometri peledakan bertujuan untuk memperoleh ukuran fragmentasi sesuai dengan yang diinginkan, sehingga perlu memperhatikan geometri dalam suatu perencanaan peledakan. Dalam pengamatan yang dilakukan dilapangan, ada beberapa parameter dari geometri peledakan yang sangat menentukan fragmentasi batuan hasil dari peledakan, antara lain: 1. Burden (B) Burden adalah jarak tegak lurus lubang bor terhadap Bidang Bebas (freeface). Secara teoritis, jika jarak Burden terlalu kecil akan menghasilkan bongkaran yang terlalu hancur dan tergeser jauh dari dinding jenjang dan kemungkinan terjadinya batu terbang (flyrock) akan besar, sedangkan bila jarak Burden terlalu besar akan menghasilkan fragmentasi batuan yang kurang baik, karena gelombang tekan yang mencapai bidang bebas menghasilkan gelombang tarik yang sangat lemah dan di bawah kuat tarik batuan, sehingga batuan dalam area Burden tidak hancur. SGe 0.33



B



= 3,15 x De x [ SGr ]



B



= [ SGr +1,5] x De



B



= 0,67 x De (𝑆𝐺𝑟)



2SGe



Stv 0,33



Keterangan : B = Burden (feet) De = Diameter of explosive (inches)



Stv = Relative bulk strength of explosive SGr = Spesific gravity of rock Struktur geologi daerah juga diperlukan sebagai faktor koreksi terhadap jarak burden. Sedangkan untuk peledakan dimana material hasil peledakan sebelumnya belum seluruhnya dipindahkan (buffer blasting) maka diperlukan faktor koreksi terhadap burden sebesar Kr (Tabel sehingga besarnya burden terkoreksi dapat dihitung berdasarkan persamaan : Bc



= Kd x Ks x Kr x B



Keterangan : Bc



= Burden terkoreksi (feet)



B



= Burden (feet)



Kd



= Faktor koreksi terhadap posisi lapisan batuan (bedding orientation)



Ks Kr



= Faktor koreksi terhadap struktur geologi (geologi structur) = Faktor koreksi terhadap jumlah baris (correction of number of dan buffer blast



row)



Tabel 2.3 Correction For Bedding Orientation And Geologic Structure Bedding Orientation



Kd



Bedding stepply dipping into cut



1.18



Bedding stepply dipping into face



0.95



Other case of deposition



1.00



Geologic Structure



Ks



Heavily cracked, frequent weak joint, weakly



1.30



cemented layers Thin well-cemended layers with tight joints



1.10



Massive intack rock



0.95



Sumber : Konya, 1983



Tabel 2.4 Correction For Number Of Rows Number of Rows



Kr



One or two row of hole



1.00



Third and subsequent rows or buffer blast



0.90



Sumber : Konya, 1983



2.



Spacing (S) Spacing adalah jarak diantara lubang ledak dalam satu garis yang sejajar dengan



bidang bebas. Jarak spacing yang terlalu besar akan menghasilkan fragmentasi yang tidak baik dan dinding akhir yang ditinggalkan relatif tidak rata, sebaliknya bila spacing terlalu



kecil dari jarak burden maka akan mengakibatkan tekanan sekitar stemming yang lebih dan mengakibatkan gas hasil ledakan dihamburkan ke atmosfer diikuti suara bising (noise). Spacing yang kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur. Untuk spacing yang terlalu besar dari ketentuan akan menyebabkan banyak terjadi bongkahan (boulder)dan tonjolan (toe) di antara lubang ledak setelah peledakan. Besarnya spasi dihitung berdasarkan pada perbandingan antara tinggi jenjang dengan burden (L/B) dan delay yang digunakan. Besarnya spasi dapat dihitung berdasarkan pada persamaan berikut : Untuk tinggi jenjang rendah (L/B4) 1.



Intantaneus initiation S



= 2B



2. Delayed initiation S



= 1,4B



Keterangan : S



= Jarak spasi (feet)



L



= Tinggi jenjang (feet)



B



= Jarak burden (feet)



3.



Diameter Lubang Ledak (d atau Ø) Ukuran diameter lubang ledak merupakan faktor yang penting dalam merancang



suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan jarak Burden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya. untuk lubang ledak kecil, energi yang dihasilkan akan kecil, sehingga jarak antar lubang bor (spacing) dan jarak ke Bidang Bebas (burden) haruslah kecil juga, dengan maksud agar energi ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan, begitu pula sebaliknya. 4.



Stemming (T) Stemming adalah lubang ledak bagian atas yang tidak diisi bahan peledak, tetapi



biasanya diisi oleh abu hasil pengeboran atau material berukuran kerikil dan dipadatkan di atas bahan peledak. Panjang stemming juga dapat mempengaruhi fragmentasi batuan hasil peledakan, di mana stemming yang terlalu panjang dapat mengakibatkan terbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak mampu untuk menghancurkan batuan di sekitar stemming tersebut, dan stemming yang terlalu pendek bisa mengakibatkan terjadinya batuan terbang dan pecahnya batuan menjadi lebih kecil. Kriteria stemming yang baik yaitu : 



Dapat menyeimbangkan tekanan di daerah stemming.







Dapat mengurangi gas hasil proses kimia bahan peledak







Dapat mengontrol kemungkinan terjadinya airblast dan flyrock.



Secara teoritis bahan stemming batuan dari batu kerikil atau batuan hasil crushing dengan ukuran kecil jauh lebih baik dari pada cutting pengeboran, karena keterikatannya yang baik, keterkungkungan bahan peledak lebih optimal sehingga tidak ada loos energi ke permukaan (stemming injection) yang dapat menyebabkan distribusi energi bahan peledak



lebih merata. Inilah dasar pemilihan batu split sebagai material stemming karena keterikatan yang baik dan berat jenisnya yang lebih besar dibandingkan cutting pengeboran diharapkan dapat meningkatkan target recovery hasil peledakan overburden dan mengurangi derajat fragmentasi boulder. T



= 0,7B



Keterangan : T= Stemming (m) B= Burden (m) 5.



Kedalaman Lubang Ledak (H) Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas



alat muat) dan pertimbangan geoteknik. Dari hasil perhitungan Subdrilling dan tinggi jenjang dapat ditentukan kedalaman lubang yang harus dibor, formulasi kedalaman lubang ledak H



= Kh . B



Keterangan :



H



= Kedalaman lubang ledak (m)



Kh = Hole dept ratio (1,5 – 4) B 6.



= Burden (m) Subdrilling (J) Subdrilling adalah lubang ledak yang dibor sampai melebihi batas lantai jenjang



bagian bawah supaya batuan dapat meledak secara fullpace dan untuk menghindari kemungkinan adanya tonjolan-tonjolan (toe) pada lantai jenjang lantai bagian bawah. tambahan kedalaman dari lubang tembak di bawah rencana lantai jenjang.



J = 0,3 B Keterangan : J = Subdrilling (feet) B = Burden (feet) 7.



Charge Length (PC) Charge length merupakan panjang kolom isian bahan peledak. Adapun rumus



perhitungannya yaitu : PC = H – T Keterangan : PC = panjang kolom isian (m) H



= kedalaman lubang ledak (m)



T



= stemming (m)



8.



Loading Density (de) Konsentrasi isian (loading density) merupakan konsentrasi isian bahan peledak yang



digunakan dalam kolom isian (PC) lubang tembak. Untuk menghitung lubang tembak maka harus ditentukan dulu jumlah isian bahan peledak permeter/panjang kolom isian (PC). Penentuan jumlah isian bahan peledak yang digunakan per meter kolom lubang ledak dinyatakan dalam satuan kg/m. 9.



Powder Factor (PF) Powder factor adalah perbandingan antara jumlah bahan peledak dengan batuan



yang diledakkan. Adapun rumus perhitungannya yaitu : PF =



Pc x de (B x S x L)



Keterangan :



PC =



panjang kolom isian bahan peledak (m)



De =



loading density (m)



B



=



burden (m)



S



=



spacing (m)



L



=



tinggi jenjang (m)



B. R.L Ash a) Burden (B) Burden merupakan jarak tegak lurus terpendek antara muatan bahan peledak dengan bidang bebas terdekat kemana arah perpindahan material akan terjadi.Pada penentuan jarak burden ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan seperti diameter lubang ledak, densitas batuan, densitas bahan peledak yang dipakai dan kondisi geologi pada daerah tersebut. Semakin besar diameter lubang ledak yang digunakan maka jarak burden akan semakin besar karena bahan peledak yang digunakan semakin banyak tiap lubangnya sehingga energi ledakan yang ditimbulkan semakin besar. Sedangkan jika densitas batuan semakin besar maka diperlukan jarak burden yang semakin kecil agar energi ledakan dapat berkontraksi secara maksimal. Struktur geologi daerah juga diperlukan sebagai faktor koreksi terhadap burden. Jarak burden yang baik adalah jarak dimana energi ledakan bisa menekan batuan secara maksimal sehingga pecahnya batuan sesuai dengan fragmentasi yang direncanakan dengan mengupayakan sekecil mungkin terjadinya batuan terbang, bongkah, dan retaknya batuan pada batas akhir jenjang (Gambar 2.2).



Sumber : Konya (lihatAryantoko, Galih, 2013) Gambar 2.2 Pengaruh Burden Terhadap Hasil Peledakan Perhitungan burden menurut R.L. Ash adalah sebagai berikut :



B= Keterangan :



B



Kb x De 12



= Burden (feet)



De = Diameter lubang ledak (inchi) Kb = Konstanta Burden (Tabel 2.4) Tabel 2.4 Konstanta Burden (kb)



Type Of Explosive Low density (0,8-0,9 g/cm3) and low strength Medium density (1,0-1,2 g/cm3) and medium strength High density (1,3-1,6 g/cm3) and high strength Sumber : R.L.Ash (lihatGalih Aryantoko, 2013)



Soft (< 2t/m3)



Rock Group Medium Hard (2-2,5 t/m3) (>2,5 t/m3)



30



25



20



35



30



25



40



35



30



R.L. Ash mengusulkan suatu persamaan penentuan burden yang didasarkan pada acuan yang dibuat secara empirik, yaitu adanya batuan standart dan bahan peledak standart. Batuan standart memiliki bobot isi 160 lb/cuft, dan bahan peledak standart memiliki berat jenis 1,2 dan kecepatan detonasi 12.000 fpsatau4000 m/det. Apabila batuan yang akan diledakkan sama dengan batuan standart dan bahan peledak yang dipakai ialah bahan peledak standart, maka digunakan burden ratio (Kb) yaitu 30. Tetapi apabila batuan yang diledakkan tidak sama dengan batuan standart dan bahan peledak yang dipakai bukan bahan peledak standart, maka harga Kb standart harus dikoreksi menggunakan faktor penyesuaian (adjustment factor). Maka besarnya burden dapat dihitung dengan persamaan : B



=



Kb x De 12



ft



atau :



B



=



Kb x De 39,3



meter



Faktor penyesuaian (adjustment factor)



Keterangan : Af1



Af1



=(



Af2



=(



Dstd 1/3 D



)



SG x Ve2 SGstd x Ve2 std



1/3



)



= Adjusment factor untuk batuan yang



diledakkan Af2 = Adjusment factor untuk bahan peledak yang dipakai D



= Bobot isi batuan yang diledakkan



SG



= Berat jenis bahan peledak yang dipakai



Ve



= VOD bahan peledak yang dipakai



Dstd



=



Bobot isi batuan standart = 160 lb/cuft atau



2,00 ton/m3 SGstd =



Berat jenis bahan peledak = 1,20



Vestd =



VOD bahan peledak = 12.000 fps atau



4000 m/det Jika Kbstandart= 30 Maka : Kb terkoreksi = 30 x Af1 x Af2 Sehingga untuk menghitung burden digunakan persamaan : B=



Kb𝑡erkoreksi x De 39,3



meter



b) Spacing (S) Spacing merupakan jarak antara lubang ledak dalam satu baris yang sejajar dengan bidang bebas. spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika Spacing lebih besar dari ketentuan akan banyak menyebabkan terjadi bongkah (boulder) dan tonjolan diantara dua lubang ledak setelah peledakan. Untuk menghitung besarnya spacing dapat digunakan beberapa persamaan berikut : S = Ks. B Keterangan :



S



= Spacing (m)



Ks = Spacing ratio (1,0 – 2,0 ) B



= Burden (m)



Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman penentuan spacing adalah sebagai berikut :  Peledakan serentak, S = 2B  Peledakan beruntun dengan delay interval lama (second delay), S=B  Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1B hingga 2B  Jika terdapat kekar yang saling tidak tegak lurus, S antara 1,2 - 1,8B  Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris yang sama, S = 1,15 B c) Stemming (T) temming merupakan panjang kolom antara permukaan lubang ledak dengan permukaan bahan peledak yang terdapat dalam lubang ledak yang diisi oleh material penyumbat. Fungsi dari stemming tersebut adalah : -



Meningkatkan confining pressure dari akumulasi gas hasil peledakan.



-



Menyeimbangkan tekanan di daerah stemming



Besarnya stemming ditentukan dengan persamaan berikut : T= Kt. B Keterangan : T B



= Stemming (m) = Burden (m)



Kt = Stemming ratio (0,7 – 1,0) d) Subdrilling (J) Subdrillling merupakan panjang lubang ledak yang berada dibawah lantai jenjang. Subdrilling diperlukan agar batuan dapat meledak secara keseluruhan dan mengurangi



timbulnya tonjolan pada lantai jenjang atau membuat lantai jenjang relatif rata setelah peledakan.Besarnya subdrilling dapat ditentukan dengan persamaan : J = Kj. B Keterangan : J



= Subdrilling (m)



B



= Burden (m)



Kj = Subdrilling ratio (0,2-0,4) e) Kedalaman Lubang Ledak (H) Kedalaman lubang ledak dapat ditentukan berdasarkan produksi yang diinginkan dan tinggi jenjang yang ada. Kedalaman lubang ledak tidak boleh lebih kecil dari ukuran burden untuk menghindari terjadinya overbreak dan cratering. Kedalaman lubang ledak dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : H= Kh . B Keterangan :



H



= Kedalaman lubang ledak (m)



Kh =Hole dept ratio (1,5 – 4) B



=Burden (m)



f) Panjang Kolom Isian (PC) Panjang kolom isian merupakan panjang kolom lubang ledak yang akan diisi oleh bahan peledak. Panjang kolom isian ini merupakan kedalaman lubang ledak dikurangi panjang stemming yang digunakan. PC= H-T Keterangan :PC



= Panjang kolom isian (PC)



H



= Kedalaman lubang ledak (m)



T



= Stemming (m)



C. Rules of Thumb (Dyno Nobel) Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang diinginkan, maka perlu suatu perencanaan peledakan dengan memperhatikan besaran-besaran geometri peledakan. Dan salah satunya dengan menggunakan teori coba-coba atau yang sering disebut dengan Geometri Peledakan “Rules of Thumb” (Dyno Nobel). Dasar dari penggunaan Teori “Rules of Thumb” adalah dari percobaan para praktisi di lapangan maupun dari produsen bahan peledak yang tujuannya ingin mempermudah dalam menentukan geometri peledakan karena geometri yang selama ini digunakan seperti R.L. Ash (1963) dan C.J. Konya (1972) menyajikan batasan range/konstanta untuk menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan peledak., sehingga para praktisi dilapangan mencetuskan pendesainan geometri “Rules of Thumb” yang penggunaannya lebih simpel dan disesuaikan dengan kondisi lapangan. Untuk menghancurkan batuan maka bahan peledak harus ditempatkan dalam batuan itu sendiri dengan jarak tertentu dibelakang bidang bebas atau disebut free face. Masa batuan tersebut harus memiliki satu atau lebih free face. Geometri peledakan terdiri dari burden, spacing, sub-drilling, stemming, dan kedalaman lubang bor, seperti terlihat pada Gambar III.1.



GAMBAR III.1



DIAGRAM DESAIN PELEDAKAN PADA BENCH 1. Burden Burden dapat didefinisikan sebagai jarak dari lubang bor terhadap bidang bebas (free face) yang terdekat pada saat terjadi peledakan. Peledakan dengan jumlah baris (row) yang banyak, true burden tergantung penggunaan bentuk pola peledakan yang digunakan delay detonator dari tiap-tiap baris delay yang berdekatan akan menghasilkan free face yang baru. Burden juga berpengaruh pada fragmentasi dan efek peledakan (gambar III.2). Burden merupakan variabel yang sangat penting dan kritis dalam mendesain peledakan. Dengan jenis bahan peledak yang dipakai dan jenis batuan yang dihadapi, terdapat jarak maksimum burden agar hasil ledakan menjadi baik. Jarak burden sangat erat hubungannya dengan besar kecilnya lubang bor yang digunakan, secara garis besar jarak burden optimum adalah: Burden = (25 – 40) x Blast Hole Diameter.............................................(3.2)



GAMBAR III.2 PENGARUH BURDEN BAGI HASIL PELEDAKAN Berikut ini persamaan untuk menghitung burden : a. Menurut C.J. Konya



B  3,15.De.3



SGe SGr



Keterangan: B



= burden (ft)



De



= diameter lubang tembak (inch)



SGe



= specific gravity bahan peledak



SGr



= specific gravity batuan yang diledakkan



b. Menurut Langefors



V



db P.S 33 c. f .( E V )



Keterangan: V



= burden (m)



db



= diameter mata bor (mm)



P



= derajat packing (1 – 1,6 kg/dm3)



S



= kekuatan bahan peledak



f



= derajat fraction (jika lubang vertikal = 1)



c



= konstanta batuan (0,45)



E



= spacing (m)



E/V



= perbandingan spacing dengan burden



c. Menurut Anderson



B  d .L Keterangan: B



= burden (ft)



d



= diameter mata bor (inch)



L



= kedalaman lubang bor (ft)



d. Menurut R.L. Ash B  Kb.



d 12



Keterangan: B



= burden (ft)



Kb



= burden ratio (14 – 49 ; harga rata-rata 30)



d



= diameter mata bor (inch)



2. Spacing Spacing adalah jarak antara lubang tembak dalam satu baris (row) dan diukur sejajar terhadap pit wall. Biasanya spacing tergantung pada burden, kedalaman lubang



bor, letak primer, waktu tunda, dan arah struktur bidang batuan. Yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan spacing adalah apakah ada interaksi antar charges yang berdekatan. Bila masing-masing lubang bor diledakkan sendiri-sendiri dengan interval waktu yang cukup panjang, untuk memungkinkan setiap lubang bor meledak dengan sempurna, tidak akan terjadi interaksi antar gelombang energi masing-masing. Kalau waktu tunda diperpendek maka akan terjadi interaksi sehingga menyebabkan efek yang kompleks. Spacing merupakan fungsi daripada burden dan dihitung setelah burden ditetapkan terlebih dahulu. Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spacing lebih besar dari ketentuan akan menyebabkan banyak terjadi bongkah (boulder) dan tonjolan (stump) diantara dua lubang ledak setelah peledakan. Pada Geometri Rules of Thumb menerapkan peledakan dengan pola equilateral (segitiga sama sisi) dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris yang sama. Spacing = 1,15 x Burden………………………………………………….(3.3) Berikut ini persamaan untuk menghitung spacing : a. Menurut C.J. Konya



S  B.L Keterangan: S



= spacing (m)



L = kedalaman lubang ledak (m) B = burden (m) b. Menurut Langefors E  1,25.V



Keterangan: E = spacing (m) V = burden (m) c. Menurut R.L. Ash



S  Ks.B Keterangan: S



= spacing (ft)



Ks = spacing ratio (1-3; rata-rata 1,5) B = burden (ft)



2. Diameter Lubang Ledak / Blast Hole Diameter Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting dalam merancang suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan jarak burden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya. Untuk diameter lubang tembak yang kecil, maka energi yang dihasilkan akan kecil. Sehingga jarak antar lubang bor dan jarak ke bidang bebas haruslah kecil juga, dengan maksud agar energi ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan. Begitu pula sebaliknya.Pemilihan diameter lubang ledak di didalam teori “Rules of Thumb” dipengaruhi oleh besarnya tinggi jenjang / bench height . Namun dalam pengamatan saya kali ini pemilihan diameter lubang ledaknya berdasarkan laju produksi yang direncanakan. Karena makin besar diameter lubang akan diperoleh laju produksi yang besar pula dengan persyaratan alat bor dan kondisi lapangan yang baik. Berikut adalah formula dari teori “Rules of Thumb” dalam penentuan diameter lubang ledak: Blast Hole Diametre (mm) ≤ 15 x Bench Height (m)……………..…….(3.1)



3. Sub-drilling Subdrilling adalah tambahan kedalaman daripada lubang bor dibawah rencana lantai jenjang. Subdrilling perlu untuk menghindari problem tonjolan pada lantai (toe), karena dibagian ini adalah tempat yang paling sukar diledakkan. Dengan demikian, gelombang ledak yang ditimbulkan pada lantai dasar jenjang yang akan bekerja secara maksimum. Tujuan dari sub-drilling



adalah supaya batuan bisa meledak secara full face



sebagaimana yang diharapkan. Tonjolan-tonjolan pada lantai (floor) yang terjadi setelah dilakukan peledakan akan menyulitkan peledakan selanjutnya, atau pada waktu pemuatan dan pengangkutan Besarnya KJ tergantung dari struktur dan jenis batuan, serta arah lubang bor. Pada batuan yang miring KJ yang dibutuhkan lebih kecil. Terkadang pada lubang bor yang vertikal juga sering tidak diperlukan adanya sub-drilling, misalnya stripping atau rock quarry tertentu.



pada coal



Subdrilling = (3 – 15) x Blast Hole Diameter.........................................(3.4) Nilai subdrilling dapat ditentukan dengan menggunakan rumus-rumus berikut: 1. Menurut C.J. Konya



SD  Ks.B Keterangan: SD = subdrilling (ft) Ks = antara 0,3 sampai 0.5 B = burden (ft) 2. Menurut R.L. Ash J  Kj.B



Keterangan: J



= subdrilling (ft)



Kj = subdrilling ratio (rata-rata 0,33 dan minimum 0,3) B = burden (ft)



4. Stemming Stemming adalah panjang isian lubang ledak yang tidak diisi dengan bahan peledak tapi diisi dengan material seperti tanah liat atau material hasil pemboran (cutting), dimana stemming berfungsi untuk mengurung gas yang timbul sehingga air blast dan flyrock dapat terkontrol. Untuk bahan stemming batuan hasil dari crushing jauh lebih baik daripada cutting rock (material bekas pemboran). Namun dalam hal ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi fragmentasi batuan hasil peledakan. Dimana stemming yang terlalu panjang dapat mengakibatkan terbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak mampu untuk menghancurkan batuan di sekitar stemming tersebut, dan stemming yang terlalu pendek bisa mengakibatkan terjadinya batuan terbang dan pecahnya batuan menjadi lebih kecil (Gambar III.3). Panjang pendeknya stemming juga akan mempengaruhi hasil dari peledakan, jika stemming terlalu panjang, maka : a. Ground vibration tinggi (getar tinggi) b. Lemparan kurang c. Fragmentasi area jelek



d. Suara kurang Jika stemming terlalu pendek : a. Fragmentasi diarea bawah jelek b. Terdapat toe di floor (tonjolan di floor) c. Terjadi flying rock (batu terbang) d. Suara keras (noise) or (airblast) Stemming ≥ 20 x Blast Hole Diametre or (0,7 – 1,2) x Burden…………. (3.5) Rumus-rumus menghitung stemming antara lain: Menurut C.J. Konya T  Kb 



OB 2



Keterangan: T



= stemming (m)



Kt = 0.17 sampai 1 kali B B



= burden (m)



OB = overburden (m) Menurut R.L Ash



T  Kt.B Keterangan: T



= stemming (ft)



Kt



= stemming ratio (0,5-1; rata-rat 0,7)



B



= burden (ft)



6. Kedalaman Lubang Tembak / Blast Hole Depth Kedalaman lubang ledak tergantung pada ketinggian bench, burden, dan arah pemboran. Kedalaman lubang tembak merupakan penjumlahan dari besarnya stemming dan panjang kolom isian bahan peledak. Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik. Blast Hole Depth = Bench Height + Subdrilling………………………… (3.7)



Kedalaman lubang tembak tidak boleh lebih kecil dari burden. Hal ini untuk menghindari terjadinya overbreaks atau cratering. Disamping itu letak primer menentukan kedalaman lubang bor. Berdasarkan arah lubang ledak maka kedalaman lubang ledak dapat ditentukan dengan rumus:



Untuk lubang ledak vertikal



H  L J Keterangan: H



= kedalaman lubang ledak (m)



L



= tinggi bench (m)



J



= subdrilling (m)



Untuk lubang ledak miring H



L J cos 



Keterangan: H



= kedalaman lubang ledak (m)



L



= tinggi bench (m)



J



= subdrilling (m)



α



= sudut kemiringan lubang ledak terhadap bidang vertical.



7. Bench Height/Tinggi Jenjang Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan kainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian setelah parameter atau aspek - aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh kemampuan alat bor dan ukuran mangkok serta tinggi jangkauan alat muat.



GAMBAR III.3 PENGARUH DIAMETER LUBANG TEMBAK BAGI TINGGI STEMMING



Umumnya peledakan pada tambang terbuka dengan diameter lubang besar, tinggi jenjang berkisar antara 10 -15 m. pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah kestabilan jenjang jangan sampai runtuh, baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran peledakan. Dapat disimpulkan bahwa dengan jenjang yang pendek memerlukan diameter lubang bor yang kecil, sementara untuk diameter lubang bor yang besar dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi. Bench Height ≥ Blast Hole Diametre / 15………………………………... (3.6)



8. Charge Length / Panjang Kolom Isian Bahan Peladak Bagian dari lubang tembak yang berisikan bahan peledak dan juga primer. Dalam perhitungan besarnya kolom isian bahan peledak menggunakan rumus sebagai berikut : Charge Length = ≥ 20 x Blast Hole Diametre……………………………. (3.7)



9. Powder Factor (PF) Powder factor adalah perbandingan antara jumlah bahan peledak dengan berat batuan yang diledakkan. Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut : PF = 0.5 – 1 Kg per Square Meter of Face………………………………... (3.8)



10. Fragmentasi Kepentingan dari fragmentasi tidak bisa diremehkan karena pada tingkatan yang luas fragmentasi merupakan ukuran dari suksesnya peledakan, hal ini mempengaruhi biaya operasional dan perawatan dari operasi-operasi selanjutnya serta termasuk pengoperasian alat berat seperti penggalian atau pemuatan, pengangkutan dan crushing. Oleh karena itu pengeboran dan peledakan sangat berhubungan dengan optimasi



operasi-operasi



selanjutnya. Fragmentasi yang buruk menghasilkan oversize atau bongkahan besar yang mengakibatkan bertambahnya biaya penghancuran sekunder untuk mengurangi ukurannya sampai pada ukuran yang dapat diolah secara ekonomis, aman dan efisien dengan alat-alat angkut dan muat. Faktor fragmentasi batuan dapat digolongkan dalam tiga kelompok parameter: a. Parameter peledak, mencakup densitas, kecepatan detonasi, volume gas dan energi yang tersedia. b. Parameter pemuatan lubang ledak, mencakup diameter lubang ledak, stemming, decoupling, serta tipe dan titik inisiasi. c. Parameter batuan yang berhubungan dengan densitas batuan, kekuatan (compressive dan tensile), tekstur dan kecepatan propagasi. Produksi berlebih dari batuan undersize atau berukuran halus juga tidak diinginkan karena mengindikasikan penggunaan berlebih yang tidak berguna dari bahan peledak, pengurangan ukuran yang ekonomis dapat dicapai dengan penggunaan instalasi crushing yang sesuai. Biar bagaimanapun dibawah kondisi tertentu, fragmentasi dapat diperbaiki dengan mengadopsi salah satu atau lebih lengkah berikut (diterapkan dalam peledakan bench): 1. Mengurangi spacing antara lubang yang saling sejajar dalam baris. 2. Mengurangi jarak burden. 3. Menggunakan detonator dengan short delay. Sangat penting mengetahui fragmentasi hasil peledakan secara teoritis sebelum peledakan dilakukan. Peramalan fragmentasi dengan memperhitungkan factor geologi disamping beberapa parameter peledakan lain biasanya dilakukan dengan cara Kuz-Ram (Cunningham, 1983). Cara ini terdiri dari dua persamaan, yaitu:



1.



Persamaan Kuznetsov untuk mencari ukuran rata-rata dari hasil peledakan dalam cm.



 Vo   X  A  Qe 



0 ,8



 E  .Qe    115  1



1 9 30



6



Keterangan, X =



ukuran rata-rata dari hasil peledakan (cm)



A =



Faktor batuan 7 untuk batuan medium strength 10 untuk batuan keras yang berjoint intensif 13 untuk batuan keras dengan sedikit joint sebaiknya antara 8 – 12 (Cunningham, 1983) Blastability index (BI) x 0,15 (Lily, 1986) volume batuan dalam m3 per lubang ledak



Vo =



(burden x spacing x tinggi bench) Qe =



Massa bahan peledak yang digunakan tiap lubang ledak (kg)



E =



Kekuatan berat relative bahan peledak (ANFO = 100 ; TNT = 115)



2.



Persamaan Rosin-Ramler untuk mencari material yang tertahan pada saringan.



Re



 x   xc



   



n



.100%



 X   X c    0.693 



1



n



Keterangan, R



= Perbandingan material yang tertahan pada saringan



X



= Ukuran screen



Xc



= Karakteristik dari ukuran batuan



n



= index keseragaman = (2,2 – 14 B/d) (1 – W/B) (1 + (A’ – 1)/2) L/H . SF



B



= burden



d



= Diameter lubang tembak (mm)



W



= standart deviasi dari kedalaman lubang bor (m)



A’



= spacing / burden



L



= panjang charge di atas level (m)



H



= tinggi bench (m)



SF



= staggered factor (Jika memakai staggered drilling pattern maka n dinaikkan 10 %) = 1,1 untuk pemakaian staggered drilling pattern.