Harga Pokok Penjualan Dan Beban Operasional [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HARGA POKOK PENJUALAN DAN BEBAN OPERASIONAL



Disusun Oleh: 1. Destiawanda Isabella D.S



(161600112)



2. Anggi Meitasari



(161600137)



3. Aniefvia Putri Mahardika A (161600194)



PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA 2018



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan karunia akal budi serta hidayahnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Harga Pokok Penjualan dan Beban Operasional” dengan baik dan terselesaikan tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk pengajuan tugas mata kuliah Akuntansi Perpajakan di jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya . Kami menyadari bahwa makalah ini belum pada tingkat kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang perlu di benahi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wacana baru bagi pembaca dan bermanfaat bagi tugas kami selanjutnya.



Akhir kata kami mengucapkan terimakasih atas dukungan dan arahan dari semua pihak.



Surabaya, 25 Mei 2018



Penyusun



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2 DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3 BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 4 1.1 Latar belakang .......................................................................................... 4 1.2 Rumusan masalah..................................................................................... 4 1.3 Tujuan ...................................................................................................... 5 BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 6 2.1 Harga Pokok Penjualan ............................................................................ 6 2.6 Beban Operasional ................................................................................... 8 2.7 Beban yang Tidak Diperbolehkan Pajak ................................................ 15 BAB III PENUTUP ........................................................................................... 21 3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 21 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 22



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beban pokok usaha Harga Pokok Penjualan (HPP) diakui menggunakan pendekatan kausalitas, yaitu mengaitkan beban secara langsung dengan penghasilan. Oleh karena itu, HPP diakui pada saat persediaan itu dijual. HPP dipengaruhi oleh sistem pencatatan dan penilaian persediaan. Dalam pencatatan persediaan terdapat aturan-aturan mengenai metode yang dapat digunakan menurut perpajakan. Dalam akuntansi komersial, semua biaya termasuk kerugian (losses) dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan neto (net income). Untuk tujuan perpajakan, tidak semua biaya dapat dibuktikan/dikeluarkan dalam usaha memperoleh penghasilan, ketentuan perpajakan mengakuinya sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan. Karena terdapat perbedaan antara perlakuan harga pokok penjualan dan beban operasional menurut akuntansi dan perpajakan, serta begitu pentingnya pembahasan ini. Hal itu mendorong penulis untuk membuat makalah yang berjudul “Harga Pokok Penjualan dan Beban Operasional”.



B. Rumusan Masalah Seperti yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah : 1. Hal apa saja yang dapat mempengaruhi harga pokok penjualan (HPP) ? 2. Metode apa saja yang biasa digunakan dalam pencatatan persediaan dan sesuai ketentuan perpajakan? 3. Biaya apa saja yang termasuk kedalam biaya yang dapat dikurangkan maupun tidak dapat dikurangkan menurut perpajakan?



4



C. Tujuan Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui ketentuan perpajakan terkait harga pokok penjualan dan beban operasional 2. Memberikan wawasan tentang perbedaan perlakuan dalam akuntansi dan perpajakan khususnya untuk harga pokok penjualan dan beban operasional.



5



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Harga Pokok Penjualan Beban pokok usaha Harga Pokok Penjualan (HPP) diakui menggunakan pendekatan kausalitas, yaitu mengaitkan beban secara langsung dengan penghasilan. Oleh karena itu, HPP diakui pada saat persediaan itu dijual. HPP dipengaruhi oleh system pencatatan dan penilaian persediaan. Menurut Weygant, Kimmel dan Kieso (2011: 202-203), ada dua system yang dikenal dengan pencatatan persediaan, yaitu sebagai berikut. 1. Sistem Periodik Dalam system periodic, persediaan dan HPP tidak dapat diketahui sewaktuwaktu. Persediaan dihitung dengan melakukan perhitungan fisik (stock opname) pada setiap akhir periode. Hasil perhitungan tersebut dipakai untuk menghitung HPP. 2. Sistem Perpetual Sistem perpetual menyajikan informasi mengenai persediaan dan HPP setiap saat tanpa melakukan perhitungan fisik (stock opname). Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, sistem pencatatan persediaan tidak diatur secara jelas. Selama sistem dapat menunjukan kebenaran pencatatan maka ketentuan perpajakan dapat menerimanya. Menurut Wild dan Kwok (2011:201-220), penilaian persediaan barang dagang dibagi atas berikut. a. Specific Identification Method b. Cost Flow Method: First-in, First-out (FIFO) dan Average-cost c. Estimasi Persediaan: Gross Profit Method dan Retail Inventory Method Untuk Spesific Identification Method, Gross Profit Method dan Retail Inventory Method telah dibahas dalam Bab 5 Persediaan.



2.2 Metode Masuk-Pertama Dan Keluar-Pertama (FIFO)



Metode masuk-pertama dan keluar-pertama (First in First out-FIFO) ini berasumsi bahwa persediaan yang pertama kali dijual adalah persediaan yang



6



pertama kali dibeli. Dengan demikian, hanya ada persediaan yang dibebankan sebagai HPP berasal dari persediaanyang dibeli pertama kali.



2.3 Metode Rata-Rata (Average-Cost) Dalam metode ini, HPP ditentukan dari biaya rata-rata per unit untuk masingmasing persediaan setiap kali pembelian dilakukan. Menurut Pasal 10 ayat (6) UU PPh, penilaian pemakaian persediaan untuk menghitung HPP menurut pajak hanya boleh dilakukan dengan menggunakan metode FIFO dan metode Average. Pemilihan metode tersebut harus dilakukan secara taat asas. WP tidak diperkanankan menggunakan metode penilaian mana yang lebih rendah antara harga perolehan dengan harga pasar. Contoh: Perusahaan pada awal tahun 2011 mempunyai persediaan awal bahan baku sebanyak 1000 unit dengan harga satuan Rp.1.000. selama tahun 2011 perusahaan membeli baban baku sebagai berikut. 50.000 unit, 75.000 unit, 100.000 unit dan 125.000 unit dengan harga per unit adalah sebesar Rp900, Rp1.000,Rp1.100 dan Rp1.200. Selama tahun 2011 perusahaan mengeluarkan bahan baku untuk produksinya sebagai berikut. 45.000 unit, 70.000 unit, 100.000 unit dan 30.000 unit. Besarnya bahan baku yang dipergunakan untuk proses produksi dan besarnya persediaan bahan baku akhir yang akan dicatat oleh perusahaan adalah sebagai berikut. 2.4 Metode FIFO Persediaan akhir (unit)



= Persediaan Awal + Pembelian – Produksi = 1.000 + (50.000 + 75.000 + 100.000 + 125.000) -



(45.000 + 70.000 + 100.000 + 30.000)



= 16.000 unit Persediaan akhir (Rp)



= 16.000 unit x Rp 1.200 = Rp. 19.200.000



Persediaan Awal



= 1.000 unit x Rp 1.000 = Rp. 1.000.000



Pembelian



= 50.000 unit x Rp 900 = Rp. 45.000.000 75.000 unit x Rp. 1.000 = Rp. 75.000.000



7



100.000 unit x Rp. 1.100 = Rp. 110.000.000 125.000 unit x Rp. 1.200 = Rp. 150.000.000 = Rp. 380.000.000 Harga Pokok Produksi



= Persediaan awal + pembelian – persediaan akhir = Rp. 1.000.000+Rp. 380.000.000–Rp. 19.200.000 = Rp. 361.800.000



2.5 Metode Average Persediaan awal



= 1.000 unit x Rp. 1.000



= Rp



1.000.000



Pembelian



= 50.000 unit x Rp 900



= Rp 45.000.000



75.000 unit x Rp. 1.000



= Rp 75.000.000



100.000 unit x Rp. 1.100



= Rp110.000.000



125.000 unit x Rp. 1.200



= Rp150.000.000



351.000 unit



= Rp381.000.000



Harga per unit



=Rp381.000.000/351.000 unit = Rp1.085 per unit



Persediaan akhir (Rp)



= 16.000 unit x Rp1.085 = Rp17.360.000



Harga Pokok Produksi



= (45.000+70.000+100.000+30.000) x Rp1.085 = 245.000 unit x Rp1.085 = Rp265.825.000



BEBAN OPERASIONAL 2.6 Beban yang Boleh Dikurangkan Dalam akuntansi komersial, semua biaya termasuk kerugian (losses) dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan neto (net income). Untuk tujuan perpajakan, tidak semua biaya dapat dibuktikan/dikeluarkan dalam usaha memperoleh penghasilan, ketentuan perpajakan mengakuinya sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU PPh, beban yang dapat dikurangkan (deductible expenses) adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk berikut ini. a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,



8



gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, royalti dan sewa; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi asuransi; biaya promosi penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan PMK-02/PMK.03/2010; biaya administrasi; dan pajak kecuali PPh. Biaya harus valid, reliable dan wajar. Dengan demikian, semua pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain PPh, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai (BM), dapat dibebankan sebagai biaya. b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, sepanjang harta yang disusutkan/diamortisasi tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. e. Kerugian selisih kurs mata uang asing Untuk tahun 2008 dan sebelumnya, apabila WP membukukan transaksi dengan kurs tetap (kurs historis) atau kurs yang benar-benar terjadi sesuai kurs yang diakui oleh bank yang berkaitan atas realisasi perkiraan mata uang asing yang bersangkutan, maka selisih kurs diakui pada saat terjadinya realisasi pembayaran. Sedangkan, apabila WP membukukan transaksi dengan kurs tengah BI atau kurs yang benar-benar berlaku pada akhir periode menurut Bank Indonesia, maka selisih kurs diakui pada akhir tahun. Mulai tahun 2009, penggunaan kurs tetap sudah tidak diperkenankan, sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 huruf l UU PPh. Dalam penjelasan pasal tersebut, mengungkapkan bahwa system penilaian yang sesuai dengan SAK dalam pengakuan keuntungan selisih kurs sehingga tidak aka nada lagi perbedaan antara akuntansi dan fiscal. f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.



9



g. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan. Biaya tersebut dikeluarkan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan memperhatikan kewajaran dan kepentingan perusahaan (PMK-246/PMK.03/2008 jo. PMK154/PMK.03/2009). h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat: 1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Dirjen Pajak; 3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang Negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah uang tertentu; dan 4. Syarat pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil. Pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK105/PMK.03/2009 jo. PMK-57/PMK.03/2010. i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan dengan PP 93 Tahun 2010. j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan PP93 Tahun 2010. k. Biaya pembangunan infrastruktur social yang ketentuannya diatur dengan PP 93 Tahun 2010 l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan PP 93 Tahun 2010. m. Sumbangan dalam rangka pembianaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan PP 93 Tahun 2010.



Penghasilan bruto selain dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (ayat 1), juga boleh dikurangi dengan kerugian perusahaan yang dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun



10



pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun (ayat 2). Sedangkan untuk WP orang pribadi dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) (ayat 3). Selain itu, beban-beban berikut ini juga merupakan beban yang dapat dikurangkan (deductible expenses) yaitu: 1) Pembentukan dana cadangan Sesuai PMK-81/PMK.03/2009, diatur bahwa besarnya dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai beban untuk: 



Usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, SGU dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang,







Usaha asuransi,







Lembaga Penjamin Simpanan,







Biaya reklamasi usaha pertambangan,







Biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan,







Biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri.



2) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, seperti penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan PMK-83/PMK.03/2009 adalah sebagai berikut: Keterangan



Bagi Perusahaan



Bagi Pegawai



Non-deductible



Non-taxable



Expense



Income



1. Fasilitas pengobatan a. Di klinik/rumah sakit milik perusahaan



b. Di klinik/rumah sakit milik pihak ketiga



Deductible Expense Taxable Income



2. Fasilitas



mendiami



perusahaan a. Bukan di daerah terpencil



rumah



milik Non-deductible



Non-taxable



Expense



Income



Deductible Expense



11



b. Di daerah terpencil



Non-taxable Income



3. Perlengkapan keselamatan kerja yang Deductible Expense diwajibkan oleh peraturan keselamatan



Non-taxable Income



kerja 4. Fasilitas rekreasi dan olahraga a. Dekat atau dalam kota



b. Jauh dari kota



Non-deductible



Non-taxable



Expense



Income



Deductible Expense Non-taxable Income



5. Biaya perjalanan dalam rangka dinas



Deductible Expense



Non-taxable Income



6. Fasilitas pelatihan dan pendidikan



Deductible Expense



Non-taxable Income



7. Fasilitas kafetaria



Deductible Expense



Non-taxable Income



8. Fasilitas kendaraan dan telepon genggam



Deductible Expense



Non-taxable



a. Tidak dibawa pulang ke rumah



Deductible Expense Income



b. Dibawa pulang ke rumah



hanya 50% nya



Non-taxable Income hanya 50% nya



9. Premi



asuransi



yang



dibayar



oleh Deductible Expense



Taxable Income



pemberi kerja



3) Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan yang antara pemberi dan penerimanya memiliki hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan seperti terlihat pada table berikut ini. Hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pemberi dan penerima Jenis Penghasilan



Ada Hubungan Pemberi



Penerima



Tidak Ada Hubungan Pemberi



Penerima



12



Bantuan



atau Deductible Objek



sumbangan, termasuk Expense



Pajak



zakat atau sumbangan keagamaan



Non-



Bukan Objek Pajak



deductible



(PP-18/ 2009)



Expense



yang



sifatnya



wajib,



diterima oleh badan atau orang pribadi Harta hibah, bantuan, Deductible Objek



Non-



Bukan Objek Pajak



atau sumbangan yang Expense



deductible



(PMK-



Expense



245/PMK.03/2008)



Non-



Bukan Objek Pajak



deductible



(PMK-



Expense



247/PMK.03/2008)



diterima



Pajak



oleh



keluarga,



badan



(keagamaan; pendidikan;



sosial)



dan



pribadi



orang



yang



menjalankan



usaha



mikro



dan



kecil. Bantuan



atau ---



santunan



yang



diterima WP tertentu



---



(tidak mampu, sedang mengalami



bencana



alam,



tertimpa



masalah)



yang



dibayarkan



oleh



Badan Penyelenggara Jaminan Sosial



4) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat (zakat yang diterima oleh badan amil atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah) dan sumbangan keagamaan (sumbangan keagamaan yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk oleh Pemerintah) yang sifatnya wajib bagi



13



pemeluk agama yang diakui di Indonesia, dikecualikan sebagai objek PPh sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan di antara pihak yang bersangkutan; sesuai dengan PP 18 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009. Bantuan atau sumbangan dalam bentuk uang atau barang kepada orang pribadi atau badan. Contoh: PT Dimdim membayar zakat 2,5% dari hartanya senilai Rp10.000.000 kepada Lazis “Amanah” yang pendiriannya telah disetujui oleh pemerintah, dan atas zakat tersebut diberikan tanda terima, maka untuk Lazis “Amanah” zakat tersebut bukanlah merupakan penghasilan tetapi untuk PT Dimdim merupakan beban yang dapat dikurangkan. 5) Biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya. Pembebanan sebagai biaya perusahaan hanya sebesar 50% dalam tahun pajak yang bersangkutan melalui penyusutan asset tetap kelompok 1 dan atas beban berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler tersebut dapat dibebankan sebagai beban rutin perusahaan. (KEP-220/PJ./2002 jo. SE-09/PJ.42/2002). Contoh: Atas pembelian handphone oleh PT Yesia selama tahun 2010 telah dibayar langganan kartu Halo sebesar Rp7.000.000 maka biaya yang boleh di bebankan adalah sebesar 50% x Rp7.000.000 = Rp3.500.000. perbedaan tersebut antara fiskal dengan akuntansi harus dilakukan koreksi fiskan positif. 6) Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau sejenis, termasuk juga pengeluaran rutin untuk pembelian atau pemakaian bahan bakar, yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya. Pembebanan sebagai biaya perusahaan hanya sebesar 50% dalam tahun pajak yang bersangkutan melalui penyusunan asset tetap kelompok 2 dan atas beban pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan tersebut dapat dibebankan sebagai beban rutin perusahaan. (KEP220/PJ./2002 jo. SE-09/PJ.42/2002)



14



7) Bunga pinjaman dapat dibebankan sebagian apabila rata-rata tertimbang pinjaman per bulan > rata-rata tertimbang deposito atau tabungan per bulan. Besarnya bunga pinjaman yang dapat dibebankan tersebut adalah sebesar jumlah bunga yang terutang atas rata-rata jumlah pinjaman yang melebihi rata-rata jumlah deposito/tabungan (SE-46/PJ.4/1995 berlaku 5 Oktober 1995). Bunga pinjaman yang dapat di bebankan: Tingkat rata- rata terimbang rata- rata terimbang bunga X saldo pinjaman saldo deposito pinjaman per bulan per bulan Contoh: PT Moci meminjam uang dari bank Amanda sebesar Rp250.000.000 dengan bunga 20% per tahun. Namun demikian, PT Moci juga mempunyai tabungan berupa deposito sebesar Rp100.000.000 dengan bunga 15% per tahun. Besarnya biaya yang seluruh pinjaman tersebut dibelikan saham PT Poki. Bunga bank sebesar Rp250.000.000 x 20% = Rp5.000.000 tidak dapat diperlakukan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PhKP) tetapi dikapitalisasi pada nilai saham sehingga nilai saham menjadi Rp25.000.000 + Rp5.000.000 = Rp30.000.000. 8) Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) UU PPN sepanjang dapat dibuktikan bahwa pajak masukan tersebut telah benar-benar dibayar dan berkenaan dengan pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan memelihara.



2.7 Beban yang Tidak Dipebolehkan Pajak Berbeda dengan akuntansi komersial, untuk tujuan perhitungan PhKP tidak semua biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Pasal 9 ayat (1) UU PPh menyebutkan jenis-jenis biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebagai berikut: a) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.



15



Dividen dengan segala bentukknya, pada prinsipnya merupakan bagian laba dari perusahaan tersebut yang akan dikenakan PPh sehingga bukan merupakan biaya untuk mendapatkan PhKP. Demikian juga dengan sisa hasil usaha pada koperasi, yang pada dasarnya merupakan bagian atas kelebihan dari pendapatan dikurangi biaya, yang merupakan objek PPh sehingga bukan merupakan biaya untuk mendapatkan PhKP. Begitu pula dengan pengeluaran untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, dan anggota dipersamakan, dengan pembagian laba dan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan badan. Pengembalian sebagian premi oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis yang biasa disebut dengan dividen juga disamakan dengan dividen saham dan tidak dapat dikurangkan sebagai penghasilan kena pajak perusahaan asuransi. b) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota. Hal ini seperti perbaikan rumah pribadi, perjalanan pribadi, premi asuransi yang dibayarkan oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau anggota keluarganya. Contoh : Perjalanan dinas yang dikeluarkan oleh perusahaan selama tahun 2011 sebesar Rp 500.000.000 di mana terdapat perjalanan pemegang saham beserta keluarganya dalam rangka rekreasi ke Australia. Atas beban perjalanan tersebut yang dapat menjadi pengurang untuk mendapatkan PhKP adalah sebesar Rp 200.000.000 sedangkan Rp.300.000.000 harus dilakukan koreksi fiskal. c) Pembentukkan atau pemupukan dana cadangan (PMK-81/PMK.03/2009), Kecuali: 



Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, SGU dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;







Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;







Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;







Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;



16







Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan







Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri. Berbeda dengan akuntansi komersial yang menganut prinsip konservatif, dalam perpajakan prinsipnya adalah pendekatan realisme. Hanya kerugian yang betul terjadi yang dapat diakui sebagi pengurangan penghasilan.



Contoh: PT Diestri dalam laporan laba rugi komersialnya telah membebankan dana cadangan piutang tak tertagih sebesar 2% dari rata-rata piutang yaitu sebesar Rp 100.000.000. Secara fiskal, dana cadangan piutang tak tertagih tersebut harus dilakukan koreksi fiskal d) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh WP orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi WP bersangkutan (wajib dipotong PPh Pasal 21). Premi asuransi jiwa dianggap merupakan pemakaian penghasilan wajib pajak, oleh karena itu premi tersebut bukan merupakan beban penghasilan. e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan, kecuali penyediaaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan PMK83/PMK.03/2009. Contoh: PT Edson membebankan biaya makan di tempat kerja untuk seluruh karyawannya sebesar Rp 300.000.000 di mana Rp 100.000.000 adalah biaya makan yang dilakukan di hotel, maka biaya makan yang diperbolehkan secara fiskal adalah sebesar Rp 100.000.000 hal tersebut merupakan koreksi positif karena mengurangi beban yang akan menambah laba secara fiskal. f) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.



17



Contoh: i) PT Woci membayar gaji kepada Ronron, salah satu pemegang sahamnya yang juga menjabat sebagai salah satu direktur sebesar Rp 100.000.000 per bulan. Pada tingkat jabatan yang sama dan di perusahaan yang sejenis gaji untuk direktur rata-rata hanya sebesar Rp 70.000.000. Dengan demikian, Rp 30.000.000 merupakan jumlah yang melebihi kewajaran tersebut, bukanlah merupakan biaya untuk mendapatkan PhKP. ii) PTs Boki, dalam gajinya terdapat pembayaran gaji untuk salah satu direkturnya, dan ternyata adalah anak dari salah satu pemegang saham perusahaan tersebut sebesar Rp 100.000.000. Dari data perusahaan dan juga dibandingkan dengan data perusahaan lainnyayang sejenis bahwa gaji direktur yang wajar adalah Rp50.000.000. Beban gaji haruslah dikoreksi fiskal Rp 50.000.000 untuk mengurangi besarnya beban atau menambah penghasilan menurut pajak. g) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh, kecuali sumbangan dalam pasal 6 ayat (1) huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, dan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah berdasarkan ketentuannya diatur dalam PP 18 Tahun 2009. Contoh: (1) PT Dimjati memberikan bantuan kepada PT Matthew sebesar Rp 100.000.000 karena kedua perusahaan tersebut tidak mempunyai hubungan usaha dan hubungan kepemilikan maka untuk PT Matthew bukanlah merupakan penghasilan dan untuk PT Dimjati, bukan juga merupakan biaya untuk mendapatkan PhKp (2) PT Pokimoci telah membebankan sumbangan yang diberikan kepada yayasan keagamaan yang tidak disahkan oleh pemerintah sebesar Rp 50.000.000 sebagai biaya. Biaya tersebut haruslah dikoreksi karena biaya



18



tersebut tidak diperbolehkan mengurangi PhKP, sehingga haruslah dikoreksi fiskal positif. h) Pajak Penghasilan. PPh tidak boleh dikurangkan sebagai biaya karena bukan merupakan biaya untuk memperoleh atau menagih penghasilan. i) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang menjadi tanggungannya. j) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. k) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikkan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangan-undangan di bidang perpajakan. Contoh: PT Margaret pada bulan Januari samapai dengan Maret 2012 telah diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) sebesar Rp 312.000.000 dengan rincian Rp 300.000.000 merupakan pokok PPh 25, dan Rp 12.000.000 merupakan sanksi bunganya. atas STP tersebut baik pokok maupun sanksinya tidak diperkenankan sebagai pengurang PhKP, tetapi pokok STP tersebut merupakan kredit pajak. Selain itu, biaya-biaya sebagai berikut juga tidak dapat dikurangkan. 1) Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pasl 9 ayat (8) UU PPN barang dan/atau jasa dan PPnBM sepanjang dapat dibuktikan benar telah dibayar. 2) Pajak masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dalam menentukan besarnya PhKP sebagaimana pasal 9 ayat (1) UU PPh sesuai dengan PP 94 Tahun 2010. 3) Kerugian dari pengalihan harta atau utang yang tidak memiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha/kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara objek pajak (PP 94 Tahun 2010). Contoh:



19



Perusahaan mempunyai sebuah villa yang kemudian dijual. Apabila laba, maka laba tersebut merupakan objek pajak, tapi apabila rugi, maka kerugiannya tidak dapat dibiayakan oleh pajak. 4) Dalam hal pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai sisa buku merupakan penghasilan nbagi perusahaan. 5) Biaya entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya, sepanjang tidak ada hubungannya dengan kegiatan usaha WP atau yang tidak dibuatkan daftar nominatif untuk dilampirkan pada SPT Tahunan PPh. 6) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak,atau yang penghasilannya dikenakan PPh bersifat final, atau pengenaan pajaknya berdasarkan Norma Penghitungan Pengahsilan Neto dan Norma Penghitungan Khusus sesuai dengan PP 94 Tahun 2010. 7) Biaya yang tidak dapat dibuktikan pengeluarannya, seperti biaya tanpa didukung bukti/dokumen. 8) PPh yang ditanggung pemberi penghasilan (PP 94 Tahun 2010) 9) Bunga pinjaman seluruhnya tidak dapat dibebankan, apabila rata-rata tertimbang bunga pinjaman per bulan ≤ rata-rata tertimbang deposito/tabungan per bulan. (SE-46/PJ.4/1995)



20



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan 1) Harga pokok penjualan (HPP) dipengaruhi sistem pencatatan dan penilaian persediaan seperti metode FIFO dan metode rata-rata. 2) Beban operasional terbagi menjadi dua kategori yaitu biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan dan biaya yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan. 3) Jika terdapat perbedaan antara pencatatan akuntansi dan pajak (fiskal) maka perlu dilakukan koreksi fiskal. Koreksi fiskal terbagi menjadi dua, yaitu koreksi fiskal positif, artinya yang menambah pengahsilan, dan koreksi fiskal negatif yang mengurangi penghasilan.



21



DAFTAR PUSTAKA



Agoes, Sukrisno, Trisnawati, Estralita. 2013. Akuntansi Perpajakan Edisi 3. Jakarta. Salemba Empat.



22