Hewan Dan Lingkungan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN HEWAN DAN LINGKUNGANNYA (Kisaran toleransi dan faktor pembatas)



Pendaming praktikum: Dini Oktaviani



Disusun oleh: Neng Hilma Hamidah 1127020044 Biologi 4 B



Tempat pelaksanaan



: Lab. Biologi UIN Bandung



Waktu pelaksanaan



: Selasa, 18 Februari 2014 (12.30-15.00 WIB)



Waktu pengumpulan



: Selasa, 25 Februari 2014



JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2014



I.



LATAR BELAKANG Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan variabel lingkungan yang dihadapi organisme tersebut (Campbell, 2004). Artinya bahwa setiap organisme harus mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya. Adaptasi tersebut berupa respon morfologi, fisiologis dan tingkah laku. Pada lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan homeostatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi biota perairan (Tunas, 2005).



Menurut Soetjipta (1993) Air memiliki beberapa sifat termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat dari pada udara. Selanjutnya Soetjipta menambahkan bahwa walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripada di udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama, oleh karena itu mahluk akuatik sering memiliki toleransi yang sempit. Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya (Tunas, 2005). Sebagai hewan air, ikan memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organorgan ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan (Yushinta, 2004). Secara kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa spesies mampu hidup pada suhu air mencapai 290C, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu air yang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap suhu umumnya terbatas (Sukiya, 2005). Hal tersebut dapat diamati dari perubahan gerakan operculum ikan. Kisaran toleransi suhu antara spesies ikan satu dengan lainnya berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu terendah yang dapat menyebabkan kematian berada tepat diatas titik beku, sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis ikan (Tunas, 2005). Telah diketahui diatas bahwa suhu merupakan faktor abiotik yang paling berpengaruh pada lingkungan perairan, maka perlu diketahui bagaimana suhu mempengaruhi aktifitas biologis spesies ikan tertentu melalui gerakan operculum Ikan Mas Komet (Carassius auratus).



II.



TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mengetahui perubahan gerakan operculum Ikan Mas Komet (Carassius auratus) terhadap perubahan suhu air. 2. Mengetahui respon tingkah laku Ikan Mas Komet (Carassius auratus) akibat perubahan suhu air.



III.



METODE Praktikum ini dilakukan pada hari selasa, 18 Februari 2014 pukul 12.30 – 15.00 WIB di laboratorium biologi UIN SUnan Gunung Djati Bandung.



IV.



ALAT DAN BAHAN Alat



V.



Jumlah



Bahan



Jumlah



Thermometer



1 buah



Ikan mas komet (Carassius auratus)



1 ekor



Timer



1 buah



Air



Secukupnya



Panci



1 buah



Es batu



Secukupnya



Akuarium



1 buah



Alat tulis



1 set



Kamera



1 buah



CARA KERJA Panaskan air dalam panci hingga hangat suam-suam kuku. Selagi menunggu air panas, lakukan pengamatan ikan pada perlakuan suhu ruang (280 C), hitung jumlah gerakan operculum dan perilaku Ikan mas komet (Carassius auratus) dalam waktu 1 menit. Lakukan pengamatan yang sama dengan perlakuan suhu yang berbeda (400 C dan 500 C menggunakan air yang sudah dipanaskan, untuk 230 C dan 130 C menambahkan es batu). Kemudian catat hasil pengamatan pada tabel pengamatan. Air dalam panci  Dipanaskan sampai suhu 550 C Air hangat sampai suam-suam kuku



Ikan pada air dalam akuarium dengan suhu tertentu (280 C , 400 C, 500 C, 230 C , 130 C)  Amati dan hitung jumlah gerakan operculum ikan pada masing-masing perlakuan suhu  Catat hasil pada tabel pengamatan



Hasil



VI.



HASIL Data hasil pengamatan kisaran toleransi dan faktor pembatas Suhu air



Jumlah gerakan operculum



280



95



Normal dan lincah



400



120



Gelisah dan lemas



0



Aktivitas berenang



50



0



Lemas, tidak bergerak pada detik ke-30



230



86



Normal dan tenang



130



69



Normal dan tenang



Foto pengamatan



Pengukuran suhu air



Ikan pada suhu ruang



Ikan pada suhu tinggi



Ikan pada suhu rendah



(Sumber: Dokumen pribadi)



VII. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini yaitu mengamati kisaran toleransi dan faktor pembatas bagi ikan komet (Carassius auratus). Yang menjadi faktor pembatasnya yaitu suhu. Alasan memakai suhu air karena suhu merupakan salah satu faktor penting dalam setiap ekosistem, selain itu ikan merupakan hewan yang adaptif terhadap perubahan suhu lingkungannya. Seperti menurut Sukiya (2005), secara keseluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air suhu air, seperti vertebrata poikiloterm lain suhu tubuhnya bersifat ektotermik, artinya suhu tubuh sangat tergantung atas suhu lingkungan. Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie, 1990). Pada pengamatan ikan di suhu ruang (280 C), ikan beraktivitas secara normal dan bergerak lincah, berdasarkan hasil pengamatan didapat pergerakan operculum ikan sebanyak 95 kali. Selanjutnya pengamatan dilakukan pada suhu rendah terlebih dahulu sebab ikan sangat rentan terhadap suhu tinggi sehingga meminimalisir kemungkinan ikan mati. Pada perlakuan suhu 230 C gerakan ikan normal dan tenang, tidak terlalu banyak bergerak dan jumlah gerakan operculum sebanyak 86 kali. Sedangkan pada perlakuan suhu 130 C jumlah gerakan operkulumnya lebih rendah yaitu 69 kali tetapi pergerakan nya masih normal dan tenang tidak melakukan banyak aktifitas. Ikan tidak bayak melakukan pergerakan karena ia menurunkan aktifitas metabolisme nya agar bisa bertahan pada suhu rendah, artinya ia sedang melakukan proses adaptasi terhasap suhu lingkungannya. Menurut Djamal (1992) Adaptasi diartikan merupakan kemampuan individu untuk mengatasi keadaan lingkungan dan menggunakan sumber-sumber alam lebih banyak untuk mempertahankan hidupnya dalam relung yang diduduki. Ini bahwa setiap organisme mempunyai sifat adaptasi untuk hidup pada berbagai macam keadaan lingkungan. Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tinggi, tetapi suhu rendah menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa penurunan laju respirasi dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan



pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen. Ini merupakan kemungkinan ikan tidak banyak bergerak (tenang). Pada pengamatan perlakuan ikan dengan suhu 400 C ikan melakukan pergerakan operculum yang sangat cepat dalam satu menit gerakannya sebanyak 120 kali, ia juga mengeluarkan telurnya, perilaku ikan menjadi gelisah dan lemas saat mendekati menit-menit terakhir. Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah mengakibatkan ikan menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun (Tunas. 2005). Begitu juga pada suhu 500 C ikan tidak melakukan pergerakan dan menjadi mati saat detik ke-50. Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi. Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu (Kanisius, 1992). Laju gerakan operculum ikan mempunyai korelasi positif terhadap laju respirasi ikan. Salah satu faktor fisik lingkungan perairan adalah suhu. Permukaan air peka terhadap perubahan suhu, perubahan suhu dipengaruhi oleh letak geografisnya, ketinggian tempat, lama paparan terhadap matahari dan kedalaman badan air (Tunas, 2005). Kenaikan suhu air akan dapat menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut: a. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun. b. Kecepatan reaksi kimia meningkat c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati (Kanisius, 2005). Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi terhadap penyakit, juga ikan akan mengalami stres manakala terpapar pada suhu di luar kisaran yang dapat ditoleransi (Tunas, 2005).



VIII. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan bahwa ikan mas komet memiliki kisaran toleransi suhu maksimal sampai 400 C karena pada saat 500 C ikan tidak bisa bertahan dan mati. Pada suhu 130 C dan 230 C ikan masih bisa bertahan namun tidak banyak bergerak. Dan suhu lingkungan optimum untuk ikan adalah 280 C.



IX.



DAFTAR PUSTAKA Campbell, Neil. 2004. Biologi Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta. Penerbit Erlangga. Djamal, Zoer’aini. 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi. Jakarta : Penerbit P.T Bumi Aksara. Ewusie. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung. Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogjakarta: Penerbis Kanisius. Soetjipta. 1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Yogjakarta: Penerbit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sugiri. Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. Tunas, Arthama Wayan. 2005. Patologi Ikan Toloestei. Yogjakarta: Penerbit Universitas Gadjah Mada. Yushinta, Fujaya. 2004. Fisisologi Ikan. Jakarta: Penerbit P.T Rineka Cipta.