HIPERKES KUNJUNGAN KELOMPOK 1 Edit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PRAKTIK KUNJUNGAN LAPANGAN ONLINE INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU (BARECORE) KELOMPOK 1



Disusun oleh : 1. Dr. Achmad Agus Purwanto 2. Dr. Aita Aladianse Ria Pawestri 3. Dr. Angeline Sibarani 4. Dr. Anisa Pratiwi Arumningsih 5. Dr. Arina Husna 6. Dr. Belia Dwi Hapsari Nugraheni 7. Dr. Bobby Adi Chandra 8. Dr. Budi Cahyono Ponco Utomo 9. Dr. David Akbar Matamari 10. Dr. Defita Ratna Wati 11. Dr. Erna Chrismawati 12. Dr. Fathiya Khansa Diarti PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA BAGI DOKTER PERUSAHAAN KERJASAMA BALAI K2 DAN CV. GRACIA MEDISTRA WEEKEND CLASS 5,6,12,13,19 DAN 20 NOVEMBER 2021



i



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan kunjungan perusahaan



Walk



Through



Survey



melalui



display



audiovisual



sebagaimana mestinya. Laporan ini disusun untuk melengkapi rangkaian kegiatan Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja yang dilaksanakan pada weekend class 5,6,12,13,19 dan 20 November 2021. Laporan ini memaparkan mengenai faktor bahaya lingkungan kerja / higiene industri, seperti aspek bahaya fisika, kimia, biologi, sanitasi dll pada Industri Pengolahan kayu (Barecore). Dalam usaha penyelesaian laporan ini, kami banyak memperoleh bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini. Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami menerima semua saran dan kritikan yang membangun guna perbaikan kedepannya.



Semarang, 20 November 2021



Penulis



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......................................................................................i DAFTAR ISI..................................................................................................ii BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang.........................................................................1 1.2 Maksud dan Tujuan................................................................. 2 1.3 Dasar Hukum...........................................................................3 1.4 Gambaran Umum Perusahaan................................................3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................9 2.1 Higiene Perusahaan................................................................9 2.2 Lingkungan Kerja.....................................................................9 2.3 Faktor-Faktor Lingkungan Kerja............................................10 2.3.1Faktor fisik.......................................................................10 2.3.2Faktor biologi..................................................................13 2.3.3Faktor kimia....................................................................14 2.5 Konsep Dasar Higiene Perusahaan...................................... 19 2.6 Pengendalian Lingkungan Kerja dan Monitoring Lingkugan Kerja......................................................................20 2.7 Pengelolaan Limbah...............................................................21 BAB 3 HASIL PENGAMATAN................................................................. 24 3.1 Faktor Fisik.............................................................................24 3.1.1Kebisingan......................................................................24 3.1.2Pencahayaan..................................................................25 3.1.3Iklim dan suhu.................................................................25 3.1.4 Radioaktif.......................................................................26 3.2 Faktor Kimia...........................................................................26 3.3 Faktor Biologi.........................................................................27 3.4 Sanitasi Lingkungan Industri.................................................. 27



iii



3.5 Proses Pengolahan Limbah................................................... 28 BAB 4 PEMECAHAN MASALAH............................................................. 30 4.1 Bagian Pencahayaan ............................................................ 30 4.5 Bagian Kebisingan................................................................. 30 4.6 Bagian Suhu dan Iklim...........................................................30 4.1 Bagian Pembuangan Limbah ............................................... 31 4.5 Bagian Toilet.......................................................................... 31 4.6 Bagian Kebersihan Lingkungan.............................................31 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................32 5.1 Kesimpulan.............................................................................32 5.2 Saran......................................................................................33 BAB 6 PENUTUP.....................................................................................34 REFERENSI..............................................................................................35



BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Dasar Hukum (peraturan perundangan yang dijadikan acuan) BAB 2. HASIL 2.1 Gambaran umum dan proses produksi industri pengolahan kayu (barecore) 2.2 Identifikasi faktor bahaya, risiko yang ditimbulkan serta upaya pencegahan / penanggulangan yang dilakukan, dengan fokus pembahasan sebagai berikut : a.



Kelompok 1 : faktor bahaya lingkungan kerja /



iv



higiene industri, seperti aspek bahaya fisika, kimia, biologi, sanitasi d BAB 3. PENUTUP 3.1



Kesimpulan



3.2



Penutup Daftar Pustaka



v



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat



ini



Indonesia



merupakan



negara



berkembang



dengan



banyaknya industri dan teknologi proses produksi yang semakin maju. Maka semakin meningkat pada bahan, produksi, intensitas, dan waktu kerja untuk para tenaga kerja. Hal ini dapat menimbulkan kelelahan, kurangnya



perhatian,



dan



lain-lain



sampai



dapat



menyebabkan



kecelakaan. Oleh sebab itu keselamatan kerja diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Kesehatan kerja merupakan hak semua pekerja. Kesehatan lingkungan kerja sering kali dikenal juga dengan istilah Higiene Industri atau Higiene Perusahaan. Selain itu Kegiatannya bertujuan agar tenaga kerja terlindung dari berbagai macam risiko akibat lingkungan kerja diantaranya melalui pengenalan, evaluasi, pengendalian dan melakukan tindakan perbaikan yang mungkin dapat dilakukan. Melihat risiko bagi tenaga kerja yang mungkin dihadapi di lingkungan kerjanya, maka perlu adanya personil di lingkungan industri yang mengerti tentang hygiene industri dan menerapkannya di lingkungan kerjanya Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan. Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak



1



pada masyarakat luas. Setiap tempat kerja mengandung potensi bahaya bagi tempat kerja sehingga terjadi kemungkinan keadaan darurat. Potensi bahaya tersebut meliputi potensi bahaya fisika, kimia, biologis, ergonomis dan psikologis. Kesehatan lingkungan kerja sering kali dikenal juga dengan istilah Higiene Industri atau Higiene Perusahaan. Tujuan utama dari Higien Perusahan dan Kesehatan Kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat



dan



produktif.



Hygiene



perusahaan



adalah



suatu



upaya



pemeliharaan lingkungan kerja (fisik, kimia, radiasi dan sebagainya) dan lingkungan perusahaan. Upaya ini terutama dilakukan dalam hal pengamatan, pengumpulan data, merencanakan, dan melaksanakan pengawasan terhadap segla kemungkinan gangguan kesehatan tenaga kerja dan masyarakat di sekitar perusahaan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pengkajian terhadap faktor-faktor potensi bahaya yang mempengaruhi pada Industri Pengolahan kayu (Barecore) mengenai permasalahan yang ditimbulkan serta usaha-usaha yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Adapun kunjungan perusahaan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman



dan



kompetensi



dokter



berkenaan



dengan



implementasi konsep hygiene industry dan kesehatan kerja pada perusahaan. Untuk memperoleh gambaran bagaimana proses produksi di perusahaan bisa menimbulkan risiko bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja bagi tenaga kerja 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi faktor bahaya fisika yang meliputi getaran, kebisingan, pencahayaan, iklim kerja panas, dan radiasi. 2. Mengidentifikasi faktor bahaya kimia yang meliputi jenis bahan kimia, sifat, penyimpanan, dan sebagainya.



2



1.3 Dasar Hukum Beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan higiene industri antara lain sebagai berikut. 1. UU No. 3 Tahun 1969 Tentang Persetujuan Konferensi ILO No. 120 Mengetahui Higiene Dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor. 2. UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. 3. UU No. 10 Tahun 1977 Tentang Ketenaganukliran. 4. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 5. Peraturan menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 Tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja. 6. PP 63 Tahun 2000 Tentang Keselamatan Kerja Terhadap Kemanfaatan Radiasi Pengion. 7. Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan Kerja. 8. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. 2/M/Bw/Bk/1984 Tentang Pengesahan Alat Pelindung Diri. 9. Permenakertrans No. 01/Men/1981 Tentang Penyakit Akibat Kerja. 10. Peratutan Menteri Tenaga Kerja RI No. 13/Men/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja. 11. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep 187/Men/1999 Tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya. 12. Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja



3



BAB II HASIL PENGAMATAN



2.1



Gambaran umum dan proses produksi industri pengolahan kayu (barecore)



2.1.1 Gambaran umum perusahaan PT Albasia Batang Sejahtera adalah salah satu perusahaan yang mempunyai produk dari industry kayu di Indonesia. Perusahaan ini baeralamat di Dusun Sari rejo, Desa Banaran, Kecamatan Banyuputih,



Kabupaten



Batang,



Jawa



Tengah.



Perusahaan



Indonesia dengan nomor registrasi 53/22557 ini didirikan pada tahun 2014. Produk unggulan dari perusahaan ini adalah Bare Core,



Block



Board



untuk



dan



Plywood.



Perusahaan



ini



berkomitmen



menyediakan produk kayu olahan yang tahan lama dengan kualitas yang bersaing dengan dunia. Selain itu perusahaan ini menklaim bahwa kayu bahan dari produk asalnya adalah dari sumber yang legal. Kualitas olahan kayu perusahaan mempunyai kualitas ekspor, terbukti dari kerjasama perusahaan dengan perusahaan asing, diantaranya, Linyi Bohao International Trading Limited Company, Zhejiang



Newfine



Industry



Co.,



Ltd,



Ahcof



International



Development Co., Ltd, Jiaxing Elsa International Trade Co., dan masih banyak perusahaan luar negeri lainnya Perusahaan ini memiliki alamat website: https://albasiabatang.com/.



4



Jam kerja perusahaan ini hanya 1 shift yaitu jam 8.00 hingga jam 17.00 2.1.2 Alur Produksi 1. Memilih bahan baku terlebih dahulu. Bahan baku untuk pembuatan barecore adalah kayu lunak diantaranya adalah kayu albasia / sengon, bisa berbentuk gelondongan atau balken (kayu yang sudah jadi bentuk balok). Bahan baku berbentuk balken dengan ukuran panjang 130 cm, lebar 8 cm dan tebal 6,2 cm. 2. Proses pengeringan balken. Proses ini dilakukan untuk mengurangi moisture content/kadar air balken yang rata-rata sebesar 40% menjadi 6%. Proses ini membutuhkan



waktu



kurang



lebih



sekitar



6



hari.



proses



pengeringan kayu ini dilakukan dalam sebuah ruangan besar seperti oven raksasa yang biasa disebut dengan kiln dry. 3. Pemotongan bahan baku. Bahan baku dipotong menjadi 3 bagian dengan menggunakan mesin cross cutting yang masing-masing memiliki ukuran 42 cm x 15,8 cm x 5,8 cm. Dalam proses pemotongan ini juga dilakukan sortir untuk memisahkan mana yang bisa diproses lebih lanjut, mana kayu yang retak. Proses ini menghasilkan waste (limbah), karena harus memotong ujung dari kayu yang rusak. 4. Proses penghalusan (double planner). Proses menghaluskan permukaan kayu dilakukan dengan mesin double planner. Dalam proses ini juga dihasilkan waste (limbah), karena faktor bahan baku yang tidak pernah berbentuk balok sempurna sehingga harus diratakan permukaannya menjadi bentuk kotak rata dengan ukuran 42cm x 15,8cm x 5,5 cm, atau bisa juga karena retak yang diketahui setelah kayu dihaluskan, sehingga operator harus membuang kayu yang retak tersebut.



5



5. Proses pembelahan (multi rip). Proses lanjutan setelah double planner adalah dengan mesin multi rip, dimana kayu yang sudah dihaluskan pada proses double planner



kemudian



dipotong



lagi



menjadi



10



bagian



dan



menghasilkan masing-masing dengan ukuran 42 cm x 1,33 cm x 5,5 cm.



Potongan-potongan ini disebut dengan core piece. Dari



proses ini juga menghasilkan waste (limbah), karena adanya kayu yang lebih kecil atau lebih tipis dari ukuran standarnya. 6. Proses penyusunan dan pengeleman. Setelah



proses



pemotongan



disusun/disatukan



satu



persatu



balok



kayu



membentuk



(core



pieces)



lembaran



dan



dilakukan pengeleman dengan bahan resin bubuk bentuk khusus yang dikembangkan dari liquid urea formaldehida resin. 7. Proses pengepresan. Setelah pengolesan lem, susunan core pieces ditidurkan sehingga menjadi bentuk papan, kemudian dimasukkan ke dalam proses pengepresan untuk menyatukan core pieces yang telah diolesi lem sebelumnya. Proses ini menggunakan mesin press hidrolis dengan arah pengepresan dari 2 arah yaitu dari atas dan samping. Core pieces dipress dengan teknik finger joint selama 15 menit. hasil ukuran proses ini adalah 126 cm x 248 cm x 1,33 cm. 8. Proses pengeringan. Selesai proses press, maka barecore yang hampir jadi dilanjutkan ke proses pengeringan lem dengan air dryer supaya pengeringan bisa merata. Kemudian dilakukan inspeksi akhir dengan cara menjatuhkan barecore ke lantai, jika tidak ada satu core pun yang lepas, maka barecore tersebut memenuhi standar produksi. 9. Proses cutting finishing. Pada proses cutting finishing, barecore yang sudah jadi dirapikan lagi sisi-sisinya. Hasil akhirnya adalah papan ukuran 126 cm x 246 cm x 1.33 cm.



6



Setelah



proses finishing maka barecore ditumpuk/disusun



dan



dilakukan pengepakan (packing) yang berisi 83 sheets atau 26 sheets barecore.



DIAGRAM PROSES PEMBUATAN BARECORE



Bahan Baku



Pengangkutan



Pengeringan



Pemotongan



Penghalusan



Pembelahan



Penyusunan



Pengeleman



Persiapan Press



Pengeringan Lem



Pemotongan



Pengepresan



7



Pengepakan



HASIL PENGAMATAN Kunjungan PT Cakra Steel dilakukan pada hari Kamis,18 Maret 2018 pukul 13.00- 16.00 WIB. Selama proses walk through survey berlangsung, penulis melakukan observasi terhadap faktor fisik, faktor biologi, faktor kimia, kebersihan, petugas higiene industri dan pengolahan limbah yang dilakukan oleh pekerja. 3.1 Faktor Fisik Pada kunjungan ditemukan beberapa faktor fisik yang berbahaya, seperti : 1. Kebisingan Pada pengamatan, terdapat bising yang ditimbulkan oleh mesin steel melting yaitu EAF (Electric Arc Furnace). Terdapat juga bising yang dihasilkan oleh mesin quality control yaitu yang menguji dimensi, uji tarik dan uji tekuk. Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan pihak perusahaan didapatkan kebisingan di lingkungan laboratorium > 90 dB. Secara umum keadaan bising di lokasi pabrik PT. Cakra Steel kami anggap tidak dievaluasi



dengan



baik.



Hal



ini



dapat



menyebabkan



8



ketidaknyamanan pekerja dan dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. Sebagian besar pekerja tidak memakai pelindung telinga berupa ear muff atau ear plug. Hanya beberapa yang bekerja di bagian rolling mills yang memakai APD untuk perlindungan telinga.



2. Pencahayaan Menurut hasil pengamatan di PT. Cakra Steel menggunakan sumber sinar matahari dan sumber buatan (lampu) sebagai sumber penerangan. Sumber sinar matahari melalui jendelajendela dan ventilasi udara di sekitar gedung. Penerangan buatan menggunakan lampu neon berwarna putih dan kuning. Pada ruangan produksi tampak digunakan warna putih terang pada dinding dan langit-langit. Pada ruangan kantor terlihat bagian lorong



kantor



yang



menggunakan



lampu



dengan



bohlam



berwarna kuning dan kurang menerangi seisi lorong. pada bagian dalam ruangan kantor disesuaikan dengan luas tiap ruangan kerja dan aktivitas yang dilakukan pada ruangan tersebut. Secara umum penerangan pada bagian kantor belum dievaluasi dengan baik dan belum dilakukan pengukuran dengan luxmeter secara berkala. 3. Iklim dan suhu



9



Menurut hasil pengamatan di PT. Cakra Steel, mesin yang digunakan untuk steel melting dapat menghasilkan suhu yang panas yang menyebabkan paparan panas yang berlebih (head exposure/dehydration), cipratan cairan dari TCM (liquid splashes from TCM) dan kepulan asap billet (billet smoke). Mesin untuk Rolling mills juga menghasilkan paparan panas yang berlebih. Menurut paparan dari pihak HSE, suhu di dalam bucket melting dapat mencapai 1200°C, dan mesin rolling mills 600-800°C. Saat dilakukan kunjungan, proses melting sedang tidak beroperasi. Hanya rolling mills yang sedang berproduksi. Seluruh pekerja telah memakai pakaian kerja, namun tidak ada yang memakai APD spesifik untuk perlindungan panas.



4.



Radioaktif PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills menggunakan mesin yang menghasilkan radioaktif yaitu pada steel meting. Namun bahan radioaktif yang dimaksud tidak diketahui. Pada pekerja tidak dibekali alat pengukur radiasi.



3.2 Faktor Kimia Bahaya dari bahan kimia pencemar yang mungkin dihasilkan dari proses- proses dalam industri besi-baja/logam terhadap lingkungan dan kesehatan yaitu : 1. Debu, biasanya industri besi dan baja menhasilkan debu-debu yang mengandung logam Fe yang dapat mencemari udara.



10



Pencemaran Fe sangat berpeotensi menimbulkan fibrosis paru, iritasi mukosa dan sesak nafas 2. Karbon monoksida (CO), dapat menyebabkan gangguan serius, yang diawali dengan napas pendek dan sakit kepala, berat, pusing-pusing pikiran kacau dan melemahkan penglihatan dan pendengaran.



Bila



keracunan



berat,



dapat



mengakibatkan



pingsan yang bisa diikuti dengan kematian. 3. Karbon dioksida (CO2) dapat mengakibatkan sesak nafas, kemudian sakit kepala, pusing-pusing, nafas pendek, otot lemah, mengantuk dan telinganya berdenging 4. Belerang dioksida (SO2), Dalam industri besi dan baja, banyak memberikan dampak bagi lingkungan. Besi dan baja (tanur logam) banyak dihasilkan SOx karena mineral-mineral logam



banyak



terikat dalam bentuk sulfida. Pada proses peleburan sulfida logam diubah



menjadi oksida logam. Proses ini juga sekaligus



menghilangkan belerang dari kandungan logam karena belerang merupakan pengotor logam. Pada suhu tinggi sulfida logam mudah dioksida menjadi oksida logam melalui reaksi berikut: 2ZnS + 3O2  2ZnO + 2SO2 2PbS + 3O2  2PbO + 2SO2 Selain tergantung dari pemecahan batu bara yang dipakai sebagai bahan bakar, penyebaran gas SOx, ke lingkungan juga tergantung dari keadaan meteorology dan geografi setempat. Kelembaban udara mempengaruhi kecepatan perubahan SOx menjadi asam sulfat maupun asam sulfit yang akan berkumpul bersama awan yang akhirnya akan jatuh sebagai hujan asam.



SO2 pada



konsentrasi 6-12 ppm dapat menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, peradangan lensa mata (pada konsentrasi 20 ppm), pembengkakan paru-paru/celah suara. 5. Asap, dapat mengganggu pernafasan, menghalangi pandangan, dan bila tercampur dengan gas CO 2, SO2, maka akan memberikan



11



pengaruh yang membahayakan seperti yang telah diuraikan diatas. 6. Fosfor, digunakan dalam pembuatan besi baja pada tahap pemadatan baja. Hasil buangan akhir dari proses tersebut adalah terbentuknya beberapa senyawa fosfat. Terlalu banyak fosfat dapat menyebabkan masalah, seperti kerusakan ginjal dan osteoporosis. 3.3 Faktor Biologi Berdasarkan pengamatan penulis di PT. Cakratunggal Steel, ditemukan beberapa faktor biologis yaitu : 1. Terdapat genangan air yang terbuka yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan vektor. 2. Terdapat tumpukan sampah di area pengolahan limbah dan di area parkir kendaraan khusus pegawai yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan vector dan organisme pathogen lainnya. 3. Terdapat



beberapa



besi



tua



berkarat



yang



dibiarkan



berserakan dibeberapa tempat dekat area pejalan kaki dan berpotensi mencederai serta menjadi tempat masuk organisme patogen kedalam tubuh. Perlu dilakukannya pencegahan guna menghindari hal-hal yang dapat terjadi akibat faktor biologi yaitu melakukan pengendalian vektor yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja maupun kecelakaan kerja seperti menghilangkan dengan menutup genangan air, memberikan label atau tanda bahaya di tempat yang berisiko timbul kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. 3.4 Sanitasi Lingkungan Industri Berdasarkan pengamatan selama di PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills ditemukan kebersihan umum perusahaan terjaga dengan baik ditinjau



dari



interior



maupun



eksterior



bangunan



perusahaan.



Pemeliharaan fasilitas industri rutin dilakukan untuk menjaga kebersihan umum dari perusahaan tersebut.



12



Namun dari bagian belakang perusahaan ditemukan beberapa tumpukan sampah yang tidak terjaga dengan baik. Pada bagian dinding terlihat kotor dan berdebu.



Kebersihan di dalam perusahaan seperti



dinding, lantai, dan atap tampak berdebu dan kotor. Daerah kerja tampak berdebu dan lantai kotor karena hasil dari mesin. Petugas kebersihan berjumlah 28 orang, terbagi dalam 2 shift. Sampah dibuang ke tempat pembuangan sampah dan di ambil oleh pihak kedua untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir setiap 90 hari. Tampak terdapat beberapa tempat sampah namun tidak di setiap ruangan. Di dalam ruangan terdapat toilet umum yang lantai, dinding, kloset duduk terjaga dengan baik dan bersih. Pada toilet ditemukan adanya sabun maupun tisu. Ventilasi di lingkungan kerja kurang baik terdapat beberapa jendela di beberapa bagian ruangan. Jumlah toilet pada pabrik ini tidak sebanding dengan jumlah pekerja yang berjumlah >200 orang. Jumlah pekerja saat ini berkisar 800-1.000 orang. Berdasarkan informasi dari narasumber, penyediaan kebutuhan air untuk proses produksi, menggunakan air PAM dan air dari sumur bor. Sedangkan untuk minum air didapat dari air galon. Pada perusahaan tersebut setiap karyawan diberikan makanan seperti makanan catering pada saat siang hari, dan disediakannya ruangan tempat makan didalam perusahaan tersebut. Berdasarkan



pengamatan,



ditemukan



kebersihan



umum



perusahaan kurang terjaga ditinjau dari interior maupun exterior bangunan pabrik. Pemeliharaan fasilitas industri dilakukan secara berkala setiap satu bulan sekali. Kebersihan di dalam perusahaan seperti dinding, lantai, dan atap tampak terawat dengan baik. Daerah kerja tampak bersih dari sampah. PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills juga memiliki cleaning service yang selalu membersihkan daerah pabrik sebelum dan setelah waktu bekerja. 3.5 Proses Pengolahan Limbah



13



Proses pengolahan limbah PT. Cakratunggal Steel sudah cukup baik. Sebagian besar limbah pada produksi baja adalah limbah padat dan dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Limbah padat proses produksi : scrap dan slag 2. Limbah padat hasil pengelolaan air limbah industri : scale, slurry, dan sludge 3. Limbah padat hasil pengelolaan buangan gas/emisi udara : debu electric arc furnace (EAF) Proses regulasi limbah berdasarkan pengamatan pada PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills dibagi menjadi 2, yang pertama untuk limbah padat yang masih dapat digunakan seperti slag, scale dan scrap akan dikumpulkan dan ditampung sementara, kemudian digunakan kembali dalam proses pembuatan baja berikutnya. Yang kedua, untuk limbah yang tak dapat di daur ulang kembali menjadi baja, maka akan dipindahkan ke dumping area yang kemudian oleh pihak ke-dua limbah tersebut akan dikirim kepada perusahaan asing yang nantinya akan digunakan dalam proses produksi material lain. Walaupun industri baja/logam tidak menggunakan larutan kimia, tetapi industri ini tetap mencemari air karena buangannya dapat mengandung minyak pelumas, Fe terlarut dan asam (H 2SO4 atau HCL) yang berasal dari proses pickling untuk membersihkan bahan plat yang bercampur dengan air selama proses pendinginan maupun proses-proses yang lain dalam pembuatan baja. Oleh sebab itu zat cair buangan dalam proses pembuatan baja akan dialirkan kedalam suatu



container



khusus



dan



mengalami



pengolahan



serta



pengurangan kontaminan-kintaminan seperti oli yang nantinya akan dimanfaatkan kembali, lumpur yang telah di Filter Press langsung dibuang dengan bucket truck ke dumping area. Kemudian, air pembuangan tersebut langsung dibuang ke sebuah kanal setelah dilakukan pH monitoring dan pengurangan kontaminan berbahaya. Setelah proses tersebut, air yang sudah bersifat netral dan tidak



14



berbahaya tersebut akan dikirimkan ke pihak external untuk diperiksa keamanan nya setelah itu dialirkan secara perlahan ke saluran pembuangan air yang kemudian akan mengalir ke parit yang terletak di sekitar gedung perusahaan atau digunakan kembali.



15



BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1 Bagian Pencahayaan N



Permasalaha



Undang-Undang



Saran



o 1.



n Pencahayaan



Peraturan



yang belum di



Menteri



berkala



evaluasi



Perburuhan no.7



luxmeter, sehingga sumber cahaya



dengan baik.



tahun 1964



buatan







Dilakukan



pemeriksaan dengan yang



secara



menggunakan mulai



menurun



kualitasnya atau redup, dapat segera diganti, diharapkan ruangan-ruangan kerja



tetap



mendapatkan



pencahayaan yang sesuai. 4.2 Bagian Kebisingan N



Permasalahan



Undang-



Saran



o 1.



Undang Bunyi bising pada Permenakertran  Pembagian shift kerja pada mesin steel



s No. 13 tahun



pekerja yang terpapar bunyi



melting dan



2011



bising.



mesin quality control



 Dilakukan pemeriksaan sound level dan noise dosimeter secara berkala.  Pemeriksaan audiometri secara berkala bagi pekerja yang terpapar.  Penggunaan ear plug atau ear muff.



4.3 Bagian Suhu dan Iklim



16



N o 1.



Permasalahan



Undang-Undang



Saran  Melakukan pemeriksaan



Suhu ruangan



Permenakertrans No.



yang panas pada



13/MEN/X/2011 tentang



ISBB pada setiap ruangan



ruang mesin



Nilai Ambang Batas



kerja.



untuk steel



Faktor Fisika dan Faktor  Menggunakan alat



melting dan ruang Kimia di Tempat Kerja



pelindung diri sesuai dengan



mesin rolling mills



tempat kerjanya, misalnya sarung tangan dan sepatu khusus yang sesuai dengan tempat kerjanya.  Penyediaan air mineral di lokasi kerja.



4.4 Bagian Pembuangan Limbah No Permasalahan 1. Peleburan



Undang-undang  Keputusan Menteri



Saran  Penanganan limbah diolah



kembali produk



Tenaga Kerja RI No.



dan ditangani dengan benar



sisa berisiko



Kep.187/MEN/1999



yakni dikumpulkan dan



mengeluarkan



 Permenakertrans



ditaruh diwadah yang



fume, asap,



No.13/MEN/2011



tertutup (untuk siap dijual)



dan debu



tentang Nilai Ambang



 Pengalasan lantai



Batas Faktor Fisika



 Alat Pelindung Diri (APD) :



dan Faktor Kimia di



Masker, Sarung tangan



Tempat Kerja 2.



Pembuangan limbah cair



 Bekerja sama dengan pihak kedua untuk mengukur kontaminasi dalam air sebelum dibuang ke lingkungan. 17



4.5 Bagian Toilet No 1.



Permasalahan Jumlah toilet pada pabrik



Undang-undang Peraturan Menteri



Saran Penambahan jumlah



tidak sebanding dengan



Perburuhan No. 7



toilet sebanyak



jumlah pekerja yang



Tahun 1964



minimal 18 toilet (16-



berjumlah >200 orang.



20



(jumlah karyawan 8001.000 orang) 4.6 Bagian Kebersihan Lingkungan No



Permasalaha



1.



n Terdapat



 UU No.1 tahun 1970



genangan air



 UU No.13 tahun 2003



vektor yang dapat



dan lumut di



 Permenakertrans



menyebabkan penyakit



area pengolahan sampah



Undang-Undang



Saran  Dilakukan pengendalian



No.Per.01/MEN/1981



salah satunya dengan



 Kepres RI No.22 Tahun



menghilangkan adanya



1993



genangan air, dan lumut.



 Peraturan Menteri Perburuhan No.07 tahun 2.



Terdapatnya



1964  UU No.1 tahun 1970



tumpukan



 UU No.13 tahun 2003



vektor yang dapat



barang



 Permenakertrans



menyebabkan penyakit



barang dan sampah



 Dilakukan pengendalian



No.Per.01/MEN/1981



salah satunya dengan



 Kepres RI No.22 Tahun



merapikan tumpukan



1993



barang dan kontrol



 Peraturan Menteri Perburuhan No.07 tahun



kebersihan minimal 2 kali sehari.



1964



BAB 5 18



KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills, terdapat beberapa faktor lingkungan yang perlu diperhatikan: 1. Faktor fisik a. Kebisingan: terdapat bising yang ditimbulkan oleh mesin steel melting yaitu EAF (Electric Arc Furnace) dan mesin quality control yaitu yang menguji dimensi, uji tarik dan uji tekuk. Keadaan bising di lokasi pabrik ini dianggap



tidak



dievaluasi



dengan



baik



sehinga



menyebabkan ketidaknyamanan pekerja dan dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. b. Pencahayaan: menggunakan sumber sinar matahari dan



sumber



buatan



(lampu)



sebagai



sumber



penerangan. Secara umum penerangan pada bagian kantor belum dievaluasi dengan baik dan belum dilakukan pengukuran dengan luxmeter secara berkala. c. Iklim dan suhu: Mesin-mesin yang digunakan untuk proses produksi menghasilkan suhu yang sangat panas sehingga menyebabkan paparan panas berlebihan, cipratan cairan dari TCM, dan kepulan asap billet. 2. Faktor kimia a. Limbah: Peleburan kembali produk sisa berisiko mengeluarkan fume, asap, dan debu yang dapat berpengaruh pada kesehatan tenaga kerja.



3. Faktor biologi



19



a. Genangan air dan lumut di area pengolahan sampah yang belum dikelola dengan baik sehingga berpotensi menjadi tempat berkembangnya vector-vektor penyakit. b. Tumpukan barang-barang dan sampah belum dikelola dengan



baik



juga



berpotensi



menjadi



tempat



berkembangnya vektor penyakit. 1.2. Saran 1. Dilakukan pemeriksaan secara berkala dengan menggunakan luxmeter, sehingga sumber cahaya buatan yang mulai menurun kualitasnya atau redup, dapat segera diganti, diharapkan ruangan-ruangan kerja tetap mendapatkan pencahayaan yang sesuai. 2. Pembagian shift kerja pada pekerja yang terpapar bunyi bising. 3. Dilakukan pemeriksaan sound level dan noise dosimeter secara berkala. 4. Pemeriksaan audiometri secara berkala bagi pekerja yang terpapar. 5. Penggunaan ear plug atau ear muff . 6. Melakukan pemeriksaan ISBB pada setiap ruangan kerja. 7. Menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan tempat kerjanya, misalnya sarung tangan dan sepatu khusus yang sesuai dengan tempat kerjanya. 8. Penanganan limbah diolah dan ditangani dengan benar yakni dikumpulkan dan ditaruh diwadah yang tertutup (untuk siap dijual) 9. Pengalasan lantai 10. Alat Pelindung Diri (APD) : Masker, sarung tangan 11. Dilakukan pengendalian vektor yang dapat menyebabkan penyakit



salah



satunya



dengan



menghilangkan



adanya



genangan air, lumut, dan tumpukan barang serta sampah.



20



BAB 6 PENUTUP Demikian laporan kunjungan perusahaan yang dilakukan ke PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills terkait hygiene industri yang dapat kami sampaikan. Tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya waktu dan pengetahuan penulis. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan dan melengkapi ketidaksempurnaan pada laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca dalam memperluas wawasan dan pengetahuan dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja, khususnya mengenai hygiene industri.



21



REFERENSI 1. Direktorat Bina Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Kementrian Ketenagakerjaan RI 2015. Materi Ajar Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan. Ed ke-3. Jakarta: 2017. 2. Suma’mur. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES), ed. Ke-2. Jakarta: Sagung Seto, 2014. Hal 1-285. 3. Harrianto R. Buku Ajar Kesehatan Kerja, ed. Ke-1. Jakarta: EGC, 2012. Hal 48-266. 4. JCSM. Proses produksi besi beton. [Online]. Diakses 9 Maret 2018. Available at : http://www.cakrasteel.co.id/user/user/bisnis 5. Subaris H. Hygiene Lingkungan Kerja. Yogyakarta: Mitra Cendika Press. 2008. 6. Djatmiko RD. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: Deepublish. 2016;hal. 75-8. 7. Kepmenkes



RI.



Persyaratan



Kesehatan



Lingkungan



Kerja



Perkantoran dan Industri. No. 1405/Menkes/SK/XI/2002.



22



23