Hiv Aids Pada Anak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II PENYAKIT HIV/AIDS



Disusun Oleh: CECEP MULYANA



(AK 118.031)



ELI SUSILAWATI



(AK 118.052)



GITA APRILIA



(AK 118.070)



RINA MILANIA



(AK 118.052)



ROBI MUHAMMAD FAZRIANSYAH



(AK 118.155)



SANI ASCIPA SYA’ADAH



(AK 118.163)



TANTI ROSDIANA



(AK 118.184)



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul dan membahas tentang “HIV/AIDS”.Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amin Yaa Robbal ’Alamiin.



Bandung, 19 November 2019



Penulis



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) menyebabkan penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yaitu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan berakhor dengan kematian. Banyak orang dengan positif HIV mereka dengan tidak menyadari bahwa mereka mempunyai virus tersebut dan akan menyebarkannya tanpa di sadari dengan kontak dengan darah serta cairan tubuh. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006:3), pola penularan HIV pada pasangan seksual berubah pada saat ditemukan kasus seorang ibu hamil diketahui telah terinfeki HIV. Bayi yang dilahirkan ternyata juga positif penderita HIV. Ini menjadi awal dari penambahan pola penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi yamg dikandunganya. 1.2 Rumusan Masalah 1. Menjelaskan pengertian HIV/AIDS ? 2. Menjelaskan Etilogi HIV/AIDS ? 3. Menjelaskan Patofisiologi HIV/AIDS ? 4. Apa saja Stadium pada HIV/AIDS ? 5. Bagaimana Manifestasi klinis HIV/AIDS ? 6. Bagaimana Pendekatan DIagnosa HIV/AIDS ? 7. Menjelaskan Pemeriksaan Diagnostik HIV/AIDS ? 8. Menjelaskan Penatalaksaan Medis HIV/AIDS ? 9. Menjelaskan Pencegahan HIV/AIDS ? 10. Asuhan Keperawatan pada anak dengan HIV/AIDS ? 1.3 Tujuan Masalah 1. Mengetahui pengertian HIV/AIDA 2. Mengetahui Etilogi HIV/AIDS ? 3. Mengetahui Patofisiologi HIV/AIDS ? 4. Mengetahui Stadium pada HIV/AIDS ? 5. Mengetahui Manifestasi klinis HIV/AIDS ? 6. Mengetahui Pendekatan Diagnosa HIV/AIDS ? 7. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik HIV/AIDS ? 8. Mengetahui Penatalaksaan Medis HIV/AIDS ? 9. Mengetahui Pencegahan HIV/AIDS ? 10. Asuhan Keperawatan pada anak dengan HIV/AIDS ? 1.4 Manfaat Penulisan



Agar para pembaca khusus nya mahasiswa dan mahasiswi dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang “HIV/AIDS pada anak “.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian HIV/AIDS



Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang tidak dapat hidup diluar tubuh manusia. Kerusakan sistem kekebalan tubuh ini akan menyebabkan kerentanan terhadap infeksi penyakit. Sedangkan, AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit akibatnya menurunya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai sindrome cacat kekebaln tubuh dapatan. Acquired : didapat, bukan penyakit turunan Immune



: sistem kekebalan tubuh



Deficiency : kekurangan Syndrome : kumpulan gejala – gejala penyakit AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawah sejak lahir). 2.2 Etiologi Banyak orang yang mempunyai risiko tinggi untuk terkena AIDS. Oleh karena itu upaya preventif dan kehati-hatian dari setiap individu harus selalu diperhatikan HIV dapat ditularkan melalui beberapa cara, diantarannya adalah (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2005) : 1. Hubungan seks/hereroseksual/Homoseksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindung dengan orang yang telah terinfeksi HIV. 2. IDU/ penggunaan jarum suntik secara bergantian. 3. Perinatal/ibu hamil mengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya. 4. Tidak diketahui/kemungkinan karena kecelakaan kerja di rumah sakit. Khusus untuk kasus HIV/AIDS pada anak, paling besar karena faktor perinatal. Dimana ibu sudag menderita AIDS sebelumnya, entah itu didapat dari suami atau yang lainnya. Kemungkinan yang lain adalah karena faktor kecelakaan dirumah sakit (klien mungkin terkena jarum suntik yang sudah terinfeksi virus HIV atau bisa karena transfusi darah yang juga itu mengandung virus HIV).



Sindrom immunodefisiensi didapat pediatrik (AIDS) disebabkan oleh virus immunodefisiensi manusia / Human Immunodeficiency virus (HIV) tipe 1 (HIV-1) yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+, yang juga ditemukan dalam jumlah yang lebih rendah pada monosit dan makrofag. HIV-I merupakan retrovirus yang termasuk pada subfamili Lentivirus. Juga sangat dekat dengan HIV-II, yang menyebabkan penyakit yang sama. HIV adalah virus RNA dan merupakan parasit obligat intra sel .Dalam bentuknya yang asli ia merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel host ( sel target ).  Retrovirus mengandung kapsid sebelah dalam yang disusun dari protein struktur yang dirujuk pada ukurannya.  Protein struktural utama adalah p24, terdeteksi dalam serum penderita yang terinfeksi dengan beban virus tinggi.  Kapsid virion mengandung dua kopi RNA helai tunggal dan beberapa molekul transkriptase balik. Transkriptase balik adalah polimerase DNA virus yang menggabung nukleosid menjadi DNA dengan menggunakan RNA virus sebagai model. ( Behrman, dkk , 1999 : 1128 )  HIV merupakan retrovirus sitopatik tidak bertransformasi mendorong terjadinya immunodefisiensi dengan merusak sel T sasaran ( target )  Selubung ( envelope ) lipid HIV-I berasal dari membran sel pejamu yang terinfeksi saat budding, yang mengandung dua glikoprotein virus, gp120 dan gp41. gp120 penting pada pengikatan pada molekul CD4 pejamu untuk memulai infeksi virus.  Ditemukan beberapa gen yang tidak ditemukan pada retrovirus lain, yaitu tat, vpu, vip, nef, dan rev.tat dan rev, mengatur transkripsi HIV dan karenanya dapat dipakai sebagai target terapi.  Virus diisolasi dari sel limfosit, serum cairan serebrospinal, dan semua sekresi dari penderita yang terinfeksi. ( Robbins,dkk, 1998 : 140 ).



2.3 Stadium HIV/AIDS Menurut Gunung (2002), gejala dari HIV/AIDS dibagi menjadi tiga stadium, yaitu; stadium infeksi akut, infeksi kronis dan AIDS. 1. Stadium infeksi akut Pada fase stadium akut ini, tidak semua penderita menunjukan gejala yang spesifik, biasanya dalam kurun waktu 3-6 minggu mengalami flu, panas dan rasa lelah yang berlangsung selama 1-2 minggu. Gelaja timbul gejala lain seperti: a. bisul dengan bercak kemerahan, biasanya pada tubuh bagian atas tidak gatal. b. Sakit kepala c. Sakit pada otot-otot d. Sakit tenggorokan e. Pembengkakan kelenjar f. Diare (mencret) g. Mual – mual h. Muntah 2. Stadium infeksi kronis infeksi kronis mulai 3-6 minggu setelah tubuh terinfeki. Karena pada saat terpapar tubuh memberikan perlawanan yang kuat terhadap virus HIV. Pada stadium ini penderita tidak memperlihatkan gejala apapun dan bisa berlangsung sampai 10 tahun. Walaupun tidak menunjukkan gejala yang spesifik, sistem imunitas penderita semakin menurun. Pada orang normal CD4 sebesar 450-12000 sel per ml, sedangkan pada penderita semakin turun, dan apabila CD4-nya berada dibawah 200, maka penderita sudah masuk stadium AIDS. 3. Stadium AIDS AIDS bukan penyakit tersendiri melainkan merupakan sekumpulan gejala infeksi opportunistik yang menyertai infeksi HIV tersebut. Disini sistem imun sudah rusak, sehingga didapatkan gejala yang mulai khas, dianataranya adalah: a. Selalu merasa lelah b. Pembengkakan kelenjar pada leher atau lipatan paha c. Panas yang berlangsung lebih dari 10 hari d. Keringat malam



e. f. g. h. i.



Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya Bercak keunguan pada kulit yang tidak kunjung hilang Pernafasan memendek Diare berat yang berlangsung lama Mudah memar/perdarahan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya.



2.4 Patofisiologi Pada neonatal HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui penularan transplasental atau perinatal. Setelah virus HIV masuk ke dalam target ( terutama sel limfosit T ) yang mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. Ia melepas bungkusnya kemudian mengeluarkan enzim Rtase yang dibawanya untuk mengubah bentuk RNA-nya menjadi DNA agar dapat bergabung menyatukan diri dengan DNA sel target (sel limfosit T helper CD4 dan sel-sel imunologik lain ) . Dari DNA sel target ini berlangsung seumur hidup. Sel limfosit T ini dalam tubuh mempunyai mempunyai fungsi yang penting sebagai daya tahan tubuh. Akibat infeksi ini fungsi sistem imun (daya tahan tubuh) berkurang atau rusak, maka fungsi imonologik lain juga mulai terganggu. HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus untuk melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi linfosit B juga terpengaruh, dengan peningkatan produksi imunoglobulin total sehubungan dengan penurunan produksi antibodi spesifik. Dengan memburuknya sistem imun secara progresif, tubuh menjadi semakin rentan terhadap infeksi oportunis dan juga berkurang kemampuannya dalam memperlambat replikasi HIV. Infeksi HIV dimanifestasikan sebagai penyakit multi-sistem yang dapat bersifat dorman selama bertahun-tahun sambil menyebabkan imunodefisiensi secara bertahap. Kecepatan perkembangan dan manifestasi klinis dari penyakit ini bervariasi dari orang ke orang. Virus ini ditularkan hanya melalui kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh, melalui obat-obatan intravena, kontak seksual, transmisi perinatal dari ibu ke bayi, dan menyusui. Tidak ada bukti yang menunjukkan infeksi HIV didapat melalui kontak biasa.



Empat populasi utama pada kelopok usia pediatrik yang terkena HIV : 1) Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi (disebut juga trasmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun. 2) Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemofili) 3) Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku resiko tinggi. 4) Bayi yang mendapat ASI ( terutama di negara-negara berkembang ). ( Cecily L. Betz , 2002 : 210) 2.5 Manifestasi Klinis Bayi dan Anak Bayi yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis sampai terjadi penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare, gagal tumbuh, atau kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang mendasari. Kebanyakan anak dengan infeksi HIV-1 terdiagnosis antara umur 2 bulan dan 3 tahun. Tanda-tanda klinis akut yang disebabkan oleh organisme virulen pada penderita limfopeni CD4+ yang terinfeksi HIV-1 disebut infeksi oportunistik "penentu-AIDS". Infeksi oportunistik yang paling sering dan sangat mematikan adalah pneumonia P. carinii (PPC). Tanda klinis PPC pada bayi terinfeksi HIV-1 merupakan distress pernapasan berat dengan batuk, takipnea, dispnea dan hipoksemia dengan gas darah menunjuk ke arah blokade kapiler alveolar (mis ;



proses radang interstisial).



Roentgenogram dada menunjukkan pneumonitis difus bilateral dengan diafragma datar. Diagnosis biasanya diperkuat oleh bronkoskopi fleksibel dan cuci bronkoalveolar dengan pewarnaan yang tepat untuk kista maupun tropozoit. Kadar laktat dehidroginase biasanya juga naik. Diagnosa banding pada bayi termasuk herpes virus ( sitomegalovirus, virus EpsteinBarr, virus herpes simpleks ), virus sinsitial respiratori, dan infeksi pernafasan terkait mengi. Pengobatan infeksi PPC harus dimulai seawal



mungkin, tetapi prognosis jelek dan tidak secara langsung dikorelasikan dengan jumlah limfosit CD4+.. Reaktivasi PPC tampak semakin bertambah pada anak yang lebih tua yang mempunyai perjalanan klinis infeksi HIV-1 yang lebih kronis. Profilaksis PPC



(trimetropim-



sulfametoksasol tiga kali seminggu ) dianjurkan pada penderita pediatri dengan angka limfosit-T CD4+ rendah ( 30 hari







Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis







Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan







Kardiomiopati







Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan







Diare, kambuhan atau kronik







Hepatitis







Stomatitis herpes, kambuhan







Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum berusia 1 bulan







Herpes zoster, dua atau lebih episode







Leimiosarkoma







Pneomonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid pulmoner (LIP/PLH)







Nefropati







Nokardiosis







Varisela zoster persisten







Demam persisten >1 bulan







Toksoplasmosis, awitan sebelum berusia 1 bulam







Varisela, diseminata ( cacar air berkomplikasi )



4) Kategori C : Gejala Hebat Anak dengan kondisi berikut : 



Infeksi balterial multipel atau kambuhan







Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus







Koksidioidomikosis, intestinal kronik







Penyakit sitomegalovirus ( selain hati, limpa, nodus ) dimulai pada umur > 1 bulan.







Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan).







Ensefalopati HIV.







Ulkus herpes simpleks kronik ( durasi > 1 bulan ) atau pneumonitis atau esofagitis, awitan saat berusia > 1 bulan.







Histoplasmosis, diseminata atau ekstrapulmoner.







Isosporiasis interstinal kronik (durasi > 1 bulan).







Sarkoma kaposi.







Limfoma, primer di otak.







Limfoma ( sarkoma burkitt atau sarkoa imunoblastik ).







Kompleks Mycobacterium avium atau Mycobacterium kansasii, diseminata atau ekstrapulmoner.







Pneumonia Pneumocystis carinii.







Leukoensefalopati multifokal progresif.







Septikemia salmonella kambuhan.







Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur > 1 bulan.







Wasting Syndrome karena HIV. ( Cecily L. Betz, 2002 : 213 )



2.6 Pendekatan Diagnosa Pendekatan diagnosa HIV pada anak terutama bayi relatif lebih sukar dari pada orang dewasa. Hal ini di samping karena tanda klinisnya yang tidak / kurang meyakinkan akibat banyaknya penyakit lain yang harus dipikirkan sebagai diagnosa bandingnya, juga karena pemeriksaan serologisnya yang sering membingungkan. Adanya antibodi terhadap HIV (IgG) pada darah bayi dapat merupakan antibodi yang berasal dari ibunya, karena antibodi ini dapat menembus plasenta, yang dapat menetap berada dalam darah si anak sampai berumur 18 bulan. Kalau hal ini terjadi , maka memerlukan pemeriksaan serial dan untuk mengevaluasi kebenaran terjadinya infeksi bagi si bayi. Pada umumnya dikatakan, masih terdapatnya antibodi sampai lebih dari 15 bulan menunjukkan adanya infeksi HIV pada bayi. Terdapatnya antibodi kelas IgM atau IgA,



mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi, dengan sensitifitas dan spesifitas sampai 98%. Pada umumnya diagnosa infeksi HIV pada anak ditegakkan atas dasar : 1. Tergolong dalam kelompok resiko tinggi. 2. Adanya infeksi oportunistik dengan atau tanpa keganasan 3. Adanya tanda-tanda defisiensi imun, seperti menurunnya T4 (ratio T4:T8) 4. Tidak didapatkan adanya penyebab lain dari defisiensi imun. Terbukti adanya HIV baik secara serologi maupun kultur. Pembuktian adanya HIV dapat dengan mencari antibodinya (IgG, IgM maupun IgA) yang dapat dikerjakan dengan metoda Elisa maupun Weste Blot. Dapat pula dengan menentukan Antigen p-24 dengan metoda Elisa, ataupun DNA –virus dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini tentunya mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi. Metoda lain yang sedang dikembangkan adalah IVAP (In vitro Antibody Production), dengan mencari sel-sel penghasil antibodi dari darah bayi. WHO telah menetapkan kriteria diagnosa AIDS pada anak sebagai berikut : Seorang anak ( 10.000/ml Berlanjutnya penyakit setelah terapi



Pindah ke terapi PI – NRTI



dengan 2 NRTI



Pada wanita hamil dengan infeksi HIV dapat diberi AZT 2 kali sehari peroral sejak minggu ke 36 kehamilan sampai persalinan tanpa memandang jumlah CD4, serta dianjurkan untuk tidak menyusui bayinya. Pada bayi yang baru lahir bila ibunya HIV positif, dapat diobati dengan AZT sampai 6 minggu. Sebenarya pada bayi / anak pengukuran viral-load penting karena rentang jumlah CD4 yang sangat bervariasi selama masa pertumbuhannya. Sebagai profilaksis pasca pajanan dapat diberikan AZT sampai 4 minggu.



Zidovudin



(Azidothymidine),



mempunyai



efek



mempengaruhi proses replikasi virus. Dosis yang dianjurkan untuk anak-anak 80, 120, 160 mg/m 2, diberikan secara intravena setiap 6 jam, selama 1-2 bulan, diikuti peroral selama



1-2 bulan dengan dosis satu sampai satu



setengah kali dosis intravena. Efek samping obat berupa neutropenia dan anemia, biasanya segera membaik dengan pengurangan dosis, atau penghentian pemberian obat. Dengan pemberian obat ini penderita PCP 73% dapat bertahan sampai 44 minggu. Pada umumnya adanya perbaikan ditandai dengan : -



Adanya peningkatan berat badan



-



Pengecilan hepar dan lien



-



Penurunan immunoglobulin (IgG, IgM)



-



Peningkatan T4



-



Perbaikan klinis / radiologis



-



Peningkatan jumlah trombosit



2. Terhadap Infeksi Sekunder 2.1 Infeksi Protozoa Yang terpenting terhadap : Penumocystis carinii, Toxoplasma dan Cryptosporidium. 2.1.1 Terhadap Pneucystis Carinii, penyebab pneumonia (Pneumocystis Carinii Pneumonia/PCP)



a. Pentamidin (IV/IM) 4 mg/kg/hr, selama 2 minggu, dosis tunggal. b. Efek samping berupa : neuse, diare,



hipotensi,



hipoglikemia dan gangguan fungsi ginjal c. Cotrimoxazole (IV/oral), 20 mg/kg/hr, dibagi dalam 4 dosis. Hati-hati bagi bayi kurang dari 3 bulan. Pada infeksi yang berat dapat diberikan kortikosteroid. 2.1.2 Terhadap Toxoplasma Dapat menyebabkan CNS syndrome akibat lesi serebral / space occupying lesions a. Pyrimethamine (oral), 12,5-25 mg/hari b. Sulfadiazin (oral) 2-4 gr/hari 2.1.3 Terhadap Cryptosporidium Dapat menyebabkan diare kronik. Obat kausal spiramycine, yang penting pengobatan suportif dan simtomatik terutama rehidrasi. 2.2 Infeksi Jamur Manifestasi



klinik



berupa



kandidiasis,



pada



umumnya



memberikan respon yang baik dengan nystatin topikal amfoterisin B. 0,3 – 0,5 mg/kg/hari, ketoconazole 5 mg/kg/hr. 2.3 Infeksi Virus Yang



penting



:



Virus



herpes,



cytomegalovirus



(CMV),



papovavirus (penyebab progressive multifocal leucoencephalopaty / PML) a. Acyclovir 7,5 – 15 mg/kg/hr (IV) dibagi dalam 3 dosis diberikan selama 7 hari. b. Gancyclovir 7,5 – 15 mg/kg/hr (IV) dibagi dalam 2 dosis baik untuk CM Di samping obat-obat di atas, perlu dipertimbangkan pemberian : 1. Vaksinasi dengan vaksin influenza A dan influenza B, setiap tahun.



2. Pemberian amantidin untuk pencegahan infeksi virus influenza A. 3. Immunoglobulin Varicella-Zoster 125 u/kg (maksimum 625 u). Diberikan dalam waktu 96 jam setelah kontak dengan penderita. 4. Immunoglobulin campak : 0,5 ml/kg (maksimum 15 ml) dalam waktu 6 hari setelah kontak dengan penderita 2.4 Infeksi Bakteria Yang penting adalah : Mycobacterium TBC, Mycobacterium avium intra cellulare, streptococcus, staphylococcus, dll. Diatasi dengan pemberian antibiotika yang spesifik. Kadang-kadang dipertimbangkan pemberian immunoglobulin. 3. Mengatasi Status Defisiensi Immun Pada umumnya pemberian obat-obatan pada keadaan ini tidak banyak memberikan keuntungan. Obat yang pernah dicoba : a. Biological respons modifier, misalnya alpha / gamma interferron, interleukin 2, thymic hormon, tranplantasi sumsum tulang, transplantasi timus. b. Immunomodulator misalnya isoprinosine. 4. Mengatasi Neoplasma Neoplamsa yang terpenting adalah sarkoma kaposi. Kalau masih bersifat lokal, diatasi dengan eksisi dan radio terapi, kalau sudah lanjut, hanya radioterapi, dikombinasi dengan kemoterapi / interferron. 5. Pemberian Vaksinasi Pada penelitian ternyata, bahwa anak yang terkena infeksi HIV, masih mempunyai kemampuan immunitas terhadap vaksinasi yang baik sampai berumur 1-2 tahun. Kemampuan ini menurun setelah berusia di atas



2 tahun, bahkan ada yang mengatakan



menghilang pada umur 4 tahun. Karenanya vaksinasi rutin sesuai dengan “Program Pengembangan Immunisasi yang ada di



Indonesia dapat tetap diberikan, dengan pertimbangan yang lebih terhadap pemberian vaksin hidup, terutama BCG dan Polio. Tabel 2 Penetapan kategori imun berdasarkan usia dan jumlah CD4 Kelompok Usia : Kategori Imun 1) Tidak ada tanda-



Jumlah CD4 dan Persentase 0 – 11 bulan 1 – 5 tahun 6 – 12 tahun >1500 >1000 >500



tanda supresi 2) Tanda-tanda supresi sedang 3) Tanda



supresi



hebat



>25%



>25%



>25%



750-1499



500-999



200-499



15-25%



15-25%



15-25%