Hkum4402 Hukum Perjanjian [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Bolce
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Sesi 1 Diskusikan materi yang ada dibawah ini dan jawablah dengan tepat. Sangat tidak diharapkan kopi paste dari teman atau dari sumber. Bila anda akan mengutip dari sumber, cantumkan sumbernya. Bagaimanakah Hubungan Perikatan, Perjanjian dan Kontrak dalam Sistem Hukum Indonesia lalu apa alasan perikatan terlebih dahulu dari pada perjanjian? Jawab : Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, manakala pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. Perjanjian adalah suatu peristiwa manakala seseorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Sedangkan menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Berdasarkan Communis opinio doctorum, perjanjian merupakan perbuatan hukum untuk mencapai kata sepakat terhadap obyek tertentu antara para pihak yang mcnimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan cumber lahirnya perikatan di samping sumber-sumber yang lain. Menurut bentuknya, janji dapat berbentuk lisan maupun berbentuk tulisan. Perjanjian dalam bentuk tertulis disebut kontrak. Jadi, kontrak mempunyai cakupan yang lebih sempit lagi daripada perjanjian. Perikatan lebih Iuas dari perjanjian dan perjanjian lebih Iuas dari kontrak.



Sesi 2 Diskusikan dengan teman kemudian jawablah dengan benar dan tepat. Dilarang kopi paste dari jawaban teman ataupun sumber pustaka. Sebaiknya tulis jawaban anda dengan bahasa sendiri. Berikan Argumentasi Hukum saudara berkaitan dengan penerapan asas-asas dalam perjanjian dan aplikasikan terhadap penyelesaian kasus-kasus yang ada. Jawab :



Penerapan asas – asas dalam perjanjian satunya adalah asas kepribadian, Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang membuat perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya saja. Dasar hukum asas kepribadian dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata menegaskan bahwa "Pada umumnya, seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri." Contoh pelaksanaan Pasal 1315 KUH Perdata: Umar menjual kambing kepada Tomi. Perjanjian tersebut dibuat untuk dan oleh kedua pihak yaitu Umar dan Toni. Hal tersebut ditegaskan oleh Pasal 1340 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: 1. Persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. 2. Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga. 3. Persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 1317 KUH Perdata. Penjelasan dari contoh: 1. Persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Pada contoh jual beli kambing antara Umar dan Toni maka perjanjian tersebut hanya mengikat dan berlaku bagi Umar dan Toni. 2. Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga. Jadi, Umar harus menjual kambing miliknya atau mendapat kuasa untuk menjual kambing. Umar tidak boleh menjual kambing orang lain tanpa seizin yang mempunyai kambing. Demikian juga dengan Toni. Toni yang harus membayar kambing tersebut atau Toni mendapatkan kuasa untuk membeli kambing dari orang lain. Dalam kesepakatan jual-beli, Toni tidak boleh berkata, "nanti yang akan membayar Si Fulan. Padahal dalam hal ini, Si Fulan sama sekali tidak tahu ada transaksi jual-beli kambing." Ketika Umar menagih uang kepada Si Fulan, maka hal ini merugikan Si Fulan. Bahkan jika Si Fulan tidak menyerahkan sejumlah uang, ketenteraman Si Fulan telah terganggu. Hal ini dapat menimbulkan rasa marah dan malu dalam diri Si Fulan. 3. Persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 1317 KUH Perdata. Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. SUMBER : HKUM4402/ MODUL 2



Sesi 3 Diskusikan dengan teman anda kemudian jawablah pertanyaan dibawah ini dengan tepat, gunakan bahasa sendiri dan tidak diharapkan kopi paste dari jawaban teman atau menyalin dari sumber. Dalam suatu perusahaan terdapat tiga orang yang menanamkan modal, Arif, Ridho dan Bakti. Dalam perjalanan kegiatan tersebut berhenti karena ada permasalahan di bidang izin usaha. Pada perjajian sebelumnya ketika terjadi permasalahan akan diselesaikan titik temu dan penanam modal harus bertanggungjawab. Berdasarkan kasus tersebut di atas, coba anda jelaskan termasuk perjanjian apa, bagaimana dengan syarat sah perjanjian baik objektif maupun subjektif? Jawab : Berdasarkan Kasus diatas merupakan Perjanjian Kerjasama. Perjanjian yang dibuat yang dibuat oleh arif, ridho, dan bakti ini dibentuk untuk mengadakan kegiatan usaha. Namun, kegiatan tersebut berhenti karena ada permasalahan di bidang izin usaha. Mengulas mengenai perjanjian, hal yang harus diketahui terlebih dahulu adalah pengertian perjanjian pada umumnya yang diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi “ Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainya “ Syarat sah perjanjian diatur secara tegas dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan 4 (empat) syarat yaitu 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Cakap untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Menurut Prof. Subekti, S.H. syarat pertama dan syarat kedua, disebut sebagai syarat subyektif karena berhubungan dengan subyek atau orang-orang atau pelaku yang mcngadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan syarat keempat, merupakan syarat obyektif karena menyangkut obyek dari perjanjian itu sendiri. Pernyataan tersebut di atas dipertegas oleh Prof. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. yang menyatakan bahwa dua syarat pertama merupakan syarat subyektif karena kedua syarat tersebut mengenai subyek perjanjian, sedangkan kedua syarat terakhir disebut sebagai syarat obyektif karena menyangkut obyek perjanjian. Dalam Perjanjian kerjasama ini, Unsur objek perjanjian adalah Perjanjian Kerjasama. karena Perjanjian Kerjasama ini didalamnya memiliki prestasi (hak dan kewajiban) yang harus dilaksanakan oleh Arif, Ridho dan Bakti. Sedangkan dalam Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Kesepakatan bebas di antara para pihak di antara para pihak ini pada prinsipnya adalah pengejawantahan dari asas konsensualisme Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakanya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan. Jadi, dalam Perjanjian kerjasama ini, arif, ridho, dan bakti telah bersepakat diantara mereka dan mengikatkan diri dengan perjanjian kerjasama yang ada. Jika kegiatan tersebut berhenti karena ada permasalahan perjanjian kerjasama ini dirasakan tidak memenuhi keseimbangan terkait dengan hak dan kewajiban. Secara hukum, akibatnya perjanjian kerjasama ini dapat dibatalkan atas kesepakatan bersama atau dinyatakan batal demi hukum oleh putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap. SUMBER : HKUM4402/ MODUL 3/ DIPONEGORO LAW JOURNAL



Sesi 4 Diskusikan dan jawablah pertanyaan dengan tepat dan silakan ditulis dengan bahasa sendiri, bukan kopi paste dari teman anda atau sumber pustaka. Cantumkan sumber bila anda akan mengutip pendapat. Telah terjadi peristiwa banjir yang terjadi Toko Sintya ternyata masih ada barang yang dapat diselamatkan, seperti beras dan gula serta mobil kijang namun dalam keadaan rusak dan harus diperbaiki. Sebagai tetangga pemilik Toko Sastra menawarkan gudangnya yang kebetulan kosong untuk menyimpan barang-barang milik Toko Sintya dengan minta ganti ongkos setiap harinya Rp.150 ribu. Bagaimana akibat hukumnya bila ternyata beras dan gula di dalam gudang mengalami kerusakan karena gudang bocor ? Jelaskan jawaban saudara. dan seandainya mobil kijang yang dititipkan itu hilang, bagaimana akibat hukumnya ? Jawab : Bagaimana akibat hukumnya bila ternyata beras dan gula di dalam gudang mengalami kerusakan karena gudang bocor ? Jawab : Dalam hal ini terdapat dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Pada dasarnya, si Penerima titipan diwajibkan memelihara barang titipan seperti memelihara barang miliknya sendiri ( Pasal 1706 KUHPerdata ) dan si Penerima Titipan diwajibkan mengembalikan barang yang sama yang telah diterimanya ( Pasal 1714 KUHPerdata ). 2. Kejadian gudang bocor bukan merupakan suatu keadaan memaksa ( overmacht ) atau keadaan kahar ( force mejuere ). Dengan demikian si Penerima Titipan ( Pemilik Toko Sastra ) berkewajiban untuk mengganti beras dan gula yang rusak tersebut, sehingga pada saat pengembalian titipan jumlah gula dan beras adalah sebanyak jumlah yang dititipkan oleh si Pemilik Toko ( Toko Sintya ). Seandainya Mobil Kijang yang dititipkan itu hilang, bagaimana akibat hukumnya ? Jawab : Seharusnya Mobil Kijang tersebut dititipkan kepada Pihak Ketiga yang ditunjuk oleh Pemilik Toko Sintya dan Pemilik Toko Sastra, dan setelah perselisihan tersebut diputus, Pihak Ketiga tersebut akan mengembalikan mobil kijang kepada pihak yang berhak. Penitipan barang dalam perselisihan atau sengketa disebut Sekuestrasi ( Pasal 1730 KUHPerdata ).



Sumber : KUHPerdata BAB XI Penitipan Barang http://trimulyahati.blogspot.com/2011/02/latihan-soal-hukum-perikatan.html situs untuk THE UT



Sesi 5 Silakan diskusikan terlebih dahulu baru kemudian jawablah pertanyaan dengan tepat. Sangat diharapkan menggunakan tulisan sendiri dan bukan kopi paste dari teman atau sumber lainnya. Di Desa Kecamatan Karangbatu, Kelurahan Makmur Jaya, terjadi suatu perjanjian antara dua kepala keluarga berkenaan dengan perjanjian tempat tinggal antara keduanya (25/01/2020). Sebut saja pihak pertama yaitu Bapak Suherman beserta istri dan kedua anaknya sebagai pihak yang membutuhkan tempat tinggal sementara karena keluarga ini sedang mengalami masalah ekonomi sehingga hilang kepemilikan tempat tinggal sebelumnya. Bapak Suherman memiliki teman akrab bernama Bapak Jali yang berperan sebagai pihak kedua dalam kejadian ini. Bapak Jali bersedia membantu keluarga Bapak Suherman dengan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh pak Suherman dan keluarganya. Bahwa keluarga Pak Suherman bisa menempati salah satu dari rumah yang dimiliki oleh pak Jali, tetapi Pak Suherman harus mampu membayar uang sewa rumah tersebut sebesar Rp.500.000/bulan tepat setiap tanggal 25. Apabila terjadi tunggakan/ penundaan pembayaran sewa rumah tersebut berdasarkan waktu yang telah ditetapkan, maka Bapak Jali berhak mengusir keluarga Pak Suherman dari rumahnya. Hingga pada bulan ketiga Bapak Suherman menempati rumah tersebut, ia dan keluarganya belum juga mampu membayar sewa rumah sesuai kesepakatan dengan pak Jali. Pak Jali pun menderita kerugian dengan kejadian ini. Sehingga beliau dengan terpaksa harus mengusir keluarga pak Suherman setelah memberikan beberapa dispensasi sebagai seorang teman seperti memaklumi penundaan pembayaran selama 3 bulan lamanya dan tidak menuntut ganti rugi bayaran selama 3 bulan tersebut. Uriakan analisi saudara mengenai penyelesaiaan kasus tersebut, Jenis perbuatan, Subjek Hukum dan Peristiwanya. Dapatkah perjanjian tersebut dibatalkan oleh salah satu pihak saja dalam perjanjian tanpa persetujuan pihak pembuat perjanjian lainnya. Apakah implikasi dari pembatalan perjanjian sepihak dalam kasus tersebut. Jawab : Dalam kejadian kasus diatas, termasuk bentuk Wanprestasi, dimana bapak Suherman tidak melaksanakan janji yang telah disepakati sama sekali. Bahkan Ia lalai untuk melaksanakan kewajibannya sebagai pihak yang menyewa rumah. Wanprestasi dapat diartikan sebagai / tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena



kesengajaan atau kelalaian. Analisa Hukum 



Jenis perbuatan - Wanprestasi







Subyek hukum - Bapak Suherman dan Bapak Jali







Peristiwa hukum adalah Segala kejadian kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum



Definisi perjanjian sewa-menyewa menurut Pasal 1548 KUH Perdata menyebutkan bahwa: “ Sewa menyewa adalah



suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak “



Menurut J Satrio : “ Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya ”. Bentuk-bentuk Wanprestasi ada 4 seperti berikut ini. 1.



Debitur tidak melaksanakan prestasi sama sekali



2.



Debitur melaksanakan prestasi, tetapi tidak seperti yang dijanjikan



3.



Debitur berprestasi, tetapi tidak tepat waktu (terlambat)



4.



Debitur melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan



Sumber : Materi Inisiasi 5/ KUHPerdata Bab 7 Sewa Menyewa/ Nasihat Hukum



Sesi 6



A harus menyerahkan sapi kepada B, sapi itu ternayata di tengah jalan di sambar petir, sehingga prestasi tidak mungkin dilaksanakan bagi A dan bagi siapapun. Berdasarkan Kasus tersebut bagaimana penyelesaiannya ketika terjadi overmacht dan apa resikonya ? Apabila terjadi Overmacht apakah yang harus dilakukan oleh B agar mendapatkan sapi tersebut ? Ketika sapi yang diinginkan tidak sampai, apakah A mengganti sapi tersebut dan sebutkan dasar hukumnya ? Jawab Keadaan memaksa (overmacht atau force mejeur) adalah suatu alasan untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi. Keadaan memaksa dapat juga disebut sebagai keadaan kahar. Keadaan memaksa diatur dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata. Unsur-unsur keadaan memaksa menurut pasal 1244 KUH Perdata adalah •



Suatu hal yang tak terduga







Tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur







Tidak ada itikad buruk pada debitur



Unsur-unsur keadaan memaksa menurut Pasal 1245 KUH Perdata adalah •



Hal yang terjadi secara kebetulan







Debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan







Melakukan suatu perbuatan yang terlarang bagi debitur



Berdasarkan Kasus tersebut bagaimana penyelesaiannya ketika terjadi overmacht dan apa resikonya ? Terkait kasus tersebut diatas, dapat dijelaskan pada Pasal 1444 KUHPerdata menentukan pula bahwa “ apabila barangnya musnah, tidak lagi dapat diperdagangkan atau hilang, maka perikatan hapus, jika hal itu terjadi di luar kesalahan debitur ”. Jadi, dalam hal ini A diwajibkan membuktikan kejadian yang tidak terduga kepada B ( KUHPerdata 1444 )dan dalam hal ini, debitur tidak lagi mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi, sehingga kreditur tidak mendapatkan haknya Berkaitan erat dengan persoalan resiko pada kasus diatas tersebut, Apabila A tidak memenuhi prestasi karena kesalahan atau kelalaiannya, maka kerugian dibebankan kepada A . Akan tetapi lain persoalannya jika tidak dipenuhinya prestasi di luar kesalahan A, melainkan karena suatu peristiwa yang tidak diduga sebelumnya. Ajaran resiko menentukan penyelesaian kerugian dalam keadaan memaksa (overmacht). Apabila terjadi Overmacht apakah yang harus dilakukan oleh B agar mendapatkan sapi tersebut ? Dalam hal ini A dapat menjelaskan kejadian sebenarnya kepada B bahwa sapi tersebut tersambar petir, maka perjanjian ini dapat dibatalkan demi hukum. Dalam keadaan jika overmacht terbukti, maka B tidak dapat menuntut A. Jika B merasa ada keraguan terhadap keadaan overmacht ini maka B harus meminta A untuk membuktikan keadaan overmacht tersebut bahkan dapat dilakukan di pengadilan. Ketika sapi yang diinginkan tidak sampai, apakah A mengganti sapi tersebut dan sebutkan dasar hukumnya ? Di sini A dapat disebut dengan pelaku usaha. Sementara, B sebagai orang pemakai barang atau jasa yang tersedia. Pasal 1236 KUHPerdata menentukan bahwa ” Debitur adalah wajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada



kreditur, apabila ia telah membawa dirinya dalam keadaan tidak mampu untuk menyerahkan kebendaannya, atau telah tidak merawatnya sepatutnya guna menyelamatkannya” Selanjutnya dalam Pasal 1239 KUHperdata dinyatakan bahwa “Tiaptiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga ”. Ketentuan di atas mengatur tentang kewajiban debitur untuk membayar ganti kerugian atas kelalaiannya memenuhi prestasi dalam suatu perjanjian. Namun demikian sebelum mengajukan tuntutan, kreditur terlebih dahulu harus memberikan teguran atau memperingatkan debitur untuk memenuhi kewajibannya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata sebagai berikut, “ Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang (debitur) setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauinya ”. Sumber : Materi Inisiasi 6/ Bab IV Hapusnya Perikatan, KUHPerdata/ Al-Hurriyah, Vol. 13, No. 1, Januari - Juni 2012, Akibat Overmacht ( Keadaan Memaksa ) Dalam Perjanjian Timbal Balik



Sesi 7 Deni melakukan pembelian rumah, harga disepakati di awal Rp 545 juta, kemudian Deni membayar DP Rp 5 juta, selang beberapa waktu penjual meminta lagi tambahan dengan alasan ibunya sakit dan butuh uang. Total DP sebesar Rp 40 juta. Ini tanpa ada perjanjian atau kwitansi cuma bukti transfer ATM. Kemudian secara sepihak penjual menaikkan harga jual menjadi Rp 565 juta, naik Rp 20 juta secara sepihak. Deni batalkan mengambil rumah tersebut, tetapi penjual tidak mau mengembalikan DP yang sudah Deni bayarkan. Apakah Deni dapat menempuh jalur hukum supaya penjual mau mengembalikan DP Deni? Kalau bisa, bagaimana proses hukum yang dapat Deni tempuh? Jumlah nominal uang yang ada di atas, dalam perjanjian sebelumnya apabila tidak diatur apakah yang harus dilakukan? Deni dalam melakukan upaya hukum, jenis upaya apa yang bisa dilakukan? Jawab : Dalam Hukum Perjanjian Indonesia, memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur di Pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, yaitu : 1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu pokok persoalan tertentu; 4. suatu sebab yang tidak terlarang. J. Satrio, S.H menjelaskan, seseorang dikatakan telah memberikan persetujuan/sepakatnya kalau orang tersebut memang menghendaki apa yang disepakati. Yang dinamakan sepakat itu sebenarnya adalah suatu penawaran yang diakseptir (diterima/disambut) oleh lawan janjinya. Herlien Budiono mengatakan bahwa sepakat tersebut mencakup pengertian tidak saja “sepakat” untuk mengikatkan diri, tetapi juga “sepakat” untuk mendapatkan prestasi. Jadi, harga awal yang telah disepakati dan Deni terimalah yang seharusnya digunakan seterusnya dalam jual beli rumah tersebut. Selain itu, meskipun dibuat tidak tertulis perjanjian Deni dan penjual rumah tersebut adalah sah di mata hukum. Hal ini berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi “ Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-



undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Menurut Prof. Subekti, S.H suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perjanjian-perjanjian di atas dibagi dalam tiga macam prestasi, yaitu: 1. Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang; 2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu; 3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu



Berdasarkan Pasal 1464 KUHPerdata, uang DP tidak dapat dikembalikan “ Jika pembelian dilakukan dengan memberi uang panjar, maka salah satu pihak tak dapat membatalkan pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang panjarnya “. Jual beli seharusnya kembali pada harga awal yang diperjanjikan dan dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, sebagaimana diatur oleh Pasal 1457 KUHPer dan 1458 KUHPerdata, yaitu:



Pasal 1457 KUHPerdata Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.



Pasal 1458 KUHPerdata Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Terkait pengembalian DP dalam kasus Deni, dimungkinkan untuk dilakukan dengan melakukan upaya Hukum Wanprestasi karena si penjual seharusnya menjual dengan harga sebagaimana disepakati di awal atau tidak secara sepihak mengubah harga, sehingga Deni dirugikan. Upaya Hukum yang dapat dilakukan oleh Deni adalah Gugatan Wanprestasi. Gugatan Wanprestasi dapat dilakukan berdasarkan Pasal 1239 KUHPerdata, yang bunyinya: “ Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak



berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya. “ . Gugatan Wanprestasi dilakukan untuk meminta penggantian biaya, kerugian, dan bunga atas DP karena debitur tidak memenuhi prestasi, yaitu menjual dengan harga awal. Yang seharusnya mungkin uang DP Deni dapat dipergunakan untuk hal lain yang lebih menguntungkan bagi Deni. Perlu diingat bahwa yang menentukan gugatan dikabulkan atau tidak tergantung pada pembuktiannya dan juga bagaimana pertimbangan hakim nantinya.



Sumber : KUHPerdata/ Buku Hukum Perjanjian, J. Satrio, S.H/ Buku Penjelasan Hukum tentang Kebatalan Perjanjian, Elly Erawati & Herlien Budiono / Buku Hukum Perjanjian, Prof. Subekti, S.H/ Materi Inisiasi 7/



Sesi 8 Ada satu kasus, seorang karyawan yang pernah bekerja di suatu perusahaan telah resign dan 1 bulan kemudian bekerja di kompetitor. Padahal sebelumnya ia sudah menandatangani employment agreement yang isinya ada noncompetition clause, dimana ia tidak boleh bekerja di kompetitor selama 6 bulan dari dia resign sehingga dianggap wanprestasi oleh perusahaan terdahulu dan diajukan gugatan ke pengadilan perdata. Yang ingin saya tanyakan adalah: 1. apakah wanprestasi ini bukan yuridiksi PHI? 2. apakah dibolehkan non competition clause di dalam perjanjian kerja? 3. Apakah perjanjian yang ada dapat dipertanggungjawabkan secara hukum? Jawab Pertanyaan 1 Black’s Law Dictionary: “ Negotiation is process of submission and consideration of offers until acceptable offer is made and accepted….” Yang artinya Proses untuk menyerahkan dan mempertimbangkan penawaran- penawaran



sampai suatu penawaran diterima. ( Simanjuntak, 2003 ).Dalam membuat perjanjian,sesuai penjelasan UndangUndang No. 2 Tahun 2004 terdapat azas yang harus dipatuhi,jika tidak dipatuhi maka disebut melakukan wanprestasi. Menurut kamus hukum peraturan wanprestasi adalan kelalaian, kealpaan, cidera janji, dan tidak menepati kewajibannya dalam isi suatu perjanjian.( Subekti,2004 ). Perjanjian yang sudah dibuat bisa batal jika bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku serta tidak memenuhi syarat Pasal 1320 KUHPerdata.



(Simanjuntak, 2008).Pembatalan bisa dibedakan kedalam 2 ( dua ) terminologi yang memiliki konsekuensi yuridis, yaitu : 1. Null and Void, dari awal perjanjian itu telah batal, atau dianggap tidak pernah ada, apabila syarat objektif tidak dipenuhi. Perjanjian itu batal demi hukum, dari semula tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. 2. Voidable, bila salah satu syarat subyektif tidak dipenuhi, perjanjiannya bukannya batal demi hukum, tetapi salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap- mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan ( oleh hakim ) atas permintaan pihak . 3. Yang berhak meminta pembatalan tadi ( pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas ). Menurut.(Setiawan,1999). hapusnya persetujuan harus benar-benar dibedakan dari pada hapusnya perikatan karena suatu perikatan dapat hapus sedangkan persetujuannya yang merupakan sumbernya masih tetap ada. Bicara tentang kompetensi relatif suatu Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) terkait gugatan perselisihan hubungan industrial, ketentuan Pasal 81 Undang-undang No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ("UU No. 2/2004"), telah secara tegas menyatakan:



" Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja ". Berdasarkan subtansi Pasal 81 tersebut, maka norma yang terkandung di dalamnya bersifat limitatif dan khusus. Hal ini berarti bahwa yurisdiksi PHI yang berwenang memeriksa dan mengadili suatu gugatan perselisihan hubungan industrial terbatas pada wilayah tempat dimana pekerja/buruh bekerja, bukan berdasarkan pada wilayah dimana tergugat bertempat tinggal/ berdomisili.



Dengan demikian, ketentuan Pasal 81 UU No. 2/2004 secara hukum telah meniadakan keberlakuan Pasal 118 ayat (1) HIR/ Hukum Acara Perdata karena Pasal 81 UU No. 2/2004 telah mengatur secara khusus mengenai kewenangan relatif PHI. Kekhususan aturan ini juga dibenarkan menurut ketentuan Pasal 57 UU No. 2/2004 yang menyatakan " Hukum



acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam Iingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini ". Wanprestasi jika dalam bekerja di perusahaan, meskipun sudah menandatangani perjanjian kerja yang memuat non competition clause, terlebih dahulu perlu dilihat dalam perspektif keperdataannya, dimana memang perjanjian tersebut tidak dapat dianggap sah dan berlaku sebagai Undang-Undang bagi kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata, karena perjanjian yang mencantumkan noncompetition clause adalah tidak sah sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata dan dapat dinyatakan batal demi hukum jika terbukti telah bertentangan dengan hukum yang dalam hal ini adalah Undang-Undang Ketenagakerjaaan. Jadi, adanya penandatanganan ini mengisyaratkan adanya kesepakatan dalam perjanjian kerjanya, sehingga berlaku pacta sunct servanda, artinya pekerja perlu menepati kesepakatan ini. Jawab Pertanyaan 2 Di Indonesia sendiri, keberlakuan non competition clause masih menjadi perdebatan karena di satu sisi, terdapat ketentuan pada Pasal 38 ayat (2) UU HAM yang menyebutkan bahwa: “ Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan. ” Ketentuan hukum di Indonesia tidak mengatur secara tegas mengenai diterapkannya non competition clause pada perusahaan. Jadi, Selama non competition clause pada perjanjian kerja tidak melanggar hukum, ketertiban umum, dan kesusilaan, maka perjanjian kerja yang mencantumkan ini tetap berlaku dan tidak batal demi hukum. Jawab Pertanyaan 3 Dalam Perjanjian Kerja harus merujuk pada Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya perjanjian. Jika Perjanjian Kerja ini belum memiliki Peraturan yang jelas. Maka sengketa dapat dibawah kepengadilan Sehingga pertanggungjawaban secara Hukumnya akan bergantung pada pertimbangan Yurisprudensi dari Hakim



Sumber : SolJustisio, Jurnal Penelitian Hukum Volume 2, Nomor 1, April 2020 Hal 205 – 226 ISSN 2684 – 8791 (Online)/ https://glints.com/id/lowongan/klausul-nonkompetisi/#.YLAfhLczbIU / KUHPerdata