Hukum Tata Negara [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH TUGAS 3



Nama Mahasiswa



: T SODIPTA KARINA NAINGGOLAN



Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 041593408



Kode/Nama Mata Kuliah



: HKUM4201/Hukum Tata Negara



Kode/Nama UPBJJ



: 17/UPBJJ JAMBI



Masa Ujian



: 2021/22.1 (2021.2)



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TERBUKA



1. Berikan analisis anda, setelah amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 sistem parlemen apa yang dianut di Indonesia? Jawab: Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR: a) Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 Perubahan Pertama UUD 1945; b) Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 Perubahan Kedua UUD 1945; c) Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 Perubahan Ketiga UUD 1945; d) Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 Perubahan Keempat UUD 1945. Sistem pemerintahan Indonesia setelah amandemen adalah sistem pemerintahan presidensial dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Negara Indonesia adalah negara hukum Elemen asas legalitas juga merupakan bentuk pembatasan kekuasaan negara karena asas legalitas menyatakan bahwa setiap tindakan penyelenggara negara harus berpedoman kepada hukum dan atau undang-undang. b. Sistem konstitusional Konstitusi memiliki dua macam pengertian yakni pengertian dalam arti luas dan pengertian dalam arti sempit. pengertian dalam arti luas yaitu kaidah-kaidah hukum dan sosial yang menjadi pedoman dalam bernegara. Sistem Konstitusional pada era reformasi (sesudah amandemen UUD 1945) berdasarkan Check and Balances. Perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk mempertegas kekuasaan dan wewenang masingmasing lembaga-lembaga negara, mempertegas batasbatas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang hendak dibangun adalah sistem “check and balances”, yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi masing-masing. c. Sistem pemerintahan Sistem ini tetap dalam sistem pemerintahan presidensial, bahkan mempertegas sistem presidensial itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen, akan tetap bertanggung kepada rakyat dan senantiasa dalam pengawasan DPR. Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya karena melakukan perbuatan melanggar hukum yang jenisnya telah ditentukan dalam Undang-Undang Dasar atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya manakala ditemukan pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.



d. Kekuasaan negara tertinggi ditangan MPR Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas sebagai berikut : 1) Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar; 2) Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; 3) Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD e. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan tertinggi menurut UUD Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2). Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Pada awal reformasi Presiden dan Wakil Presiden dipilih dan diangkat oleh MPR (Pada Pemerintahan BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri untuk masa jabatan lima tahun. Tetapi, sesuai dengan amandemen ketiga UUD 1945 (2001) Presiden dan Wakil Presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket. f. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 sampai 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 sampai 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem presidensial. Dalam sistem presidensial presiden bertanggung jawab langsung kepada rakyat. g. Menteri negara ialah pembantu presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden yang pembentukan, pengubahan dan pembubarannya diatur dalam undang-undang (Pasal 17). h. Kekuasaan kepala negara terbatas Presiden dalam sistem pemerintaha presidensial dipilih untuk masa jabatan yang telah ditentukan oleh konstitusi suatu negara dan tidak dapat dipaksa mengundurkan diri oleh badan legislatif. 27 Presiden sebagai kepala negara, kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20A ayat (2) dan (3). i. Sistem kepartaian Sistem kepartaian menggunakan sistem multipartai. Setelah amandemen UUD 1945 pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 6A ayat (2) yang berbunyi: “Pasangan calon



Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umun”. 2. Jelaskan kedudukan MPR, DPR, dan DPD di parlemen dalam mengubah/menyusun UUD dan undang-undang. Jawab: Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan lembaga pelaksana kedaulatan rakyat oleh karena anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah para wakil rakyat yang berasal dari pemilihan umum. MPR bukan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 ,perubahan ketiga bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Salah satu tugas MPR adalah Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar. Dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa, kekuasaan untuk membentuk UU ada di Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian di pasal 20 ayat 2 disebutkan bahwa setiap rancangan UU (RUU) dibahas oleh DPR bersama Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Sementara itu Sebuah RUU bisa berasal dari Presiden, DPR atau DPD. Dalam Undang-Undang juga disebutkan tugas DPR dalam mengubah atau menyusun undang-undang sebagai berikut : 



    



Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah) Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD Menetapkan UU bersama dengan Presiden Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden) Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan dan agama



Sementera itu, Tugas dan WewenanG DPD dalam mengubah atau menyusun undang-undanga sebagai berikut 1) Mengajukan Usul Rancangan Undang Undang Mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. 2) Ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. 3) Pertimbangan Atas Rancangan Undang-Undang dan Pemilihan Anggota BPK Pertimbangan atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan



belanja negara dan rancangan undangundang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. Serta memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK. 4) Pengawasan Atas Pelaksanaan Undang - Undang Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. 3. Berikan analisis anda, perubahan apa yang terjadi pasca amandemen UndangUndang Dasar Republik Indonesia 1945 terhadap kekuasaan presiden dalam membentuk undang-undang. Jawab: sebelum amandemen UUD 1945 kekuasaan membentuk undangundang berada di tangan Presiden, maka sesudah amandemen UUD 1945 kekuasaan membentuk undang-undang berada di tangan DPR, sedangkan Presiden hanya mengesahkan rancangan undang-undang yang telah dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan diberikannya kekuasaan membentuk undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat, maka kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat baik dari aspek politik maupun yuridis menjadi semakin kuat untuk menjaga sistem check and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan. Terjadi pergeseran kekuaasan legislatiif pasca amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni adanya pergeseran kelembagaan didalam tubuh legislatif dan pergeseran fungsi legislasi dalam proses pembuatan undang-undang. Sistem kelembagaan negara menurut Undang-undang Dasar 1945 pra amandemen, dikenal adanya dua jenis lembaga negara yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi negara, dan ada lima lembaga tinggi negara yaitu Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Pertimbangan Agung. Khusus dalam pembuatan undangundang, Undangundang Dasar 1945 pra amandemen menempatkan lembaga pembuat undangundang pada Presiden, dan Dewan Perwakian Rakyat hanya memberikan persetujuannya. Hal ini tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 pra amandemen : Presiden mernegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 20 ayat (1) menyebutkan : Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sampai sekarang Undang-undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali amandemen. Dalam amandemen pertama yang disahkan tanggal 19 Oktober 1999, Pasal 5 ayat (1) dirubah dan berbunyi : Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan Pasal 20 Undangundang Dasar 1945 pasca amandemen dirubah dan berbunyi sebagai berikut :



1. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undangundang. 2. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. 3. Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapatkan persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam ersidangan Dewan Perwakilkan Rakyat masa itu. 4. Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undangundang. 5. Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang- undang dan wajib diundangkan. 4. Berikan analisis anda hubungan antara presiden dan parlemen pasca amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Jawab: Pada pasal 6 UUD 1945 sebelum amandemen tertulis “Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak” Pasal tersebut diubah menjadi “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat” (pasal 6A ayat (1). Perubahan ini diharapkan rakyat dapat berpartisipasi secara langsung menentukan pilihannya sehingga tidak mengulang kekecewaannya yang pernah terjadi pada Pemilu 1999. Dan dengan perubahan ini pula diharapkan Presiden dan Wakil Presiden akan memiliki otoritas dan legitimasi yang sangat kuat karena dipilih langsung oleh rakyat. Selanjutnya hasil perubahan UUD 1945 yang berkaitan langsung dengan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, adalah pembatasan kekuasaan Presiden sebagaimana diatur dalam pasal 7 (lama), yang ber- bunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali”. Kemudian pasal 7 tersebut diubah, yang bunyinya menjadi “ Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. Perubahan pasal ini dipandang sebagai langkah yang tepat untuk mengakhiri perdebatan tentang periodesasi jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Sebelum ada perubahan pasal 13, Presiden sebagai kepala Negara mempunyai wewenang untuk menentukan sendiri duta dan konsul serta menerima duta negara lain, tetapi setelah adanya perubahan”dalam hal mengangkat duta dan menerima penempatan duta negara lain, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR”. Perubahan ini penting dengan alasan: (1) dalam rangka menjaga objektivitas terhadap kemampuan dan kecakapan seseorang pada jabatan tersebut, karena ia akan menjadi duta dari seluruh rakyat Indonesia di negara lain; dan (2) dalam rangka membangun akurasi informasi untuk kepentingan hubungan baik antara kedua negara dan bangsa. Pasal 14 hasil amandemen berbunyi sebagai berikut: (1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. (2)



Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Alasan perlunya Presiden memperhatikan MA dalam hal memberi grasi dan rehabilitasi, pertama: grasi dan rehabilitasi itu adalah proses yustisial dan biasanya diberikan kepada orang yang sudah mengalami proses; dan kedua: grasi dan rehabilitasi lebih banyak bersifat perorangan. Sedangkan perlunya Presiden memperhatikan DPR dalam hal memberi amnesti dan abolisi, pertama: amnesti dan abolisi lebih bersifat politik; dan kedua: amnesti dan abolisi lebih bersifat massal. Perubahan lain terjadi pada pasal 15, berbunyi sebagai berikut: “Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undangundang”. Perubahan dilakukan agar Presiden dalam memberikan berbagai tanda kehormatan kepada siapapun (baik warga negara, orang asing, badan atau lembaga) didasarkan pada undang-undang yang merupakan hasil pembahasan DPR bersama pemerintah, sehingga berdasarkan pertimbangan yang lebih objektif. 5. Berdasarkan pernyataan 1, teori manakah yang sesuai dengan teori kekuasaan kehakiman. Sertakan penjelasan singkat. Jawab: Teori Kemerdekaan Hakim Bagir Manan mengemukakan bahwa kekuasaan kehakiman yang merdeka mengandung beberapa tujuan dasar, yaitu: a) Pertama: sebagai bagian dari system pemisahan atau pembagian kekuasaan di antara badan-badan penyelenggara negara. Kekuasaan Kehakiman yang merdeka diperlukan untuk menjamin dan melindungi kebebasan individu. b) Kedua: Kekuasaan kehakiman ynag merdeka diperlukan untuk mencegah penyelenggara pemerintahan bertindak tak semena-mena dan menindas. c) Ketigas : Kekuasaan kehakiman yang merdeka diperlukan untuk dapat menilai keabsahan secara hukum tindakan pemerintahan atau suatu peraturan perundang-undangan, sehingga system hukum dapat dijalankan dan ditegakkan dengan baik. 6. Berdasarkan pernyataan 2, teori manakah yang sesuai dengan teori kekuasaan kehakiman. Sertakan penjelasan singkat. Jawab: Teori Negara Hukum Adanya pengadilan hukum yang bebas dan tidak memihak merupakan salah satu unsur yang harus ada dalam negara hukum. Sebagaimana dikemukakan oleh Montesquieu bahwa jika kekuasaan yudisial tidak dipisahkan dari kekuasaan legislative dan kekuasaan eksekutif, maka kekuasaan atas kehidupan dan kebebasan warga negara akan dijalankan sewenang-wenang karena hakim akan menjadi pembuat hukum dan jika hakim disatukan dengan kekuasaan eksekutif maka hakim bisa menjadi penindas. 7. Berikan analisis anda terhadap pentingnya independensi hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia Jawab:



Independensi hakim berarti bahwa setiap hakim boleh menjalankan kebebasannya unuk menafsirkan undang-undang apabila undang-undang tidak memberikan pengertian yang jelas. Karena bagaimanapun hakim mempunyai kebebasan untuk menerapkan isi undang-undang pada kasus atau sengketa yang sedang berjalan. Kekuasaan kehakiman (Judicial Power) menurut sistem ketatanegaraan Indonesia adalah kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam arti independen tersebut, telah ditegaskan pada Pasal 24 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai berikut: 1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan Militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 3. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Apabila dikaji lebih jauh tentang kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam arti independen, terbebas dari interfensi pengaruh kekuasaan lainnya, maka penegasan Hukum Dasar Negara tersebut, lebih lanjut dikembangkan di dalam UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, demikian juga dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang telah dirubah dengan UU. No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU. No. 14 Tahun 1985 juncto Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU. No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Pada Pasal 1 Butir 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ditegaskan: Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara hukum Republik Indonesia. Pada Penjelasan Resmi Angka I UU No. 48 Tahun 2009 memuat klarifikasi yang lebih tegas tentang adanya independensi badan-badan peradilan dalam penyelenggaraan peradilan. Hemat penulis perihal tersebut adalah: “UUD NRI Tahun 1945 menegaskan Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.”



Senada dengan irama pemahaman di atas, dipertegas pula pada Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU. No. 48 Tahun 2009, sebagai berikut : 1. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan. 2. Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penegasan kemandirian kekuasaan kehakiman tersebut di atas, secara struktural dan vertikal berpuncak pada Mahkamah Agung. Hal itu diatur dalam pasal 2 UU No. 14 Tahun 1985 (Perubahannya dengan UU No. 5 Tahun 2004 Junto UU. No. 3 Tahun 2009), bahwa: Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya. Adanya independensi hakim dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman melalui badan-badan peradilan negara, dimaksudkan agar hakim benar-benar dapat mandiri, bebas dan merdeka dari segala sesuatu campur tangan yang dapat mempengaruhi fungsinya dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang dihadapkan kepadanya. Dengan demikian, secara normatif (yuridis-formal), negara melalui konstitusi dan peraturan perundang-undangan di bawahnya, telah memberi jaminan tentang independensi Hakim dalam melaksanakan fungsi yudisialnya demi penegakan hukum dan keadilan.