IA.1.Kecepatan Reaksi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LABORATORIUM KIMIA FISIKA



Percobaan



: KECEPATAN REAKSI



Kelompok



: IA



Nama 1. 2. 3. 4.



: Angga Septian E. Govindra Okta Soti P. Rizka Amalia K. Putri Lia Wisnu Sri Pamungkas



NRP. NRP. NRP. NRP.



2313 030 059 2313 030 047 2313 030 073 2313 030 075



Tanggal Percobaan



: 23 September 2013



Tanggal Penyerahan



: 30 September 2013



Dosen Pembimbing



: Nurlaili Humaidah, S.T., M.T.



Assisten Laboratorium



: Dhaniar Rulandari W.



PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013



ABSTRAK Pada percobaan ini dilakukan untuk menghitung konstanta kecepatan reaksi dan menentukan nilai orde reaksi dari penyabunan etil asetat. Cara yang digunakan untuk menghitung konstanta kecepatan reaksi dan orde reaksi ini adalah, membuat 100 ml larutan 0,04 N etilasetat, 100 ml larutan 0,04 NaOH, dan 100 ml larutan 0,04 N HCl. Kemudian memasukkan 25 ml larutan 0,04 N etil asetat kedalam erlenmeyer. Kemudian tambahkan 25 ml larutan 0,04 N NaOH dan mengocoknya selama 10 menit (t1). Hentikan proses pengocokan setelah 10 menit (t1). Kemudian menambahkan 25 ml larutan 0,04 N HCl dan mengocoknya kembali selama 10 menit (t1). Lalu tambahkan indikator pp sebanyak 2 tetes kedalam 10 ml campuran. Setelah itu mentitrasi campuran tersebut dengan larutan 0,04 N NaOH. Selanjutnya, mengulangi prosedur diatas sebanyak 3 kali dengan variabel waktu yang berbeda yaitu selama 15 menit (t2), 20 menit (t3), 25 menit (t4). Dalam percobaan kita mendapatkan data antara waktu pengocokan penyabunan dan volume NaOH pada saat dititrasi. Dari data percobaan dapat di-plot hubungan antara waktu dan konsentrasi etil asetat yang bereaksi sehingga pada data tersebut akan membentuk grafik dengan persamaan y = 0,009x yang dihubungkan dengan persamaan x orde dua yaitu = a.k.t sehingga nilai konstanta reaksi (k) dapat ditentukan. Selain ax itu, dalam percobaan antara etil asetat dan NaOH merupakan reaksi orde dua denga melihat dua reaktan yang berpengaruh dalam proses penyabunan. Semakin lama waktu pengocokan yang diberikan pada campuran larutan etil asetat dan NaOH serta setelah penambahan HCl , maka semakin besar pula volume titran NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi, yaitu pada saat 25 menit dimana membutuhkan volume titran (NaOH) paling besar yang dibuthkan yaitu sebesar 4,4 ml untuk mencapai titik ekivalennya. Demikian pula dengan pengaruh waktu pengocokan terhadap etil asetat (CH3COOC2H5) yang bereaksi. Semakin lama waktu pengocokan yang diberikan jumlah (mol) etil asetat yang bereaksi semakin bertambah. Hal ini dapat terjadi karena semakin lama proses pengocokan, semakin banyak permukaan partikel yang bereaksi, artinya semakin lama hampir seluruh partikel terjadi tumbukan. Hal ini bisa terlihat pada saat dilakukan pengocokan selama 25 menit, maka jumlah etil asetat yang bereaksi yaitu sebesar 0,175 mol.



i



DAFTAR ISI ABSTRAKS ......................................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv DAFTAR GRAFIK................................................................................................ v BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ........................................................................................ I-1 I.2 Rumusan Masalah ................................................................................... I-2 I.3 Tujuan Percobaan ................................................................................... I-2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Dasar Teori ............................................................................................ II-1 BAB III METODOLOGI PERCOBAAN III.1 Variabel Percobaan .............................................................................. III-1 III.2 Bahan yang Digunakan ........................................................................ III-1 III.3 Alat yang Digunakan ............................................................................ III-1 III.4 Prosedur Percobaan .............................................................................. III-1 III.5 Diagram Alir Percobaan ........................................................................ III-2 III.6 Gambar Alat Percobaan ........................................................................ III-3 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Percobaan Penyabunan Etil Asetat dan NaOH .............................. IV-1 IV.2 Pembahasan .......................................................................................... IV-2 BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ V-1 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ vi DAFTAR NOTASI ................................................................................................ vii APPENDIKS ......................................................................................................... viii LAMPIRAN - Laporan Sementara - Fotocopy Literatur - Lembar Revisi



ii



DAFTAR GAMBAR Gambar II.1 Kurva Titrasi Asam Kuat-Basa Kuat .................................................. II-5 Gambar II.2 Kurva Titrasi Asam Lemah-Basa Kuat ............................................... II-6 Gambar II.3 Kurva Titrasi Asam Kuat-Basa Lemah ............................................... II-6 Gambar III.6 Gambar Alat Percobaan .................................................................... III-4



iii



DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Hasil Penyabunan Etil Asetat dengan Larutan NaOH ........................... IV-1



iv



DAFTAR GRAFIK Gambar IV.1 Grafik antara



x terhadap t ................................................................... IV-2 ax



Gambar IV.2 Grafik Pengaruh waktu (t) pengocokan terhadap ...................................... IV-4 volume titran (NaOH) yang diperlukan Gambar IV.3 Grafik Pengaruh waktu (t) pengocokan terhadap ........................................ IV-5 jumlah (mol) ethyl asetat yang bereaksi



v



BAB I PENDAHULUAN



I.1 Latar Belakang Kecepatan reaksi atau laju reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang dapat berubah menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu. Reaksi kimia memiliki bermacammacam jenis, salah satunya adalah penyabunan atau saponifikasi. Penyabunan adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya dengan bahan awal lemak dan basa. Nama lain reaksi penyabunan adalah reaksi penyabunan. Dalam pengertian teknis, reaksi penyabunan melibatkan basa (soda kaustik NaOH) yang menghidrolisis trigliserida. Trigliserida dapat berupa ester asam lemak membentuk garam karboksilat. Proses penyabunan bisa terjadi pada etil asetat. Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3COOC2H5. Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut. Idealnya dalam melakukan percobaan penyabunan etil asetat dan NaOH, kita mengharapkan hasil yang maksimal yaitu kami dapat menentukan konstanta kecepatan reaksi serta orde reaksinya dengan mudah dan tepat. Namun, dalam kondisi sesungguhnya pasti terdapat faktor yang menghambat dalam berlangsungnya percobaan sehingga perlu waktu lebih untuk menghasilkan data yang akurat. Oleh karena itu, kami tertarik untuk melakukan percobaan penyabunan etil asetat dalam rangka mengetahui faktor apa saja yang menghambat berlangsungnya percobaan sehingga kami bisa menemukan solusi agar dapat memperoleh data yang akurat dengan mudah dan tepat. I.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dari percobaan ini yaitu : a. Bagaimana cara menghitung konstanta kecepatan reaksi dari penyabunan etil asetat dan NaOH? b. Berapakah nilai orde reaksi dari penyabunan etil asetat dan NaOH?



I-1



I-2 BAB I Pendahuluan I.2 Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan yang dilakukan yaitu : a. Menghitung konstanta kecepatan reaksi dari penyabunan etil asetat dan NaOH. b. Menentukan nilai orde reaksi dari penyabunan etil asetat dan NaOH.



Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Dasar Teori Kecepatan reaksi atau laju reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang dapat berubah menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu, dapat ditulis dengan dC/dt. Pada umumnya kecepatan reaksi akan besar bila konsentrasi pereaksi cukup besar. Dengan berkurangnya konsentrasi pereaksi sebagai akibat reaksi, maka akan berkurang pula kecepatannya. Laju reaksi berhubungan dengan konsentrasi zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Hubungan ini ditentukan oleh persamaan laju tiap-tiap reaksi. A



B



laju reaksi = - ∆ [A] / ∆ t laju reaksi = + ∆ [B] / ∆ t Tanda – (negatif) menunjukkan pengurangan konsentrasi reaktan Tanda + (positif) menunjukkan peningkatan konsentrasi produk Kecepatan reaksi dari suatu zat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1. Suhu Secara umum reaksi kimia akan berlangsung semakin cepat jika suhu dinaikkan. Pada umumnya pada penambahan suhu sebesar 10oC maka kecepatan reaksinya akan menjadi dua kali lebih cepat dari kecepatan reaksi semula. 2. Konsentrasi Reaktan Semakin besar konsentrasi dari reaktan maka semakin besar pula kecepatan reaksinya. Hal ini disebabkan karena jumlah molekul yang berinteraksi bertambah besar seiring dengan besarnya konsentrasi larutan. 3. Sifat Zat yang Bereaksi Cepat atau lambatnya reaksi kimia sangat ditentukan oleh sifat zat yang bereaksi. Ada zat yang sangat reaktif, sehingga reaksinya sangat cepat, misalnya reaksi antara logam natrium dengan air, ada juga reaksi yang berlangsung sangat lambat. Larutan polar dan non polar juga mempengaruhi kecepatan reaksi zat. 4. Luas Permukaan 5. Semakin Katalis besar luas permukaan dari molekul reaktan, semakin besar pula kecepatan reaksi. II-1



II-2 BAB II Tinjauan Pustaka 5. Katalis Katalis merupakan zat yang ditambahkan dalam suatu reaksi kimia dengan tujuan untuk mempercepat ataupun memperlambat reaksi kimia, tetapi tidak ikut bereaksi (Maron & lando, 1958 ).



Reaksi-reaksi kimia berlangsung dengan kecepatan yang berbeda-beda. Sehingga, agar reaksi tersebut dapat berlangsung, maka partikel-partikel zat yang bereaksi harus bertumbukan satu sama lain dan mempunyai energi kinetik yang cukup (Sukardjo, 1985). Pengukuran laju reaksi dapat dilakukan dengan mengukur penurunan konsentrasi reaktan sebagai fungsi waktu. Kecepatan reaksi adalah laju perubahan konsentrasi reaktan terhadap waktu, dinyatakan (-dC/dt), dimana C adalah konsentrasi reaktan. Sedangkan laju perubahan konsentrasi reaktan terhadap waktu adalah (dCp/dt). A



hasil



.......................................................................................(a)



hasil



...................................................................................... (b)



hasil



.......................................................................................(c)



Rate = k1 . CA 2A 2



Rate = k2 . CA A+B



Rate = k2 . CA . CB A + 2B



hasil



.......................................................................................(d)



2



Rate = k3 . CA . CB 2A + B



hasil ........................................................................................(e) 2



Rate = k . CA . CB Jumlah molekul pereaksi yang ikut dalam reaksi disebut molekularitas, reaksi a dan b disebut unimolekuler., c disebut bimolekuler dan d serta e disebut termolekuler (Sukardjo, 1985). Jumlah molekul pereaksi yang konsentrasinya menetukan kecepatan reaksi disebut tingkat reaksi. Untuk reaksi : n1 A + n2B + n3C Rate =



 dC dt



hasil-hasil.



 kCA 1C B 2 CC n



n



n 3



Bertingkat n1 + n2 + n3 = n Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



II-3 BAB II Tinjauan Pustaka Molekularitas dan tingkat reaksi tidak selalu sama, sebab tingkat reaksi tergantung dari mekanisme reaksinya. Disamping itu perlu diketahui bahwa molekularitas selalu merupakan bilangan bulat, sedangkan tingkat reaksi dapat pecahan, bukan nol (Sukardjo, 1985). Hubungan antara kecepatan reaksi dan konsentrasi zat yang bereaksi sesuai dengan persamaan reaksi tingkat dua : A + B



Produk



 dC A n m  kCA C B ..................................................................................................(1) dt Karena konsentrasi B berlebih, maka dianggap konstan sehingga :



 dC A n  k C A .......................................................................................................(2) dt Dengan nilai initial rate, maka CA = CAO , sehingga :  dC A n  k C A .......................................................................................................(3) dt



Dari persamaan di atas dibuat dalam bentuk ln sehingga : ln



C A0  ln k + n ln CA0 ......................................................................................(4) t Dimana k= konstanta, n = orde reaksi, dan CA = konsentrasi. Orde reaksi



adalah jumlah semua pangkat yang terdapat dalam persamaan laju reaksi (Maron & Lando, 1958).



Nilai k hanya dapat diperoleh melalui analisis data eksperimen, tidak berdasarkan stoikiometri maupun koefisien reaksi. Tetapan k yang muncul disebut juga sebagai tetapan laju atau koefisien laju. Untuk reaksi yang dipercaya elementer, k biasanya disebut tetapan laju. Dan untuk reaksi yang terjadi dengan lebih dari satu tahap, k disebut koefisien laju (Mulyani, 2004:160).



Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



II-4 BAB II Tinjauan Pustaka Dalam metode ‘’initial rate’’, kita menggunakan kurun waktu yang dibutuhkan untuk reaktan mulai tepat bereaksi. Pada metode ini dapat C 0 dan t0 yang dapat langsung dimasukkan ke dalam persamaan umum orde reaksi. A + B



Produk



dx  k (a  x)(b  x) ................................................................................................(5) dt



Karena konsentrasi a dan b sama (a=b), sehingga : dx  k (a  x) 2 .........................................................................................................(6) dt



Jika diintegralkan diperoleh : x



t



dx 0 (a  x) 2  0 kdt 1 ax



x 0



 k .t



t 0



x = a.k.t ..........................................................................................................(7) ax (Maron & Lando, 1958)



Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam praktiknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir stokiometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator. Kedua cara di atas termasuk analisis titrimetri atau volumetrik. Selama bertahun-tahun istilah analisis volumetrik lebih sering digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetatpi, dilihat dari segi kata, “titrimetrik” lebih baik, karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh titrasi. Jenis-jenis titrasi ada tiga macam yaitu titrasi Asam dan basa kuat, asam lemah dan basa kuat dan asam kuat dan basa lemah. Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



II-5 BAB II Tinjauan Pustaka 1. Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat Asam dan basa kuat terurai sempurna dalam larutan berair. Oleh karena itu, pH pada berbagai titik selama titrasi dapat dihitung langsung dari jumlah stoikiometri asam dan basa yang dibiarkan bereaksi. Pada titik ekuivalen, pH ditentukan oleh tingkat terurainya air. Pada 25 C pH air murni adalah 7,00.



Gambar II.1 Kurva Titrasi Asam Kuat-Basa Kuat Daerah yang berwarna ungu dan oranye dalam gambar 6.1 merupakan rentang dimana ketiga indikator visual berubah warna. Nampaknya saat asam kuat dititrasi, penambahan pH yang besar pada titik ekuivalen cukup untuk melebarkan rentang dari ketiga indikator. Oleh karena itu, tiap-tiap indikator ini akan berubah warna dengan satu atau dua tetes pada titik ekuivalen. Kurva titrasi untuk basa kuat yang dititrasi dengan asam kuat, misalnya NaOH dengan HCl , akan sama persis dengan kurva dalam gambar 6.1 jika pOH diplot vs volume HCl, jika pH diplot, kurva dalam gambar 6.1 hanya dibalik, dimulai pada nilai yang tinggi dan menurun hingga pH yang rendah setelah titik ekuivalen. 2. Titrasi Asam Lemah dan Basa Kuat Penetralan asam lemah oleh basa kuat agak berbeda dengan penetralan asam kuat oleh basa kuat. Contohnya, 25 mL CH3COOH 0,1 M dititrasi oleh NaOH 0,1 M. Mula-mula sebagian besar asam lemah dalam larutan berbentuk molekul Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



II-6 BAB II Tinjauan Pustaka tak mengion CH3COOH, bukan H+ dan CH3COO–. Dengan basa kuat, proton dialihkan langsung dari molekul CH3COOH yang tak mengion ke OH–. Untuk penetralan CH3COOH oleh NaOH, persamaan ion bersihnya sebagai berikut (James E. Brady, 1990). Kurva titrasi asam lemah oleh basa kuat dapat ditunjukkan pada gambar berikut :



Gambar II.2 Kurva Titrasi Asam Lemah-Basa Kuat (www.alfikimia.wordpress.com) 3. Titrasi Basa Lemah dan Asam Kuat Jika 25 mL NH4OH 0,1 M (basa lemah) dititrasi dengan HCl 0,1 M (asam kuat), maka besarnya pH semakin turun sedikit demi sedikit, kemudian mengalami penurunan drastis pada pH antara 4 sampai 7. Titik ekuivalen terjadi pada pH kurang 7. Oleh sebab itu, indikator yang paling cocok adalah indikator metil merah.



Gambar II.3 Kurva Titrasi Asam Kuat-Basa Lemah (alfikimia.wordpress.com) Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



II-7 BAB II Tinjauan Pustaka Dalam titrasi digunakan suatu indikator untuk menetukan apakah suatu reaksi tersebut sudah mencapai titik akhir atau titik ekuivalennya dengan indikator terjadinya perubahan warna pada larutan titrat. Indikator asam-basa adalah senyawa halokromik yang ditambahkan dalam jumlah kecil ke dalam sampel, umumnya adalah larutan yang akan memberikan warna sesuai dengan kondisi [pH] larutan tersebut. Pada temperatur 25° Celsius, nilai pH untuk larutan netral adalah 7,0. Di bawah nilai tersebut larutan dikatakan asam, dan di atas nilai tersebut larutan dikatakan basa. Kebanyakan senyawa organik yang dihasilkan makhluk hidup mudah melepaskan proton (bersifat sebagai Asam Lewis), umumnya asam karboksilat dan amina, sehingga indikator asam-basa banyak digunakan dalam bidang kimia hayati dan kimia analitik. Mekanisme perubahan warna oleh indikator adalah reaksi asam-basa, pembentukan kompleks, dan reaksi redoks (wikipedia, 2012). Berikut ini adalah jenis-jenis indikator dalam titrasi yaitu : 1.



Indikator Asam Basa (Acid Base Indikators). Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Asidimetri dan alkalimetri.



2.



Indikator Pengendapan dan Adsorpsi. Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi presipitimetri seperti pada Argentometri.



3.



Auto Indikator. Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Iodometri, Permanganometri, Iodimetri dan Bromatometri.



4.



Indikator Redoks. Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Bromatometri, Serimetri, dantitrasi K2Cr2O7, Iodimetri danIodometri.



5.



Indikator Dalam(Internal Indikator). Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Nitrimetri



6.



Indikator Luar (Eksternal Indikator). Titrasi yang menggunakan indikatorini adalah titrasi Nitrimetri



Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



II-8 BAB II Tinjauan Pustaka 7.



Indikator Metal (Metalochromatic Indikators). Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Kompleksometri dan Kelatometri.



(Anonim, 2012).



Indikator untuk titrasi asam basa memegang peranan yang amat penting disebabkan indikator ini akan menunjukkan kita dimana titik akhir titrasi berlangsung. Pemilihan indikator yang tepat akan sangat membantu dalam keberhasilan titrasi yang akan kita lakukan. Jangan sampai kita salah memilih indikator yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam penentuan titik akhir titrasi. Untuk memilih indikator yang akan dipakai pada titrasi asam basa maka terlebih dahulu kita harus memperhatikan trayek pH indikator tersebut. Misalkan kita memiliki indikator asam lemah HIn dimana bentuk takterionisasinya berwarna merah sedangkan bentuk terionisasinya berwarna kuning (Anonim, 2012).



HIn  H+ + InMerah



Kuning



Perubahan warna HIn terjadi pada kisaran pH tertentu. Perubahan ini tampak bergantung pada kejelihan penglihatan orang yang melakukan titrasi. Untuk warna indikator yang terjadi akibat terbentuknya dari transisi kedua warna (misal HIn berubah dari warna merah ke kuning maka kemungkinan warna transisinya adalah oranye), maka umumnya hanya satu warna yang akan teramati jika perbandingan kedua konsentrasi adalah 10:1 jadi hanya warna dengan konsentrasi yang paling tinggi yang akan terlihat (Anonim, 2012). Sebagai contoh jika hanya warna kuning yang terlihat maka konsentrasi [In-]/[HIn] = 10/1 dan jika kita masukkan ke persamaan Henderson-Hasselbalch diperoleh : pH = pKa + log 10/1 = pKa + 1 dan jika hanya warna merah yang terlihat maka konsentrasi [In]/HIn] = 1/10 sehingga: pH = pKa + log 1/10 = pKa – 1 Jadi pH indikator akan berubah dari kisaran warna yang satu dengan yang lain adalah berkisar antara pKa-1 sampai dengan pKa + 1, dan pada titik tengah Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



II-9 BAB II Tinjauan Pustaka daerah transisi perubahan warna indikator konsentrasi [In-] akan sama dengan [HIn] oleh sebab itu pH = pKa. Dengan demikian kita dapat memilih suatu indikator dengan cara mimilih indikator yang nilai pKa-nya adalah mendekati nilai pH pada titik ekuivalen atau untuk pH indikator dari basa lemah nilai pKbnya yang mendekati nilai pH ekuivalen. Contoh indikator pp yang dipakai untuk titrasi asam kuat dan basa kuat atau asam lemah dan basa kuat, indikator metil merah yang dipakai untuk titrasi basa lemah dan asam kuat (Anonim, 2012).



Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



BAB III METODOLOGI PERCOBAAN III.1 Variable Percobaan a. Kontrol



: Etil asetat 0,04 N NaOH 0,04 N HCl 0,04 N



b. Manipulasi



: Waktu pengocokan yaitu 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit



c. Respon



: Banyaknya volume titran (NaOH)



III.2 Alat 1.



Baker Glass



2.



Biuret



3.



Erlenmeyer



4.



Gelas Ukur



5.



Klem



6.



Labu Ukur



7.



Masker



8.



Pipet tetes



9.



Pipet volume



10. Sarung Tangan 11. Statif 12. Timbangan Elektrik III.3 Bahan 1.



Larutan PP



2.



Larutan NaOH 0,04 N



3.



Larutan HCL 0,04 N



4.



Larutan Etil Asetat 0,04 N



III.4 Prosedur Percobaan 1.



Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan



2.



Membuat 100 ml larutan 0,04 N etil asetat, 200 ml larutan 0,04 N NaOH, dan 100 ml larutan 0,04 N HCl.



3.



Memasukkan 25 ml larutan 0,04 N NaOH kedalam erlenmeyer



4.



Menambahkan 25 ml larutan 0,04 N etil asetat dan mengocoknya selama III-1



III-2 BAB III Metodologi Percobaan 10 menit. 5.



Menghentikan proses pengocokan setelah 10 menit kemudian menambahkan 25 ml larutan 0.04 N HCl dan mengocoknya kembali selama 10 menit.



6.



Menambahkan indikator PP sebanyak 2 tetes kedalam 10 ml campuran



7.



Mentitrasi campuran tersebut dengan larutan 0,04 N NaOH



8.



Mengulangi prosedur a sampai f sebanyak 3 kali dengan variabel waktu yang berbeda yaitu selama 15 menit, 20 menit, 25 menit.



III.5 Diagram Alir Percobaan



Mulai



Menyiapkan Alat dan Bahan



Membuat Larutan NaOH 0,04 N etil asetat 0,04 N dan HCl 0,04 N



Mencampurkan 25 ml NaOH 0,04 N dengan 25 ml etil asetat 0,04 N



Mengocok larutan tersebut selama 10 menit



A



Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



III-3 BAB III Metodologi Percobaan A



Menambahkan larutan HCl 0,04 N kemudian mengocoknya



Mengambil 10 ml larutan tersebut



Mentitrasi larutan campuran tersebut dengan NaOH 0,04 N



Mencatat volume titran yang digunakan untuk mentitrasi larutan



Mengulangi prosedur percobaan sebanyak 3 kali dengan variabel waktu yang berbeda yaitu selama 15 menit, 20 menit, 25 menit



Mencatat hasil percobaan



Selesai



Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



III-4 BAB III Metodologi Percobaan III.6 Gambar Alat Percobaan



Baker Glass



Gelas Ukur



Biuret



Klem



Erlenmeyer



Labu Ukur



Masker



Pipet Tetes



Pipet Volume



Sarung Tangan



Statif



Timbangan Elektrik



Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN



IV.1 Hasil Percobaan Penyabunan Etil Asetat dan NaOH Setelah melakukan percobaan penyabunan etil asetat, didapatkan volume NaOH yang digunakan untuk titrasi sebagai berikut : Tabel IV.1 hasil percobaan penyabunan etil asetat dan NaOH Volume No



Perlakuan



Etil Asetat (0,04 N)



1.



Volume Titrasi



Volume Volume NaOH (0,04 N)



HCl



t



(0,04 N) (menit)



Volume Campuran



Volume Titran NaOH 0,04 N



25 ml



25 ml



25 ml



10



10 ml



3,4 ml



25 ml



25 ml



25 ml



15



10 ml



3,8 ml



3.



25 ml



25 ml



25 ml



20



10 ml



4,3 ml



4.



25 ml



25 ml



25 ml



25



10 ml



4,4 ml



2. Titrasi



IV.2 Pembahasan IV.2.1 Menentukan Konstanta Reaksi dari Penyabunan Etil Asetat dengan NaOH. Dalam percobaan yang dilakukan, penentuan konstanta dan orde kecepatan reaksi menggunakan metode reaksi penyabunan yaitu antara CH3COOC2H5 dan NaOH.



Dalam percobaan ini terjadi reaksi dengan



mekanisme sebagai berikut : CH3COOC2H5(aq) + NaOH(aq)



C 2 H 5 OH(aq) + CH3COONa(aq)



Reaksi senyawa tersebut dibantu dengan proses pengocokan yang dilakukan selama t menit. Setalah t menit, penambahan HCl pada campuran larutan CH3COOC2H5 dan NaOH. Penambahan HCl dilakukan untuk mempercepat reaksi atau disebut juga sebagai katalisator, sehingga terjadi reaksi : IV-1



IV-2



BAB IV Hasil dan Pembahasan NaCl(s) + H2O(l)



NaOH sisa (aq) + HCl(aq)



Pada reaksi ini, NaOH bertindak sebagai reaktan pembatas (limiting reaktan) sehingga berdasarkan reaksi ini konsentrasi etil asetat yang bereaksi dapat ditentukan. Untuk menentukan jumlah HCl sisa reaksi, maka dilakukan titrasi HCL oleh NaOH : HCl sisa (aq) + NaOH(aq)



NaCl(s) + H 2 O(l)



Sehingga jumlah mol etil asetat yang bereaksi dapat diketahui dengan mengetahui jumlah mol NaOH yang diperlukan untuk titrasi. Selanjutnya, konstanta reaksi dari reaksi penyabunan etil persamaan yang berasal dari grafik antara



asetat ini didapatkan dari



x terhadap t, yang diperoleh ax



dari : x = a.k.t ax



............................................................................................ (7)



Grafik IV.1 Grafik



Sehingga dari plot antara



x terhadap t ax



x terhadap t didapatkan kurva dengan intercep ax



0. Sehingga dari percobaan didapatkan grafik IV.1



Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



IV-3



BAB IV Hasil dan Pembahasan Dari kurva didapatkan slope a.k dimana a merupakan konsentrasi mula-mula sehingga konstanta reaksi dapat dicari dengan membagi harga slope dengan a yang diketahui nilainya. Setelah kita memperoleh persamaan garis y = 0,009x, maka kita mensubsitusikannya ke dalam rumus



x = a.k.t , ax



sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut : y = 0,009x x = a.k.t ax



0,009x = a.k.t Berdasarkan persamaan sehingga didapatkan k = 0,225 M-1s-1 . Berdasarkan literatur disebutkan bahwa konstanta laju reaksi untuk penyabunan etil asetat dengan NaOH berkisar 0,057 M-1s-1( Glasstone, 1946 ). Hasil percobaan yang didapatkan berbeda dengan literatur. Hal ini disebabkan karena ketika proses penimbangan NaOH, timbangan yang digunakan kurang valid, sehingga mempengaruhi konsentrasi larutan NaOH yang dibuat. Selain itu, pada saat pengamatan perubahan larutan menjadi merah muda (pink) sulit untuk memberi batasan warna saat awal mulai terjadinya perubahan warna menjadi merah muda (pink) yang sama pada setiap perbedaan lamanya waktu yang diperoleh dalam proses pengocokan. Hal ini menyebabkan perbedaan volume NaOH yang digunakan untuk mentitrasi larutan sehingga hal itu dapat berpengaruh terhadap data yang didapatkan. IV.2.2 Pengaruh Waktu (t) Pengocokan terhadap Volume Titran (NaOH) yang Bereaksi. Dalam percobaan kecepatan reaksi dilakukan proses pengocokan terhadap larutan etil asetat dan NaOH serta pada saat setelah penambahan HCl. Berdesarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh hubungan antara lama waktu pengocokan terhadap volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalennya. Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



IV-4



BAB IV Hasil dan Pembahasan



Grafik IV.2 Pengaruh waktu (t) pengocokan terhadap volume titran (NaOH) yang diperlukan



Dari grafik IV.2 “ Pengaruh waktu (t) pengocokan terhadap volume titran (NaOH) yang



Diperlukan ” dapat diketahui bahwa semakin lama waktu pengocokan



yang diberikan pada campuran larutan etil asetat dan NaOH serta setelah penambahan HCl , maka semakin besar pula volume titran NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi. Hal ini dapat terlihat pada saat t = 25 menit dimana membutuhkan volume titran (NaOH) paling besar yaitu sebesar 4,4 ml untuk mencapai titik ekivalennya. IV.2.3 Pengaruh Waktu (t) Pengocokan terhadap Etil asetat (CH3COOC2H5) yang Bereaksi. Dalam percobaan kecepatan reaksi yang telah dilakukan, salah satu prosedur percobaannya yaitu melakukan proses pengocokan larutan etil asetat dan NaOH serta pada saat setelah penambahan HCl. Berdesarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh hubungan antara lama waktu pengocokan terhadap volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalennya.



Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



IV-5



BAB IV Hasil dan Pembahasan



Grafik IV.3 Pengaruh waktu (t) pengocokan terhadap jumlah etil asetat yang bereaksi



Dari grafik IV.2 “ Pengaruh waktu (t) pengocokan terhadap etil asetat yang bereaksi ” dapat diketahui bahwa semakin lama waktu pengocokan yang



diberikan jumlah (mol) etil asetat yang bereaksi semakin bertambah. Hal ini dapat terjadi karena semakin lama proses pengocokan berlangsung semakin banyak permukaan partikel yang bereaksi, karena adanya tumbukan antara partikel satu dengan partikel lainnya. Hal ini bisa terlihat pada saat dilakukan pengocokan selama 25 menit, maka jumlah etil asetat yang bereaksi semakin besar pula. IV.2.4 Menetukan Besarnya Konstanta Kecepatan Reaksi Penyabunan Etil Asetat Pada penentuan orde reaksi penyabunan etil asetat kita dapat menggunakan persamaan yang terjadi antara etil asetat dan NaOH. Berdasarkan teori yang ada yaitu : A+B



hasil



......................................................................................... (c)



Rate = k2 . CA . CB Karena konsentrasi yang digunakan dalam penyabunan antara etil asetat dan NaOH sama, maka A = B, sehingga menjadi : Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



IV-6



BAB IV Hasil dan Pembahasan 2A



hasil



Rate = k2 . CA



......................................................................................... (b)



2



(Sukardjo, 1985) CH3COOC2H5(aq) + NaOH(aq)



C 2 H 5 OH(aq) + CH3COONa(aq)



Dari reaksi yang terjadi antara etil asetat dan NaOH mempunyai molaritas sama yaitu 0,04 N. Sehingga, dengan menggunakan dasar teori persamaan (b) maka orde reaksi penyabunan etil asetat dan NaOH merupakan orde reaksi tingkat dua.



Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS



BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Prosedur percobaan penyabunan etil asetat dengan NaOH diperoleh konstanta reaksi sebesar 0,225 M-1 s-1. 2. Semakin lama waktu pengocokan yang diberikan pada campuran larutan etil asetat dan NaOH , maka semakin besar volume titran NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi yaitu pada saat t = 25 menit dimana membutuhkan volume titran (NaOH) paling besar sebanyak 4,4 ml untuk mencapai titik ekivalennya. 3. Semakin lama waktu pengocokan yang diberikan pada campuran larutan etil asetat dan NaOH, maka jumlah (mol) etil asetat yang bereaksi semakin bertambah karena adanya tumbukan antara partikel satu dengan partikel lainnya sehingga semakin banyak permukaan partikel yang bereaksi yaitu pada saat dilakukan pengocokan selama 25 menit dimana membutuhkan jumlah etil asetat yang paling besar yaitu 0,175 mol. 4. Prosedur percobaan penyabunan etil asetat diperoleh orde reaksi sebesar 2 M -1s-1.



V-1



DAFTAR PUSTAKA Anonim.



2012.



Titrasi



Asam-Basa



dan



Indikator.



Diakses



dari



http://jenggaluchemistry.wordpress.com pada tanggal 28 September 2013. Anonim. 2012. Jenis-jenis Indikator. Diakses dari www. wikipedia.com pada tanggal 28 September 2013. Lailatul.



2011.



Laporan



Praktikum



Kimia



Laju



Reaksi.



Diakses



di



http://Kecepatanreaksi.blogspot.com pada tanggal 28 September 2013 Maron, H. Samuel and Jerome B. Lando. 1944. Fundamentals of Physical Chemistry. London: Collier Macmillan Publisher. Sukardjo. 1985. Kimia Fisika 1. Jakarta: Rineka Cipta.



vii



DAFTAR NOTASI



Notasi



Nama Notasi



Satuan



M



molaritas



Molaritas (M) atau Normalitas (N)



V



volume



gr



gram



𝑝



massa jenis



gram/cm3 atau gram/ml



Mr



massa relatif



gram/mol



mililiter gram



t



waktu



k



konstanta kecepatan reaksi jumlah mol etil asetat yang bereaksi jumlah mol mula-mula etil asetat



x a



Sekon atau menit



vii



M-1.s-1 mmol atau milimol mmol atau milimol



APPENDIKS



1.



Perhitungan pembuatan 100 ml 0,04 N ethyl asetat (CH 3COOC2H5) Tersedia



= Ethyl asetat 100%



Massa jenis Ethyl asetat = 0,9 gram/ml M = % x 10 x massa jenis



Mr



= 100 x 10 x 0,9



88,1 = 900



88,1 = 10,215 M = 10,22 M Mengubah ke satuan Normalitas : N = M x Ekivalen = 10,22 x 1 = 10,22 N N1 x V1 = N2 x V2 10,22 x V1 = 0,04 x 100 V1 = 0,391 V1 = 0,4 ml 2.



Perhitungan pembuatan 100 ml 0,04 N HCL Tersedia



= HCL 32%



Massa jenis HCL 32%



=1,159 gram/ml



M = % x 10 x massa jenis Mr viii



= 32 x 10 x 1,159



36,5 =10,16109589 M =10,1610 M Mengubah satuan ke satuan Normalitas N = M x Ekivalen = 10,1610 x 1 = 10,1610 N N1 x V1 = N2 x V2 10,1610 x V1 = 0,04 x 100 V1 = 0,3893 ml V1 = 0,4 ml 3.



Perhitungan pembuatan 200 ml 0,04 N NaOH N =M x Ekivalen 0,04 = M x 1 M = 0,04 M M=



mol Volume



M = massa Mr x Volume



0,04 = massa 40 x 0,2 Massa = 0,32 gram



4.



Penyabunan CH3COOC2H5 oleh NaOH Untuk t = 10 menit CH3COOC2H5 awal



= 0,04 N



NaOH awal



= 0,04 N



HCl awal



= 0,04 N



Volume CH3COOC2H5 = 25 ml Volume NaOH



= 25 ml



Volume HCl



= 25 ml



mol CH3COOC2H5 awal = 0,04 x 25 = 1 mmol mol NaOH awal



= 0,04 x 25 = 1 mmol



mol HCl



= 0,04 x 25 = 1 mmol



Volume NaOH titrasi



= 12,5 ml



mol NaOH titrasi



= 0,04 x 3,4 = 0,136 mmol



Misalkan mol CH3COOC2H5 yang bereaksi adalah y mmol, maka didapatkan perhitungan sebagai berikut Reaksi (1) CH3COOC2H5 + NaOH



C2H5OH + CH3COONa



Awal



1



1



-



-



Bereaksi



y



y



-



-



Sisa



1-y



1-y



y



y



Reaksi (2) NaOH sisa



+



HCl



NaCl



+



H 2O



Awal



1-y



1



-



-



Bereaksi



1-y



1-y



-



-



Sisa



0



y



1-y



1-y



Reaksi (3) NaOH



+



HCl sisa



NaCl



+



H2O



Awal



0,136



y



-



-



Bereaksi



0,136



y



-



-



Sisa



0



0



y



y



Pada reaksi (3) mol NaOH titrasi = 0,136 mmol mol HCl titrasi



= x mmol



mol HCl



= mol NaOH y



= 0,136 mmol



Jadi, CH3COOC2H5 yang bereaksi adalah 0,136 mmol. Kemudian menentukan konsentrasi dari CH3COOC2H5 yang bereaksi yaitu : MCH3COOC2H5 = 0,136 mmol/ 25 ml = 0,0054 M Untuk perhitungan t selanjutnya dengan cara yang sama. Perhitungan pembuatan grafik Dalam rumus perhitungan dijelaskan bahwa : x = a.k.t diamana x adalah konsentrasi CH3COOC2H5 yang bereaksi dan a adalah ax



konsentrasi CH3COOC2H5 mula-mula. Sehingga, pada t = 10 menit didapatkan hasil sebagai berikut : x = Konsentrasi CH3COOC2H5 yang bereaksi



= 0,0054 M



a = Konsentrasi CH3COOC2H5 mula-mula



= 0,04 N = 0,04 M



x ax



= 0,0054/ (0,04-0,0054) = 0,1560



Untuk perhitungan



x dengan waktu yang berbeda dapat dilakukan dengan cara yang ax



sama sesuai langkah diatas. Berikut hasil tabel perhitungan pada waktu pengocokan yang berbeda :



Tabel Hasil Perhitungan Penyabunan Ethyl Asetat dengan NaOH T



V NaOH



a



x



(menit)



(ml)



(M)



(M)



10



3,4



0,04



0,0054



0,1560



15



3,8



0,04



0,0060



0,1792



20



4,3



0,04



0,0068



0,2077



25



4,4



0,04



0,0070



0,2135



Dari data pada tabel diatas dibuat plot antara



x lawan t, sehingga diperoleh: ax



Persamaan : y = 0,009x Dimana persamaan reaksi orde 2 :



x = a.k.t ax



k = 0,009/ 0,04 = 0,225 M-1menit -1



x (a  x)