Injeksi Asam Folat 2003 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

INJEKSI ASAM FOLAT



1.



TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan injeksi asam folat dan cara evaluasi



sediaan steril. 2.



PRINSIP Berdasarkan cara pembuatan sediaan steril yaitu menggunakan metode



sterilisasi akhir dimana sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan dengan autoklaf (suhu 115 - 116° C, selama 30 menit).



3.



TEORI 3.1 Definisi Sediaan Steril Injeksi Steril adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apotogen atau nonpatogen (tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat). Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat dalam usus yang dapat membusukkan sisa makanan yang tidak terserap oleh tubuh. Mikroba patogen misalnya Salmonella thyposa yang menyebabkan penyakit tifus dan E. Coli yang menyebabkan sakit perut. Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menadi steril. Sanitasi adalaha suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat. (Syamsuni. 2007: 181) Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parenteral merupakan jenis sediaan yang unik diantara bentuk sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membrane mukosa ke bagian tubuh yang paling efisien, yaitu membrane kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-bahan toksis lainnya, serta



harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia, atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007). Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir (FI.III.1979). Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995) Menurut defenisi dalam Farmakope, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi digolongkan menjadi lima jenis yang berbeda yaitu : Obat larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama injeksi, contohnya adalah injeksi insulin. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Sediaan ini dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril, contohnya Ampicilin Sodium steril. Sediaan seperti tertera pada no b, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya.yaitu untuk injeksi, contohnya Methicillin Sodium untuk injeksi. Sediaan berupa susupensi



serbuk



dalam



medium



cair



yang



sesuai



dan



tidak



disuntikkansacara intravena atau di dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya yaitu susupensi steril. Contoh Cortisao Suspensi steril. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawanya yang sesuai. Dan dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril untuk suspensi. Contohnya Ampicilin steril untuk suspensi (Lukas, 2006 : 37).



Obat dibuat steril karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap pada saluran cerna atau gastrointestinal, misalnya hati yang dapat berfungsi untuk menetralisir atau menawarkan racun (detoksikasi = detoksifikasi). Diharapkan dengan kondidi steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan yaitu steril dan tidak steril. Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik inkesi, tablet implan, tablet hipodermik, dan sediaan untuk mata seperti tetes mata (guttae ophth), cuci mata (collyrium), dan salep mata (oculenta) (Syamsuni. 2007 : 181-182) 3.2



Rute Pemberian Sediaan Injeksi 3.2.1. Intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosis. Volume yang disuntikkan antara 0,1-0,2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam air. 3.2.2. Injeksi subkutan (s.k/s.c) atau hipodemik Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolus, volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonis, pH netral, dan bersifat depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3-4 liter/hari dengan penambahan enzim hialuronidase), jika pasien tesebut tidak dapat menerima infus intravena. 3.2.3. Intramuskular (i.m) Disuntikkan ke dalam atau di antara lapisan jaringan atau otot. Injeksi dalam bentuk larutan, suspensi, atau emulsi dapat diberikan dengan cara ini. Yang berupa larutan dapat diserap cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap lambat. Volume penyuntikan antara 4-20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit. 3.2.4. Intravena (i.v) Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh diberikan melalui rute ini, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena yang bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis, tetapi ika terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkan secara lambat



atau perlahan-lahan dan tidak memengaruhi sel darah); volume antara 1-10 ml. Injeksi intravena yang dberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml disebut “infus intravena/infus/infundabilia”. Infus harus bebas pirogen, tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, dan isotonis. Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida. Injeksi i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen. 3.2.5. Intraarterium (i.a) Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah arteri/ perifer/ tepi, volume antara 1-10 ml, tidak boleh mengandung bakterisida. 3.2.6. Intrakordal/Intrakardiak (i.kd) Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikel, tidak boleh mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat. 3.2.7. Intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang didasar otak (antara 3-4 atau 5-6 lumbar vertebrata) tempat terdapatnya cairan cerebrospinal. Larutan harus isotonis karena sirkulasi cairan serebrospinal lambat, meskipun larutan anestetik untuk sumsum tulang belakang sering hipertonis. Jaringan saraf di daerah anatomi ini sangat peka. 3.2.8. Intraartikular Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuknya suspensi atau larutan dalam air. 3.2.9. Subkonjungtiva Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi atau larutan, tidak lebih dari 1 ml. 3.2.10. Intrabursa Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan suspensi dalam air. 3.2.11. Intraperitoneal (i.p) Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan berlangsung cepat, namun bahaya infeksi besar. 3.2.12. Peridural (p.d), Ekstradural, Epidural



Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak di atas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang. (Syamsuni, 2007: 196-198) 3.3



Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi 3.3.1. Keuntungan A. Mencapai efek fisiologis dengan segera. B. Kadar obat dalam darah bisa lebih diramalkan. C. Obat yang tidak diabsorpsi atau rusak melalui saluran cerna dapat dibuat dalam bentuk sediaan injeksi. D. Tidak melalui First Pass Effect. E. Dapat diberikan apabila penderita dalam keadaan tidak dapat bekerjasama dengan baik, tidak sadar, atau tidak dapat dengan cara pemberian lain (seperti oral). 3.3.2. Kerugian A. Harus dilakukan oleh personel terlatih. B. Sukar untuk menghilangkan atau merubah efeknya bila terjadinya kesalahan dalam pemberiannya. C. Relatif harganya lebih mahal dibandingkan dengan sediaan



3.4



lainnya. Monografi 3.4.1. Monografi Zat Aktif Asam Folat



Rumus Molekul/BM



: C19H19N7O6/441,40



Pemerian



: Serbuk hablur; kuning atau jingga



kekuningan; tidak berbau Kelarutan



: Sangat sukar larut dalam air, praktis



tidak larut dalam etanol (95%)P, dalam kloroform P, dalam eter



P, dalam aseton P, dalam Benzen P, mudah larut dalam asam klorida encer P panas dan dalam asam sulfat encer P panas, larut dalam asam klorida P dan dalam asam sulfat P, larutan berwarna kuning sangat pucat, mudah larut dalam larutan alkali, hidroksida encer dan dalam larutan alkali karbonat encer Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik,



telindungi dari cahaya Kegunaan dalam formula : Hematopetikum (FI Edisi III Hal 51-52) 3.4.2. Monografi Zat Tambahan A. Dinatrium Edetat



Rumus Molekul



: C10H14N2Na2O8,2H2O



Dinatrium edetate mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% C10H14N2Na2O8, 2H2O. Bobot molekul: 372,2 Pemerian : Bubuk kristal putih, tidak berbau Kelarutan : Larut dalam air, sedikit larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter. pH : 4,0 – 5,5 Kegunaan dalam formula : Chelating agent Penyimpanan : Dinatrium edetate harus disimpan dalam wadah tertutup baik. (British Pharmacopoeia, hal 1462) B.



NaCl Rumus molekul



: NaCl



Bobot Molekul



: 58,44



Natrii chlorida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Tidak mengandung zat tambahan.



Pemerian



:



Hablur



bentuk



kubus,



tidak



berwarna atau serbuk hablur putih; rasa asin. Kelarutan



: Mudah larut dalam air; sedikit lebih



mudah larut dalam air mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol. Titik lebur : 801 °C Kegunaan dalam formula : Pengatur tonistas (FI Edisi IV hal 584) C.



NaOH Rumus Molekul : NaOH BM : 40 Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping, kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur; putih, mudah meleleh basah. Sangat alkalis dn korosif. Segera menyerap karbondioksida. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan : Zat tambahan Kegunaan dalam formula : Pengatur pH (FI Edisi III Hal 412)



D.



Aqua Pro Injeksi Fungsi : Sebagai bahan pembawa sediaan i.v Warna : Jernih / tidak berwarna Bau : Tidak berbau Pemerian : Cairan jernih / tidak berwarna, tidak berbau. Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar dan elektrolit OTT : Dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan zat tambahan lainnya yangmudah terhidrolisis (mudah terurai dengan adanya air atau kelembaban). Stabilitas : air stabil dalam setiap keadaan (es, cairan, uap panas) (FI IV hal 112)



3.5



ADME 3.5.1



Absorpsi



Pada pemberian oral, absorbsi asam folat baik sekali, terutama di bagian 1/3 proksimal usus halus (jejunum proksimal). Dengan dosis oral yang kecil, absorpsi memerlukan energi (transpor aktif), sedangkan pada kadar tinggi absorbsi dapat berlangsung secara difusi (transpor pasif). Asam folat muncul di plasma darah 15-30 menit setelah pemberian per oral dan T max tercapai setelah 1 jam. Ikatan Protein : 2/3 dari asam folat yang terdapat dalam plasma darah terikat pada protein yang tidak difiltrasi ginjal. 3.5.2



Distribusi Distribusinya merata ke semua sel dan terjadi penumpukan



dalam cairan serebrospinal. Asam folat disimpan oleh tubuh terutama di hepar. Normal total asam folat di serum adalah 5-15 ng/mL, di cairan serebrospinal adalah 16- 21 ng/mL, dan di eritrosit adalah 175 to 316 ng/mL. 3.5.3



Metabolisme Asam folat dimetabolisme di hepar oleh enzim Catechol O-



methyltransferase (COMT) dan Methylenetetrahydrofolate reductase menjadi 7,8-dihydrofolic acid dan 5,6,7,8-tetrahydrofolic acid. 3.5.4



Ekskresi Lebih dari 90% asam folat diekskresikan di urine dalam



bentuk metabolit dan sejumlah kecil diekskresikan di feces. Sebagian besar metabolit muncul di urine setelah 6 jam dan ekskresi lengkap dalam 24 jam. Asam folat juga dieksresikan melalui air susu ibu. 4.



ALAT DAN BAHAN 4.1. Alat Beaker glass, erlenmeyer, corong, kertas saring, kaca arloji, spatel, batang pengaduk, pinset, gelas ukur, pipet tetes, ampul, dan Laminar Air Flow (LAF). 4.2. Bahan Asam folat, NaCl, NaOH 2 N, disodium edetat, dan aqua pro injeksi.



5.



PROSEDUR 5.1. Prosedur Pembuatan



Alat-alat yang digunakan disterilkan, bahan-bahan ditimbang sesuai perhitungan, dan aqua pro injeksi dididihkan. Asam folat disuspensikan dalam aqua pro injeksi, kemudian ditambahkan NaOH 2 N sampai larutan jernih (5 tetes). Selanjutnya, ditambahkan NaCl yang sudah dilarutkan dengan aqua pro injeksi, dan ditambahkan larutan disodium edetat. Setelah itu, pH dicek dan ditambahkan NaOH 2 N sampai dicapai pH stabilitas yaitu 8 – 11 (6 tetes). Aqua pro injeksi ditambahkan sampai batas kalibrasi (10 ml). Larutan dimasukkan ke dalam ampul sebanyak 1,1 ml, ampul ditutup. Pengerjaan dilakukan di dalam LAF, dan disterilisasi pada autoklaf 115 – 116o C selama 30 menit. Posisi ampul saat disterilisasi dalam posisi terbalik. 5.2. Prosedur Evaluasi 5.2.1. Kejernihan Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar dibawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan sesuatu aksi yang memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat dilihat oleh mata (Lachman III: 1355). 5.2.2. Penampilan Fisik Wadah Dengan melihat ada bintik atau noda hitam pada ampul. 5.2.3. Kebocoran ampul Letakan ampul didalam zat warna (biru metilen 0,5-1%) dalam ruangan vakum. Tekanan atmosfer berikutnya kemudian menyebabkan zat warna berpenetrasi ke dalam lubang, dapat dilihat setelah bagian luar ampul dicuci untuk membersihkan zat warnanya (Lachman III: 1354). 5.2.4. Jumlah Sediaan Dengan melihat jumlah sediaan masih lengkap atau tidak disesuaikan dengan jumlah sediaan yang akan dibuat. 5.2.5. Keseragaman Volume Diletakan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat keseragaman volume secara visual (FI IV, 1995: 1044).



6.



DATA PENGAMATAN 6.1. Data Penimbangan Bahan Tabel 6.1 Penimbangan Bahan Bahan Asam Folat Na2EDTA NaCl Aqua Pro Injection



Dalam 10 mL 50 mg 5 ml 84 mg Ad 10 ml



6.2. Data Evaluasi Tabel 6.2 Hasil Evaluasi



7.



Jenis Evaluasi



Penilaian



Kejernihan



Jernih



Penampilan fisik wadah



Baik



Kebocoran ampul



1 Bocor



Jumlah sediaan



4 sediaan



Keseragaman volume



Seragam



PEMBAHASAN Sediaan steril merupakan sediaan yang bebas mikroorganisme. Sediaan



steril seperti ini seringkali disebut sediaan parenteral, yang mana dikelompokkan menjadi sediaan parenteral volume besar dan volume kecil. Sediaan parenteral volume kecil yaitu sediaan injeksi. Injeksi menurut Anief (2006) adalah sediaan yang digunakan umumnya dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit/melalui kulit, atau melalui selaput lendir. Tujuan dari praktikum ini adalah membuat sediaan injeksi asam folat dan melakukan evaluasi pada injeksi tersebut. Asam folat merupakan salah satu komponen vitamin B, yaitu vitamin B9. Asam folat memiliki kegunaan sebagai hematopoetikum atau sebagai salah satu komponen yang dibutuhkan dalam pembentukan darah. Selain itu, asam folat memiliki kegunaan sebagai komponen vitamin B kompleks. Karena fungsinya yang cukup krusial, maka asam folat ini dibuat dalam bentuk sediaan injeksi dengan harapan agar dapat lebih cepat mencapai sirkulasi sistemik.



Asam folat merupakan zat yang sukar larut dalam air, etanol, dan pelarut umum lainnya. Berdasarkan Anief (2006), injeksi dapat diracik dengan cara melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda. Artinya, sediaan injeksi boleh saja mengandung zat yang tidak larut dalam pelarutnya, yaitu dengan disuspensikan. Maka dari itu, saat pembuatan injeksi asam folat, asam folat disuspensikan terlebih dahulu dalam aqua pro injeksi. Karena asam folat dapat larut dalam alkali hidroksida, maka ditambahkan NaOH 2 N ke dalam suspensi asam folat tersebut sampai terbentuk warna kuning yang jernih. Perubahan warna menjadi jernih ini merupakan hasil dari reaksi penggaraman. Asam folat merupakan senyawa asam lemah. Jika ditambahkan dengan basa kuat, maka akan terbentuk garam (Natrium folat) yang bersifat basa karena sifat basanya yang lebih kuat. Senyawa garam merupakan senyawa yang mudah larut dalam air, sehingga warna dari asam folat yang telah membentuk garamnya menjadi warna kuning jernih karena garamnya tersebut larut dalam aqua pro injeksi. Selain itu, pH yang dicapai adalah pH 8. Artinya garam natrium folat yang terbentuk disini memang bersifat basa karena pengaruh dari NaOH sebagai basa kuat. Agar sediaan parenteral ini nyaman digunakan, tidak menimbulkan rasa sakit ketika disuntikkan, maka sedapat mungkin harus dibuat isotonis. Isotonis merupakan keadaan yang mana tekanan osmosis sediaan sama dengan tekanan osmosis cairan tubuh (Anief, 2006). Tekanan osmosis ini sama dengan larutan NaCl 0,9%. Ketika sediaan yang disuntikkan hipertonis, maka akan terjadi plasmolisis. Sel darah merah akan menciut, tetapi akan kembali seperti semula. Jadi, hipertonis ini tidak berbahaya. Akan tetapi, apabila sediaan yang disuntikkan hipotonis, maka akan terjadi hemolisis. Sel darah merah akan membesar dan akhirnya akan pecah. Keadaan inilah yang berbahaya apabila sediaan yang digunakan tidak isotonis. Maka dari itu, pada sediaan injeksi yang hipotonis ditambahkan NaCl sebagai pengatur tonisitas. Berdasarkan perhitungan dengan cara penurunan titik beku akan didapatkan sejumlah NaCl yang harus ditambahkan agar sediaan injeksi ini menjadi isotonis. Setelah itu, sejumlah NaCl tersebut dilarutkan dalam aqua pro injeksi. Pada perhitungan tonisitas digunakan



penurunan titik beku natrium folat, bukan asam folat. Karena asam folat yang digunakan telah terbentuk menjadi natrium folat. Sediaan injeksi yang ideal merupakan sediaan yang terdiri dari zat aktif dan zat pembawa saja. Akan tetapi, apabila stabilitas dari zat aktif dapat terganggu, maka dapat ditambahkan bahan-bahan tambahan lainnya. Asam folat merupakan zat yang tidak tercampurkan (OTT) terhadap oksidator, reduktor, dan logam. Bahan-bahan osidator dapat dicegah dengan memanaskan aqua pro injeksi terlebih dahulu sampai mendidih untuk menghilangkan CO2 yang terdapat dalam aqua pro injeksi yang dapat menjadi oksidator pada sediaan. Selain itu, saat pengisian ampul dapat dialiri dengan gas nitrogen agar ampul yang kosong tidak terisi oleh CO2. Sedangkan, untuk mencegah adanya logam harus ditambahkan zat pengkelat yaitu disodium edetat. Zat ini dapat menarik adanya logam-logam berat yang bisa muncul dari ampul yang digunakan sebagai wadah injeksi. Konsentrasi disodium edetat yang digunakan adalah 0,005 – 0,1% (HOPE 6th, 2009: 242). Maka dari itu, pada formula pembuatan asam folat ini dipilih konsentrasi 0,05%. Selanjutnya, disodium edetat dilarutkan dalam aqua pro injeksi. Asam folat, NaCl, dan disodium edetat yang telah larut dicampurkan, kemudian dicek pH-nya. pH yang didapat adalah pH 7, sehingga perlu ditambahkan pengatur pH (stabilisator) agar pH sediaan sama dengan pH stabilitas zat aktif (asam folat). pH stabilitas zat aktif penting untuk diperhatikan karena zat aktif ini yang nantinya akan berperan penting dalam pemberian efek farmakologi dari injeksi. pH stabilitas asam folat adalah 8 – 11 (pH basa), sehingga ditambahkan NaOH 2 N sebagai peng-adjust pH. Setelah mencapai pH stabilitas, barulah ditambahkan aqua pro injeksi sampai batas kalibrasi (10 ml). Volume yang dibuat menjadi 10 ml dari yang seharusnya hanya 5 ml, yang mana masing-masing adalah 1 ml untuk 5 ampul. Volume yang dibuat dilebihkan untuk mengatasi kehilangan volume saat proses pembuatan. Setelah itu, ampul diisi dengan menggunakan syringe yang disambungkan dengan bakteri filter 0,45µm. Bakteri filter ini berfungsi untuk menyaring adanya mikroba ataupun partikel-partikel yang nantinya dapat menyumbat jarum suntik ketika injeksi akan digunakan. Pengerjaan pembuatan injeksi sampai pengisian ampul dilakukan di dalam LAF agar udaranya hanya satu arah, dan udara tersebut merupakan udara yang telah difiltrasi dari mikroba. Volume yang diisikan pada



ampul masing-masing sebanyak 1,1 ml. Volume dilebihkan karena saat penggunaan injeksi, biasanya ada sediaan yang terbuang ketika akan mengeluarkan udara dari jarum suntik. Selajutnya, ampul disterilisasi akhir yaitu menggunakan autoklaf 115 – 116 o C selama 30 menit. Sterilisasi akhir ini dipilih karena zat aktif (asam folat) ini relatif stabil dengan pemanasan karena memiliki titik leleh yang cukup tinggi, yaitu 250o C. 8.



KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dari kelima injeksi asam folat ini, pH sediaan



adalah 11, artinya masih masuk rentang pH stabilitas. Sediaan jernih, sesuai dengan persyaratan sediaan injeksi. Penampilan wadah fisik baik, dengan empat ampul yang diterima karena satu ampul mengalami kebocoran, dan dari keempat ampul yang diterima tersebut volumenya seragam.



DAFTAR PUSTAKA Ansel,H.C., (1989). Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press.



Priyambodo, B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Global Pustaka Utama. Yogyakarta. Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. Voight. R,.(1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah Dr. Soendani Noerono. Edisi Kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.



LAMPIRAN 1.



Data Perhitungan



2. 3. 4.



Kemasan Primer Kemasan Sekunder Brosur



Lembar Kontribusi 1. 2. 3.



Cover, tujuan, prinsip, teori, daftar pustaka, edit : Wiwin Sundari Data perhitungan, data pengamatan, data grafik, lampiran : Rizki Pratiwi Pembahasan, kesimpulan, alat dan bahan, prosedur : Nina Fitriyana