Isolasi Sosial [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL



DISUSUN OLEH : 1. ADISTYA SA’ADAH 2. ADISTYA SAIDAH 3. AGUS YAHYA KHOIRUL SALIM 4. ALFUL NURLAILATUL FAJERIN 5. ANITA MASFUFAH 6. BAHRUL ULUM 7. BEY KURNIAWAN 8. BINTARI INTAN PUTRI WIJAYA 9. DIAH AYUNINGSIH 10. DIAN INDRI PERMANASARI 11. DIAN NINGGARWATI



()



LEMBAR PENGESAHAN



ii



KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, makalah keperawatan jiwa pada pasien isolasi sosial ini telah selesai dan dapat disusun dengan baik. Makalah ini merupakan tugas pembelajaran keperawatan jiwa. Dalam kesempatan yang baik ini kami mengajak semua pihak terkait untuk bersamasama dapat memberikan masukan yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, kritik dan saran sangat kami harapkan agar kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi. Tidak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada penyusun dan pihakpihak lain yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam pembelajaran keperawatan jiwa.



Penyusun



iii



DAFTAR ISI



iv



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu dari masalah kesehatan terbesar selain penyakit degeneratife dan kanker . Gangguan jiwa juga merupakan masalah kesehatan yang serius karena jumlahnya yang terus mengalami peningkatan. Selain itu gangguan jiwa adalah penyakit kronis yang membutuhkan proses panjang dalam penyembuhannya (Nasriati, 2017). Gangguan jiwa (psikosis) merupakan suatu keadaan jiwa yang tidak mempunyai hubungan dengan realitas, dimana selama periode gangguan jiwa, individu tersebut tidak menyadari apa yang dialami orang lain tentang hal yang sama dan orang lain tidak mempunyai respons dengan cara yang sama (Fadly & Hargiana, 2020). Gangguan jiwa lebih cenderung mengalami skizofrenia. Skizofrenia merupakan penyakit kronis, parah, dan melumpuhkan, gangguan otak yang di tandai dengan pikiran kacau, waham, delusi, halusinasi, dan perilaku aneh atau katatonik (Pardede, & Laia. 2020). Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang bersifat berat dan kronis yang menyerang 20 juta orang di seluruh dunia (WHO, 2019). Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia di Indonesia, estimasi jumlah penderita skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk {Riskesdas 2013}, sedangkan Riskesdas {2018} juga menyebutkan sebanyak 84,9% pengidap skizofrenia/psikosis diIndonesia. Skizofrenia ditandai dengan munculnya gejala, gejala ini terdiri dari gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif (nyata) yaitu halusinasi, waham, risiko perilaku kekerasan, isolasi sosial. Isolasi sosial atau menarik diri adalah keadaan dimana seseorang mengalami atau tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Pardede, Hamid, & Putri, 2020). Dampak dari penderita Isolasi sosial yaitu dia akan menarik diri, sulit berinteraksi dengan orang lain, kurangnya kemampuan dalam melakukan sosial, apatis terhadap lingkungan dan masyarakat, suka curiga kepada orang lain, dan juga merasa tidak tertarik dengan segala aktivitas yang sifatnya menghibur (Wahyuni, 2017).



v



Tindakan awal yang dilakukan dalam melakukan komunikasi terapeutik pada klien isolasi sosial adalah membina hubungan saling percaya, setelah itu dilakukan tindakan keperawatan sesuai dengan strategi pelaksanaan 1-4 : menjelasakan keuntungan dan kerugian memiliki teman, melatih klien berkenalan dengan 2 orang atau lebih, melatih bercakap-cakap sambil melakukan kegiatan harian, melatih berbicara sosial meminta sesuatu dan berbelanja. Apabila mampu mengikuti tindakan keperawatan dan kooperatif sehingga diharapkan mampu terjadi peningkatan interaksi sosial pasien (Try, 2017). Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial. 1.2.



Tujuan



1.2.1. Tujuan Umum Sebagai tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa 1.2.2. Tujuan Khusus Setelah mempelajari makalah ini, mahasiswa mampu melakukan hal berikut : a. Menjelaskan definisi isolasi sosial. b. Menjelaskan rentang respons sosial. c. Menjelaskan perkembangan hubungan sosial. d. Melakukan pengkajian pada pasien yang mengalami isolasi sosial. e. Merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial. f. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial. g. Menyusun evaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial.



vi



BAB II KONSEP TEORI 2.1. Konsep Isolasi Sosial 2.1.1. Pengertian Isolasi sosial adalah kesendirian yang dialami oleh individu dan dianggap timbul karena orang lain serta sebagai suatu keadaan negatif atau mengamcam (NANDA-I, 2018). Isolasi social merupakan ketidakmampuan untuk membina hubungan erat, hangat, terbuka dan independen dengan orang lain (PPNI, 2016). Pasien dengan isolasi sosial menggalami gangguan dalam berinteraksi dan biasanya mengalami perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang di sekitarnya, orang dengan isolasi sosial lebih suka berdiam diri, mengurung diri dan menghindar dari orang lain (Ni'mah & Lailatun, 2019). Isolasi sosial merupakan kondisi dimana individu mengalami penurununan ataupun ketidakmampuan berinteraksi dengan orang lain yang mana klien merasa ditolak, tidak diterima dan kegagalan membina hubungan dengan orang lain. 2.1.2. Rentang Respon Sosial Menyendiri (Solitude)



Menyendiri / merasa sendiri (Loneliness)



Otonomi



Menarik diri



Kebersamaan (Mutualism)



Tergantung (Dependen)



Manipulasi Impultif Narsisisme



Saling tergantung (Interdependen)



Respon Adaptif



Respon Maladaptif vii



Respon adaptif adalah respon individu yang mampu menoleransi dan menyelesaikan masalah dengan cara yang dapat diterima sesuai dengan norma sosial, kondisi ini meliputi kesendirian, ekspresi bersifat otonomi, kebersamaan dan saling ketergantungan. 1. Menyendiri (Solitude) : kemampuan individu memikirkan dan mengevaluasi diri apa yang terjadidan setelah melakukan kegiatan untuk kemudian menentukan langkah berikutnya. 2. Otonomi : kemampuan individu untuk memikirkan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan social untuk menetapkan pengaturan diri dan saling tergantung. 3. Kebersamaan (Mutualism) : kemampuan individu yang memiliki hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima. 4.



Saling tergantung (Interdependen) : suatu kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal. Menurut Riyardi & Purwanto (2013) respon maladaptif adalah:



1. Menyendiri/ merasa sendiri (Lonelines) : kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak adanyan perhatian dengan orang lain atau lingkungannya. 2. Menarik diri : merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. 3. Tergantung (Dependen) : kondisi dimana seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuan untuk berfungsi secara sukses. 4. Manipulasi : merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam dan cenderung berorientasi pada diri sendiri. 5. Impultif : respon individu yang tidak mampu dalam merencanakan suatu hal, ketidakmampuan belajar dari pengalaman, memiliki penilaian yang buruk, dan cenderung memaksakan kehendak. 6. Narsisisme : kondisi individu yang memiliki sifat iri hati, harga diri rapuh, sikap egosentris, berusaha secara konstan mencari pujian dan penghargaan, serta marah apabila tidak mendapat dukungan dari orang lain.



viii



2.1.3. Etiologi Pasien dengan masalah kekurangan keterampilan sosial, tidak biasa berkomunikasi dengan orang lain secara efektif, mengalami kesulitan dalam menjalin pertemanan, mampu memecahkan masalah, menemukan dan memelihara pekerjaan, yang merupakan alasan mereka mengisolasi diri masyarakat, Keterampilan sosial yang buruk terkait erat dengan kekambuhan penyakit dan pasien kembali ke rumah sakit (Pardede & Ramadia, 2021). Ada beberapa faktor penyebab Isolasi Sosial {Dermawan & Rusdi, 2013} sebagai berikut: 1. Faktor presipitasi Adapun faktor pencetus terdiri dari 4 sumber utama yang dapat menentukan alam perasaan adalah : a. Kehilangan ketertarikan yang nyata atau yang di bayangkan, termasukkehilangan cinta seseorang. Fungsi fisik, kedudukan atau harga diri, karenaelemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka konsep persepsi lain merupakan hal yang sangat penting. b. Peristiwa besar dalam kehidupan, sering di laporkan sebagai pendahuluepisode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah- masalah yang dihadapi sekrang dan kemampuan menyelesaikan masalah. c. Peran dan ketegangan peran telah di laporkan mempengaruh depresi terutama pada wanita. d. Perubahan fisiologis di akibatkan oleh obat-obatan berbagai penyakit fisikseperti infeksi, gangguan keseimbangan metabolik dapat mencetus gangguan alam perasaan. 2. Faktor predisposisi a. Faktor perkembangan Tiap gangguan dalam pencapian tugas perkembangan dari masa bayisampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga mempunyaimasalah respon sosial menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerjasama dengan tenaga kerja profesional untuk mengembangkan gambaranyang lebih tepat tentanghubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif dapat mengurangi masalah respon sosial menarik diri. b. Faktor biologik Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif.Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan



ix



struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat danvolume otak serta perubahan limbik di duga dapat menyebabkan skizofrenia c. Faktor sosiokultural Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Inimerupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadaporang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif,seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadikarena mengadopsi norma, perilaku dan sistem nilai yang di miliki budayamayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan faktorlain yang berkaitan dengan gangguan ini. 2.1.4. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala isolasi sosial meliputi : Kurang spontan, Apatis (acuh tak acuh terhadap lingkungan), Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresisedih), Afek tumpul, Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri, Tidak ada atau kurang terhadap komunikasi verbal, Menolak berhubungan dengan oranglain, Mengisolasi diri (menyendiri), Kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya, Asupan makan dan minuman terganggu, Aktivitas menurun dan Rendah diri (Damanik, Pardede, & Manalu, 2020). Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi social : menarik diri {Dermawan & Rusdi, 2013) seperti: a. Gejala Subyektif 1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain 2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain 3. Respon verbal kurang atau singkat 4. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain 5. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu 6. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan 7. Klien merasa tidak berguna 8. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup 9. Klien merasa ditolak. b. Gejala Objektif 1. Klien banyak diam dan tidak mau bicara 2. Tidak mengikuti kegiatan 3. Banyak berdiam diri di kamar x



4. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat. 5. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal 6. Kontak mata kurang 7. Kurang spontan 8. Apatis (acuh terhadap lingkungan) 9. Ekpresi wajah kurang berseri 10. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri 11. Mengisolasi diri. 12. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya. 13. Memasukan makanan dan minuman terganggu 14. Retensi urine dan feses 15. Aktifitas menurun 16. Kurang energi (tenaga) 17. Rendah diri 18. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khusunya pada posisi tidur). 2.1.5. Patofisiologi Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang bias dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan (Dermawan Rusdi, 2013). Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri.Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi (Azizah & Wardani, 2017). 2.1.6. Komplikasi Akibat dari Isolasi Sosial, Orang menjadi menarik diri, malas beraktifitas, tidak mampu mengatasi masalah, rasa malu dan bersalah yang berlebihan dampak yang ditimbulkan dari isolasi sosial adalah menarik diri, narcissism atau mudah marah, melakukan hal yang xi



tak terduga atau impulsivity, memberlakukan orang lain seperti objek, halusinasi dan defisit perawatan diri (Damanik, Pardede, & Manalu, 2020). 2.2. Konsep Asuhan Keperawatan 2.2.1. Pengkajian Keperawatan Identitas ditulis lengkap meliputi nama, usia dalam tahun, alamat, pendidikan, agama, status perkawinan, pekerjaan, jenis kelamin, nomer rekam medis dan diagnosa medisnya 1. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi penyebab isolasi soasial meliputi factor perkembangan, faktor biologis, dan faktor sosiokultural (Damaiyanti Iskandar 2013). a. Faktor Perkembangan Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat terpenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. b. Faktor Biologis Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia, misalnya, ditemukan pada keluarga dengan riwayat anggota keluarga yang menderita skizofrenia. c. Faktor Psikologis Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kesemasan yang ekstrim dan memanjang disetrai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan (menarik diri). d. Faktor Sosio kultural Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial. 2. Faktor Presipitasi Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak. Faktor lainnya pengalaman abuse dalam keluarga. Penerapan aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien dan konflik antar masyarakat. Selain itu Pada pasien yang mengalami isolasi sosial, dapat ditemukan adanya pengalaman negatif pasien yang tidak menyenangkan terhadap gambaran dirinya, xii



ketidakjelasan



atau



berlebihnya



peran



yang



dimiliki



serta



mengalami



krisis



identitas. Pengalaman kegagalan yang berulang dalam mencapai harapan atau cita-cita, serta kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan. Faktor-faktor diatas, menyebabkan gangguan dalam berinteraksi sosial dengan orang lain, yang pada akhirnya menjadi masalah isolasi sosial. 3. Sumber Koping Sumber koping meliputi, kemampuan personal, dukungan sosial, aset materi dan keyakinan . kemampuan personal yang harus dimiliki yaitu, mampu berinteraksi dengan orang lain, mampu memulai pembicaraan. Dukungan sosial dapat di dapat dari sumber daya keluarga, seperti pemahaman orang tua tentang penyakit, ketersediaan keuangan, ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan dukungan yang berkelanjutan, memengaruhi jalannya penyesuaian setelah gangguan jiwa terjadi ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan dukungan yang berkelanjutan, memengaruhi jalannya penyesuaian setelah gangguan jiwa terjadi (Stuart, 2016). 2.2.2.



Diagnosis Keperawatan



Hal yang harus diperhatikan dalam penegakan diagnosis keperawatan utama adalah data mayor yang ditemukan berdasarkan hasil pengkajian pada pasien. Pohon masalah



Gangguan Interaksi Sosial Kerusakan Komunikasi Verbal



Gangguan Proses Keluarga



Halusinasi



Resiko Perilaku Kekerasan



Isolasi Sosial



Defisit Perawatan Diri



Harga Diri Rendah Kronis



Koping Tidak Efektif



Ketidak Patuhan



xiii



Defisit Pengetahuan



2.2.3. Intervensi Keperawatan Rencana tindakan keperawatan untuk pasien Isolasi Sosial (Sulastri, 2017). 1. Tujuan umum dan tujuan khusus Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk individu yaitu meliputi: pada pasien dengan isolasi sosial terdapat a. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain. b. Pasien dapat membina hubungan saling percaya. 2. Tindakan keperawatan a. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP 1) untuk individu yaitu pengkajian isolasi sosial, dan keuntungan dan kelebihan mempunyai teman b. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP 2) untuk individu yaitu melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2 orang lain), latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian c. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP 3) untuk individu yaitu melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 4- 5 orang), latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian baru. d. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP 4) untuk individu yaitu mengevaluasi kemampuan berinteraksi, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan social 2.2.4. Implementasi Keperawatan Intervensi pada pasien dengan Harga diri rendah dapat di lakukan dengan pemberian teknik mengontrol perilaku kekerasan dengan pemberian SP 1 cara fisik yaitu relaksasi tarik nafas dalam serta penyaluran energi, SP II dengan pemberian obat, SP III verbal atau social, SP IV spiritual. Intervensi tersebut di lakukan kepada pasien lalu pasien diberikan jadwal kegiatan sehari dalam upaya mengevaluasi kemampuan pasien (Hasannah, 2019). 2.2.5. Evaluasi Pada evaluasi perawat mengevaluasi respon pasien berdasarkan kemampuan yang sudah diajarkan pada pasien, berupa evaluasi yang dapat dilakukan untuk menilai respon verbal dan non verbal yang dapat diobservasi oleh perawat berdasarkan respon yang ditunjukkan oleh pasien (Fadly, & Hargiana, 2018). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP:



xiv



S : Respon subyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. O : Respon obyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. A : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif atau muncul untuk menyimpulkan apakah masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien. Latihan kemampuan yang sudah diajarkan untuk mengontrol perilaku isolasi social



xv



BAB 3 KASUS DAN PEMBAHASAN



3.1.



Contoh kasus Seorang laki-laki usia 22 tahun dibawa ke RSJ karena tidak mau berinteraksi dengan siapapun. Keluarga mengatakan setelah gagal test menjadi Polisi sebanyak 5 kali banyak warga yang mengejeknya sehingga klien selalu memurung diri. Hasil pengkajian saat ini: klien tampak tidak ada kontak mata, afek tumpul, menyendiri, sulit diajak berinteraksi dan terlihat murung.



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEGAN ISOLASI SOSIAL 1. Pengkajian Identitas Klien : 1. Nama klien



: Tn. B



2. Umur



: 22 tahun



3. Alamat



: Peterongan, Jombang



4. Tanggal Masuk



: 20 September 2022



5. Tanggal Pengkajian : 22 September 2022 2. Alasan Masuk Klien diantar oleh keluarganya ke RSJ karena sulit diajak berinteraksi dan selalu menyendiri 3. Faktor Predisposisi Klien gagal mengikuti tes masuk polisi sebanyak 5kali 4. Faktor Presipitasi Klien mengatakan dia sudah gagal dan malu dengan keluarganya xvi



5. Pemeriksaan Fisik Kesadaran



: Composmentis



Tekanan darah: 130/90 mmHg Nadi



: 80x/mnt



Suhu



: 36.8 0C



RR



: 24x/mnt



TB



: 158 cm



BB



: 55 kg



Klien terlihat kumal dan sering menundukkan kepalanya Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik yang dirasakannya, dan tidak terdapat luka di tubuh klien. 6.



Konsep diri a. Gambaran diri Klien merasa dirinya sudah tidak berguna bagi keluarganya dan klien merasa sudah tidak punya teman lagi. b. Identitas Klien belum menikah dan merupakan anak pertama dari 2 bersaudara c. Peran diri Klien anak pertama yang selalu dibanggakan orang tuanya d. Ideal diri Klien mengatakan cita-citanya sejak dulu adalah menjadi polisi sehingga dia terus berusaha agar dapat mewujudkan cita-citanya. e. Harga diri Klien merasa keluarga dan warga sudah tidak menerimanya karena tidak dapat masuk polisi



7. Hubungan Sosial Klien merasa sudah dikucilkan dan malu berinteraksi dengan teman-temannya, sehingga klien sering menyendiri di kamar. 8. Spiritual a. Nilai dan keyakinan : klien percaya adanya tuhan tapi klien berkata doanya tidak terkabul. b. Kegiatan ibadah: dulu klien selalu sholat 5 waktu, tetapi setelah gagal beberapa kali klien merasa Tuhan tidak mengabulkan doanya. xvii



9. Status mental -



Penampilan Klien terlihat kumal dan tidak merawat dirinya, sering menundukkan kepala dan menghindari kontak mata



-



Komunikasi Klien sulit diajak bicara dan menghindari kontak mata, jawaban klien singkat dan terkadang tidak menjawab jika diajak bicara



-



Aktivitas motorik Klien selalu menunduk dan berusaha menghindar jika diajak bicara dan didekati



-



Memori Klien kesulitan mengingat kejadian yang telah lampau.



10. Mekanisme koping Maladaptif : merasa sendiri dan tidak ada yang memperdulikannya lagi 11. Pohon masalah



Gangguan Interaksi sosial



Isolasi sosial



Defisit perawatan diri



Harga diri rendah



12. Analisa Data Diagnosa keperawatan



Data mayor



Isolasi sosial



Subyektif : Klien merasa sudah tidak berguna bagi keluarganya dan tidak punya teman lagi Obyektif : Menyendiri,



menghindar



bila



didekati,



menunduk dan menghindari kontak mata xviii



Gangguan



konsep



diri: Subyektif :



harga diri rendah



Klien mengatakan sudah tidak berguna bagi keluarganya Obyektif : Klien



tampak



menghindri



kontak



mata,



menyendiri



13. Rencana tindakan keperawatan No. Diagnose keperawatan 1.



Rencana Tindakan Keperawatan Tujuan



Kriteria Hasil



Isolasi



TUM :



Setelah



sosial



klien



3x24jam klien



mampu



dapat



berinteraksi berinteraksi dengan



dengan orang



orang lain



lain baik secara



TUK :



individu maupun



klien dapat



kelompok



membina



dengan kriteria



hubungan saling percaya



- Dapat membina



Intervensi SP 1 1. Bina hubungan saling percaya dengan : - Beri salam setiap berinteraksi - Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perkenalan - Tanyakan dan panggil nama klien - Tunjukkan sikap jujur dan



hubungan



menepati janji setiap kali



saling



berinteraksi



percaya - Dapat menyebutk an xix



- Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien - Buat kontrak interaksi yang



penyeban isolasi sosial



jelas - Engarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan



- Ada kontak mata - Dapat menyebutk an keuntungan



klien 2. Identifikasi penyebab isolasi social SP 2 1. Diskusikan bersama Klien



berinteraksi



keuntungan berinteraksi dengan



dengan



orang lain dan kerugian tidak



orang lain



berinteraksi dengan orang lain



- Dapat menyebutk an kerugian tidak berinteraksi



2. Ajarkan kepada Klien cara berkenalan dengan satu orang 3. Anjurkan kepada Klien untuk



dengan



memasukan kegiatan berkenalan



orang lain



dengan orang lain



- Dapat berkenalan dan bercakapcakap dengan orang lain



dalam jadwal kegiatan harian dirumah SP 3 1. Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien 2. Beri kesempatan pada Klien



secara



mempraktekan cara berkenalan



bertahap



dengan dua orang



- Terlibat



3. Ajarkan Klien berbincang-



dalam



bincang dengan dua orang tetang



aktivitas



topik tertentu



xx



4. Anjurkan kepada Klien untuk



xxi



14. Catatan perkembangan Tanggal, jam



Implementasi



Evaluasi



23-9-2022



1. Membina hubungan saling percaya



Jam 07.30



2. Menambah kegiatan harian pasien



S : klien mengatakan tidak mau berinteraksi dengan yang lain karena merasa tidak pantas dan takut di tolak O : ekspresi wajah kurang berseri, ada kontak mata tapi sebentar, menjawab pertanyaan dengan singkat A : pasien sudah ada interaksi dengan perawat P : Melanjutkan intervensi 1. Pertahankan hubungan saling percaya 2. Lanjutkan jadwal kegiatan harian pasien 3. Identifikasi kebutuhan sehari-hari



xxii



BAB IV PENUTUP 4.1.



Kesimpulan Isolasi sosial merupakan kondisi dimana individu mengalami penurununan ataupun ketidakmampuan berinteraksi dengan orang lain yang mana klien merasa ditolak, tidak diterima dan kegagalan membina hubungan dengan orang lain. Terdapat rentang respon sosial yang harus diperhatikan dalam pengkajian klien, mulai dari respon adaptif sampai maladaptif. Klien dengan isolasi sosial mempunyai faktor predisposisi dan presipitasi yang menyebabkan timbulnya isolasi social, maka peran keluarga sangat penting dalam perkembangan social klien. Pendekatan yang dilakukan oleh perawat sangat penting dalam membina hubungan saling percaya agar klien mampu mengungkapkan apa yang dirasakan sehingga dapat dilakukan intervensi yang sesuai dengan kondisi yang dialami klien.



4.2.



Saran 1. Diharapkan



dengan



adanya



makalah



ini



dapat



meningkatkan



kualitas



pembelajaran tentang keperawatan jiwa khususnya pada klien dengan isolasi sosial. 2. Pendekatan secara terus menerus dibutuhkan agar dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada klien dan klien dapat berinteraksi dengan orang lain.



xxiii



DAFTAR PUSTAKA 1. Agus Supinganto, kuswanto, Athi’ Linda Yani, dkk (2021), Keperawatan Jiwa Dasar, https://books.google.co.id/books?id 2. Kirana, S.A. C. (2018). Gambaran Kemampuan Interaksi Sosial Pasien Isoalasi Sosial Skill Terapi di Rumah Sakit Jiwa. Journal of Health Sciences, 11(1). https://doi.org/10.33086/jhs.v11il.122 3. Ni’mah, Anik Lailatun (2019) Hubungan Status Mental dengan Interaksi Sosial Pada Orang Dengan Isolasi Sosial di Griya Cinta Kasih Jogoroto Jombang. Undergraduate thesis, STIKES Insan Cendikia Medika Jombang. https://repo.stikesicme-jbg.ac.id/id/eprint/2253 4. Nurhalimah, (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan. Keperawatan Jiwa.PUSDIK SDM Kemenkes RI. 5. Nasriati, R. (2017). Stigma dan Dukungan Keluarga dalam Merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). MEDISAINS, 15 (1), 56-65. https://dx.doi.org/10.30595/medisains.yl5i1.1628



xxiv