IV Muai Panjang [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Matt
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat banyak sekali hal-hal yang terjadi berkaitan dengan pemuaian dan pengerutan suatu benda. Suatu benda itu misalnya pada suatu hari yang panas, kawat-kawat listrik atau telepon yang bergantungan kendur. Tetapi sebaliknya, pada hari yang dingin kawat-kawat tersebut tergantung kencang begitu juga dengan rel kereta api yang dibangun dengan memberikan sedikit ruang pemisah antara sambungansambungan pada relnya. Sehingga rel-rel tersebut tidak akan melengkung pada musim panas. Dan banyak hal lainnya yang terjadi dalam kehidupan kita seharihari. Dalam dunia modern pemuaian terjadi dengan adanya bertambahnya panjang, luas, atau volume suatu benda akibat perubahan suhu. Hampir sebagian besar pemuaian pada suatu zat terjadi karena zat menerima kalor sehingga suhu zat naik. Peristiwa pemuaian pada kehiodupan sehari-hari sangatlah banyak dari rel kereta api yang dipasang tidak rapat oleh rel lain, karena rel akan memuai ketika terkena sinar matahari yang panas. Dan bahkan adapula jendela kaca yang tidak rapat oleh atau terhadap kayunya atau bingkainya, hal ini disebabkan karena kaca nantinya atau lama kelamaan akan memuai. Oleh karena itu, percobaan mengenai pemuaian panjang zat padat ini penting dilakukan agar dapat memberikan suatu pengetahuan lebih mengenai pemuaian panjang zat padat yang biasanya dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari 1.2 Tujuan Percobaan 1. Mencari koefisien muai panjang dari benda padat (Besi, Aluminium dan Kuningan). 2. Untuk mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi koefisien muai panjang 3. Untuk mengetahui pengaruh perubahan suhu terhadap perubahan panjang bahan.



1.3 Manfaat Percobaan Percobaan mengenai “muai panjang zat padat” ini memiliki 3 manfaat yaitu : 1. Mengetahui koefisien muai panjang dari benda padat (Besi, Aluminium dan Kuningan). 2. Mendapatkan pengetahuan lebih mengenai hal muai panjang pada zat padat (Besi, Aluminium dan Kuningan). 3. Mengetahui pengaruh-pengaruh dari menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.



pemuaian



panjang



agar



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur atau suhu dapat diukur pada skala celcius, di mana titik beku o o air adalah 0 C dan titik didih (dengan keadaan standar) adalah 100 C . Skala



kelvin (absolut / mutlak) digeser 273,15 derajat dari ukuran celcius pada skala celcius, sehingga titik beku air adalah 273,15 k dan titik didihnya adalah 373,15 k. (seri buku Sohaum, Frederick J. B. Hal : 152) Naiknya suhu ini berarti bahwa getaran molekul menjadi lebih keras, makin banyak tumbukan yang terjadi makin besar jarak pisah antar molekulmolekul itu, sehingga terlihat bahwa benda tersebut mengembang atau muai. Jadi semua benda padat, cair, dan gas pada umumnya muai bila dipanaskan dan menyusut bila didinginkan. (mengerti fisika, Dra. Leu Prasetio M. Sc, Drs. Sandi Setiawan, Hal : 13) 2.1 Pemuaian Linear Benda Padat Apabila benda padat mengalami kenaikan suhu (ΔT), penambahan (Δl) adalah sebanding dengan panjang semulanya (Lo) dikaitkan dengan ΔT, maka : L   Lo T



(2.1)



Disini tetapan perbandingan α disebut koefisien muai linear Nilai α bergantung zat. Dari persamaan di atas dapat dikatakan bahwa α adalah perubahan panjang persatuan panjang zat untuk seiap derajat perubahan suhu. Sebagai misal, jika sepotong kuningan sepanjang 1.000.000 cm menjadi



1.000.019 cm apabila



o suhunya dinaikkan 1 C , maka koefisien muai kuningan adalah :



α



o ΔL 0,000019   1,9 x 10 -5 C - 1 o Lo T (1 cm) (1 C)



2.2 Pemuaian Luas



(2.2)



Bila suatu luas Ao memuai menjadi Ao + ΔA ketika dipengaruhi kenaikan temperatur ΔT, maka : A  y A o T



(2.3)



Di mana y adalah koefisien pemuaian luas untuk benda-benda pada isotropik (yang bertambah besar kesemua arah dengan besar yang sama),



y  2 . 2.3 Pemuaian Volume Jika volume Vo memuai menjadi Vo + ΔV bila suhu dinaikkan ΔT, maka : V   VO T



(2.4)



Dengan β disebut koefisien muai volume pada banyak zat padat berlaku hubungan



  3 . (seri buku Schaum. Frederick J. B. Hal : 152) Perubahan ukuran ini biasanya tidak besar (terutama pada zat padat), sehingga tidak dapat diamati dengan mudah, namun akibatnya dapat dirasakan. Misalnya saja melengkungnya rel kereta api di siang hari, bila tidak dipasang dengan benar, artinya rel itu tidak diberi peluang untuk muai. Zat cair dan gas lebih mudah memuai balon berisi udara misalnya, bila diletakkan dekat tungku panas akan menjadi lebih besar. Ini disebabkan udaranya mengembang dengan bertambahnya suhu. (mengerti fisika,



Dra. Leu Prasetio,



M.Sc, Drs. Sandi, Hal : 13) Pertambahan ukuran tiap bagian suatu benda untuk suatu perubahan temperatur tertentu sebanding dengan ukuran mula-mula bagian benda itu. Jadi, jika kita naikkan temperatur suatu penggaris baja, misalnya pengaruhnya akan serupa dengan pembesaran fotografis. Garis-garis yang semula berjarak pisah sama akan tetap berjarak sama, tapi jarak pisahnya lebih besar. Bila penggaris mempunyai lubang, maka lubang akan menjadi lebih besar, seperti yang terjadi pada pembesaran fotografis. (physics for scientists and engineers, A. Fauly Hal : 569)



Berbagai bahan muai dengan kelajuan yang berbeda. Dalam banyak hal pemuaian zat cair lebih besar dari pada pemuaian zat padat sedangkan gas muai lebih cepat lagi dibandingkan zat cair naiknya air raksa dalam termometer kolam air raksa disebabkan air raksa muai lebih banyak dibandingkan gelas. Andaikan mereka muai dengan kelajuan yang sama, maka pada kenaikan suhu tidak akan terlihat naiknya air raksa tersebut. Kuningan dan besi juga tidak muai dengan cara yang sama. Pernyataan ini dimanfaatkan dan gabungan dua logam ini kemudian jadikan suatu komponen dalam alat-alat ukur. Perhatikan logam besi dan kuningan yang dipotong sama panjang pada suhu kamar. Dua logam ini kemudian dilas sekeliling hingga menjadi satu. Bila logam-logam ini dipanaskan maka akan melengkung, ini disebabkan karena kuningan menjadi lebih panjang dari besi dan karena mereka telah menyatu, maka jalan keluarnya adalah dengan melengkungkan dirinya sendiri.



Gambar Pemuaian Dua Logam yang Tidak Sama Di atas telah dijelaskan bahwa benda-benda muai dengan kelajuan yang berbeda, mudah atau sukarnya benda muai hubungan antar pertambahan ukuran benda dan koefisien muai ini dijelaskan sebagai berikut. Dari eksperimen diketahui bahwa makin panjang ukuran suatu kawat, makin banyak pertambahan panjangnya pada kenaikan suhu tertentu. Juga jelas



bahwa makin banyak kenaikan suhu yang diberikan, maka pertambahan ukurannya juga makin besar. Secara sistematis dapat dituliskan bahwa :  Pertambahan Panjang ∆L - Lo = (Panjang mula-mula) - ∆ = (Pertambahan suhu) Dengan demikian dapat ditulis : ∆L Lo ∆T Atau ∆L = α Lo ∆T Dengan α = koefisien muai panjang / koefisien muai linear (C0)-1 Bila ∆L = L- Lo Maka, L – Lo = α Lo ∆T Atau L  L o (1   T) (meter)



2.4 Pengertian Pemuaian Setiap zat (padat, cair, atau gas) disusun oleh partikel-partikel kecil yang bergetar. Pada saat sebuah benda dipanaskan, gerakan molekul-molekulnya semakin cepat, yang menyebabkan pergeserannya semakin besar dan saling menjauh. Pemuaian adalah bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh perubahan suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor. Pertambahan ukuran tiap bagian suatu benda untuk suatu perubahan tertentu pada temperatur sebanding dengan ukuran mula-mula bagian benda itu. Pemuaian pada zat padat ada tiga jenis, yaitu pemuaian panjang (satu dimensi), pemuaian luas (dua dimensi), dan pemuaian volume (tiga dimensi). Sedangkan pada zat cair dan zat gas hanya terjadi pemuaian volume saja, khusus pada zat gas biasanya diambil nilai koefisien muai volumenya sama dengan 1 273



. Umumnya suatu zat, baik zat padat, zat cair, maupun zat gas bila



dipanaskan akan memuai. Sebagian besar zat padat dan zat cair dapat memuai



ketika dipanaskan, dan menyusut ketika didinginkan. Pemuaian dan penyusutan ini biasanya cukup kecil untuk bisa diamati, namun fenomena ini sangat penting karena gaya yang dihasilkan sangat besar dan harus diperhitungkan untuk merancang bangunan tertentu seperti pada rel kereta api dan jembatan baja. Pertambahan ukuran tiap bagian suatu benda untuk suatu perubahan tertentu pada temperatur sebanding dengan ukuran mula-mula bagian benda itu. Pada bagian ini kita akan membahas konsep pemuaian secara kuantitatif. 2.5 Pemuaian Panjang Pemuaian panjang adalah bertambahnya ukuran panjang suatu benda karena menerima kalor.Pada pemuaian panjang nilai lebar dan tebal sangat kecil dibandingkan dengan nilai panjang benda tersebut, sehingga lebar dan tebal dianggap tidak ada. Contoh benda yang hanya mengalami pemuaian panjang saja adalah kawat kecil. Pemuaian panjang suatu benda dipengaruhi beberapa faktor, yaitu panjang awal benda, koefisien muai panjang, dan besar perubahan suhu. Koefisien muai panjang sendiri dipengaruhi oleh jenis benda atau jenis bahan. Jika suatu benda berbentuk batang yang panjangnya L0 dipanaskan sehingga suhunya berubah sebesar ΔT, maka benda tersebut akan memuai seperti Gambar 2.5 L0 ΔL



Pertambahan panjang ΔL adalah sebanding dengan panjang mulamula L0, jenis benda (yang dinyatakan dengan koefisien muai panjang α) dan perubahan suhu ΔT ΔL = L0 .α . ΔT keterangan: ΔL = pertambahan panjang LO = panjang awal (m) α = koefisien muai panjang (°C-1) ΔT = perubahan suhu, ΔT = T2 - T1



(2.5)



Bila ingin menentukan panjang akhir setelah pemanasan, maka digunakan persamaan sebagai berikut : L = ΔL + L0 L = L0 (1+α.ΔT) keterangan: L = panjang akhir (m) ΔL = pertambahan panjang (m) L0 = panjang awal (m) α = koefisien muai panjang (°C-1)



(2.6)



Perbedaan pertambahan panjang ini disebabkan oleh perbedaan koefisien muai panjang yang didefinisikan sebagai berikut. Koefisien muai panjang (α) suatu bahan adalah perbandingan antara pertambahan panjang (ΔL) terhadap panjang awal benda (L0) per satuan kenaikan suhu (ΔT).Koefisien muai panjang didefinisikan sebagai perubahan panjang suatu benda per satuan panjang per derajat celcius. Koefisien muai panjang sering juga disebut sebagai koefisien muai linear. Kita dapat memahami pemuaian zat ini secara kuantitatif berdasarkan teori molukuler. Gaya antara atom-atom pada zat padat digambarkan seperti pegas. Nilai rata-rata α disajikan pada Tabel 2.1 berikut: Bahan Aluminium Kuningan Tembaga Kaca Baja Timah



α (K-1 atau °C-1) 24 x 10-6 19 x 10-6 17 x 10-6 0,14 – 0,9 x 10-5 12 x 10-6 29 x 10-6



2.6 Pemuaian Luas Pemuaian luas adalah pertambahan ukuran luas suatu benda karena menerima kalor. Pemuaian luas terjadi pada benda yang mempunyai ukuran panjang dan lebar, sedangkan tebalnya sangat kecil dan dianggap tidak ada. Contoh benda yang mempunyai pemuaian luas adalah lempeng besi yang lebar dan tipis.



Seperti halnya pada pemuaian panjang, faktor yang mempengaruhi pemuaian luas adalah luas awal, koefisien muai luas, dan perubahan suhu. Karena sebenarnya pemuaian luas ini merupakan pemuaian panjang yang ditinjau dari dua dimensi, maka koefisien muai luas besarnya sama dengan dua kali koefisien muai panjang. Pada Gambar 2.2 berikut, merupakan pemuaian benda yang berbentuk bidang tipis.Dalam hubungan ini, tinjaulah suatu bidang persegi dengan sisi-sisi awal a0 dan b0, dan setelah memperoleh pemanasan menjadi a dan b. D



C



D`



b0 A A`



C` b



a0 a



B B`



Jika suatu benda berbentuk persegi tipis dengan sisi a0 dan b0 dipanaskan sehingga suhunya berubah sebesar ΔT, maka bujur sangkar akan memuai pada kedua sisinya. Luas benda mula-mula adalah: A0 = L02



(2.7)



Karena setiap sisi memuai sebesar ΔL, maka akan membentuk persegi baru dengan sisi (L0 + ΔL). Jadi luas akhir benda adalah A



= ( L0 + ΔL )2 = L02 + 2L0ΔL + (ΔL)2



(2.8)



Mengingat ΔL cukup kecil, maka nilai (ΔL)2 mendekati nol sehingga dapat diabaikan. Menggunakan anggapan ini, diperoleh luar akhir benda setelah pemuaian menjadi A = L02 + 2.L0.ΔL



(2.9)



Dengan memasukkan ΔL = L0 .α . ΔT, A0 = L02 dan β = 2α, maka luas akhir benda setelah pemuaian menjadi A = A0 (1 + β . ΔT) keterangan: A



= luas akhir (m2)



A0



= luas mula-mula (m2)



β



= 2α, koefisien muai luas (°C-1 atau K-1)



(2.10)



ΔT



= perubahan suhu (°C atau K)



2.7 Pemuaian Volume Pemuaian volume adalah pertambahan ukuran volume suatu benda karena menerima kalor. Pemuaian volume terjadi pada benda yang mempunyai ukuran panjang, lebar, dan tebal/tinggi. Contoh benda yang mengalami pemuaian volume adalah kubus. Selain itu, air dan udara pun dapat mengalami pemuaian volume. Volume merupakan bentuk lain dari panjang dalam tiga dimensi. Karena itu, menentukan koefisien muai volume sama dengan tiga kali koefisien muai panjang. Sebagai mana yang telah dijelaskan di atas, bahwa koefisien muai volumenya sama dengan



1 273



.



Peningkatan suhu pada umumnya menimbulkan pemuaian volume, baik pada zat padat maupun zat cair. Seperti pada pemuaian panjang, hasil percobaan menunjukkan bahwa jika perubahan suhu tidak terlalu besar (sekitar 100 °C), kenaikan ΔV dapat dianggap berbanding lurus dengan perubahan suhu ΔT dan volume mula-mula V0, jadi ΔV = V0.γ.ΔT



(2.11)



dengan γ disebut koefisien muai volume. Jika suatu benda berbentuk kubus dengan sisi L0, dipanaskan sehingga suhunya berubah sebesar ΔT, maka kubus akan memuai pada ketiga sisinya. Seperti pada Gambar 2.3 berikut:



Volume benda mula-mula adalah V0 = L03



(2.12)



Karena setiap sisi memuai sebesar ΔL, maka akan berbentuk kubus baru dengan sisi (L0 + ΔL). Jadi, volume akhir benda adalah V = (L0 + ΔL)3



= L03 + 3L02.ΔL + 3L0(ΔL)2 + (ΔL)3



(2.13)



Mengingat ΔL cukup kecil, maka nilai (ΔL)2 dan (ΔL)3 mendekati nol sehingga dapat di abaikan. Menggunakan anggapan ini kita peroleh volume akhir benda menjadi V = L03 + 3L02 + ΔL



(2.14)



Dengan memasukkan ΔL = L0 .α .Δt, V0 = L03 dan γ = 3α, maka volume akhir benda setelah pemuaian menjadi V = V0 (1 + γ . ΔT)



(2.15)



keterangan : V



= Volume akhir (m3)



V0 = Volume mula-mula (m3) γ



= 3α, koefisien muai volume (°C-1 atau K-1)



ΔT = perubahan suhu (°C atau K) 2.8 Hubungan Koefisien Muai Luas dengan Koefisien Muai Panjang Misalkan suatu persegi dengan sisi 1 m dipanaskan sampai suhunya naik 1 K. Akibat pemanasan ini, sisi persegi bertambah panjang menjadi dengan α adalah koefisien muai panjang. A0 = 1 m2 A



= (1 + α)2 = 1 + 2α +α2



Pertambahan Luas ΔA = A – A0 = (1 + 2α + α2) – 1 = 2α + α2 Koefisien muai luas ∆A Ao ∆T



β



=



=



2 α+ α 1 1



β



= 2α + α2



2



(1 + α) m,



Oleh karena koefisien muai panjang (α) sangat kecil, maka α2 dapat diabaikan terhadap 2α, sehingga kita peroleh hubungan antara koefisien muai luas (β) dan koefisien muai panjang (α). 2.9 Kerugian dan Keuntungan Akibat Pemuaian Pemuaian zat padat ternyata membawa beberapa kerugian, khususnya pada konstruksi seperti jembatan, jalan raya, dan rel kereta api, di mana setiap hari secara terus-menerus mengalami perubahan suhu akibat panas sinar Matahari dan dinginnya udara di malam hari. Untuk itu, para perancang konstruksi harus memberikan ruang lebih yang memungkinkan bahan-bahan konstruksi tersebut memuai. Ruang lebih inilah yang harus benar-benar diperhitungkan, tidak boleh kurang dan tidak boleh berlebihan. Di samping merugikan, pemuaian juga bisa dimanfaatkan, misalnya untuk memasang roda logam (besi) pada sebuah lokomotif. Untuk menghasilkan suatu “ban baja” yang bisa menempel kuat pada roda, diameter dalam ban baja dibuat sedikit lebih kecil daripada diameter luar roda. Ban baja kemudian dipanaskan sehingga memuai dan diameternya menjadi lebih besar daripada diameter roda. Dengan demikian, ban baja bisa dipasang pada roda. Ketika ban baja ini mendingin, ia mengerut (menyusut) sehingga pasangan ban baja ini sangat kuat. Perhatikan pembuatan gabungan dua logam yang disebut plat bimetalik. Ketika dua plat logam yang berbeda, misalnya besi dan kuningan, digabungkan dengan menempelkannya dengan kuat, kemudian dipanaskan, akan kita dapatkan bahwa gabungan ini melengkung. Ini terjadi karena salah satu logam memuai lebih besar dibandingkan yang lain. Cukup banyak peralatan di sekitar kita yang memanfaatkan plat bimetalik, seperti termostat listrik, sakelar otomatis (digunakan pada alarm kebakaran), dan termometer bimetal. 2.10 Manfaat dan Masalah Akibat Pemuaian Zat Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh pemuaian zat 1. Pemasangan Kaca Jendela Kaca jendela mobil dapat retak karena diparkir di bawah terik sinar matahari selama kira-kira 2 jam. Ketika suhu kaca naik, kaca memuai. Oleh



karena kaca jendela tertutup rapat dan tidak tersedia ruang celah yang cukup pada bingkainya, maka ketika kaca memuai, bingkai menahan pemuaian kaca. Akibatnya, kaca jendela mobil retak. Untuk mengatasi retaknya kaca jendela mobil, dianjurkan agar pemilik mobil memberi ruang sedikit ketika memarkir mobil cukup lama di bawah terik sinar matahari. Untuk mengatasi retaknya kaca jendela atau kaca nako rumah, tukang kayu selalu mendesain ukuran bingkai yang sedikit lebih besar daripada ukuran kacanya pada suhu normal. 2. Sambungan Rel Kereta Rel kereta memuai di hari yang panas. Oleh karena itu, di antara sambungan dua batang rel selalu diberi celah, agar pemuaian rel tidak menyebabkan rel melengkung. Pada hari yang sangat panas, celah yang disediakan dapat saja tidak cukup untuk menampung pemuaian rel yang sangat besar. Jika ini terjadi, rel dapat melengkung. Desain yang banyak digunakan pada saat ini adalah batang-batang rel dilas membentuk rel panjang yang bersambungan. Dengan desain ini, hanya 50 atau 100 m terakhir dari setiap rel panjang yang memuai. Untuk mengatasi masalah ini, ujung rel diruncingkan dan disambung saling bertautan. Penyambungan dengan cara seperti ini memungkinkan rel panjang memuai tanpa menyebabkan kerusakan (rel melengkung) 3. Kawat Telepon atau Kawat Listrik Kawat telepon atau kawat listrik dibiarkan kendur pada hari panas agar ketika menyusut pada hari dingin, kawat tersebut tidak putus. Manfaat pemuaian zat dalam teknologi dan keseharian 1. Pengelingan Pelat Logam Mengeling ialah menyambung dua pelat dengan menggunakan paku keeling. Paku keeling dalam keadaan panas sampai berpijar putih dimasukkan ke dalam lubang pelat. Pada keadaan itu ujung paku keling dipukul rata. Setelah paku dingin, paku menyusut dan menjepit kedua pelat dengan sangat kuat. Pengelingan seperti ini dilakukan pada pembuatan badan kapal. 2. Keping Bimetal



Keping bimetal ialah dua keeping logam yang berbeda koefisien muainya dan dikeling menjadi satu.Logam yang umum digunakan ialah perunggu dan invar (logam paduan nikel dan baja).Koefisien muai invar lebih kecil daripada perunggu. Keping bimetal sangat peka terhadap perubahan suhu. Jika dipanaskan, keeping melengkung ke arah logam yang koefisien muainya lebih kecil (invar). Ini karena logam yang koefisien muainya lebih kecil harus lebih pendek daripada logam yang koefisien muainya lebih besar. Sebaliknya jika didinginkan, keeping melengkung ke arah logam yang koefisien muainya lebih besar (perunggu). Keping bimetal dimanfaatkan pada sakelar termal, termostat bimetal, termometer bimetal, dan lampu tanda arah (sen) mobil.



BAB III METODE PERCOBAAN 3.1 Waktu dan Tempat Percobaan mengenai muai panjang zat padat kami laksanakan pada Senin, 29 Oktober 2013 pada pukul 07:30 s/d 09:10 WITA yang bertempat di laboratorium Fisika Dasar gedung C lantai 3 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman, Samarinda. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Percobaan 1. Munschern broek 2. Logam (besi, alluminium dan kuningan) 3. Alat pemanas / Power supply 4. Termometer 5. Kabel penghubung 6. Tiang statif 7. Mistar/penggaris 3.3 Prosedur Percobaan 1. Dipasangkan tiga logam (besi, aluminium dan kuningan) pada alat munschern broek. 2. Diukur suhu lingkungan sebagai suhu awal To, panjang masing-masing logam sebelum dipanaskan dan diatur letak jarum pada skala nol. 3. Selanjutnya alat pembakar dinyalakan atau dihubungkan dengan sumber arus pada logam sampai suhu yang telah ditentukan. 4. Pada suhu yang telah ditentukan, diukur berapa perubahan letak jarum pada skala nol. 5. Diulangi percobaan untuk suhu yang lain minimal 5 kali.



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Besi No



T1(0C)



T2(0C)



L0(m)



ΔT



ΔL (m)



30 32 34 36 38



32 34 36 38 40



0,025 0,025 0,025 0,025 0,025



20C 20C 20C 20C 20C



0,003 0,004 0,005 0,006 0,008



T1(0C)



T2(0C)



L0(m)



ΔT



ΔL (m)



30 32 34 36 38



32 34 36 38 40



0,025 0,025 0,025 0,025 0,025



20C 20C 20C 20C 20C



0,003 0,005 0,007 0,01 0,012



T1(0C)



T2(0C)



L0(m)



ΔT



ΔL (m)



33 35 37 39 41



35 37 39 41 43



0,025 0,025 0,025 0,025 0,025



20C 20C 20C 20C 20C



0,003 0,005 0,007 0,008 0,009



. 1. 2. 3. 4. 5. 4.1.2 No



Alumunium



. 1. 2. 3. 4. 5. 4.1.3 No



Kuningan



. 1. 2. 3. 4. 5.



3.3



4.2 Analisis Data 4.2.1 Perhitungan Tanpa KTP 4.2.1.1 Besi α=



∆ L 0 −1 C l0 ∆ T ❑



α=



∆ L1 0,003 0,003 = = =0,06 ❑0C−1 L 01 ∆ T 1 0,025.2 0,05



α=



∆ L2 0,004 0,004 = = =0,08 ❑0C−1 L 02 ∆ T 2 0,025.2 0,05



α=



∆3 0,005 0,005 0 −1 = = =0,1 ❑ C L 03 ∆ T 3 0,025.2 0,05



α=



∆ L4 0,006 0,006 0 −1 = = =0,12 ❑C L 04 ∆ T 4 0,025.2 0,05



α=



∆ L5 0,008 0,008 = = =0,16 ❑0C−1 L 05 ∆ T 5 0,025.2 0,05



4.2.1.2 Alumunium ∆ L1 0,003 0,003 α= = = =0,06 ❑0C−1 L 01 ∆ T 1 0,025.2 0,05 α=



∆ L2 0,005 0,005 = = =0,1 ❑0C−1 L 02 ∆ T 2 0,025.2 0,05



α=



∆ L3 0,007 0,007 = = =0,14 ❑0C−1 L 03 ∆ T 3 0,025.2 0,05



α=



∆ L4 0,01 0,01 = = =0,2 ❑0C−1 L 04 ∆ T 4 0,025.2 0,05



α=



∆ L5 0,012 0,012 = = =0,24 ❑0C−1 L 05 ∆ T 5 0,025.2 0,05



4.2.1.3 Kuningan ∆ L1 0,003 0,003 α= = = =0,06 ❑0C−1 L 01 ∆ T 1 0,025.2 0,05 α=



∆ L2 0,005 0,005 = = =0,1 ❑0C−1 L 02 ∆ T 2 0,025.2 0,05



α=



∆ L3 0,007 0,007 = = =0,14 ❑0C−1 L 03 ∆ T 3 0,025.2 0,05



α=



∆ L4 0,008 0,008 = = =0,16 ❑0C−1 L 04 ∆ T 4 0,025.2 0,05



α=



∆ L5 0,009 0,009 = = =0,18 ❑0C−1 L 05 ∆ T 5 0,025.2 0,05



4.2.2 Perhitungan dengan KTP ΔΔL : ½ x nst munschern broek = ½ x 0,1 = 0,05 cm ΔΔL : ½ x nst penggaris = ½ x 0,1 = 0,05 cm ΔΔL : ½ x nst thermometer = ½ x1 = 0,5 0C 4.2.2.1 Besi 1 αx 2 αx 2 αx 2 2 2 2 2 ∆ α= ∆∆ L + . ∆ ∆ l0 + ∆∆T α∆L α L0 α ∆T ∆ α=



{( {(



) ( ) } ( ) αx ∆∆ L + ( ααxL ) . ∆ ∆ l +( ααx∆T ) ∆ ∆ T } α ∆ L) 2



2



2



1 2 2



2



2



0



0



{(



1 ¿ L0 . ∆ T



{(



2



)



−∆ L 2 −∆ L 2 ∆∆ L + 2 . ∆ ∆ l 02+ ∆ ∆ T2 2 L0 . ∆ T L0 . ∆ T 2



(



)



(



)



1 2



}



2 1 2 −0,003 2 2 −0,003 2 2 ¿ ( 0,0005 ) + . ( 0,0005 ) + . ( 0,5 ) 2 0,025.2 0,025.4 0,025 .2



)



(



(



)



{(



−6



)



{(



1 ¿ L0 . ∆ T



{(



−4



(



( )



2



)



2



)



∆∆T2



1 2



}



−∆ L 2 −∆ L 2 2 ∆∆ L + 2 . ∆ ∆ l0 + ∆ ∆ T2 2 L0 . ∆ T L0 . ∆ T 2



(



)



}



1 2



¿ {( 1 ×10 ) + ( 1,44 ×10 ) +(2,25 ×10 ) } ¿ √3,2649 × 10−4 = 1,80 ×10−2 0C-1 αx 2 αx 2 αx ∆ α 2= ∆ ∆ L2+ . ∆ ∆ l 02 + α ∆L α L0 α∆T −4



)



(



)



1 2



}



2 1 2 −0,004 2 2 −0,004 2 2 ¿ ( 0,0005 ) + . ( 0,0005 ) + . ( 0,5 ) 2 2 0,025.2 0,025 .2 0,025.2



)



(



)



(



4 × 10−4 ( 1× 10−4 ) + ( 2,56 ×10−6 ) ¿ ¿ ¿ ¿¿ −4 ¿ √( 5,0256× 10 ) = 2,24 ×10−2 0C-1 αx 2 αx 2 αx ∆ α 3= ∆ ∆ L2+ . ∆ ∆ l 02 + α∆L α L0 α ∆T



{(



{(



)



1 ¿ L0 . ∆ T



(



( )



2



)



)



1 2 2



) ∆∆T } 2



−∆ L 2 −∆ L 2 ∆∆ L + 2 . ∆ ∆ l 02+ ∆ ∆ T2 2 L0 . ∆ T L0 . ∆ T 2



(



)



1 2



(



)



1 2



}



1 2



}



¿



{(



2 1 2 −0,007 2 2 −0,007 2 2 ( 0,0005 ) + . ( 0,0005 ) + . ( 0,5 ) 2 2 0,025.2 0,025 .2 0,025.2



)



(



)



)



}



1 −4 2



¿ {( 1 ×10 ) +4 ×10 +6,25 10 −4



(



1 2



−6



}



¿ √( 7,29× 10 ) = 2,7 ×10−2 0C-1 −4



∆ α 4=



{(



αx 2 αx 2 αx ∆ ∆ L2 + . ∆ ∆ l 02 + α∆L α L0 α∆T



)



{(



1 ¿ L0 . ∆ T



{(



(



( )



2



)



2



)



∆ ∆ T2



1 2



}



−∆ L 2 −∆ L 2 ∆∆ L + 2 . ∆ ∆ l 02+ ∆ ∆ T2 2 L0 . ∆ T L0 . ∆ T



(



2



)



(



)



1 2



}



2 1 2 −0,01 2 2 −0,01 2 2 ¿ ( 0,05 ) + . ( 0,05 ) + ( 0,5 ) 2 2 0,025.2 0,025 .2 0,025.2



)



(



)



(



)



1 2



}



1 −4 2



¿ {( 1 ×10−4 ) +5,76 ×10−6 +9 × 10



}



¿ √ ( 10,0576× 10 ) −4



= 3,17 ×10−2



{(



0



C-1



αx 2 αx 2 αx ∆ α 5= ∆ ∆ L2+ . ∆ ∆ l 02 + α∆L α L0 α ∆T



)



{(



1 ¿ L0 . ∆ T ¿



{(



(



( )



2



)



1 2 2



) ∆∆T } 2



−∆ L 2 −∆ L 2 2 ∆∆ L + 2 . ∆ ∆ l0 + ∆ ∆ T2 2 L0 . ∆ T L0 . ∆ T 2



(



)



(



)



1 2



}



2 1 2 −0,012 2 2 −0,012 2 2 ( 0,0005 ) + . ( 0,0005 ) + ( 0,5 ) 2 2 0,025.2 0,025 .2 0,025.2



)



(



)



(



}



1 −3 2



¿ {( 1 ×10 ) +10,24 ×10 +1,6 × 10 −4



)



1 2



−6



}



¿ √ ( 17,1024 ×10 ) = 4,13 × 10−2 0C-1 −4



4.2.2.2



Alumunium 2 1 −∆ L ∆ α 1= ∆ ∆ L2 + 2 L0 . ∆T L0 . ∆T



{(



)



{(



(



2



)



. ∆ ∆ l 0 2+



(



−∆ L 2 ∆∆T2 2 L0 . ∆T



)



1 2



}



2 1 2 −0,003 2 2 −0,003 2 2 ¿ ( 0,0005 ) + . ( 0,0005 ) + ( 0,5 ) 2 2 0,025.2 0,025 .2 0,025.2



)



(



)



(



1 −4 2



¿ {( 1 ×10 ) +1,44 ×10 +2,25 × 10 −4



−6



¿ √( 3,2644 ×10 ) −4



}



)



1 2



}



= 1,80 ×



10−2



{(



1 ∆ α 2= L0 . ∆T ¿



{(



2



0



C-1



−∆ L ∆∆ L + 2 L0 . ∆T



)



2



(



2



)



−∆ L 2 . ∆ ∆ l0 + ∆∆T2 2 L0 . ∆T 2



(



)



1 2



}



2 1 2 −0,005 2 2 −0,005 2 2 ( 0,0005 ) + . ( 0,0005 ) + ( 0,5 ) 2 2 0,025.2 0,025 .2 0,025.2



)



(



)



)



}



1 −4 2



¿ {( 1 ×10 ) +4 ×10 +6,25 ×10 −4



(



1 2



−6



}



¿ √( 7,29× 10 ) −4



0



C-1



= 2,7 ×10−2



{(



1 ∆ α 3= L0 . ∆T



{(



2



−∆ L 2 −∆ L 2 ∆∆ L + 2 . ∆ ∆ l 02 + ∆∆T2 2 L0 . ∆ T L0 . ∆T



)



2



(



)



(



)



1 2



}



2 1 2 −0,007 2 2 −0,007 2 2 ¿ ( 0,0005 ) + . ( 0,0005 ) + ( 0,5 ) 2 2 0,025.2 0,025 .2 0,025.2



)



(



)



(



)



1 2



}



1



¿ {( 1 ×10−4 ) +76,84 ×10−6 +12,25 ×10−4 }2 ¿ √ ( 13,3284 ×10 ) −4



= 3,65 ×10−2 ∆ α 4=



{(



1 L0 . ∆ T



{(



2



)



0



C-1



∆ ∆ L2 +



(



−∆ L 2 −∆ L 2 2 . ∆ ∆ l + ∆ ∆ T2 0 2 2 L0 . ∆ T L0 . ∆ T



)



(



)



1 2



}



2 1 2 −0,01 2 2 −0,01 2 2 ¿ ( 0,0005 ) + . ( 0,0005 ) + ( 0,5 ) 2 2 0,025.2 0,025 .2 0,025.2



)



(



)



)



}



1 −4 2



¿ {( 1 ×10 ) +1,6 ×10 +25 ×10 −4



(



1 2



−6



}



¿ √( 26,16 ×10 ) −4



= 5,11 ×10−2



{(



1 ∆ α 5= L0 . ∆T



{(



2



)



0



C-1



−∆ L 2 −∆ L 2 2 ∆∆ L + 2 . ∆ ∆ l0 + ∆∆T2 2 L0 . ∆ T L0 . ∆T 2



(



)



(



)



1 2



}



2 1 2 −0,012 2 2 −0,012 2 2 ¿ ( 0,0005 ) + . ( 0,0005 ) + ( 0,5 ) 2 2 0,025.2 0,025 .2 0,025.2



)



(



)



(



)



1 2



}



1



¿ {( 1 ×10−4 ) +2,3 ×10−7 +3,6 ×10−3 }2 ¿ √( 3,7024 ×10 ) −4



= 6,08 ×10−2 4.2.2.3 ∆ α 1=



0



C-1



Kuningan



{(



2



1 L0 . ∆T



)



(



∆ ∆ L2 +



{(



−∆ L L02 . ∆T



2



)



. ∆ ∆ l 0 2+



(



−∆ L 2 ∆∆T2 2 L0 . ∆T



)



1 2



}



2 1 2 −0,003 2 2 −0,003 2 2 ¿ ( 0,0005 ) + . ( 0,0005 ) + ( 0,5 ) 2 2 0,025.2 0,025 .2 0,025.2



)



(



)



(



}



1 −4 2



¿ {( 1 ×10 ) +1,44 ×10 +2,25 × 10 −4



)



1 2



−6



}



¿ √( 3,2644 ×10−4 ) = 1,80 ×10−2



{(



1 ∆ α 2= L0 . ∆T ¿



{(



2



)



0



C-1



−∆ L ∆∆ L + 2 L0 . ∆T 2



(



2



1 2



}



−∆ L 2 . ∆ ∆ l0 + ∆∆T2 2 L0 . ∆T



)



2



(



)



2 1 2 −0,005 2 2 −0,005 2 2 ( 0,0005 ) + . ( 0,0005 ) + ( 0,5 ) 2 2 0,025.2 0,025 .2 0,025.2



)



(



)



)



}



1 −4 2



¿ {( 1 ×10 ) +4 ×10 +6,25 ×10 −4



(



1 2



−6



}



¿ √( 7,29× 10−4 ) = 2,7 ×10−2



{(



1 ∆ α 3= L0 . ∆T ¿



{(



2



)



0



C-1



−∆ L 2 −∆ L 2 ∆∆ L + 2 . ∆ ∆ l 02 + ∆∆T2 2 L0 . ∆ T L0 . ∆T 2



(



)



(



)



1 2



}



2 1 2 −0,007 2 2 −0,007 2 2 ( 0,0005 ) + . ( 0,0005 ) + ( 0,5 ) 2 2 0,025.2 0,025 .2 0,025.2



)



(



)



(



)



1 2



}



1



¿ {( 1 ×10−4 ) +7,84 ×10−6 +12,25 ×10−4 }2 ¿ √ ( 13,3284 ×10 ) −4



= 3,65 ×10−2 ∆ α 4=



{(



1 L0 . ∆ T



{(



C-1



2



0



)



∆ ∆ L2 +



(



1 2



}



−∆ L 2 −∆ L 2 2 . ∆ ∆ l + ∆ ∆ T2 0 2 2 L0 . ∆ T L0 . ∆ T



)



(



)



2 1 2 −0,008 2 2 −0,008 2 2 ¿ ( 0,0005 ) + . ( 0,0005 ) + ( 0,5 ) 2 2 0,025.2 0,025 .2 0,025.2



)



(



)



)



}



1 −4 2



¿ {( 1 ×10 ) +10,24 ×10 +16 × 10 −4



(



1 2



−6



}



¿ √( 17,01024 ×10 ) −4



= 4,13 ×10−2



{(



1 ∆ α 5= L0 . ∆T



{(



2



)



0



C-1



−∆ L 2 −∆ L 2 2 ∆∆ L + 2 . ∆ ∆ l0 + ∆∆T2 2 L0 . ∆ T L0 . ∆T 2



(



)



(



)



1 2



}



2 1 2 −0,009 2 2 −0,009 2 2 ¿ ( 0,0005 ) + . ( 0,0005 ) + ( 0,5 ) 2 2 0,025.2 0,025 .2 0,025.2



)



(



)



(



1 −4 2



¿ {( 1 ×10 ) +12,96 ×10 +20,25 ×10 −4



−6



¿ √( 21,37 ×10 ) −4



= 4,62 ×10−2



0



C-1



4.2.3 KTP Relatif 4.2.3.1 KTP Relatif Besi ∆ α1 1,80 ×10−2 × 100 = × 100 =30 α1 0,06 ∆ α2 2,24 × 10−2 × 100 = ×100 =28 α2 0,08 ∆ α3 2,7 × 10−2 × 100 = ×100 =27 α3 0,1 −2 ∆ α4 3,17 ×10 ×100 = × 100 =26,4 α4 0,12



∆ α5 4,13 ×10−2 × 100 = ×100 =25,8 α5 0,16



}



)



1 2



}



4.2.3.2



KTP Relatif Aluminium ∆ α1 1,80 ×10−2 × 100 = × 100 =30 α1 0,06 ∆ α2 2,7 × 10−2 × 100 = ×100 =27 α2 0,1 ∆ α3 3,65 ×10−2 × 100 = ×100 =26 α3 0,14 −2 ∆ α4 5,11 ×10 ×100 = × 100 =25 α4 0,2



∆ α5 6,08 × 10−2 × 100 = ×100 =25,3 α5 0,24 4.2.3.3



KTP Relatif Kuningan −2 ∆ α1 1,80 ×10 × 100 = × 100 =30 α1 0,06



∆ α2 2,7 × 10−2 × 100 = ×100 =27 α2 0,1 ∆ α3 3,65 ×10−2 × 100 = ×100 =26 α3 0,14 ∆ α4 4,12 ×10−2 ×100 = × 100 =25,7 α4 0,16 −2 ∆ α5 4,62× 10 × 100 = ×100 =25,6 α5 0,18



4.2.4 4.2.4.1



KTP Mutlak KTP Mutlak Besi



( α 1 ± ∆ α 1 )=( 0,06 ± 1,80 ×10−2 ) ℃−1 ( α 2 ± ∆ α 2 )=( 0,08± 2,24 ×10−2) ℃−1



( α 3 ± ∆ α 3 )=( 0,1± 2,7 ×10−2 ) ℃−1 ( α 4 ± ∆ α 4 )=( 0,12± 3,17 ×10−2 ) ℃−1



( α 5 ± ∆ α 5 )=( 0,16 ± 4,13× 10−2 ) ℃−1



4.2.4.2



KTP Mutlak Aluminium



( α 1 ± ∆ α 1 )=( 0,06 ± 1,80 ×10−2 ) ℃−1 ( α 2 ± ∆ α 2 )=( 0,1± 2,7 ×10−2 ) ℃−1



( α 3 ± ∆ α 3 )=( 0,14 ±3,65 ×10−2 ) ℃−1 ( α 4 ± ∆ α 4 )=( 0,2± 5,11 ×10−2 ) ℃−1



( α 5 ± ∆ α 5 )=( 0,24 ±6,08 × 10−2 ) ℃−1 4.2.4.3



KTP Relatif Kuningan



( α 1 ± ∆ α 1 )=( 0,06 ± 1,80 ×10−2 ) ℃−1



( α 2 ± ∆ α 2 )=( 0,1± 2,7 ×10−2 ) ℃−1 ( α 3 ± ∆ α 3 )=( 0,14 ±3,65 ×10−2 ) ℃−1



( α 4 ± ∆ α 4 )=( 0,16 ± 4,12× 10−2 ) ℃−1 ( α 5 ± ∆ α 5 )=( 0,18± 4,62×10−2) ℃−1



4.2 Grafik 4.2.1 Grafik Pada Besi



Grafik Besi 0.01 0.01 0.01 0.01 Grafik Aluminium



0.01 0 0 0 0 0 30



32



34



36



38



4.2.2 Grafik pada Aluminium



Grafik Aluminium 0.01 0.01 0.01 Grafik Aluminium



0.01 0.01 0 0 0 30



32



34



36



38



4.2.3 Grafik Pada Kuningan



Grafik Pada Kuningan 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01



Grafik Pada Kuningan



0.01 0 0 0 0 0 33



35



37



39



41



4.3 Pembahasan Pemuaian adalah perubahan suatu benda bisa menjadi bertambah panjang, lebar, luas atau volumenya karena terkena kalor. Pemuaian tiap – tiap benda akan berbeda akan berbeda tergantung pada suatu arsitektur dan keefisienan muai benda tersebut. Perubahan panjang akibat panas ini sebagai contoh, akan mengikuti. Lt = Lo + Lo x ∆t Suatu benda akan berubah ukuran jika suhunya juga berubah. Dan hal ini telah terbukti dalam percobaan yang telah dilakukan, di mana zat padat mengalami perubahan panjang jika terjadi kenaikan suhu. Dan dari percobaan ini padat tersebut pada percobaan ini zat padat mengalami pertambahan panjang yang berbeda, karena pemanasan masing-masing zat padat menghasil replik pemuaian berbeda. Karena pemanasan berbeda perbedaan perubahan pangan dan suhu pada masing-masing logam menyebabkan hasil yang diperoleh untuk koefisien muai panjang juga berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya koefisien muai panjang juga berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi besar



kecilnya muai panjang adalah temperatur / suhu, kemampuan masing-masing logam



untuk



memuaikan



panas



tingkat



kepekaan



jenis



benda



dalam



menghantarkan panas. Berikut ini beberapa koefisien muai panjang: 1. Alumunium 24 x 10 -6 2. Kuningan 19 x 10-6 3. Karbon - Intan 1,2 x 10-6 - Grafit 7,0 x 10-6 4. Tembaga 17 x 10-6 5. Gelas - Biasa 9 x 10-6 - Invar 3,2 x 10-6 - Baja 11 x 10-6 Dari percobaan yang dilakukan kali ini munschern besar berfungsi sebagai pengukur pertahanan panjang benda padat. Termometer berfungsi sebagai pengukur suhu dan kabel penghubung sebagai penghubung antara termometer dan power supply berfungsi sebagai pengukur suhu. Dan kabel penghubung sebagai penghubung antara termometer dan power supply. Dalam percobaan kali ini dapat kita ketahui bahwa besi merupakan logam yang lebih padat, hal ini menyebabkan besi lebih sulit untuk mengalami pemuaian dilaksanakan dengan alumunium dan kuningan. Pertambahan panjang tiang yang tidak didapatkan dalam percobaan ini disebabkan oleh beberapa aktor yaitu dipengaruhi oleh pemanasan yang tidak konstan pemberian kalor yang kurang besar atau dapat juga karena alat yang digunakan kurang bekerja dengan baik, serta kemungkinan karena kurang adanya ketelitian praktekkan dalam melakukan percobaan ini. Dalam kehidupan sehari-hari kita, kita dapat menemukan beberapa contoh dari pemuaian tersebut berikut ini adalah beberapa manfaat pemuaian yang ada dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai berikut : 1. Pemasangan Roda Baja Ban baja yang berdiameter lebih kecil dari derek roda ketika ingin dipasang harus dimuaikan lebih dulu untuk mempermudah. 2. Pengelingan Pengelingan adalah proses penyambungan dua plat logam menggunakan palu khusus. 3. Membuka Tutup (Logam)



Botol kaca yang memiliki tutup logam sering kali sukar untuk dibuka, untuk membukanya, tutup. Botol dipanaskan terlebih dahulu dengan api ketika dipanaskan, tutup botol logam akan memuai lebih cepat dari pada botol kaca sehingga tutup akan longgar akan mudah dibuka. 4. Keping Bimetal Bimetal artinya dua buah logam. Keping bimetal adalah dua keping logam yang memiliki koefisien muai panjang berbeda (biasanya kuningan dan besi) yang di keling menjadi satu.



BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Koefisien muai panjang dari benda padat alumunium 24 x 10 -6 , kuningan = 19 x 10 -6 baja = 11 x 10 -6 besi = 12 x 10-6 , intan 1,2 x 10-6 , grasit = 7,9 x 10-6 2. Hal yang dapat mempengaruhi koefesien muai panjang yaitu panjang, luas , volume mula-mula, koefesien muai panjang, perubahan suhu. 3. Pengaruh perubahan panjang akibat perubahan temperatur ∆ T sebesar



adalah



∆ I . Untuk perubahan temperatur yang kecil , maka perubahan



pertambahan panjang pada temperatur tertentu (It) akan sebanding dengan perubahan temperatur dan panjang mula-mula (I0) 5.2 Saran Saat praktikum sebaiknya kabel penghubung yang tidak bisa mengalirkan listrik lebih baik disimpan dan diganti yang baru agar saat praktikum muai panjang tidak terjadi kesalahan pada suhu thermometernya.



DAFTAR PUSTAKA A.Raul. 1995. Phyisics For Scintist and enginners, tihrd edition. Jakarta. Erlangga Abdullah, Renreng. 1985. Asas-Asas Ilmu Alam Universitas. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri. Bueche Frederick J.m. Seri Buku Satuan Fisika Edisi 8. Jakarta : Erlangga Daryanto. 1997. Fisika Teknik. Malang : Renika Cipta. Lea Prasetio Dra. M.Sa, Setiawan Sandi. Drs. 1991. Mengerti Fisika seri Termofisika. Yogyakarta : Andi Offset