Jurnal Andhika Prasetya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH KONSENTRASI NaOH TERHADAP KANDUNGAN GAS CO2 DALAM PROSES PURIFIKASI BIOGAS SISTEM CONTINUE Andhika Prasetya, Denny Widhiyanuriyawan, Sugiarto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono No. 167, Malang, 65145, Indonesia E-mail :[email protected] Reduced energy reserves that occurred in Indonesia today, it needed a new source of alternative energy. Biogas is one of the alternative energy sources. Purification of biogas done to remove the impurities (inhibitor) on biogas such as carbon dioxide (CO2) and hydrogen sulfide (H2S). In the process of purification chosen liquid NaOH because NaOH as absorbent material is highly reactive with CO2. The formation of liquid NaOH is by mixing NaOH flakes with pure water. The concentration of NaOH in the solution is something that affects the absorption of CO2, so the study was conducted to determine the CO2 absorption NaOH using NaOH concentration of 10%, 20%, 30%, 40%, 50% of the time with the same absorption for 60 minutes and content measured every 15 minutes. Absorption method used is missed biogas in the NaOH solution. The results showed that the absorption by using 50% NaOH concentration produces the highest CO2 absorption with the lowest CO2 content and the highest content of CH4. Measurements are shown in the first 15 minutes of NaOH 50% yield CO2 content 17.1%, NaOH 40% yield 18.2% CO2, 30% NaOH resulted in the 20.8% CO2, 20% NaOH produces 21.4% CO2, 10% NaOH yield 25.6% CO2 and CH4 content of 50% NaOH at 77.8%, 40% NaOH 77%, 30% NaOH at 74.3%, amounting to 70.2 20% NaOH, 10% NaOH at 67.9% the porous stone tools without purification. While the purification devices using porous rock CO2 content in 50% NaOH at 5.7%, NaOH 40% of 6%, 30% NaOH 7.1%, NaOH 20% of 8.1%, NaOH 10% of 8, 9% and the content of CH4 in 50% NaOH at 92.4%, 40% NaOH at 91.2%, 30% NaOH at 90.2%, 20% NaOH at 86.4%, 10% NaOH at 83.1% .



Kata Kunci: Biogas, inhibitor, NaOH, CO2, purifikasi biogas, sistem continue.



PENDAHULUAN Berkurangnya cadangan sumber energi yang terjadi di Indonesia saat ini, maka dibutuhkan suatu sumber energi alternatif yang murah dan ramah lingkungan. Potensi biogas sebagai bahan bakar alternatif sebenarnya sangat banyak diproduksi terutama pada pengolahan limbah cair industri makanan, peternakan, dan pertanian. Pada umumnya kotoran ternak belum dimanfaatkan sepenuhnya dan sebagian hanya digunakan menjadi pupuk, padahal untuk dijadikan sebagai pupuk maka perlu waktu pengomposan yang cukup lama. Sementara itu waktu yang digunakan sebagai pengomposan tersebut dapat digunakan untuk pembentukan biogas, selain itu limbah sampingan dari biogas tersebut merupakan bentuk kotoran sapi yang sudah berupa pupuk. Jadi apabila



kotoran tersebut diolah menjadi biogas akan mendapatkan dua keuntungan yaitu energi panas dari biogas dan pupuk dari limbah biogas. Hal tersebut juga didukung dengan potensi energi alternatif dari kotoran ternak tersebut cukup besar, dalam hal ini kotoran sapi untuk digunakan sebagai biogas. Hal ini merupakan sebuah potensi yang besar sekali sebagai sumber energi alternatif. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida. Gas yang terbentuk disebut gas rawa atau biogas. Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 301



55°C. Pada suhu tersebut mikroorganisme dapat bekerja secara optimal merombak bahan-bahan organik. Pembentukan dilakukan dengan fermentasi feses (kotoran) ternak, misalnya sapi, kerbau, kuda, babi, dll dalam suatu ruangan yang disebut “digester”. Didalam digester tersebut kotoran dicerna dan difermentasi oleh bakteri yang menghasilkan gas methan serta gas-gas lain. Kandungan biogas terdiri dari beberapa gas seperti gas methan (CH4) 55% - 75%, karbondioksida (CO2) 25% - 45%, nitrogen (N2) 0% - 0,3%, hidrogen (H2) 1% - 5%, oksigen (O2) 0,1% – 0,5%, hidrogen sulfida (H2S) 0% - 3%.[1] Dari kandungan biogas di atas masih terdapat banyak zat pengotor (inhibitor) dalam biogas yang mempengaruhi kualitas dari biogas, salah satunya adalah CO2 (25 – 45%). Karbondioksida merupakan molekul yang dapat menghambat dan menurunkan laju reaksi pembakaran, karena karbondioksida akan terurai dan bekerja dengan mengganggu rantai reaksi kimia pembakaran, sehingga reaksi kimia pembakaran terhambat. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemurnian biogas yang bertujuan untuk mengurangi kandungan gas CO2. Pemurnian tersebut dilakukan dengan cara menyerap CO2 yang terdapat dalam biogas menggunkan NaOH serpihan yang telah dilarutkan dalam air. Kemudian larutan NaOH tersebut digunakan untuk mengikat CO2 yang ada dalam biogas. Natrium Hidroksida (NaOH) Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida merupakan jenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida terbentuk dari oksida basa natrium oksida yang dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan



dalam air. Natrium hidroksida digunakan di dalam berbagai macam bidang industri. Kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses industri bubur kayu, kertas, tekstil, air minum, sabun, dan deterjen. Selain itu natrium hidroksida juga merupakan basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.



Gambar 1. Natrium Hidroksida (NaOH) Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran, dan larutan jenuh 50%. NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH juga sangat larut dalam air dan akan melepaskan kalor ketika dilarutkan dalam air. Larutan NaOH meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.[2] Absorbsi Absorbsi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu absorbsi fisika yang disebabkan oleh gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi untuk membentuk cairan yang ada pada permukaan absorben dan absorbsi kimia (terjadi reaksi antara zat yang diserap oleh absorben, banyaknya zat yang terabsorbsi tergantung pada sifat khas zat tersebut. Besar kecilnya absorsi dipengaruhi oleh macam absorben, macam zat yang terabsorbsi, konsentrasi absorben dan zat, luas permukaan, temperatur dan tekanan zat yang 2



terabsorbsi. Adsorpsi digunakan untuk menyatakan bahwa ada zat lain yang terserap pada zat itu, misalnya karbon aktif dapat menyerap molekul-molekul asam asetat dalam larutannya. Tiap partikel adsorban dikelilingi oleh molekul yang diserap karena terjadi interaksi tarik-menarik. Zat-zat yang terlarut dapat diadsorpsi oleh zat padat, misalnya CH3COOH oleh karbon aktif, NH3 oleh karbon aktif, fenolftalein dari larutan asam atau basa oleh karbon aktif, Ag+ atau Cl- oleh AgCl. Karbon lebih baik menyerap non elektrolit. Zat anorganik lebih baik menyerap elektrolit. Adanya pemilihan zat yang diserap menyebabkan timbulnya adsorpsi negatif. Dalam larutan KCl, H2O diserap oleh arang darah, hingga konsentrasi naik. Dengan mengukur perubahan konsentrasi asam asetat sebagai fungsi waktu dan menganalisnya dengan harga k (konstanta kecepatan adsorpsi) atau dengan grafik maka kinetika adsorpsi karbon aktif terhadap asam asetat dapat ditentukan.[3] Pemurnian Biogas Teknologi pemisahan yang digunakan untuk pemurnian biogas tergantung pada komposisi dan tujuan penggunaanya. Tujuan penggunaan biogas masyarakat memiliki komposisi standar tertentu sehingga diperlukan pemurnian bahan baku sehingga sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai contoh agar mempunyai nilai kalor yang tinggi maka dapat dilakukan dengan cara mengurangi konsentrasi karbon dioksida dan hidrogen sulfida. Gas metan murni memiliki nilai kalor 9100 kkal/m3 pada 15,5°C dan 1 atm. Sedangkan nilai kalor biogas bervariasi 4800 sampai 6200 kkal/m3. Untuk mencapai komposisi standar maka perlu dilakukan adanya pemurnian. Pada umumnya, proses pemurnian biogas dapat dilakukan dengan pertimbangan antara lain :



1. Absorbsi dengan menggunakan larutan penyerap. 2. Absorpsi menggunakan padatan. 3. Permeasi melalui membran. 4. Konversi kimia menjadi senyawa lain. 5. Kondensasi. Proses pemurnian biogas bisa terdiri dari dehidrasi sederhana sampai pemisahan secara sempurna kandungan H2O, H2S, CH4, dan CO2. Penyerapan menggunakan bahan penyerap padat atau cair baik dilakukan secara kimia maupun fisika. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian elsperimental nyata. Yaitu dengan melakukan pengujian secara langsung pada objek yang diteliti untuk memperoleh data sebab akibat. Penelitian ini dilakukan di reaktor biogas milik warga daerah Tegal Weru, kecamatan Dau, kabupaten Malang. Alat purifikasi dipasang di tempat reaktor biogas dan untuk pengambilan sampel biogas hasil purifikasi, pengujian kandungan CO2 dan CH4 dilakukan di Laboratorium Motor Bakar, Jurusan Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan tiga macam variabel sebagai berikut : Pertama variabel bebas yaitu konsentrasi NaOH (10%, 20%, 30%, 40%, 50%) dan waktu penyerapan (15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit). Kedua variabel terkontrol yaitu tekanan biogas yang mengalir dalam alat purifikasi dibuat tetap, NaOH sebagai penyerap dalam bentuk larutan, menggunakan jenis alat purifikasi aliran gas dalam cairan. Ketiga variabel terikat yaitu kandungan CO2 dalam biogas, dan kandungan CH4 dalam biogas.



3



Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat purifikasi, gas analyzer, biogas analyzer, selang berdiameter 6 mm, stopwatch, kantong plastik, timbangan, gelas ukur.



Selain itu juga terdapat grafik kandungan CH4 dalam biogas terhadap waktu serap yang telah ditentukan.



Instalasi Penelitian Instalasi penelitian dapat dilihat dari diagram skematik sebagai berikut



Gambar 5. Hubungan Kandungan CO2 terhadap Waktu Penyerapan pada Berbagai Konsentrasi NaOH Sistem Continue Alat Purifikasi tanpa Batu Porous.



Gambar 2. Instalai Penelitian Keterangan gmbar : 1. Digester 2. Tabung purifikasi 3. Katup 4. Manometer 5. Gas analyzer 6. Stargas 7. Saluran buang larutan NaOH 8. Saluran masuk larutan NaOH 9. By pass biogas Prosedur Penelitian Prosedur penelitian yang dilakukan adalah pembuatan larutan NaOH, purifikasi biogas, dan pengambilan data kandungan CH4, CO2 dalam biogas.



Gambar 6. Hubungan Kandungan CH4 Terhadap Waktu Penyerapan Pada Berbagai Konsentrasi NaOH Sistem Continue Alat Purifikasi tanpa Batu Porous.



HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan ini dilakukan untuk mendapatkan pola kecenderungan dari penyerapan CO2 oleh NaOH terhadap waktu serap yang telah ditentukan. 4



Gambar 7. Hubungan Kandungan CO2 terhadap Waktu Penyerapan pada Berbagai Konsentrasi NaOH Sistem Continue Alat Purifikasi Menggunakan Batu Porous



Gambar 8. Hubungan Kandungan CH4 terhadap Waktu Penyerapan pada Berbagai Konsentrasi NaOH Sistem Continue Alat Purifikasi Menggunakan Batu Porous Gambar 5 dan 6 merupakan grafik sistem continue. Pengertian sistem continue disini adalah penyerapan yang dilakukan oleh larutan NaOH dengan keadaan dimana biogas dapat mengalir secara terus menerus sehingga biogas dapat langsung digunakan, berbeda dengan sistem non continue. Pada sistem non continue biogas yang dimurnikan tidak mengalir secara terus menerus atau diam dalam suatu wadah.



Berdasarkan gambar 4 diatas dapat dilihat bahwa kecenderungan kenaikan kandungan CO2 mulai dari menit ke-15 sampai menit ke-60. Kenaikan jumlah CO2 yang terdapat dalam biogas tersebut menandakan penurunan jumlah CO2 yang diserap oleh NaOH. Penurunan jumlah CO2 yang diserap oleh NaOH tersebut dikarenakan keadaan NaOH yang semakin lama semakin jenuh, karena semakin banyak CO2 yang telah diikat oleh NaOH tersebut. Sehingga kemampuan mengikat NaOH tersebut telah menurun. Pada alat purifikasi yang menggunkan batu porous kemampuan mengikat CO2 semakin baik karena pada alat purifikasi ini gelembung yang terbentuk semakin kecil sehingga luas permukaan sentuh gelembung dengan larutan akan semakin luas sehingga kemampuan menyerap CO2 akan semakin baik dan kandungan CH4 semakin tinggi. Hal itu ditunjukkan pada gambar 7 dan 8. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa penyerapan yang menggunakan NaOH cair akan mengakibatkan nyala api pada kompor berwarna biru kemerahan seperti pada gambar berikut.



Gambar 8. Nyala Api Pada Konsentrasi NaOH 10%



5



Gambar 9. Nyala Api Pada Konsentrasi NaOH 20%



Gambar 10. Nyala Api Pada Konsentrasi NaOH 30% kemerahan. Reaksi tersebut digambarkan seperti dibawah ini. 2 NaOH + CO2



Gambar 11. Nyala Api Pada Konsentrasi NaOH 40%



Gambar 12. Nyala Api Pada Konsentrasi NaOH 50% Warna nyala api pada kompor tersebut berwarna biru kemerahan. Hal itu disebabkan pada reaksi NaOH dengan CO2 menghasilkan panas sehingga menimbulkan penguapan pada larutan NaOH tersebut, akibatnya uap dari larutan NaOH tersebut ikut terbakar dan menghasilkan warna api yang biru



Na2CO3 + H2O



Dari reaksi diatas diketahui bahwa pada reaksi pengikatan CO2 oleh NaOH menghasilkan panas sebesar -792 Kj. Tanda (-) berarti reaksi tersebut melepaskan panas, sehingga panas yang dilepaskan masuk kedalam lingkungan yaitu larutan NaOH, wadah dan udara. Hal itu mengakibatkan larutan NaOH mengalami peningkatan suhu kemudian larutan NaOH tersebut menguap dan ikut terbakar dalam proses pembakaran pada kompor, akibatnya warna api pembakaran berwarna biru kemerahan. Pada pertambahan konsentrasi NaOH maka warna api semakin merah, hal itu disebabkan semakin banyak larutan NaOH yang menguap karena pada konsentrasi yang semakin tinggi terjadi ikatan NaOH dengan CO2 yang lebih banyak sehingga mengakibatkan pelepasan panas hasil reaksi yang lebih besar.[4]



KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi NaOH dalam larutan maka akan semakin banyak CO2 yang diikat oleh larutan NaOH, sehingga kandungan CH4 akan semakin besar. 6



Hal tersebut ditunjukkan pada grafik hubungan kandungan CO2 terhadap waktu penyerapan dengan konsentrasi NaOH 10%, 20%, 30%, 40%, 50% pada 15 menit pertama menghasilkan kandungan CO2 sebesar 25,6%, 21,4%, 20,8%, 18,2%, 17,1%. Selain itu dapat disimpulkan juga dengan pertambahan waktu maka kemampuan NaOH untuk mengikat CO2 akan semakin turun. Hal itu ditunjukkan pada grafik hubungan kandungan CO2 terhadap waktu penyerapan pada konsentrasi NaOH 50% untuk 15, 30, 45, 60 menit adalah 17,1%, 20,4%, 21,5%, 22,7%. Kesimpulan ke tiga dari penelitian ini adalah purifikasi menggunakan NaOH akan menghasilkan nyala api yang berwarna merah, hal itu dikarenakan uap larutan NaOH yang ikut terbakar dalam proses pembakaran. Penguapan larutan NaOH tersebut dikarenakan reaksi antara larutan NaOH dan gas CO2 yang menghasilkan panas sehingga panas tersebut akan memanaskan larutan NaOH yang akibatnya terjadi penguapan pada larutan NaOH.



diembunkan kembali atau membuat pendingin pada larutan NaOH agar tidak terjadi penguaapan.



DAFTAR PUSTAKA [1] Anonymous_a:2012: http://id.wikipedia.org/wiki/Biogas. (diakses pada tanggal, 24 Maret 2012) [2] Anonymous_a:2012: http://id.wikipedia.org/wiki/Natriu m_hidroksida.(diakses pada tanggal, 24 Maret 2012) [3] Anggiriawan, Rendy. 2010, Kinetika Absorbsi, http://rendy.student.umm.ac.id/dow nload-aspdf/umm_blog_article_35.pdf.(diak ses pada tanggal, 08 April 2012) [4] Purba, Michael. 2004, Kimia Untuk SMA Kelas XI, Erlangga. Jakarta



SARAN Pada penelitian ini NaOH yang digunakan sebagai bahan penyerap masih kurang reaktif dengan CO2 maka untuk penelitian selanjutnya dapat merubah metode purifikasi atau menambahkan waktu kontak untuk menghasilkan NaOH yang lebih reaktif. Pada penelitian ini menghasilkan nyala api yang merah akibat dari penguapan larutan NaOH yang ikut terbakar. Penguapan tersebut dikarenakan reaksi NaOH yang mengeluarkan panas pada larutan. Pada penelitian selanjutnya dapat dibuatkan pendingin agar uap larutan dapat 7