Kajian Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KAJIAN LITERATUR PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO) DI PABRIK KELAPA SAWIT



Mata Kuliah: Teknologi Lemak dan Minyak Dosen Pengampu: Adrian Hilman, STP., M.Sc.



Oleh: Taufik Akbar Saragih NIM. 180305044



PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020



KAJIAN LITERATUR PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO) DI PABRIK KELAPA SAWIT Taufik Akbar Saragih Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jalan Profesor. A. Sofyan No. 3 Kampus USU, Medan, Indonesia, 20155. Abstrak Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi utama yang sangat potensial untuk dikembangkan. Hasil pengolahannya tanaman yang berasal dari Afrika Barat ini memberikan kontribusi sebagai sumber penghasil devisa negara. Kelapa sawit yang diolah akan menghasilkan crude palm oil (CPO) yang digunakan pada industri pangan, tekstil (pelumas), kosmetik, farmasi dan biodiesel. Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji tahapan-tahapan pada pengolahan crude palm oil (CPO) di pabrik kelapa sawit dengan mendeskripsikan, menganalisis serta membandingkan antara beberapa sumber literatur tentang bagaimana proses pengolahan kelapa sawit sehingga menjadi produk crude palm oil (CPO). Adapun metode penulisan yang digunakan adalah studi literatur dengan mencari database dari berbagai referensi, seperti jurnal penelitian/research jurnal, review jurnal, annual report, buku, publikasi ilmiah, tugas akhir/skripsi dan data-data yang berkaitan. Pengolahan kelapa sawit menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit. Proses pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi crude palm oil (CPO) memiliki beberapa stasiun kerja dalam proses pengolahan diantaranya adalah stasiun penerimaan buah (fruit reception), stasiun perebusan (sterilizer), stasiun penebahan (thresher), stasiun pencacahan dan kempa (digester and pressing station), stasiun permunian minyak (clarification station) dan stasiun biji. Dengan demikian penerapan proses yang baik pada stasiun-stasiun setiap tahapan akan memperoleh mutu CPO yang sesuai dengan standar mutu baik mengacu pada SNI ataupun standar yang ditetapkan oleh perusahaan (nilai ALB, kadar air, dan kadar kotoran). Kata Kunci: CPO, kelapa sawit, pabrik, pengolahan, stasiun



2



PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara produsen dan eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Hal ini selaras dengan luas lahan perkebunan kelapa sawit yang mengalami peningkatan dari tahun 2018 seluas 14.326.350 ha menjadi seluas 14.724.420 ha ditahun 2019 dan diestimasikan akan berkembang seluas 14.996.010 ha pada tahun 2020 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2019). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu sumber minyak nabati tanaman hujan tropis yang berasal dari daerah Afrika Barat, terutama di Kamerun, Pantai Gading, Nigeria, Togo, Angola dan Kongo. Kelapa sawit ditemukan oleh Nicholaas Jacquin pada tahun 1763, sehingga kelapa sawit diberi nama Elaeis guineensis Jacq. dengan klasifikasi ilmiah yaitu kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Arecales, famili Arecaceae, dan genus Elaeis (Nugroho, 2019). Pada awalnya dua bibit kelapa sawit dibawa dari daerah Mauritus dan Hortus Botanicus Belanda oleh pemerintah Hindia Belanda ke Asia Tenggara sebagai tanaman hias dan pertama kali ditanam pada tahun 1884 di Kebun Raya Bogor, Indonesia (Nugroho, 2019; Ayustaningwarno, 2012). Tanaman kepala sawit merupakan tanaman tahunan yang terdiri atas beberapa jenis yaitu tipe dura, tenera dan pisifera.



Gambar 1. Perbedaan proporsi bagian buah dari tiga jenis kelapa sawit Pada jenis Dura cangkang memiliki ketebalan sekitar 2-5 mm dengan mesocarp 35-65%, inti buah sebanyak 4-20 dan kandungan minyak 16-18%. Pada jenis Tanera cangkang memiliki ketebalan sekitar 1-2,5 mm dengan mesocarp 60-90%, inti buah sebanyak 3-15 dan kandungan minyak mencapai 23-32%. Pada jenis Pisifera ketebalan cangkang adalah sangat tipis bahkan tidak ada namun memiliki 3



mesocarp buah 92-97%, inti buah sekitar 3-8 dan kandungan minyak 40%. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 1. sebagai berikut. Tabel 1. Perbedaan jenis kelapa sawit Kandungan minyak (%) Dura 2-5 35-65 4-20 16-18 Tenera 1-2,5 60-90 3-15 23-32 Pisifera Tidak ada 92-97 3-8 40 Kelapa sawit merupakan tanaman monoecious atau berumah satu, artinya Jenis



Cangkang (mm)



Mesocarp (%)



Inti/buah



bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan rangkaian bunga betina, walaupun kadang dijumpai juga bunga jantan dan bunga betina pada satu tandan (hermafrodit). Berdasarkan warna kulit buahnya, kelapa sawit dikelompokkan menjadi tiga yaitu nigrescens, virescens dan albescens yang dapat dilihat pada tabel 2. sebagai berikut. Tabel 2. Pengolompokan warna kulit buah kelapa sawit Nama pengelompoka



Deskripsi



Gambar



n Buah berwarna ungu-hitam saat muda dan menjadi nigrescens



jingga



kehitaman/oranye



merah



gelap pada waktu matang Tipe buah nigrescens hampir dominan pada varietas



tenera



yang



ditanam



secara



komersial Buah bewarna hijau saat muda dan menjadi virescens



jingga kemerahan dengan ujungnya tetap kehijau-hijauan pada waktu matang Buah berwarna keputih-putihan saat muda dan



albescens



menjadi



kekuning-kuningan



ujungnya berwarna ungu kehitaman. Tipe daging buah albescens



dengan tidak



mengandung karotenoid Kelapa sawit memiliki manfaat yang sangat banyak bagi kehidupan diantaranya hasil tanaman kelapa sawit dapat digunakan pada industri pangan, tekstil (bahan pelumas), kosmetik, farmasi dan biodiesel. Selain itu limbah dari



4



pabrik kelapa sawit seperti tandan kosong kelapa sawit, sabit dan cangkang juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakan dan pupuk organik (Fauzi, et. al., 2008 dalam Dianto, et. al., 2017). Pertumbuhan kelapa sawit yang konsisten meningkat juga seiring dengan produk CPO yang dihasilkan. Crude Palm Oil (CPO) merupakan minyak nabati edible yang didapat dari mesocrab buah pohon kelapa sawit dan digunakan sebagai bahan baku minyak goreng maupun komoditas ekspor yang berasal dari tanaman kelapa sawit. Menurut BPS (2015) Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia dengan produksi mencapai 30,9 juta ton pada tahun 2015, nilai ini mengalami peningkatan sebesar 5,47% dibandingkan tahun 2014. Apabila dilihat dari kontribusinya, 56,33% berasal dari perkebunan swasta, 36,56% dari perkebunan rakyat dan 7,11% berasal dari perkebunan milik pemerintah (Rifin, 2017). Minyak kelapa sawit diketahui memiliki nutrisi yang bermanfaat untuk kesehatan manusia, antara lain adalah α-, β-, γ- karoten, vitamin E (tokoferol. tocotrienol), lycopene, lutein, sterol dan asam lemak tidak jenuh. Crude Palm Oil (CPO) memiliki kandungan nutrisi utama yaitu asam lemak tidak jenuh dengan komposisi asam oleat C18:1 cis (ω-9) 40.8%, asam linoleat C18:2 (ω-6) 11.9% dan asam linolenat C18:3 (ω-3) 0.4%. kandungan asam lemak tidak jenuh diketahui efektif untuk kadar kolestrol darah (Ayustaningwarno, 2012). Sedangkan untuk kandungan α-, β-, γ- karoten, vitamin E (tokoferol. tocotrienol), lycopene, lutein dan sterol dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4 sebagai berikut. Tabel 3. Komposisi karoten pada konsentrat karoten dan CPO (%) karoten Konsentrat karoten β- karoten 49,9 α- karoten 33,3 γ- karoten 1,3 Likopen 3,4 Total (ppm) 80600 Sumber: Oii, et. al., (1994) dalam Ayustaningwarno, (2012).



CPO 56,6 35,1 0,3 0,8 670



Tabel 4. Komposisi nutrisi vitamin E dan sterol didalam konsentrat karoten dan CPO Nutrisi Vitamin E Sterols Cholesterol



Konsentrat karoten 3840 18200 1690



5



CPO (ppm) 350 500 7-13



Campesterol 3217 Stigmasterol 1877 β- sitosterol 11440 Sumber: Oii, et. al., (1994) dalam Ayustaningwarno, (2012).



90-157 46-66 218-370



Pengimplementasian Crude Palm Oil (CPO) memiki banyak manfaat lainnya sebagai bahan baku industri seperti mentega, sabun, kosmetik, tekstil, biodiesel dan lain-lain. Kebutuhan minyak sawit didunia sangat diperhitungkan karena permintaan setiap tahunnya yang meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dunia. Prospek pengembangan kelapa sawit di Indonesia secara umum sangatlah baik. Diperkirakan permintaan terhadap produk kelapa sawit akan tetap konsisten di masa-masa mendatang (Suandi, et. al., 2016). Minyak sawit telah luas digunakan sebagai bahan baku produk pangan dan non pangan. Untuk aplikasi menjadi beberapa produk, minyak sawit harus memiliki mutu yang baik dan disesuaikan dengan karakteristiknya. Produk pangan lebih dititikberatkan pada titik leleh dan kandungan lemak padat sedangkan produk non pangan pada komposisi asam lemak (Hasibuan, 2012). Oleh karena itu, mutu CPO yang dihasilkan haruslah sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang berlaku. Berikut adalah standar mutu CPO Indonesia pada tabel 5. sebagai berikut. Tabel 5. Standar mutu CPO Indonesia Parameter Rerata ALB (%) 3,94 Air (%) 0,02 Kotoran (%) 0,02 Karoten (%) 420 DOBI 1,83 Sumber: Hasibuan, (2012).



Range 1,26-7,00 0,01-0,14 0,01-0,15 138-611 0,44-2,87



Spesifikasi 5% maks. 0,25% maks. 0,25% maks. 500 ppm 2,3



Standar Acuan SNI 01-2901-2006 Codex, Stan 210-1999 PORAM



Sedangkan sebagai bahan makanan, produk minyak kelapa sawit mempunyai dua aspek kualitas yaitu aspek pertama yang dihubungkan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua dihubungkan dengan sifat sensori seperti rasa, aroma, kejernihan dan kemurnian produk. Kualitas kelapa sawit yang bermutu baik atau special quality adalah yang mengandung asam lemak (FFA, free fatty acid) tidak lebih 2% pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5% FFA dan setelah pengolahan, kelapa sawit yang bermutu akan menghasilkan rendemen minyak sekitar 22,1%-22,2% (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas



6



1,7%-2,1% (terendah). Pada satu tandan kelapa sawit memiliki berat yang berkisar 40-50 kg. Seratus kilogram dari bibit minyak ini dapat menghasilkan sekitar 20 kg minyak dan satu hektar kelapa sawit dapat menghasilkan 5000 kg minyak mentah atau hampir 6000 liter minyak mentah (Masykur, 2013). Merujuk pada hal yang telah dipaparkan, penulis tergugah untuk mengkaji tahapan-tahapan pada pengolahan crude palm oil (CPO) di pabrik kelapa sawit dengan mendeskripsikan, menganalisis serta membandingkan antara beberapa sumber literatur tentang bagaimana proses pengolahan kelapa sawit sehingga menjadi produk crude palm oil (CPO). METODE Penulisan ini merupakan studi literatur yang mencari database dari berbagai referensi, seperti jurnal penelitian/research jurnal, review jurnal, annual report, buku, publikasi ilmiah, tugas akhir/skripsi dan data-data yang berkaitan dengan sejarah, klasifikasi, pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit, crude palm oil serta tahapan proses pengolahan CPO di pabrik kelapa sawit. Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan mesin pencari google di internet dengan kata kunci: kelapa sawit, CPO, pabrik, minyak, kajian. Database yang dimbil dari artikel yang dipublikasikan pada Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Pertanian dan Badan Pusat Statistik. Bahan yang dicari diseleksi dengan menggunakan kriteria inklusi. Kriteria inklusi yang digunakan adalah tahapan-tahapan yang berhubungan dengan pengolahan CPO di pabrik kelapa sawit. Sedangkan untuk kriteria eksklusi yaitu jurnal-jurnal yang diterbitkan di bawah tahun 2020. Adapun diagram alir metode penulisan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2. sebagai berikut. Pencarian pustaka



Jurnal, skripsi, buku, artkel



Membahas tentang kelapa sawit dan tahapan pengolahannya di pabrik kelapa7sawit Unduh



Gambar 2. Diagram alir metode penulisan



HASIL DAN PEMBAHASAN Tandan Buah Segar (TBS) yang akan diangkut untuk proses pengolahan ke pabrik kelapa sawit akan melalui beberapa proses persiapan kegiatan panen yang meliputi pemotongan tandan buah matang panen, pengutipan brondolan, pemotongan pelepah, pengangkutan hasil ke TPH (tempat penampungan hasil), dan terakhir pengangkutan hasil menuju pabrik. Pemotongan Buah Matang



8



Pemotong buah matang pada kelapa sawit harus memenuhi kriteria kematangan untuk menghasilkan TBS yang baik dan berkualitas tinggi. Tandan buah dipotong tandas dengan menggunakan dodos jika umur tanaman berkisar 3– 5 tahun dan menggunakan egrek untuk tanaman dengan umur di atas 8 tahun. Pemotongan akan lebih baik jika pemotongan pada tangkai tandan membentuk huruf V (Nugroho, 2019).



(a)



(b)



Gambar 3. (a) pemotongan buah cara dodos (b) pemotongan buah cara egrek Pemotongan Pelepah Pemotongan pelepah bertujuan untuk memudahkan proses pemotongan tandan buah. Biasanya pelepah yang dipotong adalah pelepah yang berada dibawah tangkai buah. Meskipun demikian, jika jumlah pelepah dari pohon kelapa sawit kurang dari standar pelepah yang harus ada, maka pelepah tidak perlu dipotong. Namun jika jumlah pelepah melebih ketentuan standar, maka diperbolehkan untuk dilakukan pemotongan (Nugroho, 2019).



Gambar 4. Pemotongan pelepah Pengutipan Brondolan Brondolan yang ada di piringan pohon dan ketiak pelepah dikutip dan diangkut ke TPH dengan menggunakan karung bekas pupuk ataupun ember. Brondolan ditumpuk di sebelah tumpukan tandan dan diberi alas. Tandan dan brondolan harus bebas dari pasir, sampah, tangkai tandan, dan kotoran lainnya. 9



Tandan kosong harus ditinggalkan di lapangan (gawangan mati), dan tidak boleh terangkut ke pabrik (Nugroho, 2019). Menurut Pardamean, (2017) Pengutipan brondolan bertujuan untuk mengoptimalkan pengumpulan hasil panen dan produksi minyak, karena brondolan yang lepas dari tandan merupakan lapisan buah bagian luar tandan yang memiliki kandungan minyak paling tinggi, karena brondolan ini memiliki lapisan daging buah (mesocarp) yang paling tebal. Kandungan minyak pada brondolan ini mencapai 50% dari berat brondolan, sedangkan kandungan minyak pada tandan sekitar 20 – 26%. Semakin banyak brondolan yang terkutip berarti semakin kecil kerugian yang timbul akibat oil losses dan kernel losses (Hudori, 2018).



Gambar 5. Pengutipan brondolan Namun berdasarkan litetaratur Hutabarat dan Purnawati, (2016) bahwa dari sepuluh pemanen yang diamati, hanya 20% atau dua pemanen saja yang memperhatikan pengutipan bersih semua brondolan. Hal ini dikarenakan semua brondolan umumnya hanya meninggalkan 1-5 brondolan dari tiap pokok panen, yang tersangkut di ketiak pelepah, tercecer di piringan, atau pasar pikul. Kurangnya kesadaran pemanen terhadap pengutipan bersih brondolan menjadi penyebab masalah tersebut karena pemanen menganggap kehilangan 1-5 brondolan tidak akan menjadi masalah. Pengangkutan Hasil ke TPH (Tempat Penampungan Hasil) proses pengangkutan dilakukan dengan memindahkan TBS dari lahan ke TPH untuk diperiksa dan dilakukan pemilahan (Nugroho, 2019).



10



Gambar 6. Pengangkutan hasil ke TPH (tempat penampungan hasil) Pengangkutan Hasil Menuju Pabrik (PKS) Pekerjaan terakhir dalam kegiatan pemanenan adalah transportasi buah hingga ke PKS. Kegiatan transportasi ini sangat penting sehingga kelancarannya harus sangat diperhatikan. Pengangkutan buah sawit dari TPH menuju pabrik harus dilakukan dengan segera untuk mencegah naiknya kadar asam lemak bebas (ALB). Pengangkutan buah dapat dilakukan dengan kendaraan sendiri atau pemborong. Kebutuhan kendaraan angkut buah setiap hari dihitung berdasarkan estimasi produksi yang sudah diketahui pada sore hari (sehari sebelum panen) dan realisasi pengangkutan pada hari sebelumnya (Nugroho, 2019). Selain itu, ada beberapa hal yang menjadi sasaran kelancaran transportasi buah, yaitu kelancaran pengolahan di pabrik dan biaya transportasi TBS yang minimal. Faktor utama kelancaran transport adalah kondisi dan perawatan jalan. Transportasi panen umumnya terhambat bukan disebabkan oleh kurangnya alat angkut karena kondisi jalan yang tidak memadai. Pengangkutan buah harus diperhatikan bahwa jumlah janjang yang diangkut tidak boleh melebihi kapasitas angkut. Apabila melebihi kapasitas maka dapat mengakibatkan rusaknya alat angkut dan jalan (Anugrah dan Wachjar, 2018).



Gambar 7. Pengangkutan hasil menuju pabrik (PKS) Deskripsi Proses Pengolahan Pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit. Kualitas produksi pada pengolahan 11



kelapa sawit sangat berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan Proses pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi crude palm oil melalui banyak perlakuan dan tahapan. Pada pabrik kelapa sawit yang mengolah TBS kelapa sawit menjadi CPO memiliki beberapa stasiun kerja. Adapun alur proses CPO dapat dilihat pada Gambar 8. sebagai berikut.



Gambar 8. Alur proses produksi CPO 1.



Stasiun Penerimaan Buah Di pabrik kelapa sawit, buah sawit akan memulai perlakuan tahap pertama



pada stasiun penerimaan TBS. Setelah proses penerimaan, selanjutnya buah akan menjalani proses-proses lanjutan yang pada akhirnya akan dihasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil). Pada stasiun penerimaan TBS ini, dilakukan proses penerimaan, penampungan sementara, dan sortasi (Nugroho, 2019). Stasiun penerimaan buah berfungsi sebagai tempat penerimaan buah (TBS) dari perkebunan sebelum diolah. Pada stasiun ini dapat diketahui jumlah TBS dari masing- masing kebun (Suandi, et. al., 2016). Penerimaan Tandan Buah Segar Tandan Buah Segar (TBS) dikelola dengan baik untuk menghindari kerusakan pada buah yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas minyak yang dihasilkan (Ayustaningwarno, 2012). Stasiun penerimaan TBS secara umum terbagi menjadi dua area utama yaitu area jembatan timbang dan area sortasi. Jembatan Timbang



12



Stasiun penimbangan memiliki jembatan timbang berkapasitas 50 ton dengan kelipatan 10 kg. jembatan ini berguna untuk menimbang bahan baku TBS, limbah padat dan hasil produksi/CPO. Prinsip kerja dari jembatan timbang yaitu mobil angkut truk yang melewati jembatan timbang berhenti ± 5 menit, kemudian dicatat berat truk awal sebelum tandan buah segar (TBS) dibongkar dan disortir. Kemudian setelah dibongkar truk kembali ditimbang. Selisih berat awal dan akhir adalah berat TBS yang diterima di pabrik (Nugroho, 2019). Tujuan dari proses penimbangan ini adalah mengetahui jumlah produksi TBS yang dipanen dari kebun, mengetahui brutto (berat kotor), tarra (selisih brutto dan netto) dan netto (berat bersih) dari TBS yang diperoleh pabrik yang berasal dari kebun, mengetahui kapasitas produksi did pabrik dan mengetahui rendemen minyak kelapa sawit yang akan dihasilkan.



Gambar 9. Jembatan timbang Sortasi Pada stasiun ini dilakukan proses sortasi. Petugas akan mengatur tempat peletakan TBS dari truk ke loading ramp agar sistem FIFO (first in first out), artinya buah yang datang pertama akan langsung diolah ke bagian produksi. Sistem ini untuk menghindari buah yang telah diinap kurang lebih 1-2 hari (buah yang restant). TBS kemudian dibawa ke loading ramp dan diisi ke lori (bak penampungan TBS). jaringan rail (rail track) sistem transfer lori bergerak dari daerah loading ramp sampai ke stasiun perebusan.



(a)



(b)



13



Gambar 10. (a) areal loading ramp (b) Proses sortasi yang dilakukan Pada stasiun sortasi ini bertujuan untuk mengetahui mutu atau kualitas dari TBS yang diterima pihak pabrik, sebagai laporan kepada pihak kebun (estate) atas TBS yang diterima. Ini sekaligus sebagai bahan evaluasi bagi pihak kebun, sebagai acuan atau dasar dalam perhitungan pembayaran yang harus ditanggung pabrik kepada pihak ketiga (penyuplai buah), sebagai parameter dalam menganalisis mutu hasil produksi oleh pabrik. Berikut adalah kriteria mutu TBS yang dapat diterima. Tabel 6. Kriteria TBS yang dapat diterima No 1



2



Buah sangat muda (hard and black) Buah muda (under ripe)



3



Buah matang (ripe)



4



Buah lewat matang (over ripe) Tangkai panjang (long stalk)



5



6



brondolan



7



9



Buah/brondolan busuk (rotten loose fruiti) Sampah/kotoran (trash loose fruit) Tandan kosong



10



Buah pasir



8



Kriteria TBS Standar Tandan buah tidak ada fraksi yang 0% membrondol dan buah berwarna hitam Tandan buah lapisan luar telah lepas brondolan 10% brondolan per tandan atau 25-75% lapisan luar telah membrondol dan bewarna merah mengkilat. Tandan buah lapisan luar telah lepas brondolan >75% dan sebagian brondolan bagian dalam juga telah lepas Tangkai atau gagang TBS yang panjangnya lebih dari 2,5 cm diukur dari pangkal tandan dan potongsn tangkai huruf V Brondolan diterima pabrik bersama TBS dengan jumlah brondolan minimal 12,5% dari berat TBS keseluruhan Sebagai janjangan atau seluruhnya telah lembek atau menghitam warnanya, busuk atau berjamur Tanah, pasir, batu, sampah lainnyayang terikut bercampur brondolan/TBS Tandan yang jumlah brondolan lapisan dalam lebih dari 90% telah lepas Buah pasir yang diterima pabrik beratnya minimal 3 kg per tandan



14



90%



≤ 5%



0%



>12,5%



0%



≤ 2% 0% >3 kg /tandan



Sumber: Nugroho, (2019) 2.



Stasiun Perebusan Pada stasiun ini terdapat sterilizer berupa bejana bertekanan 2.8-3.0



kg/cm2 dengan suhu 130-145oC dengan menggunakan uap dari BPV (Back Pressure Vessel). Lama perebusan TBS sekitar 80-90 menit dengan kapasitas satu unit sterilizer berkisar ±20 ton (setara dengan 8 buah lori kapasitas 2,5 ton) (Ayustaningwarno, 2012). Perebusan TBS memiliki beberapa tujuan yaitu untuk menghentikan aktivitas enzim (lipase), memudahkan pelepasan buah dari tandan atau janjangan, melunakkan daging buah, dan untuk mengurangi kadar air dalam buah (Nugroho, 2019). Baik buruknya mutu dan jumlah hasil olah suatu pabrik kelapa sawit, terutama ditentukan oleh hasil rebusan. Oleh karena itu merebus, buah harus sesuai dengan ketentuan yang ada dan merupakan hal yang mutlak dilakuakan. Merebus tandan dengan uap mempunyai fungsi untuk merusak enzim dan menghentikan peragian yang membentuk asam lemak bebas, membekukan getah dan protein, memudahkan buah lepas dari tandan dan melonggarkan inti dari tempurung.



Gambar 11. Proses perebusan buah pada stabilizer Pada proses perebusan terdapat beberap alat sebagai berikut. Alat Penarik (Capstand)



: alat penarik lori keluar dan masuk sterilizer



Ketel Rebusan (sterilizer)



: bejana uap tekan yang digunakan untuk merebus buah. Sterilizer ini dapat memuat 8 buah lori dengan tekanan kerja maksimal 3 kg/cm2 dan suhu kerja maksimal 140oC. Untuk menjaga tekanan dalam rebusan tidak melebihi tekanan kerja yang diizinkan, rebusan diberi katup pengaman. Seluruh



15



proses



perebusan



dilakukan



dalam



sterilizer



horizontal. Tippler



: tempat untuk menumpahkan buah kelapa sawit yang sudah direbus dengan sterilizer dengan cara memutar lori 180o. Buah kelapa sawit tersebut diangkut menggunakan conveyor menuju threser (Suandi, et. al., 2016).



3.



Stasiun Penebahan Buah dari Tandan Stasiun penebahan merupakan stasiun yang berfungsi untuk memisahkan



buah dari tandannya dengan cara bantingan-bantingan dan berputar sekitar 23-25 rpm yang dinamai rotary drum threshing (Suandi, et. al., 2016). Tujuan dari perontokan adalah memisahkan buah yang sudah direbus dari tandannya. Penebahan dilakukan dengan dua cara yaitu penggoyangan dengan cepat dan pemukulan (Ayustaningwarno, 2012).



Gambar 12. Mesin perontok buah sawit menggunakan drum thresher 4.



Stasiun Pencacahan dan Kempa Stasiun ini tempat pemisahan minyak dari serabut dan biji kelapa sawit.



Pada stasiun ini terjadi dua proses yaitu peremasan/pelumatan buah (digester) dan pengempaan buah/pemerasan minyak (pressing). Digester Alat untuk melepaskan daging buah terpisah dari biji dan melumatkan daging berondolan agar mudah dalam proses pengempaan. Menekan brondolan dengan menggunakan pisau pengaduk yang berputar sambal dipanaskan dengan menginjeksikan uap dan pengadukan selama 30 menit. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerga digester, antara lain. 1. Jarak ujung pisau digester dengan dinding