Kasus Farmakoterapi Kanker [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kasus Farmakoterapi Kanker Nyonya A, 50 tahun dengan kanker payudara sudah melakukan kemoterapi 4 siklus (dari 6 siklus). Obat yang diberikan cyclophosphamid, methotrexat, 5 fluorouracyl. Setelah kemoterapi, dia mengalami sakit kepala, konstipasi, sakit tenggorokan, kehilangan rasa makanan, mual, muntah, dan nyeri pada payudaranya. Nyonya A, juga mengkonsumsi pasak bumi sebagai pengobatan alternatif: Resep yang diberikan dokter adalah sebagai berikut : R/ CMF (500,50,500 Mg/M2) R/ dexamethason inj 5 mg 2x1 R/ ondansetron inj 8 mg 3x1 R/ omeprazole tab 2x1 R/ enzyplex tab 1x1 R/ vomceran tab 3x1 R/ Q-10 tab 1x1 R/ curcuma 3x1 R/ tramadol 3x1 PEMERIKSAAN



BATAS NORMAL



DATA PASIEN



AL RBC (Red Blood Cells)



5 x 103 4.2-5.4 x 106



2300/mm3 2.5 x 106



Hb



12 – 14 g/dl



6



Trombosit Hematokrit



150-450 ribu 35 – 45%



90ribu 30%



Alt Ast BUN Albumin



10 – 36 n/L 10 – 35 n/L 10-24 mg/dL 3,4 - 4,8 g/dL



120 n/L 110 n/L 15 3,5



1. Pertanyaan 2. Buatlah SOAP Ny A



3. Apakah Terdapat DRP Pada Pasien Ny A 4. Bagaimana penggunaan pasak bumi sebagai alternative pengobatan Ny A 5. Bagaimana Handling Sitostatika yang akan dilakukan untuk siklus ke 5 Ny A 6. Apakah akan dilakukan premedikasi??



a) Epidemiologi Kanker Payudara Menurut WHO Kanker payudara adalah kanker yang paling sering terjadi pada wanita, mempengaruhi 2,1 juta wanita setiap tahun, dan juga menyebabkan jumlah kematian terkait kanker terbesar di antara wanita. Pada tahun 2018, diperkirakan 627.000 wanita meninggal karena kanker payudara - sekitar 15% dari semua kematian akibat kanker di kalangan wanita. Sementara angka kanker payudara lebih tinggi di antara wanita di wilayah yang lebih maju, angka tersebut meningkat di hampir setiap wilayah secara global. Untuk meningkatkan hasil dan kelangsungan hidup kanker payudara, deteksi dini sangat penting. Ada dua strategi deteksi dini untuk kanker payudara: diagnosis dini dan skrining. Pengaturan sumber daya yang terbatas dengan sistem kesehatan yang lemah di mana sebagian besar wanita didiagnosis pada tahap akhir harus memprioritaskan program diagnosis dini berdasarkan kesadaran akan tanda dan gejala awal dan rujukan segera ke diagnosis dan pengobatan.sedangkan Menurut data GLOBOCAN (IARC)2 tahun 2012 diketahui bahwa kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru (setelah dikontrol oleh umur) tertinggi, yaitu sebesar 43,3%, dan persentase kematian (setelah dikontrol oleh umur) akibat kanker payudara sebesar 12,9%. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia. Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, KPD menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. (Data Kanker di Indonesia Tahun 2010, menurut data Histopatologik ; Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)). Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian yang dijumpai pada wanita. Penyakit ini juga dapat diderita pada laki – laki dengan frekuensi sekitar 1 %. Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang upaya pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif



maupun paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara optimal. b) Etiologi Kanker Payudara Kanker payudara terjadi karena sel-sel di payudara tumbuh tidak normal dan tidak terkendali. Sel-sel ini membelah dengan cepat dan berkumpul membentuk benjolan, lalu bisa menyebar ke kelenjar getah bening atau ke organ lain. Belum diketahui apa penyebab sel-sel tersebut berubah menjadi sel kanker, namun para ahli menduga adanya interaksi antara faktor genetik dengan gaya hidup, lingkungan, dan hormon, sehingga sel menjadi abnormal dan tumbuh tidak terkendali. 



Faktor Risiko Kanker Payudara



Beberapa faktor diketahui bisa meningkatkan risiko kanker payudara. Namun demikian, seseorang dengan sejumlah faktor risiko belum tentu terserang kanker payudara, sebaliknya seseorang tanpa faktor risiko dapat terkena kanker. Seseorang yang pernah terserang kanker di satu payudara memiliki risiko tinggi terkena kanker pada payudara yang lain. Faktor lain yang bisa meningkatkan risiko kanker payudara antara lain: 1. Usia. Risiko kanker payudara akan meningkat seiring usia bertambah. 2. Jenis kelamin. Wanita lebih rentan terserang kanker payudara dibanding pria. 3. Paparan radiasi. Seseorang yang pernah menjalani radioterapi, rentan mengalami kanker payudara. 4. Obesitas. Berat badan yang berlebih meningkatkan risiko terserang kanker payudara. 5. Belum pernah hamil. Wanita yang pernah hamil dan menyusui memiliki risiko kanker payudara lebih kecil dibanding wanita yang belum pernah hamil dan menyusui. 6. Melahirkan pada usia tua. Wanita yang baru memiliki anak di atas usia 30 tahun lebih berisiko mengalami kanker payudara. 7. Konsumsi alkohol. Studi terbaru menunjukkan, konsumsi alkohol dalam jumlah sedikit tetap meningkatkan risiko kanker payudara. 8. Terapi pengganti hormon. Setelah menopause, wanita yang mendapat terapi pengganti hormon dengan estrogen dan progesterone lebih berisiko terkena kanker payudara.



9. Mulai menstruasi terlalu muda. Wanita yang mengalami menstruasi di bawah usia 12 tahun diketahui lebih berisiko mengalami kanker payudara. 10. Telat menopause. Wanita yang belum mengalami menopause hingga usia 55 tahun juga berisiko mengalami kanker payudara. 11. Riwayat kanker payudara pada keluarga. Mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2 juga bisa membuat kanker payudara diturunkan dari orang tua ke anaknya. Selain itu, seseorang yang memiliki anggota keluarga dekat yang menderita kanker payudara, juga lebih berisiko mengalaminya. c) Patofisiologi Patofisiologi kanker payudara dibagi dalam tiga tahap: kanker payudara primer, metastasis ke kelenjar getah bening aksila, dan metastasis jauh. 



Kanker Payudara Primer Sebagian besar kanker payudara ditandai dengan fibrosis jaringan stroma dan epitel payudara. Seiring pertumbuhan kanker dan invasi kanker ke jaringan sekitar, respon desmoplastik menyebabkan pemendekan ligamentum suspensorium Cooper sehingga terjadi gambaran retraksi kulit payudara. Saat aliran limfatik dari kulit ke kelenjar getah bening lokal terhambat, terjadilah edema lokal yang ditandai oleh tampilan kulit jeruk (peau d’orange). Kanker kulit akan menyebabkan luka spontan pada kulit ketika sel kanker mulai menginvasi kulit. Invasi lebih lanjut ke sel-sel kulit di sekitar luka akan menyebabkan pembentukan nodul satelit di sekitar luka. Selain itu, lebih dari 60% rekurensi kanker payudara terjadi pada organ jauh. 20% kanker payudara mengalami rekurensi



lokal-regional,



dan



20%



merupakan



campuran



(lokal-regional



dan



bermetastasis jauh). Metastasis Kelenjar Getah Bening Aksila Saat kanker payudara primer membesar, sel kanker menyusup ke celah antar sel dan pindah ke sistem limfatik menuju kelenjar getah bening regional, terutama kelenjar getah bening aksila. Kelenjar getah bening yang terlibat awalnya teraba lunak namun menjadi keras dan mengalami konglomerasi seiring pertumbuhan sel kanker. Sel kanker mampu tumbuh hingga kapsul kelenjar getah bening dan memfiksasi struktur lain di ketiak dan dinding dada. Semakin banyak kelenjar getah bening aksila yang terlibat, maka semakin kecil peluang kesintasan (survivorship). Pasien yang tidak memiliki keterlibatan kelenjar getah bening aksila



berisiko < 30% mengalami rekurensi dibandingkan pasien yang memiliki keterlibatan kelenjar getah bening yang berisiko 75% terhadap rekurensi. 



Metastasis Jauh Metastasis jauh terjadi secara hematogenik setelah neovaskularisasi. Aliran darah vena yang terlibat dalam metastasis jauh antara lain vena interkostal dan aksila menuju paruparu dan plexus vena Batson yang menuju kolumna vertebra. Hampir 60% pasien kanker payudara mengalami metastasis jauh dalam 5 tahun pertama pengobatan. Pasien tanpa ekspresi reseptor estrogen (ER-) memiliki risiko lebih besar mengalami rekurensi dalam 3-5 tahun pertama dibanding pasien dengan ekspresi reseptor estrogen (ER+). Organ yang paling sering terlibat dalam metastasis berdasarkan kekerapannya berturut-turut adalah tulang, paru-paru, pleura, jaringan lunak, dan hati. Metastasis ke otak lebih jarang terjadi.



d) Diagnosis Dokter akan menjalankan pemeriksaan fisik pada kedua payudara dan kelenjar getah bening di ketiak untuk mengetahui adanya benjolan atau kelainan lain. Sejumlah tes penunjang juga bisa menjadi pilihan untuk mendiagnosis kanker payudara. 1. Tes mammografi adalah tes yang biasa dilakukan untuk mendiagnosis kanker payudara, khususnya pada stadium awal. Meski umumnya tes ini bisa mendeteksi benjolan pada payudara ganas atau tidak, namun tetap bisa terjadi kesalahan 10 hingga 15 persen, karena mammografi bukan merupakan tes untuk memastikan kanker payudara. Tes lain yang umum dijalankan untuk kanker payudara adalah USG mammae. Pada tes ini, gelombang suara akan menghasilkan gambaran di dalam payudara, sehingga diketahui apakah benjolan yang muncul berupa struktur padat atau kista yang berisi cairan. Jika diperlukan, tes MRI bisa dilakukan untuk memberi gambaran yang lebih jelas daripada hasil yang didapatkan dari tes mammografi atau USG. 2. Untuk mengetahui secara pasti apakah pasien menderita kanker payudara, dokter akan melakukan biopsi yaitu, yaitu dengan memeriksa sampel jaringan di laboratorium. Sampel akan diteliti untuk mengetahui jenis sel yang menyebabkan benjolan atau kanker, tingkat agresifitas kanker, dan apakah sel tersebut mengandung reseptor hormon atau protein (ER, PR, dan HER2). Stadium Kanker Payudara



Setelah hasil biopsi menunjukkan jaringan tersebut merupakan kanker payudara, dokter akan menentukan stadium kanker pada pasien. Stadium ini diklasifikasikan berdasarkan seberapa luas area penyebaran kanker payudara. Klasifikasi ini membantu dokter menentukan jenis pengobatan yang akan dipilih. Stadium 0 Kanker tidak berkembang lebih jauh dari tempat tumbuhnya di duktus atau lobulus, dan belum menyebar ke jaringan di sekitarnya. Kondisi ini disebut in situ. Stadium 1 Stadium 1a – Tumor berukuran hingga 20 mm dan belum menyebar ke kelenjar getah bening di ketiak. Stadium 1b – Kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening di ketiak, dengan ukuran lebih besar dari 0,2 mm namun kurang dari 2 mm. Sedangkan pada payudara terdapat tumor dengan ukuran tidak lebih dari 20 mm atau bisa tidak nampak tumor. Stadium 2 Stadium 2a – Kanker payudara sudah masuk pada stadium ini jika: Kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening di ketiak dengan ukuran 2 mm atau lebih, dengan tumor di payudara tidak lebih dari 20 mm atau tidak tampak tumor di payudara. Ukuran tumor lebih besar dari 20 mm, namun tidak lebih besar dari 50 mm, tetapi belum menyebar ke kelenjar getah bening di ketiak. Stadium 2b – Stadium ini ditandai dengan: Ukuran tumor lebih besar dari 20 mm, namun tidak lebih besar dari 50 mm, dan sudah menyebar ke 1 hingga 3 kelenjar getah bening di ketiak. Ukuran tumor lebih besar dari 50 mm, namun tidak menyebar ke kelenjar getah bening. Stadium 3 Kanker semakin membesar dan menyebar ke dinding payudara atau ke kulit di sekitar payudara. Sel kanker juga menyebar ke lebih banyak kelenjar getah bening. Stadium 3a – Kanker payudara sudah masuk pada stadium ini jika: Kanker sudah menyebar ke 4 hingga 9 kelenjar getah bening di ketiak atau kelenjar getah bening di dalam payudara, dengan ukuran tumor di payudara hingga 50 mm. Bisa juga tidak ada tumor di payudara. Ukuran tumor lebih besar dari 50 mm, dan sudah menyebar ke 1 hingga 3 kelenjar getah bening di ketiak.



Stadium 3b – Tumor sudah menyebar ke kulit dinding payudara. Stadium 3c – Ukuran tumor bisa bervariasi, dan telah menyebar hingga ke 10 kelenjar getah bening atau lebih di ketiak, atau sudah menyebar ke kelenjar getah bening di dalam payudara dan leher. Stadium 4 Pada stadium ini, ukuran tumor bisa bervariasi, dan telah menyebar jauh ke organ lain, seperti tulang, paru-paru, hati, atau otak. e) SOAP Subjek Nama : Nyonya A Umur : 50 tahun Keluhan : kanker payudara sudah melakukan kemoterapi 4 siklus (dari 6 siklus), kemoterapi, dia mengalami sakit kepala, konstipasi, sakit tenggorokan, kehilangan rasa makanan, mual, muntah, dan nyeri pada payudaranya. Obat yg digunakan sebelum periksa : Obat yang diberikan cyclophosphamid, methotrexat, 5 fluorouracyl, Nyonya A, juga mengkonsumsi pasak bumi sebagai pengobatan alternatif Objek 1. Hasil Pemeriksaan Fisik Tinggi badan : 163 cm Berat Badan : 60 Kg BMI :







TB × BB = 163 × 60 = 1,648 m2 3600 3600







2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium



Pemeriksaan AL RBC



(Red



Batas Normal



5 x 103 Blood 4.2-5.4 x 106



Data Pasien 2300/mm3 2.5 x 106



Ket Kekurangan Kekurangan :



Cells) Hb



12 – 14 g/dl



6



Eritropenia Anemia



Trombosit Hematokrit



150-450 ribu 35 – 45%



90ribu 30%



Trombositopenia Kekurangan



Alt Ast BUN Albumin



10 – 36 n/L 10 – 35 n/L 10-24 mg/dL 3,4 - 4,8 g/dL



120 n/L 110 n/L 15 3,5



Kelebihan Kelebihan Normal Normal



3. Diagnosa : kanker payudara 4. Obat : N o 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Namaobat



Regimen



Cyclophosphamid PO Methotrexat IV 5-fluorouracyl IV Dexamethason inj Ondansetron inj Omeprazole tab Enzyplex tab



Dosis 500 mg/m2 50 mg/m2 500 mg/m2 5 mg (2x1) 8mg (3x1) 2x1 1x1



Indikasi Kemoterapi kanker payudara Kemoterapi kanker payudara Kemoterapi kanker payudara



Digestan



Komposisi : Amylase 10,000 u, protease 9,000 u, lipase 240 u, desoxycholic acid 30 mg, dimethylpolysiloxane 25 mg, vit B1 10 mg, vit B2 5 mg, vit B6 5 mg, vit B12 5 mcg, niacinamide 10 mg, 8.



Capantothenate 5 mg Vomceran tab



3x1



Komposisi : Ondansetron



Mual&muntahakibatkemoterapi &radioterapipdpasienkanker. Pencegahanmual&muntah sesudah op



9. Q-10 tab 10 Curcuma



1x1 3x1



Memperbaikinafsumakan



. 11 Tramadol



3x1



Analgetik



. 12 PasakBumi



Senyawakuasinoiddan alkaloid



.



yang terkandungdalampasakbumidapa tmenghambatpertumbuhanselkan ker (Khaname . t al , 2014).



f) Assesment 1. Ketepatan Pemilihan Obat : Tidak Tepat. Karena pasak bumi Tidak memberikan efek yg signifikan dan penggunaanenzyplex (sudahditarikdaripasaran 2. Perhitungan CMF chemoterapy



: BMI × dosis obat yang diperbolehkan







Cyclophosphamide



: 1,648 m2 ×100 mg/m2 = 164,8 mg (NCCN, 2020)







Methotrexate



: 1,648 m2 × 40mg/m2 = 65,92 mg (NCCN, 2020)







5-fluorouracyl



: 1,648 m2 × 600 mg/m2 = 988,8 mg (NCCN, 2020)



3. Underdose : ada 



5-fluorouracyl IV rendah seharusnya 600 mg/m2, berdasarkan guideline NCCN (2020), setelah dihitung berdasarkan BMI pasien memerlukan sebanyak 988,8 mg.







Dexamethason inj seharusnya 8 mg (1x1)



4. Overdose : Ada 



cyclophosphamid terlalu tinggi seharusnya 100 mg/m2 , berdasarkan guideline NCCN (2020), setelah dihitung berdasarkan BMI pasien hanya memerlukan sebanyak 164,8 mg.







Methotrexat IV seharusnya 40 mg/m2. berdasarkan guideline NCCN (2020) setelah dihitung berdasarkan BMI pasien hanya memerlukan sebanyak 65,92 mg.







Ondansetron inj seharusnya 8 mg (1x1).







Omeprazole tab seharusnya 20 mg (1x1)



5. Efeksamping : Cychlophosphamide 5 fluorouracyl, dan metotrexat dapat menyebabkan efek samping seperti;Mual, muntah, diare, sakit perut, hilang nafsu makan. a) Moderate emetic



Cyclophosphamide ≤1500 mg/m2 IV b) Low Emetic (muntahrendah) akibatpenggunaankemoterapi Methotrexate 5-Fluorouracil IV (NCCN, 2020). c) OndansentronInj menyebabkan efeksamping sakit kepala dan konstipasi (NCCN, 2020). d) Dexamethasone Inj menyebabkan dyspepsia (NCCN, 2020). e) Tramadol menyebabkankonstipasi 6. Interaksi Obat : omeprazole + methotrexate (Major) omeprazole meningkatkan kadar metotreksat dengan menurunkan klirens ginjal. Gunakan Caution / Monitor. Penghentian sementara PPI dapat dipertimbangkan pada beberapa pasien Ondanserton + tramadol (Major) efek yang berpotensi mengancam jiwa dari obat-obatan ini. Sindrom serotonin mungkin termasuk gejala seperti kebingungan, halusinasi, kejang, perubahan ekstrim pada tekanan darah, peningkatan detak jantung, demam, keringat berlebih, menggigil atau gemetar, penglihatan kabur, kejang atau kekakuan otot, tremor, inkoordinasi, kram perut, mual, muntah , dan diare. Kasus yang parah dapat menyebabkan koma dan bahkan kematian deksametason + methotrexat (Moderat) Menggunakan metotreksat bersama dengan deksametason dapat meningkatkan kadar darah atau menambah efek samping metotreksat. Bicarakan dengan dokter Anda sebelum menggunakan obat-obatan ini bersama-sama.



Hal ini dapat menyebabkan penurunan



jumlah sel darah, mudah memar atau berdarah, kelemahan yang tidak biasa, sariawan, mual, muntah, tinja berwarna hitam atau berdarah, dan buang air kecil lebih sedikit dari biasanya atau tidak sama sekali. cyclophosphamid + fluorouracil (moderat) dapat meningkatkan risiko efek samping, terutama yang mempengaruhi sumsum tulang atau saluran pencernaan. Anda mungkin mengalami efek samping yang lebih banyak atau lebih parah seperti mual; muntah; diare; kehilangan selera makan; luka mulut; sakit perut;



penyembuhan luka tertunda;



dan gangguan fungsi sumsum tulang yang



mengakibatkan rendahnya jumlah jenis sel darah yang berbeda. Anda juga mungkin lebih mungkin mengalami anemia, masalah perdarahan, atau infeksi karena jumlah sel darah yang rendah. fluorouracil + methotrexat ( Moderat) lain dapat meningkatkan risiko efek samping, terutama yang mempengaruhi sumsum tulang atau saluran pencernaan.



Anda mungkin mengalami efek samping yang lebih



banyak atau lebih parah seperti mual; muntah; diare; kehilangan selera makan; luka mulut; sakit perut; penyembuhan luka tertunda; dan gangguan fungsi sumsum tulang yang mengakibatkan rendahnya jumlah jenis sel darah yang berbeda. Anda juga mungkin lebih mungkin mengalami anemia, masalah perdarahan, atau infeksi karena jumlah sel darah yang rendah. cyclophosphamid + Ondanserton (Minor) Tidak ada interaksi lain yang ditemukan antara obat pilihan Anda. Ini tidak berarti tidak ada interaksi lain. Selalu konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan Anda. 7. Pengobatan tanpa indikasi : 8. Indikasi tanpa pengobatan : 9. Gagal menerima terapi : Ada Pemberian CMF yang tidak sesuai dengan dosis (over dosis) menyebabkan adanya efek samping obat sehingga teradinya kegagalan menerima terapi. g) Plan 1. KankerpayudaraCMF chemoterapy:  Cyclophosphamide 100 mg/m2 Per Oral 1-14 hari  Methotrexate 40 mg/m2 IV harike 1 & 8  5-Fluorouracil 600 mg/m2 IV harike 1 & 8Selama 28 hariselama 6 siklus (NCNN, 2020). 2. Emetik : Diberikansebelumkemoterapi : –







Tipe E hari ke-1  Olanzapin 5-10 mg PO 1x1  Palonsetron 0,25 mg IV 1X1  Dexamethason 12 mg PO/IV 1x1 Hari ke 2 dan 3  Olanzapin 5-10mg PO setiap hari pada hari ke 2 dan 3



3. Dispepsia Efeksamping Dexamethasone Inj : Dyspepsia terapidenganantagonis H2 ataupompa proton inhibitor (Omeprazole tab 2x1) harusnya Omeprazole tab 20mg 1x1 (NCNN, 2020). 4. Konstipasi : Vitazym tab 3x1 5. PenambahNafsuMakan : Curcuma tab 3x1 6. Nyeri : Tramadol 50 mg 3x1 7. Anemia : transfusi darah 8. Q-10 tab 1x1



Monitoring 1) Monitoring Efektivitas a. Pengobatan kemoterapi CMF (Cyclophosphamid, Methotrexate, 5-Fluorouracil) dikatakan efektif dengan mengecilnya benjolan di payudara dan kadar darah lengkap kembali normal yang diketahui setelah dilakukan pemeriksaan darah lengkap. b. Pengobatan



antiemesis



sebelum



kemoterapi



(Dexamethason



IV



dan



Ondansentron IV) serta setelah kemoterapi vomceran (ondansentron) tablet dikatakan efektif dengan berkurangnya frekuensi mual muntah akibat penggunaan obat kemoterapi. c. Pemberian suplemen Q-10 dan curcuma dikatakan efektif dengan berkurangnya kadar AST dan ALT yang diketahui setelah dilakukan pemeriksaan kadar AST dan ALT. d. Pemberian tramadol dikatakan efektif dengan berkurangnya nyeri pada payudara yang diketahui setelah dilakukan skala intensitas nyeri yang terdiri dari 2 metode yaitu skala peringkat numerik : skor 0 (tidak ada nyeri), skor 1-3 (nyeri ringan), skor 4-6 (nyeri sedang), skor 7-10 (nyeri berat).



Metode kedua yaitu skala penilaian rasa sakit wajah dimana setiap wajah menunjukkan rasa sakit, wajah No.10 menunjukkan rasa sakit paling berat (NCCN, 2020). Berkurangnya rasa nyeri pasien jika menunjukkan ekspresi pada wajah No.1.



2) Monitoring Efek Samping a. Methotrexate menyebabkan tingginya kadar AST & ALT, sehingga perlu dilakukan monitoring kadar AST & ALT secara rutin. b. Methotrexate juga menyebabkan kelainan darah lengkap sehingga perlu dilakukan monitoring profil hematologi pasien. c. Siklofosfamid dapat diakumulasi diginjal dan menyebabkan kerusakan ginjal sehingga monitoring kadar BUN. NCCN, 2020. NCCN Guidelines Adult Cancer Pain.