Kawasaki Disease [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT “Kawasaki Disease”



Pembimbing : dr. Desiana Dharmayanti, Sp.A Disusun Oleh : Nadiyah Bayan Hafizah (2015730098)



KEPANITERAAN KLINIK PEDIATRI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat “Penyakit Kawasaki” ini tepat pada waktunya. Penulis ucapkan terimakasih kepada dr. Desiana Dharmayanti, Sp.A yang telah membimbing penulis untuk penulisan referat ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca referat ini, agar penulis dapat mengkoreksi diri dan dapat membuat referat yang lebih baik di lain kesempatan. Demikianlah referat ini dibuat sebagi pemenuhan tugas dari kegiatan klinis stase Pediatri/IKA (Ilmu Kesehatan Anak di RSIJ Cempaka Putih serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan khususnya bagi pembaca pada umumnya.



Jakarta, Agustus 2019



Penulis



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2 DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3 BAB I....................................................................................................................................................4 LATAR BELAKANG & TUJUAN.......................................................................................................4 1.



LATAR BELAKANG...............................................................................................................4



2.



TUJUAN...................................................................................................................................4



BAB II...................................................................................................................................................5 DEFINISI, ETIOLOGI & EPIDEMIOLOGI.........................................................................................5 1.



DEFINISI..................................................................................................................................5



2.



ETIOLOGI................................................................................................................................5



3.



EPIDEMIOLOGI.......................................................................................................................5



BAB III..................................................................................................................................................7 PATOFISIOLOGI & DIAGNOSIS.......................................................................................................7 1.



PATOFISIOLOGI.....................................................................................................................7



2.



GEJALA....................................................................................................................................9



3.



FASE/PERJALANAN PENYAKIT........................................................................................14



4.



PEMERIKSAAN LABORATORIUM/PENUNJANG............................................................15



5.



DIAGNOSIS DIFERENSIAL.................................................................................................17



BAB IV...............................................................................................................................................19 TATALAKSANA, KOMPLIKASI & PROGNOSIS..........................................................................19 1.



TATALAKSANA....................................................................................................................19



2.



KOMPLIKASI.........................................................................................................................20



3.



PROGNOSIS...........................................................................................................................21



BAB V.................................................................................................................................................22 PENUTUP...........................................................................................................................................22 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................23



3



BAB I LATAR BELAKANG & TUJUAN



1. LATAR BELAKANG Saat ini Penyakit Kawasaki (PK) atau juga dikenal sebagai mucocutenaous lymph node syndrome merupakan sindrom vaskulitis akut yang menyerang arteri berukuran kecil hingga sedang.1 Sebesar 80% kasus PK terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun. Meskipun PK paling banyak terjadi di Jepang, namun kini PK yang belum diketahui penyebabnya ini sudah diakui di dunia sebagai penyebab utama dari penyakit jantung yang didapat pada anak, khususnya pada anak-anak di negara maju seperti Amerika dan Inggris. Tidak hanya di negara-negara maju, PK juga dapat ditemukan di negara berkembang seperti Indonesia.2 Salah satu manifestasi klinis yang dapat terlihat dari PK adalah adanya deskuamiasi kulit dan mukosa PK, yang mana hal ini menyebabkan orang tua yang belum mengetahui tentang penyakit Kawasaki akan berpikir bahwa anaknya mengalami kelainan pada kulitnya sehingga membawa anaknya ke dokter kulit. Hal ini dapat menjadi berbahaya karena penyakit Kawasaki perlu dideteksi dini dan segera ditangani, karena 20%-40% PK berkomplikasi menjadi kelainan arteri coroner seperti aneurisma, stenosis dan infark yang dapat berakibat fatal.1,3,4 2. TUJUAN Mengenali



dan



memahami



penyakit



Kawasaki



mulai



dari



definisi,



epidemioogi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana dan diagnosis dini penyakit Kawasaki, karena sebagai dokter yang memberi pelayanan primer harus dapat mencegah terjadinya komplikasi dari penyakit tersebut.



4



BAB II DEFINISI, ETIOLOGI & EPIDEMIOLOGI 1. DEFINISI Penyakit Kawasaki (PK) atau mucocutaneous lymph node syndrome karena PK merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada bagian mukosa, kulit dan kelenjar limfatik. PK juga dapat dikenal sebagai infantile polyarteritis nodosa merupakan terjadinya inflamasi beberapa arteri berukuran sedang seperti arteri koroner pada bayi atau balita. Dengan adanya inflamasi pada arteri ini dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi yang fatal berupa aneurisma arteri coroner. Selain itu, PK juga merupakan penyakit swasirna yang ditandai dengan adanya demam akut dan biasanya menyerang anak-anak terutama di Asia.2 2. EPIDEMIOLOGI Penyakit ini menyerang anak dengan usia < 5 tahun (rata-rata usia 2-3 tahun) sebanyak 80% dengan mayoritas anak laki-laki. 1,4



PK telah ditemukan hampir di



seluruh dunia, namun lebih banyak dijumpai pada orang Asia terutama Jepang dan Korea. 265 dari 100.000 anak di Jepang mengalami penyakit Kawasaki, dan 105 dari 100.000 anak di korea mengalami penyakit Kawasaki. Sedangkan di Amerika, sekitar 11 hingga 15 anak dari 100.000 anak di Amerika mengalami penyakit Kawasaki2 Di Indonesia, PK masih jarang dilaporkan, sekitar lebih dari 100 kasus terutama sekitar Jabodetabek dan 19 kasus pernah dilaporkan di Surabaya.6 Kasus yang ditemukan ini diduga hanya sebagian kecil dari kasus sebenarnya namun tidak terdeteksi.



2



Di samping itu, berdasarkan data yang diperoleh dari 5 rumah sakit di



Jakarta dan Tangerang dari tahun 2003 hingga 2013, didapatkan sekitar 503 pasien yang dirawat inap akibat menderita penyakit Kawasaki.5



3. ETIOLOGI Etiologi penyakit ini masih belum diketahui dengan jelas. Penelitian menunjukkan bahwa infeksi adalah faktor yang paling mungkin memicu terjadi PK. 5



Namun, agen penyebab infeksi yang berperan belum ditemukan melalui berbagai pemeriksaan serologi dan kultur bakteri atau virus konvensional.1,2 Genetik mungkin dianggap memiliki peran terhadap patogenesis PK, dibuktikan dari tingginya resiko terjadi nya PK pada anak-anak di kawasan Asia terlepas dari wilayah tempat tinggal, hubungan saudara serta pada anak dengan orangtua yang memiliki riwayat PK. Berdasarkan penelitian, terdapat 6 gen yang kemungkinan berkaitan dengan terjadinya penyakit Kawasaki, yaitu HLA-Bw22J2, 12q24, 1,4,5-triphosphate 3-kinase C (ITPKC), CCR2-CCR5, CCL3L1 dan  Fcg RIIa. Namun, masih diperlukan penelitian lanjutan yang membuktikan hubungan dari gen-gen tersebut dengan terjadinya penyakit Kawasaki.2



6



BAB III PATOFISIOLOGI & DIAGNOSIS 1. PATOFISIOLOGI PK adalah penyakit vaskulitis yang menyerang arteri medium, dengan predileksi mencolok untuk arteri koroner.1 Arteri ini memiliki bermacam lapisan yaitu: 7 - Tunika Intima Terdiri dari lapisan endothel, subendhotel dengan serat kolagen dan tunika elastika interna dengan serat elastin. - Tunika Media Dibentuk oleh serat otot polos yang tersusun melingkar. - Tunika Adventisia Jaringan ikat longgar dengan serat kolagen dan elastin yang tersusun memanjang. Proses terjadi kerusakan pembuluh darah pada PK adalah sebagai berikut: Tubuh mengalami infeksi atau reaksi autoimmune, yang mana hal ini menyebabkan terjadinya respon inflamasi berupa pelepasan monosit, antibody IgA, neutrophil dan Sel T CD8+ yang kemudian menyerang pembuluh darah dan merusak lapisan endotel. Rusaknya lapisan endotel ini menyebabkan tereksposnya kolagen dan factor jaringan yang terdapat di tunika media. Tereksposnya tunika media ini, kemudian menimbulkan respon berupa peningkatan koagulasi di sekitar tunika media, sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan aliran darah menjadi terhambat. Jika aliran darah terhambat, maka jantung hanya menerima sedikit aliran darah yang menyebabkan jantung menjadi iskemia. Tidak hanya peningkatan koagulasi, saat sel endotel rusak, tubuh juga berkompensasi dengan melepaskan fibrin ke pembuluh darah yang menyebabkan pembuluh darah menjadi menebal dan menyempit sehingga pada akhirnya juga akan menjebabkan jantung mengalami iskemia dan infark. Selain itu, penumpukkan fibrin di pembuluh darah ini juga akan menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi kaku, kurang elastis dan lemah sehingga saat terjadi peningkatan tekanan arteri, pembuluh darah tidak dapat meregang melainkan akan terjadi penggelembungan, 7



yang mana hal ini disebut aneurisma. Jika aneurisma terjadi lebih dari 8 mm, maka pembuluh darah akan rupture, aliran darah ke jantung akan semakin menurun sehingga jantung mengalami iskemik dan kemudian infark. Selain itu, aneurisma juga menyebabkan terjadinya penumpukan jaringan ikat di pembuluh darah, yang mana fibrosis ini akan menyebabkan terjadinya stenosis pembuluh darah yang juga akan berakhir menjadi infark. 2,6 2. GEJALA Diagnosis PK ditegakkan berdasarkan gejala klinis semata. Belum ada pemeriksaan yang dapat memastikan diagnosis. PK atipikal atau incomplete jika hanya memenuhi 1,5 cm.3 Limfadenopati terkadang dapat bilateral namun limfadenopati generalisata 9



bukan merupakan gambaran PK. Servikal limfadenopati terjadi pada 50–70% pasien PK.3 4) Strawberry tongue



Gambar 3.4 Strawberry tongue & eritema bibir2,3 Strawberry tongue, di mana lidah berwarna merah terang dan papilla fungiformis menonjol. Selain itu ditemukan juga perubahan pada meliputi: (1) eritema, fisura, deskuamasi, dan perdarahan pada bibir, (2) eritema difus pada mukosa orofaringeal. Perubahan ini tidak meliputi ulkus oral atau eksudat faring.2,3 5) Hands & feet anomaly



10



Gambar 3.5 Edema indurasi pada tangan1



Gambar 3.6 Deskuamasi jari tangan1



Gambar 3.7 Beau’s line jari tangan1 Kelainan yang ditemukan pada ekstremitas yaitu dapat berupa eritema, edema indurasi dan deskuamasi (pengelupasan).3 Pada fase akut (hari 1-2) terjadi eritema pada telapak tangan dan kaki disertai edema pada tangan dan kaki. Sedangkan pada fase subakut (minggu 211



3) terjadi deskuamasi/pengelupasan periungual kuku jari tangan dan kaki dan mungkin bisa progresif melibatkan seluruh tangan dan kaki. Deskuamasi tipis dan generalisata terutama pada kulit yang sebelumnya berwarna merah. Deskuamasi juga bisa didapatkan pada daerah perineal seperti halnya pada tangan dan kaki.11 Setelah 1-2 bulan, pada beberapa penderita dapat timbul Beau’s line (garis horizontal putih yang dalam pada kuku).1 Karena kelainan sistemik yang parah dan panas tinggi yang berkepanjangan, maka tidak heran sebagian anak mengalami kerontokan rambut yang mungkin muncul 6–12 minggu setelah fase akut.3 6)



Demam Demam pada PK tipikal tinggi dan remiten, dengan suhu puncak 39 oC sampai >40oC. Tanpa terapi, demam akan bertahan selama rata-rata 11 hari, namun dapat berlanjut sampai 3-4 minggu. Dengan terapi, demam umumnya menurun setelah 2 hari.3 Gejala yang berhubungan selain dengan kriteria diagnostik umum PK biasanya timbul sebelum 10 hari diagnosis PK. Gejala gastrointestinal (muntah, diare, nyeri abdomen) terjadi pada hampir 65% pasien sedangkan gejala respirasi (instertitial infiltrat, efusi) terjadi pada 30% pasien.1



12



Gambar 3.8 Gejala Klinis PK1 3. FASE/PERJALANAN PENYAKIT Manifestasi klinis tergantung pada fase penyakitnya. Fase PK dibagi menjadi 3: 1. Fase Akut Terjadi pada 10 hari pertama. Pada fase ini didapatkan demam tinggi (>38° C dan bisa mencapai 41° C), bersifat remiten, tanpa disertai gejala prodormal seperti batuk, bersin dan pilek. Bila tidak diobati, dapat berlangsung sampai 1–2 minggu bahkan 3–4 minggu. Semakin lama periode panas berlangsung, semakin besar kemungkinan terjadi aneurisma arteri koroner. Setelah 2–5 hari demam, gejala lain pada kulit dan mukosa akan muncul yaitu infeksi konjungtiva, perubahan pada rongga mulut, perubahan pada ekstremitas, eksantema polimorfik, dan limfadenopati servikal. Keterlibatan jantung adalah manifestasi paling penting dari PK. Miokarditis terjadi pada sebagian besar pasien (50-70%) pada fase akut yang bermanifestasi sebagai takikardi dan penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri. 1,2 2. Fase Subakut



13



Terjadi pada hari ke 11-25.Pada fase ini eksantema, demam dan limfadenopati menghilang, serta mulai terjadi perubahan kardiovaskular yang nyata. Dapat terjadi dilatasi/aneurisma arteri koroner (pada 25% pasien yang tidak ditangani) efusi perikardium, gagal jantung dan infark miokard, dan trombositosis dapat mencapai ≥1.000.000/mm3. Selain itu pada fase sub akut terdapat manifestasi kulit berupa deskuamasi yang dimulai dari ujung jari tangan dan jari kaki. Sekitar 10–15 hari setelah awitan penyakit, didapatkan fisura antara kuku dan ujung jari, kemudian terjadi deskuamasi yang meluas meliputi telapak tangan sampai pergelangan 3. Fase Konvalesen Fase ketiga adalah fase konvalesen (6–8 minggu dari awitan). Pada fase ini laju endap darah dan hitung trombosit mencapai nilai normal kembali. Anak menunjukkan perbaikan secara klinis tetapi kelainan jantung dapat terus berlangsung.



. Gambar 3.9 Perjalanan Penyakit PK1,2,6 4.



PEMERIKSAAN LABORATORIUM/PENUNJANG Pemeriksaan kultur darah dan kultur urin dilakukan bukan untuk menegakkan diagnosis, melainkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi. Selain itu, pada pemeriksaan darah rutin, dapat diperoleh hasil yang berbeda-beda tergantung dengan fase PK yang sedang dialami. Pada fase akut, pemeriksaan darah rutin akan menunjukkan adanya peningkatan pada jumlah leukosit, LED, SGOT/SGPT dan CRP. Jika CRP < 3 mg/dL dan ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) < 40 mm/hr, 14



maka pasien perlu dilakukan pengawasan terhadap gejala klinisnya. Jika pasien masih demam, maka kembali re-evaluasi hasil laboratoriumnya. Namun, jika pasien sudah mengeluhkan terlupasnya kulit, maka pasien perlu segera di ekokardiogram. 1 Jika CRP pasien > 3 mg/dL dan ESR > 40 mm/ Hr, maka pasien perlu kembali dilakukan uji laboratorium. Selain itu, untuk melihat adanya aneurisma pada arteri coroner, maka perlu dilakukan pemeriksaan ekokardiografi dua demensi pada fase akut yaitu, saat 2-3 minggu awal mulai terjadinya penyakit. Kemudian jika hasilnya normal, maka pemeriksaan ekokardiografi ini harus diulang pada minggu ke 6-8. Jika hasilnya normal dan laju endap darah sudah normal maka ECG tidak perlu diulang.1,2 Jika ditemukan kelainan koroner, jenis pengujian dan frekuensi ulangan ekokardiografi bergantung pada derajat kelainan dan status koroner pasien. Kementrian Kesehatan Jepang mengklasifikan aneurisma sebagai aneurisma kecil (8 mm diameter internal).1,2 Selain ekokardiografi, untuk melihat abnormalitas dari arteri coroner, dapat juga dilakukan pemeriksaan angiografi. Indikasi dari pemeriksaan angiografi ini adalah jika pada pemeriksaan ekokardiografi ditemukan: (1) aneurisme besar atau multipel, (2) terdapat tanda iskemia secara klinis, dan (3) pada pemantauan jangka panjang pasien dengan resiko lesi koroner stenosis atau oklusif.8



Gambar 3.10 Giant aneurism pada pemeriksaan angiografi1 15



5. DIAGNOSIS DIFERENSIAL



Gambar 4.1 Diagnosis Diferensial Penyakit Kawasaki1 Adenovirus, campak, scarlet fever merupakan contoh penyakit infeksi pada anak yang menyerupai PK. Anak dengan infeksi adenovirus biasanya memiliki faringitis dan konjuntivitis eksudatif. Masalah utama adalah membedakan antara scarlet fever dengan PK pada anak dengan karier Streptococcus grup A. Pasien dengan scarlet fever biasanya langsung merespon baik setelah pengobatan antibiotik (setelah 24-48 jam pengobatan), sedangkan PK tidak membaik dengan pengobatan antibiotik.1 Scarlet fever hanya memilki 3 dari 5 gejala diagnostik PK yaitu R-A-S (Ruam-Adenopati-Strawberry tongue) dan demam.1 Campak juga harus dibedakan dengan PK dengan temuan klinis yang membedakannya yaitu konjungtivitis eksudatif, koplik’s spot, ruam yang dimulai dari wajah, garis rambut dan belakang telinga serta leukopenia. Infeksi yang jarang ditemukan seperti Rocky Mountain spotted fever dan leptospirosis kadang bisa membingungkan diagnosis PK. Rocky Mountain spotted fever merupakan infeksi bakteri yang berpotensi mematikan. Gejala yang membedakan yaitu mialgia, sakit kepala, ruam sentrifugal (menyebar keseluruh tubuh) dan petekie pada telapak tangan dan kaki. Sedangkan pada leptospirosis merupakan penyakit akibat 16



kontaminasi hewan yang terinfeksi (tikus got). Gejala klasik leptospirosis berupa demam bifasik, sakit kepala dan pada fase lanjut timbul gagal ginjal dan gagal hati. Berbeda dengan PK yang memiliki demam yang remitten serta jarang sampai ke gagal ginjal dan gagal hati.1 Pada TSS (toxic shock syndrome) memiliki beberapa gejala yang berbeda dengan PK yaitu insufisiensi ginjal, koagulopati, miositis dan pansitopenia. Reaksi hipersensitivitas seperti SJS (steven johnson syndrome) memiliki beberapa karakteristik dengan PK. Gejala reaksi obat seperti edema periorbital, ulserasi oral dan LED yang normal/sedikit meningkat tidak ditemukan pada PK. Pada systemic juvenile rheumatoid arthritis juga ditemukan demam dan ruam serta pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan koagulopati, peningkatan degradasi fibrin bahkan kelainan arteri koroner. Namun yang membedakannya adalah pada pemeriksaan ditemukan adanya limfadenopati difus dan hepatosplenomegali, dimana sangat jarang ditemukan pada PK.1



BAB IV TATALAKSANA, KOMPLIKASI & PROGNOSIS



1.



TATALAKSANA



Gambar 4.1 17



Pengobatan PK1 Tatalaksana utama pada PK adalah pemberian Immunoglobulin intravena (IGIV) dengan dosis 2gr/kg selama 12 jam. Pemberian IGIV ini selain dapat menurunkan demam dengan cepat, juga dapat mengurangi insidens aneurisma arteri coroner. Jika pasien resisten dengan IVIG, maka pasien dapat berisiko terjadi perubahan arteri koroner. Meskipun demikian, pemberian dosis IVIG 2 gr/kg tetap diberikan kembali. Terapi lainnya yaitu metilprednisolon IV, siklosfosfamide dan plasmafaresis. TNF-inhibitor, infliximab juga diberikan pada pasien yang resisten IVIG, terutama jika dosis kedua IVIG atau kortikosteroid tidak efektif. Pemberian kortikosteroid memang umum diberikan pada pasien dengan vaskulitis, namun pada PK jarang diberikan kortikosteroid. Tetapi kortikosteroid sebenarnya dapat memberikan manfaat pada PK fase akut dengan demam yang persisten setelah pemberian dua dosis IGIV. Selain pemberian IGIV, PK juga dapat diberikan aspirin, yang mana pada fase akut aspirin dapat diberikan dengan dosis antiinflamasi yaitu sebesar 80-100 mg/kg/hari dibagi setiap 6 jam. Pada fase akut ini terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa dosis aspirin diturunkan jika pasien tidak demam (afebrile) selama 48-72 jam. Semenara itu, institusi lain melanjutkan aspirin dosis tinggi sampai hari sakit ke-14 dan ≥48-72 jam setelah demam turun. Saat aspirin dosis tinggi dihentikan, aspirin dosis rendah dimulai (3-5 mg/kg/hari) dan diberikan sampai pasien tidak menunjukkan tanda perubahan arteri koroner pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah awitan penyakit. Selanjutnya pada fase sub akut dan konvalesens, PK dapat diberikan aspirin dengan dosis anti-trombotik yaitu sebesar 3-5 mg/kg/hari sebagai dosis tunggal. Pemberian aspirin pada fase sub akut dan konvalesens ini diberikan selama 6-8 minggu, atau sampai tidak ditemukannya aneurisme arteri coroner pada ekokardiografi. 2.



KOMPLIKASI Sebagian besar kasus mengalami resolusi tanpa gejala sisa. Infark miokard pernah dilaporkan, yang sebagian besar disebabkan oleh stenosis arteri coroner pada daerah aneurisma. Pasien PK yang memiliki aneurisma harus meneruskan terapi aspirin. Pasien dengan aneurisme yang lebih besar dan multipel perlu mendapatkan tambahan terapi agent antiplatetelet atau antikoagulan, sehingga perlu pertimbangan dari dokter



18



kardiologi anak. Trombosis akut bisa terjadi pada aneurisma atau stenosis arteri koroner sehingga perlu terapi trombolitik. Follow up jangka panjang pada pasien PK dengan aneurisma arteri koroner harus meliputi ekokardiografi dan mungkin angiografi jika aneurisma yang besar muncul. Intervensi kateter dengan Percutaneus Transluminal Coronary Rotational Ablation (PTCRA), aterektomi koroner langsung dan implantasi stent telah digunakan pada pasien PK dengan stenosis koroner.1



Gambar 4.2 Aterektomi15



Gambar 4.3 Stent Implantation15



3.



PROGNOSIS Sebagian pasien dengan PK bisa kembali ke keadaan normal jika dilakukan pengobatan dengan tepat dan segera. Prognosis pada pasien dengan perubahan arteri 19



koroner bergantung pada keparahan penyakit koroner. Oleh karena itu, rekomendasi untuk tindak lanjut tatalaksana bergantung pada status arteri koroner. Untuk kedepannya, anak dengan riwayat PK disarankan untuk lebih menjaga kesehatan jantungnya seperti menghindari rokok, rutin berolahraga, mengonsumsi makanan sehat dan sering memantau kadar kolesterol. 1 .



20



BAB V PENUTUP Penyakit Kawasaki (PK) merupakan penyakit vaskulitis yang menyerang arteri medium seperti arteri koroner, yang mana hal ini menjadikan PK sebagai penyebab utama penyakit jantung pada anak. Biasanya penyakit ini ditandai dengan demam yang berlangsung > 5 hari dan menyerang anak < 5 tahun. Gejala khas untuk diagnostik PK adalah dengan CRASH ditambah dengan demam (mutlak harus ada): - Conjungtivitis - Ruam/Rash - Adenopati servikal unilateral - Strawberry tongue - Hand & feet anomaly Penetapan diagnostik pasti untuk PK bisa meliputi ekokardiografi dan pemeriksaan darah seperti adanya trombositosis, peningkatan LED, peningkatan CRP serta leukositosis. Jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler berupa aneurisma, stenosis, trombosis yang berakibat pada gangguan aliran darah ke jantung dan kemudian berkembang menjadi infark miokard. Pengobatan yang utama dalam penanganan PK ialah aspirin dan IVIG.



DAFTAR PUSTAKA 1. Kliegman RM. Nelson Textbook of Pediatric 20th Edition International Edition. Elsevier Inc. 2016. 2. Sosa,T. Kawasaki Disease. 2018. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/965367-overview#a1



3. Ratnasari,D. Manifestasi Kulit dan Mukosa Pada Penyakit Kawasaki. 2010. 4. Advani, N. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Kawasaki.2016 5. Advani, N. Frekuensi Ekokardiografi pada Fase Awal Penyakit Kawasaki. 2018 6. Yolanda, Natharina. Panduan Diagnosis dan Terapi Kawasaki Disease. 2015. 7. Mescher, Anthony. Histologi Dasar Janqueira Edisi 14. Penerbit: EGC. 2014 8. Sastroasmoro, Sudigdo. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: RSCM. 2007



22