Kawasan Agroindustri Kota Majalengka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengembangan Wilayah Industri Kecil Berbasis Komoditas Unggulan Pertanian Di Kabupaten Majalengka Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Informasi Perencanaan (PL-214)



Disusun oleh:



Moh. Gulsa Mandira



24 – 2014 - 120



Fera Indriani



24 – 2014 - 124



Alia Satia Trisnawan



24 – 2014 - 132



Wa Ode Lucia Rahma D.



24 – 2014 – 137



PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL BANDUNG 2016



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan tentang Pengembangan Wilayah Industri Kecil Berbasis Komoditas Unggulan Pertanian di Kabupaten Majalengka dengan baik. Dan juga kami berterima kasih kepada: 1.



Bapak Dhani Gumelar, selaku Dosen mata kuliah Sistem Informasi Perencanaan



ITENAS 2. Bapak Priza Mahendra, selaku asisten dosen yang telah memberikan tugas ini kepada kami Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.



Penulis Mei, 2016



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR..............................................................................................................v DAFTAR TABEL..................................................................................................................vi 1



BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1 1.1



Latar Belakang.........................................................................................................1



1.2



Rumusan Masalah...................................................................................................2



1.3



Tujuan Dan Sasaran.................................................................................................2



1.3.1



Tujuan...............................................................................................................2



1.3.2



Sasaran.............................................................................................................2



1.4



2



3



4



Ruang Lingkup........................................................................................................3



1.4.1



Ruang Lingkup Substansi................................................................................3



1.4.2



Ruang Lingkup Wilayah..................................................................................3



BAB II KAJIAN PUSTAKA..........................................................................................5 2.1



Agroindustri.............................................................................................................5



2.2



Pengembangan Wilayah..........................................................................................7



2.3



Kesesuaian Lahan....................................................................................................9



2.4



Keunggulan Komparatif Wilayah (Location Quatient Analysis)..........................10



2.5



Hirarki Wilayah (Analisis Skalogram)..................................................................11



2.6



Sistem Informasi Geografis (SIG).........................................................................12



BAB III GAMBARAN UMUM...................................................................................13 3.1



Penduduk...............................................................................................................14



3.2



Ketenagakerjaan....................................................................................................14



BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................................16 4.1 Wilayah unggulan komparatif kompetitif untuk tiap komoditas unggulan pertanian...........................................................................................................................16 4.2



Desa basis industri kecil pengolah hasil pertanian................................................18



4.3



Tingkat kapasitas pelayanan dan aksebilitas desa pendukung..............................20



4.4



Potensi fisik lahan pengembangan komoditas unggulan pertanian.......................22



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



4.5 Arahan penentuan wilayah pengembangan industri kecil dan wilayah pengembangan komoditasnya..........................................................................................25 BAB V PENUTUP...............................................................................................................30 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................32



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



DAFTAR GAMBAR Peta Administrasi Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat..................................4 Pohon Industri Pisang.....................................................................................6 Peta Penyebaran Wilayah Yang Unggul Komparatif-Kompetitif Tiap Komoditas di Kabupaten Majalengka..................................................................................17 Peta Sebaran Desa Basis Industri Kecil Pengolahan Hasil Pertanian di Kabupaten Majalengka................................................................................................20 Peta Hirarki Pelayanan Pendukung Industri di Kabupaten Majalengka.......................22 Peta Kesesuaian Lahan Tiap Wilayah Komoditas di Kabupaten Majalengka................26 Peta Sebaran Wilayah Pengembangan di Kabupaten Majalengka..............................29 Peta Arahan Pengembangan Industri Berbasis Komoditas Unggulan Pertanian di Kabupaten Majalengka..................................................................................32



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



DAFTAR TABEL Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Majalengka Tahun 2004-2008.........................................................................14 Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Majalengka Tahun 2004-2008.........................................................................................15



1



BAB I



PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan



peluang sekaligus tuntutan bagi daerah untuk lebih kreatif menggali, mengelola, dan memanfaatkan potensi sumberdaya lokal bagi kesejahteraan masyarakat. Sumberdaya lokal terbesar di Kabupaten Majalengka adalah pertanian, tercermin dari aktivitasnya yang sangat berpengaruh terhadap struktur perekonomian daerah. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan penyerapan tenaga kerja. Peranan sektor pertanian di suatu daerah tidak lepas dari keberadaan komoditas unggulan pertanian. Berdasarkan keunggulan komparatifkompetitif, keterkaitan antar sektor ekonomi dan tingkat keberminatan petani bahwa komoditas unggulan pertanian Kabupaten Majalengka pada level provinsi diantaranya jagung, mangga, kedelai, dan pisang. Tetapi, komoditas tersebut berkinerja rendah dalam keterkaitan sektoral pada tingkat kabupaten (Rachmawati, 2012).Hal tersebut menunjukkan bahwa output sektor pertanian hanya digunakan untuk memenuhi permintaan akhir, baik internal wilayah (konsumsi masyarakat, pengeluaran pemerintah dan investasi) maupun ekternal wilayah (ekspor) tanpa berkemampuan kuat menggerakkan sektor-sektor ekonomi lain.Padahal suatu wilayah dapat berkembang melalui berkembangnya sektor basis yang mampu mendorong perkembangan sektor ekonomi lain. Pengembangan suatu wilayah memerlukan keterpaduan antar sektoral yang sinergis karena wilayah akan mengalami stagnasi apabila hanya satu sektor saja yang dikembangkan dan pada akhirnya akan memperburuk term of trade sektor-sektor tersebut (Rustiadi dkk.,2011). Di sisi lain, sektor industri yang bukan merupakan sektor basis, ternyata memiliki peran signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Majalengka(Rachmawati, 2012). KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



Menurut data Dinas KUKM Perindag Kabupaten Majalengka, sektor industri di Kabupaten Majalengka masih didominasi oleh industri kecil pengolahan hasil pertanian (makanan dan minuman) yang berjumlah 2.979 unit dan tersebar di 317 desa dengan tenaga kerja sejumlah 8.702 orang.Berdasarkan indikator keterkaitan langsung subsektor tanaman pangan terhadap sektor industri pengolahan, keterkaitan industri dengan pertanian masih lemah. Lemahnya keterkaitan sektor pertanian dan industri pengolahan perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian agar sektor industri pengolahan dapat memiliki kaitan ke depan (forward linkage) yang mampu mendorong pertumbuhan komoditas unggulan pertanian.



1.2



Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, maka pokok



permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut : 1) Bagaimana sebaran wilayah yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas unggulan pertanian? 2) Bagaimana sebaran desa basis industri kecil pengolah hasil pertanian? 3) Bagaimana sebaran tingkat kapasitas pelayanan dan aksebilitas desa yang dapat mendukung industri? 4) Bagaimana potensi fisik lahan pengembangan komoditas unggulan pertanian? 5) Apa arahan yang tepat dalam penentuan wilayah pengembangan industri kecil dan wilayah pengembangan komoditasnya?



1.3



Tujuan Dan Sasaran



1.3.1



Tujuan Terkait dengan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:



1) Mengidentifikasi wilayah yag memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas unggulan pertanian; 2) Mengidentifikasi desa basis industri kecil pengolah hasil pertanian; 3) Mengidentifikasi tingkat kapasitas pelayanan dan aksesibilitas desa yang dapat mendukung industri; 4) Mengindentifikasi potensi fisik lahan pengembangan komoditas unggulan pertanian; 5) Menentukan arahan penentuan wilayah pengembangan industri kecil dan wilayah pengembangan komoditasnya.



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



1.3.2



Sasaran Terkait dengan tujuan yang telah diuraikan, sasaran penelitian ini adalah sebagai



berikut: 1) Teridentifikasi wilayah yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas unggulan pertanian; 2) Teridentifikasi desa basis industri kecil pengolah hasil pertanian; 3) Teridentifikasi tingkat kapasitas pelayanan dan aksebilitas desa yang dapat mendukung industri; 4) Terindentifikasi potensi fisik lahan pengembangan komoditas unggulan pertanian; 5) Terdapat arahan penentuan wilayah pengembangan industri kecil dan wilayah pengembangan komoditasnya.



1.4



Ruang Lingkup



1.4.1



Ruang Lingkup Substansi Untuk mencegah meluasnya pembahasan masalah yang akan diteliti, maka perlu



dilakukan pembatasan masalah yang sesuai dengan asumsi-asumsi yang digunakan. Adapun pembatasan masalah yaitu: 1.



Ruang lingkup pembahasan hanya pada Industri Kecil Menengah sektor pengolahan dengan subsektor industri kecil berbasis komoditas unggulan yang terdapat di Kabupaten Majalengka. Identifikasi kriteria penentu pengembangan agroindustri yang sesuai di



2.



Kabupaten Majalengka. Adapun asumsi yang digunakan yaitu : 1. Data BPS Kabupaten Majalengka tahun 2015 sebagai data terbaru



1.4.2



Ruang Lingkup Wilayah Kabupaten majalengka merupakan salah satu kabupaten yang terletak di wilayah



Propinsi Jawa Barat. Ibukota kabupaten terletak di Majalengka. Secara kewilayahan, kabupaten ini berbatasan dengan daerah disekitarnya. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Majalengka antara lain meliputi :   



Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten







Tasikmalaya Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sumedang



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



Gambar 1.1Peta Administrasi Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



2



BAB II



KAJIAN PUSTAKA 2.1



Agroindustri Agroindustri merupakan perusahaan yang mengolah bahan baku pertanian yang



berasal dari tanaman atau hewan menjadi barang setengah jadi atau produk akhir. Pengolahan yang dimaksud meliputi transformasi dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi (Austin, 1992 dalam Brown, 1994). Menurut Tadjudin (2007), agroindustri dalam sistem pertanian merupakan penyempurnaan yang merangkai semua komponen menjadi satu kesatuan yang kuat. Ini berarti bahwa pengembangan agroindustri mempunyai keterkaitan ke depan memenuhi permintaan pasar melalui penguatan industri hilir dan ke belakang memberikan nilai tambah terhadap produk pertanian. Keterpaduan yang dibangun melalui pengembangan agroindustri mempunyai dimensi yang amat luas mulai dari penguatan pasar hasil pertanian sampai dengan pembentukan nilai tambah dan daya saing komoditas pertanian. Pada dasarnya seluruh bagian buah pisang, mangga, kedelai, jagung, dan lain sebagainya dapat diolah menjadi berbagai produk untuk berbagai keperluan. Teknologi pengolahan, standar mutu dan sistem sertifikasinya juga sudah dikuasai oleh tenaga ahli Indonesia. Namun berbagai kelemahan masih melekat di Industri pengolahan pertanian seperti suplai bahan baku, karena industri tidak memiliki kebun komoditas pertanian dan investasi yang relatif besar sehingga kurang menarik investor (FOKPI, 2006). Pisang merupakan jenih buah yang paling umum ditemui tak hanya di perkotaan tetapi sampai ke pelosok desa. Bagian dari komoditi pisnag yang dapat dimanfaatkan adalah akar, batang, daun, bunga dan buah. Akarnya dapat diperbanyak, dibuat tepung, keripik dan getuk. Batangnya dapat dijadikan sebagai tali, wadah hiasan janur, tanapan wayang kulit dan makanan ternak. Daun dapat dijadikan sebagai pembungkus makanan ternak. Bunganya dapat dijadikan sebagai sayuran dan hiasan. Buahnya dapat dibuat menjadi gaplek, tepung, keripik, sale, selai, dodol, jenang, getuk, anggur dan sari buah. Tanaman pisang diperbanyak dengan anaknya atau belahan bonggol yang bermata. Pada saat ini tanaman pisang dapat diperbanyak dengan kultur jaringan. Pisang ditanam dengan bibit anakan yang telah berdaun lebih dari tiga helai. Pisang tidak mengenal musim panen karena pisang dapat berbuah setiap saat. Pisang dapat digunakan sebagai alternatif pangan pokok karena mangandung karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat menggantikan sebagian KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



konsumsi beras dan terigu. Untuk keperluan tersebut, digunakan buah pisang mentah yang kemudian diolah menjadi berbagai produk, baik melalui pembuatan gaplek dan tepungnya 13 maupun olahan langsung dari buahnya seperti sale pisang, dodol pisang, getuk, sari buah, jenang maupun keripik pisang (Adisarwanto, 2008). Pohon industri pisang dapat dilihat pada Gambar 2.1.



Gambar 2.2Pohon Industri Pisang



Adapun Allorerung dan Lay (1998) menyatakan bahwa kelapa sebagian besar diolah menjadi kopra yang selanjutnya diolah menjadi minyak goreng. Namun usaha ini semakin lemah baik dalam perdagangan domestik maupun luar negeri karena tersaingi oleh minyak kelapa sawit. Selain diolah menjadi minyak, kini telah berkembang diversifikasi produk kelapa seperti dessicated coconut, gula kelapa, nata de coco, berbagai produk daging kelapa, kelapa parut kering, arang tempurung, serat sabut kelapa, mebel kayu kelapa dan akhir-akhir ini berkembang santan siap saji dengan berbagai kemasan. Peluang pengembangan agribisnis kelapa dengan produk bernilai ekonomi tinggi sangat besar. Alternatif produk yang dapat dikembangkan antara lain Virgin Coconut Oil (VCO), Oleochemical (OC), Desicated Coconut (DC), Coconut Milk/Cream (CM/CC), Coconut Charcoal (CCL), Activated Carbon (AC), Brown Sugar (BS), Coconut Fiber (CF) dan Cocon Wood (CW), yang diusahakan secara parsial maupun terpadu. Pelaku agribisnis produk-produk tersebut mampu meningkatkan pendapatannya 5-10 kali dibandingkan dengan bila hanya menjual produk kopra. Berangkat dari kenyataan luasnya potensi KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



pengembangan produk, kemajuan ekonomi perkelapaan di tingkat makro (daya saing di pasar global) maupun mikro (pendapatan petani, nilai tambah dalam negeri dan substitusi impor) tampaknya akan semakin menuntut dukungan pengembangan industri kelapa secara kluster sebagai prasyarat (Allorerung et al. 2005). Kegiatan industri pertanian (perkebunan jenis buah-buahan) terpadu akan memberi dua keuntungan sekaligus yakni pertama menguntungkan dari segi agrobisnis dan yang kedua turut menjaga kelestarian alam. Pisang, mangga, dan jagung merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai luas areal terbesar di Kabupaten Majalengka yang sampai saat ini belum banyak disentuh para investor, sedangkan potensi yang ada seperti telah diuraikan diatas bila didayagunakan akan memberi keuntungan dari segi bisnis. Di samping itu, bagi pemerintah daerah dan masyarakat akan merupakan sumber penghasilan tambahan. Berkurangnya pamor komoditas unggulan seperti pisang, mangga, dan jagung dengan maraknya perkebunan jenis buah-buahan karena sudut pandang terhadap produk buah hanya terbatas pada produk buah saja, sedangkan produk ikutan lainnya belum digarap secara maksimal. Pengembangan agroindustri buah komoditas unggulan di Kabupaten Majalengka dirasa sangat perlu untuk segera direalisasikan mengingat potensi lokal yang dimiliki sangat besar. Selain itu diharapkan agroindustri dapat menjadi motor penggerak (prime mover) bagi perekonomian masyarakat dan wilayah.



2.2



Pengembangan Wilayah Menurut Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang, wilayah



adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Sedangkan kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. Konsep wilayah diklasifikasikan menjadi wilayah homogen, wilayah fungsional dan wilayah perencanaan. Wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut homogen, sedangkan faktorfaktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Wilayah fungsional diklasifikasikan berdasarkan fungsinya, yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan tidak terpisahkan dalam kesatuan. Konsep Wilayah Fungsional menjelaskan adanya wilayah nodal dan wilayah plasma. Wilayah nodal sebagai inti. Inti merupakan pusat-pusat pelayanan atau pemukiman sedangkan plasma adalah KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



daerah belakang yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan mempunyai hubungan fungsional. Konsep Wilayah Perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyatan sifatsifat tertentu pada wilayah tersebut, yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan (Rustiadi et al. 2006). Dengan memahami konsep wilayah diharapkan para perencana dalam melakukan pendekatan lebih memperhatikan komponen-komponen penyusunan wilayah tersebut yang saling berinteraksi dan mengkombinasikan potensi dari masing-masing komponen sehingga tercipta suatu strategi pembangunan dan pengembangan wilayah yang baik dan terarah. Lebih lanjut Rustiadi et al. (2006) menyatakan bahwa di Indonesia saat ini telah dikenal berbagai wilayah perencanaan/pengelolaan berbasis sitem ekologi seperi kesepakatan pengelolaan wilayah berbasis bioregion, penetapan status kawasan-kawasan lindung, cagar alam, suaka margasatwa dan lain-lain. Wilayah perencanaan/pengelolaan seperti kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET), Free Trade Zone, Kawasan Andalan, Kawasan Sentra Produksi sehingga Agropolitan merupakan penetapan kawasan-kawasan terencana dan pengelolaan yang dilaksanakan pada pemahaman konsep-konsep wilayah sebagai sistem ekonomi. Pengembangan wilayah merupakan berbagai upaya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di wilayah tertentu, memperkecil kesenjangan pertumbuhan, dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Berbagai konsep pengembangan wilayah yang pernah diterapkan (Bappenas, 2006) adalah: 1.



Konsep pengembangan wilayah berbasis karakter sumberdaya, yaitu: (1) pengembangan wilayah berbasis sumberdaya; (2) pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan; (3) pengembangan wilayah berbasis efisiensi;



2.



(4) pengembangan wilayah berbasis pelaku pembangunan. Konsep pengembangan wilayah berbasis penataan ruang, yang membagi wilayah ke dalam: (1) pusat pertumbuhan; (2) integrasi fungsional; (3)



3.



desentralisasi. Konsep pengembangan wilayah terpadu. Konsep ini menekankan kerjasama antarsektor



4.



untuk



meningkatkan



kesejahteraan



masyarakat



dan



penanggulangan kemiskinan di daerah-daerah tertinggal. Konsep pengembangan wilayah berdasarkan klaster. Konsep ini terfokus pada keterkaitan dan ketergantungan antara pelaku dalam jaringan kerja produksi sampai jasa pelayanan, dan upaya-upaya inovasi pengembangannya. Klaster



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



yang berhasil adalah klaster yang terspesialisasi, memiliki daya saing dan keunggulan komparatif, dan berorientasi eksternal. Selanjutnya konsep pengembangan wilayah setidaknya didasarkan pada prinsip: (1) berbasis pada sektor unggulan; (2) dilakukan atas dasar karakteristik daerah; (3) dilakukan secara komprehensif dan terpadu; (4) mempunyai keterkaitan kuat ke depan dan ke belakang; (5) dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi (Bappenas, 2006). Hal yang mendasar dalam analisis kelayakan ekonomi pengembangan kawasan yaitu perlunya mengenali potensi lokasi, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan; sehingga akan terjadi efisiensi tindakan. Dengan usaha yang minimum akan diperoleh hasil yang optimum yang kesemuanya bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat, serta terjadinya investasi dan mobilisasi dana. Dalam pengembangan kawasan yang terkait dengan industri perlu dilaksanakan pewilayahan agar tercipta keserasian secara sosial ekonomi dan lingkungan serta budaya masyarakat sekitar. Menurut Dirdjojuwono (2004) seringkali pewilayahan menjadi suatu masalah dalam pemanfaatan lahan. Keharmonisan kawasan perindustrian kecil dengan lingkungan sekitarnya dapat dicapai melalui penelaahan rancangan dan persetujuan perencanaan lokasi. Oleh karena itu perencaan kawasan industri harus benar-benar dirancang sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan korban sosial yang besar. Pembangunan kawasan industri hendaknya tidak mengesampingkan kepentingan perkembangan dan kesejahteraan pemukiman penduduk serta tidak mengabaikan sektor lain seperti pertanian.



2.3



Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan adalah kecocokan (adaptibility) suatu lahan untuk tipe



penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan) tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk satu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya kelapa. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta-peta yang dapat mengambarkan kondisi biofisik lahan seperti peta tanah, peta topografi, peta geologi, peta iklim dan sebagainya dalam kaitannya dengan kesesuaian tanaman kelapa dan tindakan pengelolaan yang diperlukan. KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



Adapun parameter yang dinilai dalam evaluasi lahan adalah kualitas lahan yang dicerminkan oleh karakteristik lahan yang nyata berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang banyak dipakai adalah berdasarkan sistem yang dikembangkan oleh FAO (1976). Secara hirarki kelas-kelas kesesuaian lahan tersebut adalah sebagai berikut : 1.



Klasifikasi Lindung. Lahan ini mempunyai faktor pembatas yang sangat berat untuk



penggunaan



secara



berkelanjutan



sehingga



menghambat



dan



menghalangi kemungkinan untuk pemanfaatannya.Klasifikasi Lindung termasukkelas tidak sesuai selamanya. Lahan ini tidak sesuai selamanya, 2.



karena jenis faktor penghambat yang permanen. Klasifikasi Kawasan Penyangga.Lahan ini mempunyai faktor pembatas yang sangat berat untuk penggunaan secara berkelanjutan dan akan mengurangi



3.



produktivitas dan keuntungan terhadap pemanfaatannya. Klasifikasi Tanaman Tahunan.Lahan ini mempunyai faktor pembatas yang tidak berat untuk penggunaan secara berkelanjutan dan dapat meningkatkan



4.



produktivitas atau keuntungan terhadap lahan ini dalam satu periode. Klasifikasi Tanaman Setahun.Lahan ini tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti untuk penggunaan terhadap suatu tujuan secara berkelanjutan atau hanya sedikit faktor pembatas yang tidak akan mengurangi produktivitas atau keuntungan terhadap lahan tersebut dalam kurun waktu yang sangat



5.



lama dalam satu tahun. Klasifikasi Tanaman Setahun.Lahan ini tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti untuk penggunaan terhadap suatu tujuan secara berkelanjutan atau hanya sedikit faktor pembatas yang tidak akan mengurangi produktivitas atau keuntungan terhadap lahan tersebut dalam kurun waktu yang sangat lama dalam satu tahun.



2.4



Keunggulan Komparatif Wilayah (Location Quatient Analysis) Location Quotient Analysis (LQ) merupakan metode analisis yang umum



digunakan di bidang ekonomi geografi. Metode analisis ini digunakan untuk menunjukan lokasi pemusatan/basis (aktivitas). Selain itu LQ juga bisa digunakan untuk megetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. LQ merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Secara operasional LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



aktivitas pada sub wilayah terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati (Saefulhakim, 2006). Teknik LQ banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur konsentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sektor suatu kegiatan ekonomi (industri). Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktivitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama (Hendayana, 2003).



2.5



Hirarki Wilayah (Analisis Skalogram) Metode yang digunakan untuk menentukan hirarki wilayah adalah metode



skalogram. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit wilayah didata dan disusun dalam satu tabel. Metode skalogram ini bisa digunakan dengan menuliskan jumlah fasilitas yang dimiliki oleh setiap wilayah, atau menuliskan ada/tidaknya fasilitas tersebut di suatu wilayah tanpa memperhatikan jumlah/kuantitasnya (Saefulhakim, 2006). Analisis skalogram dilakukan untuk menentukan hirarki desa di lokasi penelitian. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit desa didata dan disusun dalam satu tabel. Metode skalogram ini bisa digunakan dengan menuliskan jumlah fasilitas setiap desa, atau menuliskan ada/tidaknya fasilitas tersebut disuatu desa tanpa memperhatikan jumlah/kuantitasnya



2.6



Sistem Informasi Geografis (SIG) Pada era teknologi informasi seperti sekarang ini keberadaan sistem analisis yang



cepat, akurat dan murah sudah menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi. Perkembangan teknologi di bidang komputer semakin mempercepat dan mempermudah



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



berbagai bidang pekerjaan. Teknologi yang saat ini terus berkembang dan menjadi bagian dari kehidupan moderen adalah sistem Informasi Geografis (SIG). Menurut Aronoff (1989) dalam Barus dan Wiradisastra (2000), SIG adalah suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data bereferensi geografi yang mencakup (a) pemasukan, (b) manajemen penyimpanan data dan pemanggilan kembali, (c) manipulasi dan analisis, dan (d) pengembangan produk percetakan. Dalam pengertian yang lebih luas lagi dalam SIG selain perangkat keras dan lunak, juga pemakai dan organisasinya. Informasi spasial memakai lokasi, dalam suatu sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Karenanya SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Aplikasi SIG menjawab beberapa pertanyaan seperti: lokasi, kondisi, trend, pola, dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. Dalam SIG tidak hanya data yang berbeda yang dapat diintegrasikan, prosedur yang berbeda juga dapat dipadukan. Dengan demikian, pemakai menjadi lebih banyak memperoleh infomasi baru dan dapat menganalisisnya sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



3



BAB III



GAMBARAN UMUM Kabupaten Majalengka berada di sebelah Timur Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 1.204,24 km2 .Pada tahun 2010, secara administratif terdiri atas 26 kecamatan, 13 kelurahan dan 321 desa. Secara geografis terletak pada koordinat 60 32’ 16,39” Lintang Selatan sampai dengan 70 4’ 24,75” Lintang Selatan dan 1080 2’ 30,87” Bujur Timur sampai dengan 1080 24’ 32,84” Bujur Timur. Jarak dari Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten berkisar antara 0 - 37 Kilometer, Kecamatan Lemahsugih merupakan daerah terjauh dari Ibukota Kabupaten. Jarak dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Provinsi Jawa Barat adalah lebih kurang 91 Kilometer dan jarak Ibu Kota Kabupaten ke Ibukota Negara adalah lebih kurang 200 Kilometer. Secara administrasi, wilayah Kabupaten Majalengka berbatasan dengan : 1. 2. 3. 4.



Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu; Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Kuningan; Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya; Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.



Keadaan morfologi dan fisiografi wilayah Kabupaten Majalengka sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian suatu daerah dengan daerah lainnya, dengan distribusi sebagai berikut : 1. Morfologi dataran rendah yang meliputi Kecamatan Kadipaten, Panyingkiran, Dawuan, Jatiwangi, Kasokandel, Sumberjaya, Ligung, Jatitujuh, Kertajati, Cigasong, Majalengka, Leuwimunding dan Palasah. Kemiringan tanah di daerah ini antara 5% - 8% dengan ketinggian antara 20-100 meter di atas permukaan laut, kecuali di Kecamatan Majalengka tersebar beberapa perbukitan rendah dengan kemiringan antara 15 % - 25 %. 2. Morfologi berbukit dan bergelombang meliputi Kecamatan Rajagaluh, Sukahaji bagian Selatan, Sindang, Maja, serta sebagian Kecamatan Majalengka. Kemiringan tanah di daerah ini berkisar antara 15 % - 40 %, dengan ketinggian antara 300-700 meter di atas permukaan laut. 3. Morfologi perbukitan terjal meliputi daerah sekitar Gunung Ciremai, sebagian kecil Kecamatan Rajagaluh, Argapura, Talaga, sebagian Kecamatan Sindangwangi, KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



Cingambul, Banjaran, Bantarujeg, Malausma, Lemahsugih dan Kecamatan Cikijing bagian Utara. Kemiringan di daerah ini berkisar 25 % - 40% dengan ketinggian antara 400 - 2.000 meter di atas permukaan laut.



3.1



Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Majalengka menurut data Badan Pusat Statistik (BPS)



sampai dengan akhir tahun 2008 sebesar 1.198.170 jiwa dengan kepadatan ratarata 1.149 jiwa/Kilometer persegi. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Majalengka sebesar 0,84 persen. Hal ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan.Jumlah penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk dan kepadatan penduduk di Kabupaten Majalengka selama kurun 2004-2008 dapat dilihat pada tabel berikut.



Tabel 3.1Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Majalengka Tahun 2004-2008



3.2



Ketenagakerjaan Dilihat dari lapangan kerja, sektor pertanian merupakan sektor yang menampung



paling banyak tenaga kerja (27,86 persen), kemudian diikuti oleh sektor perdagangan (19,51 persen), dan industri pengolahan (17,10 persen). Proporsi penduduk yang bekerja berdasarkan lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel 3.2.



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



Tabel 3.2Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Majalengka Tahun 2004-2008



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



4



BAB IV



PEMBAHASAN



Dalam pengembangan wilayah industri kecil berbasis komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Majalengka, dilakukan tahapan-tahapan rencana sehingga pada akhir analisis dapat ditetapkan wilayah yang teratur dan sesuai dengan potensi dan keunggulan yang dihasilkan. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut. 4.1



Wilayah unggulan komparatif kompetitif untuk tiap komoditas unggulan pertanian Kabupaten Majalengka dengan komoditas pertanian unggul yaitu Komoditas Jagung;



Komoditas Mangga; Komoditas Kedelai; dan Komoditas Pisang, selanjutnya ditetapkan sebagai komoditas utama dalam rencana pengembangan wilayah Kabupaten Majalengka. Komoditas pertanian ini tersebar di tiap-tiap kecamatan dengan tingkat keunggulan yang berbeda. Untuk menentukan wilayah dengan komoditas unggulan maka pendekatan yang dilakukan adalah analisis Location Quotient (LQ). Hasil analisis luas tanam menunjukkan bahwa: 1) Komoditas jagung unggul di Kecamatan Bantarujeg, Malausma, Cingambul, Talaga, Banjaran, Maja dan Sukahaji; 2) Komoditas mangga unggul di Kecamatan Majalengka, Cigasong, Kadipaten, Kasokandel, Dawuan, Kertajati, Jatitujuh, Ligung, Sumberjaya, Leuwimunding, Panyingkiran, Sukahaji, dan Sindang; 3) Komoditas kedelai unggul di Kecamatan Jatiwangi; dan 4) Komoditas pisang unggul di Kecamatan Lemahsugih, Argapura, dan Rajagaluh. Secara spasial penyebaran wilayah yang unggul komparatif-kompetitif tiap komoditas disajikan pada Gambar 4.1.



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



Gambar 4.3Peta Sebaran Komoditas di Kabupaten Majalengka KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



4.2



Desa basis industri kecil pengolah hasil pertanian Desa basis industri kecil pengolahan hasil pertanian didekati dengan analisis LQ



dengan X adalah jumlah industri,iadalah desa, dan j adalah kelompok industri. Desa basis industri kecil pengolahan pertanian adalah desa yang pada kelompok industri makanan dan minuman mempunyai nilai LQ>1 dan sebaliknya jika LQ≤1 desa tersebut dikelompokkan sebagai desa bukan basis. Dari hasil analisis LQ dapat diidentifikasi bahwa dari 317 desa di Kabupaten Majalengka, sebanyak 179 desa merupakan basis industri kecil pengolahan hasil pertanian dan sisanya desa bukan basis. Secara spasial penyebaran desa basis industri kecil pengolahan hasil pertanian pada Gambar 4.2.



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



Gambar 4.4Peta Sebaran Industri Kecil Pengolahan Hasil Pertanian di Kabupaten Majalengka KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



4.3



Tingkat kapasitas pelayanan dan aksebilitas desa pendukung Tingkat pelayanan dan aksebilitas desa didekati dengan metode skalogram. Metode



ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi hirarki berupa perankingan yang dilakukan didasarkan pada tingkat kelengkapan fasilitas yang ada di suatu wilayah dan membandingkannya dengan wilayah lain. Desa dibagi menjadi 3 orde berdasarkan tingkat fasilitas pelayanannya. Hirarki 1 adalah desa dengan tingkat fasilitas pelayanan yang tinggi, diperoleh jika jumlah indeks hirarki desa tersebut (IH) memenuhi persamaan IH>rata-tata IH+ standar deviasi, hirarki 2 adalah desa dengan tingkat fasilitas pelayanan sedang, jika IH desa tersebut memenuhi persamaan IH+standar deviasi≤ IH desa ≤ rata-rata IH, dan hirarki 3 adalah desa dengan tingkat fasilitas pelayanan yang rendah, yaitu apabila IH desa < rata-rata IH. Berdasarkan hasil analisis skalogram dapat diidentifikasi bahwa dari 334 desa di Kabupaten Majalengka yang termasuk hirarki 1 sebanyak 50 hirarki 2 sebanyak 83 desa, dan hirarki 3 sebanyak 203 desa.Secara spasial, sebaran desa menurut hirarki disajikan pada Gambar 4.3.



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



Gambar 4.5Peta Hirarki Pelayanan Pendukung Industri di Kabupaten Majalengka KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



4.4



Potensi fisik lahan pengembangan komoditas unggulan pertanian Identifikasi potensi fisik wilayah pengembangan komoditas didekati dengan evaluasi



kesesuaian lahan aktual kualitatif dalam skala tinjau yang membagai kelas kesesuai menjadi 5 kelas klasifikasi lindung, kawasan penyangga, tanaman tahunan, tanaman setahun berdasarkan kesesuaian lahan arahan tata ruang pertanian.Proses evaluasi dilakukan dengan membandingkan sifat-sifat atau kualitas lahan yang akan digunakan dengan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan (Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007).Asumsi yang digunakan adalah: 1. Data yang digunakan adalah data yang terdapat pada peta tematik; 2. Tidakmempertimbangkanaspek kependudukan, infrastruktur, dan fasilitas; 3. Tidak mempertimbangkan status kepemilikan tanah; 4. Tidak mempertimbangkan tingkat pengelolaan lahan. Persyaratanpenggunaan lahan untuk komoditas pertanian menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian RI dalam Juknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian 2011.Penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan mencocokkan (matching) data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel rating kesesuaianlahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan persyaratan tumbuh/hidup komoditas pertanian (Djaenudindkk., 2011). Evaluasi lahan dilakukan dengan mempertimbangkan 5 jenis kualitas lahan, yaitu: 1. Ketersediaan air, diwakili karakteristik rata-rata curah hujan tahunan (mm/tahun) dan rata-rata bulan kering dalam satu tahun (jumah bulan kering); media perakaran, diwakili karakteristik tektur tanah (kelas tekstur); Retensi hara diwakili karateristik kadar C-Organik tanah (%); dan 2. Bahaya erosi, diwakili karakteristik kemiringan lereng (%). Peta tematik untuk curah hujan diturunkan dari Peta Curah Hujan Kabupaten Majalengka dan peta tematik rata-rata bulan kering (rata-rata lamanya bulan kering berturut-turut dalam satu tahun dengan curah hujan kurang dari 60 mm) diturunkan dari Peta Tanah versi RePPProT. Data kedua peta tersebut diklarifikasi dengan data yang sama di stasiun meteorologi Jatiwangi tahun 2007- 2011. Sementara itu, Peta tematik tektur tanah diturunkan dari dari Peta Tanah versi RePPProT. Peta C-Organik menggunakan Peta Satuan Tanah versi BBPPSLP tahun 2011 dengan data atribut berdasarkan sifat fisik jenis



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



tanah di Jawa hasil penelitian Kurnia& Suwardjo (1984). Peta tematik diturunkan dari Peta Satuan Tanah versi BBPPSLP tahun 2011. Hasil evaluasi kesesesuaian lahan jagung, mangga, kedelai dan pisang untuk tiap wilayah pengembangan, berdasarkan potensi potensi fisik lahan dapat dilihat pada Sebaran kelas kesesuaian untuk masing-masing komoditas secara spasial pada Gambar 4.4.



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



Gambar 4.6Peta Kesesuaian Lahan Tiap Wilayah Komoditas di Kabupaten Majalengka KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



4.5



Arahan penentuan wilayah pengembangan industri kecil dan wilayah pengembangan komoditasnya Keempat analisis tersebut dijadikan dasar untuk menentukan arahan wilayah



pengembangan. Wilayah pengembangan industri berbasis komoditas unggulan ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1. berada di wilayah dengan keunggulan komoditas pertanian tertentu dan memiliki fisik lahan yang sesuai untuk komoditas dimaksud; 2. merupakan desa basis industri pengolahan hasil pertanian; 3. lokasi pengembangan merupakan desa yang termasuk dalam orde tinggi (hirarki 1) berdasarkan indeks hirarki desanya. Wilayah pengembangan komoditas unggulan pertanian ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1. merupakan wilayah dengan keunggulan komoditas pertanian (komparatifkompetitif); 2. memiliki fisik lahan dengan kelas sesuai (S1, S2, S3); 3. bukan wilayah yang memenuhi kriteria wilayah pengembangan industri. Prioritas pengembangan lahan mengikuti kelas tertinggi kesesuaian lahan pada tiaptiap wilayah pengembangan sesuai komoditasnya. Pada arahan ini, kelas kesesuaian N1 bukan merupakan prioritas pengembangan dan N2 bukan merupakan budidaya komoditas pertanian. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, diperoleh wilayah pengembangan industri terdiri atas 27 desa. Wilayah pengembangan industri berbasis komoditas mangga terdiri atas 13 desa/kelurahan di 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Jatutujuh, Kertajati, Ligung, Sumberjaya, Dawuan, Sukahaji, Panyingkiran, Majalengka, dan Cigasong. Wilayah pengembangan industri berbasis komoditas kedelai terdiri atas 2 desa di Kecamatan Jatiwangi dan pisang terdiri atas 3 desa di Kecamatan Rajagaluh.



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



Gambar 4.7Peta Sebaran Wilayah Pengembangan di Kabupaten Majalengka



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



PadaGambar 4.5 tampak beberapa desa yang secara spasial memenuhi aspek spatial contiguity. Aspek spatial contiquity adalah kecenderungan yang terjadi dari 2 wilayah yang bersebelahan secara kontinu sehingga secara agregat menjadi satu kesatuan yang kontigus atau saling mempengaruhi sehingga timbul keterkaitan spasial (spatial linkages) (Rustiadi dkk., 2011). Spatial contiquity terjadi pada 2 fenomena, yaitu: 1. Desa pengembangan industri berada di perbatasan 2 atau lebih wilayah pengembangan komoditas; dan 2. Desa pengembangan industri saling berbatasan dengan desa industri lain. Desa dengan fenomena 1 dijadikan desa pengembangan industri kecil dengan basis lebih dari satu komoditas, dan desa dengan fenomena 2 dijadikan kawasan pengembangan industri yang terdiri atas gabungan beberapa desa. Wilayah pengembangan komoditas pisang tidak bisa memenuhi aspek spatial compacness (kecenderungan wilayah untuk mendekati bentuk-bentuk lingkaran sempurna) di wilayah pengembangan di sebelah timur (Kecamatan Argapura). Bahkan, untuk wilayah pengembangan di sebelah barat daya (Kecamatan Lemahsugih) sama sekali terpisah dengan wilayah pengembanganindustrinya yang ada di sebelah timur (Kecamatan Rajagaluh). Anomali ini disebabkan oleh: 1. tidak adanya desa yang memenuhi kriteria sebagai wilayah pengembangan industri; dan 2. letak geografis wilayah tersebut yang berada di daerah pegunungan yang cukup terjal dan bersebelahan dengan kawasan lindung sehingga cenderung menjadi wilayah yang terfragmentasi secara spasial (spatialy fragmented). Wilayah yang terfragmentasi akan menciptakan berbagai bentuk inefisiensi (Rustiadi dkk., 2011). Dengan demikian, pada wilayah tersebut hanya diarahkan sebagai pengembangan komoditas pertanian saja. Arahan akhir wilayah pengembangan industri kecil berbasis komoditas unggulan adalah 10 wilayah dalam tingkat desa dan 6 wilayah dalam bentuk kawasan yang merupakan gabungan beberapa desa (Gambar 4.6).



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



Gambar 4.8Peta Arahan Pengembangan Industri Berbasis Komoditas Unggulan Pertanian di Kabupaten Majalengka KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



Gubernur Kabupaten Majalengka



BAPPEDA Kabupaten Majalengka



Peta Sebaran Komoditas Unggul



Peta Sebaran Industri Kecil Pengolahan Hasil Pertanian Peta Hirarki Pelayanan Pendukung Peta Kesesuaian Industri Lahan Tiap Wilayah Komodita



Analisis



Peta Sebaran Wilayah Pengembangan



Peta Arahan Pengembangan Industri Berbasis Komoditas Unggulan Pertanian di Kabupaten Ma



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



Gambar 4.7Diagram Alir Data



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



BAB V PENUTUP



Wiayah kecamatan yang unggul secara komparatif - kompetitif untuk komoditas jagung di Kabupaten Majalengka adalah Kecamatan Bantarujeg, Malausma, Cingambul, Talaga, Banjaran dan Maja. Untuk komoditas mangga adalah Kecamatan Majalengka, Cigasong, Kadipaten, Kasokandel, Dawuan, Kertajati, Jatitujuh, Ligung, Sumberjaya, Leuwimunding, Panyingkiran, Sukahaji, dan Sindang. Kecamatan yang unggul secara komparatif - kompetitif untuk komoditas kedelai adalah Kecamatan Jatiwangi. Kecamatan yang unggul secara komparatif - kompetitif untuk komoditas pisang adalah Kecamatan Lemahsugih, Argapura, dan Rajagaluh. Berdasarkan keunggulan komparatif jumlah industri kecil pengolahan hasil pertanian, sebanyak 179 desa merupakan desa basis industri. Berdasarkan tingkat fasilitas pelayanan dan aksebilitasnya, dari 334 desa di Kabupaten Majalengka yang temasuk dalam hirarki 1 sebanyak 50 desa, hirarki 2 sebanyak 83 desa, dan hirarki 3 sebanyak 201 desa. Desa yang dapat menunjang pengembangan industri kecil berbasis komoditas unggulan pertanian adalah desa yang termasuk dalam hirarki 1.Luas fisik lahan yang sesuai untuk komoditas pada tiap wilayah pengembangan adalah jagung seluas 21.862 ha; mangga seluas 207.546 ha; kedelai seluas 4.073 ha; dan pisang seluas 20.669 ha Arahan wilayah pengembangan industri kecil berbasis komoditas unggulan terdiri atas 10 desa yang diarahkan menjadi desa industri dan 6 kawasan industri yang merupakan gabungan dari beberapa desa. Prioritas wilayah pengembangan komoditas unggulan pertanian berdasarkan kesesuaian fisik lahan dan keunggulan komparatif-kompetitif wilayah sebagai berikut: 1. Komoditas jagung dikembangkan di 6 kecamatan, yaitu: Banjaran, Bantarujeg, Cingambul,



Maja,



Malausma,



dan



Talaga.



Luas



lahan



yang



termasuk



pengembangan prioritas seluas 3.264,34 ha. 2. Komoditas mangga dikembangkan di 12 kecamatan, yaitu: Cigasong, Dawuan, Jatitujuh, Kadipaten, Kasokandel, Kertajati, Leuwimunding, Ligung, Majalengka,



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



Panyingkiran, Sukahaji, dan Sumberjaya. Luas lahan yang termasuk pengembangan prioritas seluas 302,57 ha. 3. Komoditas kedelai hanya dikembangkan di Kecamatan Jatiwangi. Luas lahan yang termasuk pengembangan prioritas seluas 3.693,88 ha. 4. Komoditas pisang dikembangkan di 3 kecamatan, yaitu Argapura, Lemahsugih, dan Rajagaluh. Luas lahan yang termasuk pengembangan prioritas seluas 907,61 ha.



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA



DAFTAR PUSTAKA http://bappenas.go.id/ diakeses pada Mei 2016 http://bappeda.majalengkakab.go.id/ diakes pada Mei 2016 http://bappeda.majalengkakab.go.id/rpjmd/bab2.pdf diakses pada Mei 2016 http://majalengkakab.bps.go.id/ diakes pada Mei 2016



KAWASAN AGROINDUSTRI KABUPATEN MAJALENGKA