Kedudukan Manusia Dalam Perspektif Pendidikan Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kedudukan Manusia dalam Perspektif Pendidikan Islam Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas: Filsafat Pendidikan Islam Dosen Pengampu: Al-Ustadz Lailah Alfi, M.Ag



Disusun oleh: Anggita 3820172230729



Fakultas Ushuluddin Aqidah Filsafat Islam 6 UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR MANTINGAN, NGAWI, JAWA TIMUR, INDONESIA 2019 M / 1441 H



Kedudukan Manusia dalam Perspektif Pendidikan Islam Manusia merupakan makhluk Allah yang diciptakan sesempurna mungkin. Manusia diciptakan meliputi dua aspek, yaitu jasad dan ruh. Jasad adalah yang terlihat secara fisik dan membutuhkan waktu untuk beristirahat, sedangkan ruh adalah sesuatu yang metafisik dan tidak mati atau dalam kata lain, ia akan selalu sadar akan dirinya. Manusia dengan segala yang melekat pada jasadnya merupakan sebuah hutang kepada Tuhan yang telah menciptakannya, oleh karena itu manusia dengan segala yang ada pada dirinya merupakan milik Tuhan dan tidak bisa digunakan atau dimanfaatkan sesuka hati terutama dalam hal beragama secara islami. Seperti yang tercantum pada Al-Qur’an, bahwa manusia diciptakan oleh Allah untuk menjadi Khalifah di bumi. Kekuasaan manusia di atas bumi ini bukan hanya meliputi sesuatu yang material namun juga segala aspek yang ada pada dirinya. Manusia dalam Islam adalah makhluk yang dalam dirinya memiliki segala aspek, yaitu aspek mikro dan aspek mikro. Menurut Al-Attas, konsep manusia sebagai representasi mikro dari yang makro merupakan : Sesuatu yang paling penting dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan- sifat manusia yang paling tinggi yang berperan dalam penerapan keadilan bagi diri, wujud, dan eksistensinya secara efektif- dan dalam hubungannya dengan organisasi, pengajaran, penanaman, dan penyebaran ilmu pengetahuan dalam proses pendidikannya, terutama pendidikan pada tingkat universitas…1



Manusia dalam perjalanannya di atas bumi ini, menurut Al-Attas, merupakan proses kembali pada Tuhan yang mana dalam hal ini melalui ilmu pengetahuan dan tingkah laku yang baik. Ilmu pengetahuan tersebut meliputi pemahamannya terhadap wahyu Allah yang terdapat didalam Al-Qur’an.



Setelah kita mengkaji tentang bagaimana hakikat manusia semenjak diciptakannya diatas bumi ini, hingga bagaimana ia mengalamai proses kembali 1



Islam and Secularism, (KL; Angkatan Belia Islam Malaysia [ABIM], 1978), hlm 136.



kepada Tuhannya melalui ilmu pengetahuan, dapat kita ketahui juga bahwa manusia merupakan hewan yang bermasyarakat dan dapat kita ketahui pula bahwa ilmu pengetahuan dibentuk dalam kondisi bermasyarakat. Manusia memperoleh ilmu pengetahuan melalui proses pendidikan, yang kemudian dari proses pendidikan ini muncullah manusia yang dapat beradaptasi dalam bermasyarakat atau bersosial. Menurut para rekonstruksionis masyarakat, kebutuhan dan minat peserta didik berhubungan erat dengan kebutuhan dan minat masyarakat. Di zaman modern ini terdapat dua aliran yang memiliki pandangan teoritis tentang pendidikan. Pertama, berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik agar bisa meraih kebahagiaan yang optimal melalui pencapaian kesuksesan kehidupan bermasyarakat dan ekonomi, jauh lebih berhasil dari yang pernah dicapai oleh orang tua mereka. Kedua, lebih menekankan peningkatan intelektual, kekayaan, dan keseimbangan jiwa peserta didik. Menurut mereka, meskipun memiliki banyak persamaan dengan peserta didik lain, seorang peserta didik masih tetap memiliki keunikan dalam berbagai segi.2 Dewasa kini, manusia lebih sering menggunakan pendidikan sebagai alat mobilisasi ekonomi-sosial dibandingkan untuk memperoleh ilmu yang didapat dari proses pendidikan tersebut. Oleh karena itu, banyak dari tokoh-tokoh muslim mengkritisi pola tersebut, karena sebenarnya tujuan dari pendidikan menurut Islam sendiri adalah untuk mengembangkan kepribadian peserta didik dan bukannya menjadi alat mobilisasi sosial-ekonomi. Hal ini juga diungkapka oleh Muhammad Iqbal, bahwa tujuan pendidikan sesungguhnya untuk “menciptakan manusia”. Ia juga menekankan betapa pentingnya setiap individu dalam proses rekonstruksi peradaban sebagaimana kita ketahui bahwa manusia adalah individu terkecil dalam sebuah peradaban. Majunya sebuah peradaban bergantung pada kualitas masing-masing individunya. Al-Attas mengatakan bahwa orang terpelajar adalah orang yang baik. Baik yang dimaksud adalah adab. Ini bermakna bahwa manusia yang terpelajar adalah 2



Surat kepada Sekretariat Islam, 15 Mei 1973



manusia yang beradab. Oleh karena itu, Al-Attas mengajukan untuk mengganti definisi pendidikan Islam dengan penanaman adab atau yang biasa kita kenal dengan ta’dib. Al-Attas memberikan permisalan dalam pengkaitan adab dengan manusia. Adab lahir dari berbagai tingkatan manusia. Dalam konteks ilmu, dengan adab kita bisa paham bahwa manusia yang pengetahuannya diperoleh berdasarkan wahyu lebih mulia daripada yang pengetahuannya berdasarkan akal. Hal ini sama dengan lebih pentinganya fardu ‘ain dibandingkan fardu kifayah. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa manusia yang terdidik menurut Islam adalah manusia yang beradab. Dalam hal ini, mereka adalah manusia universal yang memahami dan mengamalkan adab dalam diri, keluarga, lingkungan, dan masyarakat. Hal ini kemudian merujuk pada sistem perencanaan, isi, serta metode yang dilaksanakan dalam sebuah proses pendidikan harus merujuk pada pengalaman adab hingga dapat menciptakan manusia yang bisa menggapai kebahagiaan dunia maupun akhirat.