Kel 1 Kehamilan Akibat Pemerkosaan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEHAMILAN AKIBAT PEMERKOSAAN



Dosen Pengampuh : Nendhi W, M. Keb



OLEH : KELOMPOK 1 Era Fajira (222207128) Lia Martin (222207146) Rani ismawati (222207122) Nuraisyah Ruslaniyah (222207135) Putri Dika Ayuriski (222207113) Tania Nanditha Putri (222207153)



PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S-1) FAKULITAS KESEHATAN UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA TAHUN 2023/2024



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Kehamilan Akibat Pemerkosaan ini tepat pada waktunya.



Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada Askeb Pada Perempuan Dan Anak Kondisi Rentan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Kehamilan Akibat Pemerkosaan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Askeb Pada Perempuan Dan Anak Kondisi Rentan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.



Yogyakarta, 4 April 2023



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR....................................................................................................i DAFTAR ISI.................................................................................................................ii BAB I : PENDAHULUAN...........................................................................................1 1.1



Latar Belakang................................................................................................1



1.2



Rumusan Masalah..........................................................................................2



1.3



Tujuan.............................................................................................................2



BAB II : PEMBAHASAN.............................................................................................3 2.1



Pengertian Pemerkosaan.................................................................................3



2.2



Jenis-jenis pemerkosaan..................................................................................3



2.3



Faktor-faktor Yang Menimbulkan Terjadinya Tindak Pidana Perkosaan .....4



2.4



Dampak Kehamilan Akibat Pemerkosaan......................................................5



BAB III : PENUTUP.....................................................................................................7 3.1



Contoh Kasus..................................................................................................7



3.2



Langkah Penyelesaian.....................................................................................8



3.3



Kesimpulan......................................................................................................9



3.4



Saran................................................................................................................9



DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................11



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan bagi pasangan suami istri yang memang mendambakannya merupakan berita bahagia yang akan mempererat hubungan pasangan tersebut. Kehamilan adalah suatu proses alamiah yang terjadi sebagai suatu bertemunya sperma dengan ovum atau dengan kata lain dibuahinya sel telur oleh sperma. Proses alamiah itu akan menjadi suatu kebahagiaan tersendiri apabila telah direncanakan sebelumnya artinya bukan merupakan suatu kelalaian, suatu keterpaksaan atau bahkan suatu akibat perkosaan. Namun



demikian



sering



terjadi



sebaliknya,



kehamilan



seorang



perempuan justru membawa malu bagi wanita bersangkutan, karena kehamilan tersebut terjadi akibat hubungan terpaksa atau perkosaan. Dalam masyarakat perkosaan yang sering terjadi bukan saja perkosaan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang tidak memiliki hubungan mahram (hubungan darah) sehingga bisa menjalin hubungan perkawinan secara terpaksa, tetapi juga anatara seseorang yang memiliki hubungan mahram, seperti perkosaan ayah terhadap anak kandungnya, atau paman terhadap keponakan perempuanya, sehingga tidak ada jalan untuk menjalin hubungan perkawinan. Maka tidak jarang wanita yang hamil diluar nikah atau korban perkosaan melakukan aborsi secara sembunyi-sembunyi, minta bantuan dukun atau orang yang tidak ahli, aborsi yang dilakukan secara tidak aman ini sering berakibat pada kematian. Perempuan seringkali digambarkan sebagai penyebab pribadi yang lemah, menurut, tidak mampu memimpin dan sebagainya yang mengakibatkan anggapan perempuan menjadi nomor dua setelah laki-laki. Perempuan dengan kepribadian tersebut paling rentan menjadi objek kekerasan, baik kekerasan berupa fisik maupun kekerasan berupa psikis. Kekerasan secara fisik maupun secara psikis yang paling sering terjadi dan sangat memprihatinkan yang dialami oleh perempuan adalah pemerkosaan. Padahal tidak sedikit perempuan yang memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki, namun hal itu tidak menjadi



1



pertimbangan masyarakat yang tetap menomorduakan perempuan sehingga masih banyak kekerasan yang dialami oleh perempuan. Korban



pemerkosaa



membutuhkan



waktu



lama



untuk



mengatasi



pengalaman traumatis, bahkan ada yang tidak pernah kembali ke keadaan normal seperti sebelumnya. Selain itu juga, hak-haknya sebagai wanita dirampas, korban juga harus menanggung akibat dari pemerkosaan tersebut seperti timbulnya dampak fisik, dampak seksual dan dampak psikis yang teramat berat terutama pada saat korban mengalami pergaulan kehidupan sosial di masyarakat. Dampak lebih lanjut akibat dari pemerkosaan secara seksual adalah menyebabkan korban pemerkosaan mengalami kehamilan yang tidak di inginkan atau dikehendaki. Kehamilan yang tidak diinginkan membawa dampak buruk bagi kehidupan perempuan yang menjadi korban pemerkosaan di dalam kehidupan sosial di masyarakat, bahkan menjadi korban dari reaksi sosial yang ada di lingkungan kehidupannya. Perempuan yang menjadi korban pemerkosaan berjuang untuk mengatasi peristiwa yang menimpanya, bahkan harus mengahdapi reaksi sosial yang timbul, seperti stigmatisasi sebagai perempuan yang hina, aib bagi dirinya maupun bagi keluarganya hingga pengucilan di masyarakat. Pemerkosaan meninggalkan trauma yang sangat mendaalam dari kehamilan yang terjadi akibat pemerkosaan, ini menjadikan faktor penolong korban pemerkosaan melakukan aborsi. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1



Apa Pengertian Kehamilan akibat pemerkosaan?



1.2.2



Apa Dampak Kehamilan akibat pemerkosaan?



1.3 Tujuan 1.3.1



Untuk mengetahui Pengertian Kehamilan akibat pemerkosaan



1.3.2



Untuk mengetahui Dampak Kehamilan akibat pemerkosaan



2



BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian Pemerkosaan Dalam kamus besar bahasa Indonesia, perkosaan berasal dari kata perkosa yang berarti menggagahi atau melanggar dengan kekerasan. Sedangkan pemerkosaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan perkosa atau melanggar dengan kekerasan. Kata perkosaan berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri, memaksa, merampas, atau membawa pergi. Pada zaman dahulu tindak pidana perkosaan sering dilakukan untuk memperoleh seorang istri dan tindak pidana perkosaan tidak hanya berbentuk persetubuhan namun segala bentuk serangan yang melibatkan alat kelamin yang dengan cara kekerasan dan pemaksaan oleh pelaku terhadap korban. Pemerkosaan didefinisikan di sebagian besar yurisdiksi sebagai hubungan seksual, atau bentuk penetrasi seksual lainnya, yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban tanpa persetujuan (konsensual). Tindak pidana perkosaan sebagaimana diatur dalam KUHP Pasal 285 yang berbunyi sebagai berikut: ‘’Barang siapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun’’. Dalam pasal 285 KUHP mensyaratkan keharusan adanya persetubuhan yang bukan istrinya disertai dengan ancaman kekerasan. Perkosaan ditandai dengan penetrasi penis kepada lubang vagina dalam hubungan seks disertai dengan ancaman dan kekeraasan fisik terhadap diri korban oleh pelaku. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dinamakan perkosaan adalah : 1) Suatu hubungan kelamin yang dilarang dengan seorang wanita tanpa persetujuannya. 2) Persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang dilakukan dengan cara paksaan dan bertentangan dengan kemauan wanita yang bersangkutan. 3) Perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang bukan isterinya atau tanpa persetujuanya, dilakukan ketika wanita tersebut ketakutan. 2.2.



Jenis –Jenis Perkosaan Ditinjau dari motif pelaku melakukan tindak pidana perkosaan dapat digolongkan menjadi beberapa motif diantaranya :



3



1. Seductive Rape Perkosaan yang terjadi karena pelaku merasa terangsang nafsu birahi, dan bersifat subjektif. Biasanya perkosaan semacam ini karena diantara kedunya sudah saling mengenal misalnya: pemerkosaan oleh pacar, pemerkosaan oleh anggota keluarga dan pemerkosaan oleh teman. 2. Sadistic Rape Permerkosaan yang dilakukan secara sadis. Dalam hal ini pelaku mendapat kepuasan seksual bukan karena hubungan tubuhnya melainkan perbuatan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban. 3. Anger Rape Perkosaan yang dilakukan sebagai ungkapan marah pelaku. Perkosaan semacam ini biasanya disertai tindakan brutal pelakunya secara fisik. Kepuasan seksual bukan merupakan tujuanya melainkan melampiaskan rasa marahnya. 4. Domination Rape Dalam hal ini pelaku ingin menunjukan dominasinya terhadap korban. Kekerasan fisik tidak merupakan tujuan utama korban karena tujuan utamanya adalah pelaku ingin menguasai korban secara seksual dengan demikian pelaku dapat menunjukan bahwa ia berkuasa atas orang tertuntu. Misalnya : Pemerkosaan pembantu oleh majikan. 5. Exploitasion Rape Pemerkosaan semacam ini dapt terjadi karena ketergantungan korban terhadap pelaku, baik secara ekonomi atau social. Dalam hal ini pelaku tanpa menggunakan kekerasan fisik namun pelaku dapat memaksa keinginanya terhadap korban. 2.3. Factor –faktor yang menimbulkan terjadinya tindak pidana perkosaan diantaranya yaitu: 1. Faktor intern yaitu : a. Faktor lingkungan keluarga b. Faktor ekonomi keluarga c. Faktor tingkat pendidikan d. Faktor agama atau moral. 2. Faktor ekstern yaitu: a. Faktor lingkungan sosial b. Faktor perkembangan ilmu tehnologi c. Faktor kesempatan.



4



2.4. Dampak Kehamilan akibat pemerkosaan 1. Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) PTSD atau yang juga dikenal dengan nama gangguan stres pasca trauma, adalah gangguan kecemasan yang terjadi akibat adanya suatu kejadian yang traumatis. PTSD dapat dialami oleh korban segala jenis trauma termasuk korban kekerasan seksual.Korban yang selamat mungkin akan merasakan perasaan stres, takut, cemas, dan gugup yang tidak seperti biasanya dan ini sangat normal. Namun, dengan PTSD, perasaan ini menjadi sangat ekstrem. Dalam kasus PTSD, dampak psikologis korban pemerkosaan adalah mereka dapat terus-menerus merasa dalam bahaya, dan membuat sulit berfungsi dalam kehidupan sehari-hari.Korban terkadang merasa bahwa hidup mereka telah berakhir dengan adanya peristiwa pemerkosaan yang telah dialaminya. Dalam kondisi seperti ini perasaan korban sangat labil dan merasakan kesedihan yang berlarut-larut. Selain itu ada 26 kemungkinan bahwa mereka menyalahkan diri mereka sendiri atas terjadinya pemerkosaan yang telah mereka alami. Dampak yang muncul dari pemerkosaan kemungkinan adalah depresi, fobia, mimpi buruk, curiga terhadap orang lain dalam waktu yang cukup lama. Adapula yang merasa terbatasi di dalam berhubungan dengan orang lain, berhubungan seksual dan disertai dengan ketakutan akan muculnya kehamilan akibat dari pemerkosaan. Bagi korban pemerkosaan yang mengalami trauma psikologis yang sangat hebat ada kemungkinan akan merasakan dorongan yang kuat untuk bunuh diri (Faturochman, 2002). 2. Keinginan untuk bunuh diri Bunuh diri merupakan salah satu dampak psikologis paling fatal yang bisa dialami korban pemerkosaan. Faktor utama yang kerap memicu tindakan ini karena korban telah mengalami depresi atau PTSD berkepanjangan, sehingga mereka berpikir bahwa tidak ada gunanya lagi menjalani hidup.Selain itu, perasaan malu dan bersalah yang dipendam cukup lama kerap kali menjadi alasan korban pemerkosaan untuk melakukan bunuh diri.



3. Menyalahkan diri sendiri Korban pemerkosaan mungkin untuk merasa bersalah atau menyalahkan diri sendiri atas musibah yang dialaminya. Wanita yang menjadi korban kekerasan seksual misalnya, mungkin untuk berpikir bahwa gaya pakaiannyalah yang mengundang pelaku untuk memerkosanya.Karena hal tersebut, banyak korban memilih untuk bungkam dan memendam kejadian traumatis yang dialami. Ini sebenarnya tidak boleh sampai terjadi karena jika dibiarkan, korban berisiko untuk mengalami stres berat.Sementara itu, kekerasan seksual pada laki-laki, cenderung membuat korban tidak mencari pertolongan karena merasa malu. Hal ini karena anggapan masyarakat bahwa laki-laki adalah sosok yang tangguh dan kuat,



5



sehingga seharusnya mereka bisa melindungi dirinya sendiri dari tindak kekerasan.Pemikiran inilah yang akhirnya membuat mereka menyalahkan diri sendiri akan tindak pemerkosaan yang dialaminya.



6



BAB III PEMBAHASAN 3.1. Contoh Kasus Kasus: Mahasiswi Asal Bantul Rudapaksa Gadis di kostel di Umbulharjo, pelaku sempat sekap korban 3 jam. https://jogja.tribunnews.com/2022/07/04/mahasiswaasal-bantul-rudapaksa-gadis-di-kostel-di-umbulharjo-pelaku-sempat-sekapkorban-3-jam Mahasiswa asal Palbapang, Kabupaten Bantul berinisial PQA (23) diduga melakukan aksi rudapaksa terhadap gadis berinisial NSS (26) pada Sabtu (25/6/2022) di sebuah Kostel, wilayah Pandeyan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Dugaan kasus rudapaksa itu dilaporkan oleh pihak korban ke Polsek Umbulharjo untuk ditindaklanjuti. Kapolsek Umbulharjo, Kompol Achmad Setyo Budiantoro, mengatakan kronologi kejadian itu berawal dari tersangka PQA yang mengajak korban NSS untuk jalan-jalan dan berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan di Kabupaten Bantul, pada Sabtu (25/6/2022) sekira pukul 13.00 WIB. Kemudian pada pukul 16.00 WIB tersangka mengajak korban NSS mampir ke kostel tersangka di Pandeyan, Kemantren Umbulharjo, dengan alasan untuk menemui omnya. Namun setelah sampai di kostel tersebut, pelaku menyeret korban, dia dimasukkan ke kamar mandi," kata Kapolsek, saat jumpa pers, Senin (4/7/2022). Korban disekap di dalam kamar mandi selama 3 jam lamanya. "Setelah kurang lebih penyekapan selama 3 jam, kemudian pelaku mengajak korban melakukan hubungan suami istri, namun ditolak oleh korban sehingga terjadi pemerkosaan itu," jelasnya. Kanit Reskrim Polsek Umbulharjo, Iptu Nuri Aryanto, menambahkan saat korban menolak ajakan behubungan intim, tersangka PQA mengancam korban menggunakan sebilah pisau yang telah disiapkan olehnya. Kemudian korban NSS juga sempat dipukul pada bagian kepalanya. Tak hanya itu saja, tangan dan kaki korban juga diikat menggunakan rantai dompet dan ikat pinggang milik tersangka. Berdasarkan hasil penyidikan, lanjut Nuri, tersangka juga mencekik korban hingga lemas. Karena kondisi korban mulai lemah, tersangka PQA lantas melakukan pemerkosaan terhadap NSS. "Pada saat kejadian, korban sempat menghubungi rekannya bahwa yang bersangkutan tengah menjadi korban pemerkosaan," ungkap Nuri. Dengan dibantu pemilik kostel, rekan korban kemudian mendobrak pintu kamar kostel yang disewa tersangka. "Saat didobrak, didapati korban dalam keadaan tidak memakai pakaian. Lalu penjaga kostel menghubungi polisi dan tersangka diamankan, sementara korban dilarikan ke rumah sakit untuk pemeriksaan," ucapnya. Dijelaskan, tersangka mengenal korban sejak lama. Sampai pada akhirnya tersangka PQA memiliki perasaan cinta terhadap korban. Sayangnya, persaan cinta tersangka PQA



7



terhadap korban tak terbalas. "Korban ini diajak menikah sama tersangka. Tapi korban menolaknya. Mereka sudah saling kenal sejak lama," ungkap Nuri. Sejumlah barang bukti turut diamankan pihak kepolisian antara lain, satu set pakaian korban, satu set pakaian pelaku, satu pisau, satu rantai dengan panjang 50 sentimeter, satu ikat pinggang warna hitam dan satu unit mobil Suzuki Escudo Nomor Polisi AB 1757 ES. Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan pasal 285 KUHP dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara," pungkas Kanit Reskrim. 3.2.



Langkah Penyelesaian Penyelesaian kasus pemerkosaan ini diselesaikan secara Litigasi yaitu penyelesaian yang dilakukan melalui pengadilan, dikarenakan akan sangat berdampak buruk bagi siapapun yang mengalaminya terutama kepada perempuan dan anak-anak yang akan sangat berdampak sekali untuk kedepan nya , belum lagi kesehatan mental si korban dan akan trauma yang sangat mendalam sekali , sehingga itu akan selalu membekas dalam dirinya, diharapkan penegakan hukum ini dapat mengurangi , tindakan pemerkosaan pada perempuan dan anak. Korban pemerkosaan perlu mendapat perlindungan karena korban mengalami dampak yang sangat kompleks. Dampak yang dirasakan korban adalah penderitaan ganda yang meliputi penderitaan fisik, psikis, dan sosial. Kedudukan dan peran korban perkosaan sebagai saksi di dalam persidangan turut menambah penderitaan korban. Penderitaan korban pemerkosaan dialami korban pada saat sebelum persidangan, selama persidangan dan sesudah persidangan oleh karena itu korban pemerkosaan memerlukan perlindungan agar korban merasa aman dari segala bentuk ancaman dan untuk menjamin korban dalam usaha pemulihannya. Bentuk upaya perlindungan yang dapat diberikan kepada korban pemerkosaan adalah perlindungan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan Saksi dan korban peraturan pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang pememberian kompensasi, resititusi, serta bantuan kepada saksi dan korban melalui LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan korban). Bentuk-bentuk perlindungan tersebut meliputi: a.



Restitusi Korban pemerkosaan berhak mendapat restitusi karena pemerkosaan merupakan tindak pidana khususnya kejahatan kesusilaan yang diatur di dalam buku II KUHP pasal 285



b.



Bantuan medis dan bantuan psikososial Korban perkosaan berhak mendapatkan bantuan medis dan bantuan psikososial karena korban perkosaan adalah korban tindak pidana yang berhak dipulihkan kedalam keadaan semula.



8



3.3.



Kesimpulan 1. Korban perkosaan perlu mendapat perlindungan karena korban mengalami dampak yang sangat kompleks. Dampak yang dirasakan korban adalah penderitaan ganda yang meliputi penderitaan fisik, psikis, dan sosial. Kedudukan dan peran korban perkosaan sebagai saksi di dalam persidangan turut menambah penderitaan korban. Penderitaan korban perkosaan dialami korban pada saat sebelum persidangan, selama persidangan dan sesudah persidangan oleh karenanya korban perkosaan memerlukan perlindungan agar korban merasa aman dari segala bentuk ancaman dan untuk menjamin korban dalam usaha pemulihannya. 2. Bentuk upaya perlindungan yang dapat diberikan kepada korban perkosaan adalah perlindungan yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban jo Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang pemberian Kompensasi, Restitusi, serta Bantuan Kepada Saksi dan Korban melalui LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). Bentuk-bentuk perlindungan tersebut meliputi : a. Restitusi Korban perkosaan berhak mendapat restitusi karena perkosaan merupakan tindak pidana khususnya kejahatan kesusilaan yang diatur di dalam Buku II KUHP Pasal 285. b. Bantuan Medis dan Bantuan Psiko-sosial Korban perkosaan berhak mendapatkan bantuan medis dan bantuan psiko-sosial karena korban perkosaan adalah korban tindak pidana yang berhak dipulihkan ke dalam keadaan semula.



3.4.



Saran 1. Bagi



pemerintah



selaku



perancang



peraturan



perundang-undangan



(legislator) : Pemerintah selaku legislator perlu melakukan revisi UndangUndang Nomor 13 Tahun 2006 karena belum sepenuhnya melindungi dan menjamin kepentingan korban khususnya korban perkosaan. Diharapkan ke depan



ada



suatu



peraturan



perundang-undangan



yang



sepenuhnya



melindungi dan menjamin kepentingan korban perkosaan baik sebelum persidangan, selama persidangan, dan sesudah persidangan. 2.



Bagi aparat penegak hukum : Korban perkosaan tidak lagi dirumitkan oleh segala birokrasi di dalam semua tahap proses peradilan dan dalam usahanya memperoleh perlindungan.



3.



Bagi masyarakat : Masyarakat lebih menjaga keluarganya serta kerabatkerabat terdekat khususnya yang wanita agar terhindar dari kejahatan



9



perkosan dan bersama-sama membantu korban perkosaan agar terlepas dari penderitaannya. 4.



Bagi korban perkosaan : Korban perkosaan diharapkan tidak takut dan malu untuk meminta perlindungan kepada aparat penegak hukum, LPSK, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan orang-orang terdekat agar mendapatkan pemulihan yang layak.



10



DAFTAR PUSTAKA Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2011, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, cetakan kedua, PT.Refika Aditama, Bandung. A. Dirgayunita. (2016). Gangguan Stres Pasca Trauma Pada Korban Pelecehan Seksual dan Pemerkosaan. Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi. Vol.1 No.2. hh185-201. Armed Forces Health Survelience Center. (2014). Post-Traumatic Stress Disorder. Schulhofer, Stephen J. (2017). "Reforming the Law of Rape". Minnesota Journal of Law & Inequality. 35: 335. Paulinus Soge. 2010. Hukum Aborsi Tinjauan Politik Pidana Terhadap Perkembangan hukum di Indonesia, Yogyakarta: Universitas Atmajaya



11