11 0 234 KB
KONSEP DASAR ASKEP PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN ELIMINASI
DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 NAMA: Indah Naiya Isnani
Risna Zuliani
Hainul Mardiah
Vusfita Wulan Dari
Era Maryani
Ali
Devi Triana
Nanda Nabila
Salma Auria
Muhammad Syahyan
TINGKAT: 1A DOSEN: Ns. Keumalahayati, M.Kep, Sp.Mat
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES ACEH TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahim, Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan pertolonganNya lah kami bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini mempunyai judul ”Konsep Dasar Askep Pada Klien Dengan Gangguan Eliminasi”, yang di susun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah. Adapun penyelesaian makalah ini tak luput dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada: 1.
Ns. Keumalahayati, M.Kep, Sp.Mat selaku dosen mata kuliah yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
2.
Rekan rekan mahasiswa DIII-Keperawatan Poltekkes Kemenkes Aceh Namun, seperti pepatah “Tak ada gading yang tak retak” demikian pula
dengan tugas ini. Kami menyadari bahwa laporan yang kami buat ini belum mencapai kesempurnaan karena masih banyak terdapat kekurangan – kekurangan yang kami lakukan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun baik dari pihak Dosen maupun teman-teman lainnya demi kesempurnaan tugas ini, sehingga tugas ini dapat dijadikan pedoman untuk penyusunan tugas dimasa yang akan datang.
Langsa, Juli 2022 Penyusun Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ DAFTAR ISI..................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. A.
Latar Belakang.......................................................................................................
B.
Tujuan Pembelajaran.............................................................................................
BAB II KONSEP DASAR................................................................................................ A.
Definisi...................................................................................................................
B.
Anatomi Fisiologi Eliminasi Fekal / Alvi..............................................................
C.
Faktor Yang Mempengaruhi Proses Eliminasi......................................................
D.
Masalah-masalah yang Sering Timbul................................................................
E.
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan........................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................... A.
Pengkajian............................................................................................................
B.
Diagnosa Keperawatan........................................................................................
C.
Intervensi/Rencana Asuhan Keperawatan...........................................................
D.
Implementasi dan Evaluasi..................................................................................
E.
Dokumentasi........................................................................................................
BAB IVENUTUP............................................................................................................ A.
Kesimpulan..........................................................................................................
B.
Saran....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi. Eliminasi urin secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan sirkulasi volume darah, jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang mempengaruhi kuantitas, urin dan kandungan produk sampah didalam urin. Tubuh mengeluarkan feses dan beberapa cairan dari tubuh. Pengeluaran feses melalui evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah pola pada usia 30 sampai 36 bulan. Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare. Misalnya, pada sebagian kalangan masyarakat, diare dipercaya atau dianggap sebagai pertanda bahwa anak akan bertumbuh atau
1
berkembang. Kepercayaan seperti itu secara tidak sadar dapat mengurangi kewaspadaan orang tua. sehingga mungkin saja diare akan membahayakan anak. Menurut data United Nations Children's Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data UNICEF memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Angka tersebut bahkan masih lebih besar dari korban AIDS, malaria, dan cacar jika digabung. Sayang, di beberapa negara berkembang, hanya 39 persen penderita mendapatkan penanganan serius. Diare disebabkan faktor cuaca, lingkungan, dan makanan. Perubahan iklim, kondisi lingkungan kotor, dan kurang memerhatikan kebersihan makanan merupakan faktor utamanya. Penularan diare umumnya melalui 4F, yaitu Food, Fly , Feces, dan Finger. Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010, ditemukan salah satu pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficile yang dapat menyebabkan infeksi mematikan di saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di udara dan dapat dibawa oleh lalat yang hinggap di makanan. Sepintas diare terdengar biasa dan sangat umum terjadi. Namun, ini bukan alasan untuk mengabaikannya, dehidrasi pada penderita diare bisa membahayakan dan ternyata ada beberapa jenis yang menular.Diare kebanyakan disebabkan oleh Virus atau bakteri yang masuk ke makanan atau minuman, makanan berbumbu tajam, alergi makanan, reaksi obat, alkohol dan bahkan perubahan emosi juga dapat menyebabkan diare, begitu pula sejumlah penyakit tertentu. B. Tujuan Pembelajaran 1.
Untuk mengetahui konsep dasar askep pada klien dengan gangguan eliminasi.
2.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan mencakup pengkajian, diagnosa rencana, implementasi dan evaluasi pada klien gangguan eliminasi.
2
BAB II KONSEP DASAR A. Definisi Menurut
kamus
bahasa
Indonesia,
eliminasi
adalah
pengeluaran,
penghilangan, penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu: 1.
Eliminasi Alvi Eliminasi Alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran metabolisme
berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Menusia dapat melakukan buang air besar berapa kali dalam satu hari atau satu kali dalam berapa kali. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali- kali dalam satu hari, biasanya gangguan-gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih besar. 2.
Eliminasi Urine Eliminasi urine merupakan suatu proses penyaringan darah sehingga darah
bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). 1.
Sifat fisis air kemih, terdiri dari: a) Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya. b) Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh. c) Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya. d) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak. e) Berat jenis 1,015-1,020. f)
Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).
3
2.
Komposisi air kemih, terdiri dari: a) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air. b) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan kreatinin. c) Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat. d) Pagmen (bilirubin dan urobilin). e) Toksin. f)
Hormon.
B. Anatomi Fisiologi Eliminasi Fekal / Alvi Produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat meneyebapkan masalah pada sistem gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Jadi peroses eliminasi tidak terlepas dari sistem pencernaan. Berikut adalah organ tubuh yang berperan dalam proses eliminasi fekal : 1.
Mulut Saluran pencernaan merubah zat-zat makanan secara mekanik dan kimiawi.
Semua organ pencernaan bekerja sama untuk memastikan massa atau bolus dari makanan dapat menjangkau daerah penyerapan makanan dengan aman dan efektif. Pencernaan secara mekanik dan kimiawi dimulai dari mulut. Gigi mengunyah makanan, memecahnya menjadi ukuran tertentu untuk ditelan. Sekresi saliva mengandung enzim seperti: ptialin yang memulai mencerna elemen makanan tertentu. Saliva mencairkan dan melembutkan bolus makanan yang ada di mulut agar lebih mudah ditelan. 2.
Esofagus Ketika makanan memasuki esophagus bagian atas ia berjalan melewati
spinkter esophagus bagian atas dimana ada sebuah otot sirkular yang mencegah udara masuk ke esophagus dan makanan dari refluks ke tenggorokan. Bolus dari makanan mengadakan perjalanan sepanjang 25cm di esophagus. Makanan didorong oleh kontraksi otot polos. Sebagian dari esophagus berkontraksi di belakang bolus makanan, otot sirkular di depan bolus. Gerakan peristaltik
4
mendorong makanan ke gelombang berikutnya. Peristaltik menggerakkan makanan sepanjang saluran gastrointestinal. Dalam 15 detik bolus makanan berpindah dari esophagus bagian bawah. Spinkter esophagus bagian bawah terletak antara esophagus dan lambung, dan perbedaan tekanan ada di bagian akhir esophagus. Tekanan esophagus bagian bawah 10-40 mmHg, sedangkan tekanan lambung 5-10 mmHg. Tingginya tekanan biasanya menyebabkan refluks dari isi lambung ke esophagus. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan spinkter bagian bawah antara lain; antasid yang menurunkan refluks, dan makanan berlemak dan nikotin yang meninggikan refluks. 3.
Lambung Lambung adalah ruang yang berbentuk kantung yang mirip huruf ‘J’, yang
terletak diantara esofagus dan usus halus. Lambung dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan perbedaan anatomis, histologist, dan fungsional, diantaranya yaitu ; fundus, dan antrum serta pilorus. Fungsi terpenting pada lambung adalah menyimpan makanan yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang optimal. Fungsi kedua lambung adalah untuk mensekresikan asam hidroklorida (HCL) dan enzim-enzim yang melalui pencernaan protein. Dalam lambung terdapat empat aspek motilitas lambung, yaitu : 1) Pengisisan lambung 2) Penyimpanan lambung 3) Pencampuran lambung 4) Pengosongan lambung Tiga faktor terpenting ysng mempengaruhi pengosongan lambung adalah : a.
Lemak Lemak merupakan perangsang terkuat untuk menghambat motilitas lambung
sehingga apabila kita amati kecepatan pengosongan makanan yang sangat berlemak itu memakan waktu kurang lebih 6 jam dibandingkan dengan makanan yang mengandung karbohidrat dan protein itu mungkin telah meninggalkan lambung kurang lebih 3 jam yang lalu. b.
Asam lambung
5
Karena lambung mengeluarkan asam hidroklorida (HCL), kimus-kimus yang sangat asam akan dikeluarkan kedalam deodenum tempat kimus mengalami netralisis oleh natrium bikarbonat (NaHCO-3). Asam yang tidak dinetralkan akan mengiritasi mukosa duodenum dan menyebabkan inaktivasi enzim-enzim pencernaan pankreas yang disekresikan kedalam lumen duodenum. Dengan demikian, asam yang tidak dinetralkan akan menghambat pengosongan isi lambung lebih lanjut sampai proses netralisis selesai. c.
Hipertonisitas Pada pencernaan molekul protein dan kanji dilumen duodenum, dibebaskan
sejumlah besar molekul asam amino dan glukosa. Apabila kecepatan penyerapan molekul-molekul asam amino dan glukosa tersebut tidak seimbang dengan kecepatan pencernaan protein dan karbohidrat maka molekul-molekul dalam jumlah besar tersebut tetap berada didalam kimus dan akan meningkat osmolaritas isi duodenum, apabila hal ini terus berlanjut maka secara refleks pengosongan lambung akan dihambat hingga proses penyerapan mengimbangi proses pencernaan. 4.
Usus Halus Selama proses pencernaan chyme meninggalkan lambung dan memasuki usus
halus. Usus halus merupakan suatu saluran yang diameternya 2,5 cm dan panjangnya 6 m. Usus halus terdiri dari 3 bagian : duodenum, jejenum, ileum. Chyme tercampur dengan enzim pencernaan (seperti empedu dan amilase) ketika berjalan melewati usus halus. Segmentasi (berganti-gantinya kontraksi dan relaksasi dari otot polos) mengaduk chyme untuk selanjutnya memecah makanan untuk dicerna ketika chyme diaduk, gerakan peristaltik berhenti sementara agar absorpsi terjadi. Chyme berjalan dengan lambat di saluran cerna untuk diabsorpsi. Banyak makanan dan elektrolit yang diabsorpsi di usus halus. Enzim dari pankreas (amilase) dan empedu dari kandung empedu. Usus memecah lemak, protein dan karbohidrat menjadi elemen-elemen dasar. Hampir seluruh makanan diabsorpsi oleh duodenum dan jejenum. Ileum mengabsorpsi beberapa vitamin, zat besi dan garam empedu. Jika fungsinya terganggu, proses pencernaan berubah secara drastis. Contoh : inflamasi, bedah caesar,atau obstruksi dapat mengganggu peristaltik, mengurangi ares absorpsi, atau memblok jalan chyme.
6
5.
Usus Besar Bagian bawah dari saluran gastrointestinal adalah usus besar (kolon) karena
diameternya lebih besar dari usus halus. Bagaimanapun panjangnya antara 1,5-1,8 cm adalah lebih pendek. Usus besar terbagi atas caecum, kolon, dan rektum. Ini adalah organ penting dari eliminasi fekla : a) Sekum Chyme yang diabsorpsi memasuki usus besar pada sekum melalui katup ileocecal, dimana lapisan otot sirkular mencegah regurgitasi (makanan kembali ke usus halus). b) Kolon Chyme yang halus ketika memasuki kolon volume airnya berkurang. Kolon terdiri dari ascending, transverse, descending, & sigmoid. Kolon mempunyai 4 fungsi ; absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Sejumlah besar air dan sejumlah natrium dan clorida diabsorpsi setiap hati. Ketika makanan berjalan melalui kolon, terjadi kontraksi Haustral. Ini sama dengan kontraksi segmental dari usus halus, tetapi lebih lama hingga mencapai 5 manit. Kontraksi menghasilkan pundi-pundi besar di dinding kolon yang merupakan area untuk absorpsi. Air dapat diabsorpsi oleh kolon dalam 24 jam, rata-rata 55 mEq dari natrium dan 23 mEq dari klorida diabsorpsi setiap hari. sejumlah air yagn diamsorpsi dari chyme tergantung dari kecepatan pergerakan kolon. Chyme biasanya lembut, berbentuk massa. Jika kecepatan kontraksi peristaltik cepat (abnormal) berarti ada kekurangan waktu untuk mengabsorpsi air dan feses menjadi encer. Jika kontraksi peristaltik lambat, banyak air yang diabsorpsi dan terbentuk feses yang keras sehingga menyebabkan konstipasi. Kolon memproteksi dirinya sendiri dengan mengeluarkan sejumlah mucous. Mucous biasanya bersih sampai buram dengan konsistensi berserabut. Mucous melumasi kolon, mencegah trauma pada dinding dalam. Pelumas adalah sesuatu yagn penting di dekat distal dari kolon dimana bagiannya menjadi kering dan keras. Fungsi sekresi dari kolon membantu dalam keseimbanan elektrolit. Bicarbonat disekresi untuk pertukaran clorida. Sekitar 4-9 mEq natrium
7
dikeluarkan setiap hari oleh usus besar. Berubahnya fungsi kolon dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Akhirnya kolon memindahkan sisa produk dan gas (flatus). Flatus dihasilkan dari tertelannya udara, difusi gas dari pembuluh darah ke usus dan kerja bakteri pada karbohidrat yang tidak bisa diserap. Fermenrasi dari karbohidrat (seperti kol dan bawang) menghasilkan gas pada usus yang dapat merangsang peristaltik. Orang dewasa biasanya membentuk 400-700 ml flatus setiap hari C. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Eliminasi Setiap orang memiliki keibasaan eliminasi yang berbeda-beda. Ada yang menghambat ada juga yang memperlancar. Semua itu di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu. 1.
Faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal 1) Umur Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi. 2) Diet Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola
8
defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon. 3) Cairan Pemasukan
cairan
juga
mempengaruhi
eliminasi
feses.
Ketika
pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang
berlebihan
untuk beberapa
alasan,
tubuh melanjutkan
untuk
mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme. 4) Tonus Otot Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitasnya juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang colon. Otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau gangguan fungsi syaraf. 5) Faktor Psikologi Dapat dilihat bahwa setres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakitpenyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi. 6) Gaya Hidup Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelathan buang air besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur, seperti setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan akan privacy juga mempengaruhi
9
pola eliminasi feses. Klien yang berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privacy dan kegelisahan akan baunya. 7) Obat–obatan Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obatobatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare. 8) Prosedur Diagnostik Prosedur diagnostik tertentu, seperti sigmoidoscopy, membutuhkan agar tidak ada makanan dan cairan setelah tengah malam sebagai persiapan pada pemeriksaan, dan sering melibatkan enema sebelum pemeriksaan. Pada tindakan ini klien biasanya tidak akan defekasi secara normal sampai ia diizinkan makan. Barium (digunakan pada pemeriksaan radiologi) menghasilkan masalah yagn lebih jauh. Barium mengeraskan feses jika tetap berada di colon, akan mengakibatkan konstipasi dan kadang-kadang suatu impaksi. 9) Anastesi Dan Pembedahan Anastesi umum menyebabkan pergerakan colon yang normal menurun dengan penghambatan stimulus parasimpatik pada otot colon. Klien yang mendapat anastesi lokal akan mengalami hal seperti itu juga. Pembedahan yang langsung melibatkan intestinal dapat menyebabkan penghentian dari pergerakan intestinal sementara. Hal ini disebut paralytic ileus, suatu kondisi yang biasanya berakhir 24 – 48 jam. Mendengar suara usus yang mencerminkan otilitas intestinal adalah suatu hal yang penting pada manajemen keperawatan pasca bedah. 10) Nyeri
10
Klien yang mengalami ketidaknyamanan defekasi seperti pasca bedah hemorhoid biasanya sering menekan keinginan untuk defekasi guna menghindari nyeri. Klien seperti ini akan mengalami konstipasi sebagai akibatnya. 11) Iritan Zat seperti makanan pedas, toxin baklteri dan racun dapat mengiritasi saluran intestinal dan menyebabkan diare dan sering menyebabkan flatus. 12) Gangguan Syaraf Sensorik Dan Motorik Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisamembatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani. D. Masalah-masalah yang Sering Timbul Setiap orang beresiko mengalami masalah eliminasi, berikut adalah jenisjenis penyakit yang timbul akibat gangguan eliminasi: 1.
Patofisiologi eliminasi fekal Banyak yang mengalami atau beresiko mengalami masalah eliminasi akibat
sterees emosional, perubahan fisiologi pada saluran GI, perubahan struktur usus melalu pembedahan, perogram terapi lain dan gangguan yang mengganggu defekasi. Berikut ini adalah beberapa masalah eiminasi fekal. a.
Konstipasi Konstipasi berhubungan dengan jalan yagn kecil, kering, kotoran yang keras,
atau tidak ada lewatnya kotoran di usus untuk beberapa waktu. Ini terjadi ketika pergerakan feses melalui usus besar lambat, hal ini ditambah lagi dengan reabsorbsi cairan di usus besar. Konstipasi berhubungan dengan pengosongan kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan dari otot-otot volunteer pada proses defekasi Ada banyak penyebab konstipasi : 1) Kebiasaan buang air besar yang tidak teratur
11
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan b.a.b yang tidak teratur. Refleks defekasi yang normal dihambat atau diabaikan, refleks-refleks ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan untuk defekasi habis. Anak pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini ; orang dewasa mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan. Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu menggunakan bedpan atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman. Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan b.a.b teratur dalam kehidupan. 2) Penggunaan laxative yang berlebihan Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang air besar. Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan keinginan b.a.b – refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terus-menerus (toleransi obat). 3) Peningkatan stres psikologi Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf
simpatis.
Stres
juga
dapat
menyebabkan
usus
spastik
(spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi. 4) Ketidaksesuaian diet Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga menghasilkan produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan pergerakan makanan tersebut. 5) Obat-obatan
12
Banya obat menyebabkan efek samping kponstipasi. Beberapa di antaranya seperti ; morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan antikolinergik, melambatkan pergerakan dari colon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Kemudian, menyebabkan konstipasi yang lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang. 6) Latihan yang tidak cukup Pada klien yang pada waktu yang lama otot secara umum melemah, termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Secara tidak langsung kurangnya latihan dihubungkan dengan kurangnya nafsu makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang penting untuk merangsang refleks pada proses defekasi. 7) Umur Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang tua turut berperan menyebabkan defekasi. 8) Proses penyakit Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di antaranya obstruksi usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan hemorhoid, yang membuat orang menghindari defekasi; paralisis, yang menghambat kemapuan klien untuk buang air besar; terjadinya peradangan pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni pada usus. Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika b.a.b dapat menyebabkan stres pada abdomen atau luka pada perineum (post operasi). Ruptur merusak mereka jika tekanan cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan tertahannya napas. Gerakan ini dapat menciptakan masalah yagn serius pada orang dengan sakit jantung, trauma otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas meningkatkan tekanan intratorakan dan intrakranial. Pada beberapa tingkatan, tingkatan ini dapat dikurangi jika seseorang mengeluarkan napas melalui mulut ketika regangan
13
terjadi. Bagaimanapun, menghindari regangan merupakan pencegahan yang terbaik. b.
Impaksi Feses Impaksi feses dapat didefenisikan sebagai suatu massa atau kumpulan yang
mengeras, feses seperti dempul pada lipatan rektum. Impaksi terjadi pada retensi yang lama dan akumulasi dari bahan-bahan feses. Pada impaksi yagn gawat feses terkumpul dan ada di dalam colon sigmoid. Impaksi feses ditandai dengan adanya diare dan kotoran yagn tidak normal. Cairan merembes keluar feses sekeliling dari massa yang tertahan. Impaksi dapat juga dinilai dengan pemeriksaan digital pada rektum, selama impaksi massa yang mengeras sering juga dapat dipalpasi. Diare yang bersama dengan konstipasi, termasuk gejala yang sering tetapi tidak ada keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rektum. Hadirnya tanda-tanda umum dari terjadinya penyakit ; klien menjadi anoreksia, abdomen menjadi regang dan bisa juga terjadi muntah. Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buan gair besar yang jarang dan konstipasi. Obat-obat tertentu juga berperan serta pada impaksi. Barium digunakan pada pemeriksaan radiologi pada saluran gastrointestinal bagian atas dan bawah dapat menjadi faktor penyebab, sehingga setelah pemeriksaan ini hasil pengukuran diperoleh untuk memastikan pergerakan barium. Pada orang yang lebih tua faktor-faktor yang beragam dapat menyebabkan impaksi; asupan cairan yang kurang, diet yang kurang serat, rendahnya aktivitas, melemahnya tonus otot. Pemeriksaan digital harus dilakukan dengan lembut dan hati-hati karena perangsangan pada nervus vagus di dinding rektum dapat memperlambat kerja jantung pasien. c.
Diare Diare berhubungan dengan pengeluaran feses yang cair dan meningkatnya
frekuensi dari proses defekasi. Ini adalah lawan dari konstipasi dan dampak dari cepatnya perjalanan feses melalui usus besar. Cepatnya perjalanan chyme mengurangi waktu untuk usus besar mereabsorbsi air dan elektrolit. Sebagian orang mengeluarkan kotoran dengan frekuensi yang meningkat, tetapi bukan
14
diare, dikatakan diare jika kotoran tidak berbentuk dan cair sekali. Pada orang dengan diare dijumpai kesulitan dan ketidakmungkinan untuk mengontrol keinginan defekasi dalam waktu yang lama. Diare dengan ancaman tidak terkontrolnya buang air besar merupakan sumber dari perhatian dan rasa malu. Sering, spasmodik dan kram abdomen yang sangat sakit berhubungan dengan diare. Kadang-kadang klien mengeluarkan darah dan lendir yang banyak ; mual dan muntah juga bisa terjadi. Pada diare persisten,secara umum bisa terjadi perluasan iritasi pada daerah anus ke daerah perineum dan bokong. Fatique, kelemahan, malaise dan berat badan yang berkuran gmerupakan dampak dari diare yang berkepanjangan. Ketika penyebab diare adalah iritasi pada saluran intestinal, diare diperkirakan sebagai mekanisme pembilasan sebagai perlindungan. Itu bisa menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit dalam tubuh, bagaimanapun, itu bisa berkembang menjadi sesuatu yang menakutkan dalam waktu yang singkat, terutama pada bayi dan anak kecil. d.
Fecal Inkontinesia Inkontinen berhubungan dengan berkurangnya kemampuan voluntar untuk
untuk mengontrol feses dan keluarnya gas melalui spinkter ani. Inkontinen bisa juga terjadi pada waktu yagn spesifik, seperti setelah makan, atau bisa juga terjadi ireguler. Fecal inkontinen secara umum berhubungan dengan terganggunya fungsi spinkter ani atau suplai syarafnya, seperti pada beberapa penyakit neuromuskular, trauma sumsum tulang belakang, dan tumor pada otot spinkter ani external. Fecal inkontinen merupakan suatu masalah distres emosional yang akhirnya dapat mengarah pada isolasi sosial. Orang-orang yang menderita ini menarik diri ke dalam rumah mereka atau jika di rumah sakit mereka menarik diri ke batas dari ruangan mereka untuk meminimalkan rasa malu berhubungan dengan ketidakbersihan diri. Fecal inkontinen asam mengandung enzim-enzim pencernaan yang sangat mengiritasi kulit, sehingga daerah di sekitar anus harus dilindungi dengan zinc oksida atau
15
beberapa salap pelindung lainnya. Area ini juga harus dijaga tetap bersih dan kering. e.
Flatulence Udara atau gas di saluran gastrointestinal disebut flatus. Ada 3 sebab utama
flatus: 1) Kerja dari bakteri dalam chyme di usus besar 2) Udara yang tertelan 3) Gas yang berdifusi dari pembuluh darah ke dalam intestinal Ketiga hal di atas normal, tapi 0,6 liter dari gas ini diabsorbsi ke dalam kepiler kapiler intestinal. Flatulence adanya flatus yang banyak pada intestinal mengarah pada peregangan dan pemompaan pada intestinal. Kondisi ini disebut juga timpanites. Jumlah udara yang besar dan gas-gas lainnya juga dapat berkumpul di perut, dampaknya pada distensi gaster. Pada orang dewasa biasanya terbentuk 7-10 liter flatus pada ususba besar setiap 24 jam. Gas-gas tersebut termasuk ; CO2, H2, N2. Beberapa gas yang ditelan
sebagian
besar
dihembuskan
melalui
mulut
dengan
erutcation
(bersendawa). Gas-gas yang terbentuk pada usus besar sangat sedikit diabsorbsi, melalui kapiler-kapiler intestinal ke dalam sirkulasi. Flatulence dapat terjadi pada colon, bagaimanapun bisa juga dari beragam penyebab yang lain seperti ; pembedahan abdomen, anastesi dan narkotika. Jika gas tidak dapat dikeluarkan dari anus mungkin penting untuk memasukkan sebuah rectal tube atau menyediakan suatu enema yang dapat mengalirkan kembali untuk menggerakkan gas tersebut. Penyebab umum dari flatulence dan distensi adalah konstipasi. Codein, barbiturat dan obat-obat lain yang dapat menurunkan motilitas intestinal dan tingkat kecemasan sehubungan dengan besarnya jumlah udara yang tertelan. Sebagian besar orang mempunyai pengalaman dengan flatilence dan distensi setelah memakan makanan tertentu yang mengandung gas seperti kacang buncis, kol. Distensi post operasi setelah pembedahan abdomen sering secara umum dijumpai di rumah sakit. Tipe distensi ini secara umum terjadi sekitar 3 hari post
16
operasi dan disebabkan oleh efek dari anastesi, narkotika, perubahan diet, dan berkurangnya aktifitas. f.
Hemorhoid Hemorhoid sering juga disebut wasir, yaitu adanya pelebaran pembuluh darah
vena di anus, dapat terjadi secara internal dan eksternal. Internal terjadi pada canal anus, dimana venanya berada. Eksternal hemorhoid prolapsus melalui pembukaan anus dan dapat dilihat di sana. Hemorhoid dapat terjadi dari dampak meningkatnya tekanan pada daerah anus, sering terjadi karena konstipasi kronik, peregangan selama defekasi, kehamilan dan obesitas. Beberapa hemorhoid tidak mempunyai gejala, pada lainnya dapat juga menyebabkan nyeri, gatal-gatal, dan kadang-kadang perdarahan. Hemorhoid sering diobati secara konservatif dengan astringent (menciutkan jaringan) dan anastesi lokal (untuk mengurangi nyeri). Kotoran yang lebih lunak bisa mengurangi iritasi selama defekasi. Pada beberapa kasus hemorhoid dibuang dengan pembedahan. E. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Pada studi kasus yang kami pelajari. Kami menemukan berbagai masalah yang berhubungan dengan diare. Hal-hal tersebut sangat berkaitan dengan materi yang kami temukan sebelumnya. Hal-hal tersebut seperti tanda dan gejala diare. Tanda dan gejala tersebut sering kita jumpai pada pasien anak yang menderita diare atau pada pasien anak yang di duga menderita diare.hal – hal tersebut seperti ; 1.
Lemah dan BAB berlebihan Pada teori dan kasus terdapat keluhan yaitu lemah dan BAB yang berlebihan,
karena pada usus penderita terdapat bakteri yang menginfeksi dinding usus penderita kemudian mengalami BAB yang berlebihan sehingga penderita menjadi lemah. 2.
Lesi, Kulit Kering, dan Bibir Pecah – pecah Pada teori dan kasus terdapat keluhan yaitu terdapat lesi di bagian anus, kulit
kering dan bibir pecah – pecah, karena pada penderita kehilangan banyak cairan
17
sehingga tubuh kekurangna cairan yang membuat kerusakan integritas jaringan kulit. 3.
Anemis dan Penurunan Berat Badan Pada teori dan kasus terdapat keluhan yaitu wajah pucat dan terjadi
penurunan BB dari 6,5 Kg menjadi 6 Kg dalam waktu 3 hari pada, karena asupan gizi penderita yang kurang ( tidak diberi minjum ASI ).
18
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1.
2.
Identitas Pasien Nama Anak
: Arya
Umur
: 4 bulan
Jenis kelamin
: laki-laki
Alamat
: Kulim Jalan Harapan Raya
Tanggal Masuk
: 23 oktober 2012
Diagnosa medis
: gastroenteritis
Nama Ayah
: Tn. Endang S.
Umur
: 35 tahun
Pekerjaan
: wiraswasta
Pendidikan
: SMA
Suku bangsa
: sunda
Alamat
: Kulim Jalan Harapan Raya
Nama Ibu
: Ny. Novi
Umur
: 31 tahun
Pekerjaan
: wiraswasta
Pendidikan
: SMA
Suku bangsa
: sunda
Alamat
: Kulim Jalan Harapan Raya
Keluhan Utama Alasan masuk dengan keluhan BAB berlendir sudah 4 hari yang lalu. BAB
yang sedikit tapi sering sekitar 7-8 kali perhari. Pasien masuk via IGD Rujukan dr. Arya Bunda. 3.
Keadaan Umum Tingkat kesadaran compos mentis, panjang badan 65 cm, BB 6 kg, LILA 35
cm, lingkar kepala 6 cm, TTV: Suhu: 38,50 C, Nadi 140 x/menit, RR 46 x/menit, keluhan lain BAB berlendir dan berdarah serta encer. 19
4.
Riwayat Kesehatan Keluhan utama BAB encer dan berlendir,sehari bisa 7-8 kali. Keluhan sudah
ada 4 hari sebelum pasien masuk RS, faktor pencetus adalah alergi susu sapi. Pada riwayat kesehatan dahulu tidak ada penyakit berat dan tidak ada dioperasi, keluarga tidak ada penyakit menular atau keturunan. 5.
Riwayat Imunisasi Imunisasi belum lengkap, imunisasi yang didapat adalah BCG, DPT, Polio,
imunisasi yang belum didapat adalah Campak, waktu imunisasi adalah sebelum dirawat di RS. 6.
Psikososial Hubungan dengan anggota keluarga anak sangat dekat dengan ayah dan
ibunya. pasien tidak ada teman sebaya. karakter periang. 7.
Riwayat Tumbuh Kembang Motorik halus, motorik kasar, kognitif dan bahasa berkembang dengan baik.
8.
Jenis Kebutuhan 1) Makanan, pada kondisi sehat makan teratur, makanan air tajin, 3x/ hari. selama sakit pasien tidak diperbolehkan minum susu sapi oleh dokter, intake inadekuat, mengisap puting susu lemah, ASI diberikan tidak adekuat, ibu jarang menyusui bayinya. 2) Cairan, selama sehat pasien minum susu teratur, selama sakit masukan oral sebayak 300cc dan pemasukan parenteral sebanyak 250 cc total 550 cc. 3) Eliminasi, selama sehat frekuensi BAK 5-6 kali perhari, warna kuning bening bau khas, jumlah 350- 400 cc/ hari. selama sakit frekuensi 6-7 kali perhari, warna kuning, bau khas, tidak terpasang kateter, ada tahana waktu BAK, px tampak mengedan saat BAK. BAB selama sehat 1 x / hari, konsistensi lembek, mengikuti bentuk kolon. warna dan bau tidak terkaji. waktu sakit BAB 7-8 x / hari dengan konsistensi encer, tidak mengikuti bentuk kolon, warna kuning kemerahan, bau amis, jumlah
20
tidak terkaji, ada lendir dan darah, pasien tampak mengedan saat BAB dan meringis, tidak ada pemakaian laksatif. 4) Tidur, selama sehat pola tidur teratur, malam 9-10 jam, siang 1,5 jam, jumlah jam tidur 11,5 jam. waktu sakit, pola teratur, malam 9-10 jam, siang 11,5 jam, 5) Kebutuhan bermain, waktu sehat, jenis permainan tepuk tangan frekuensi sering jika pasien tidak bisa tidur, 16 menit tiap bermain, teman bermain ibu pasien. waktu sakit permainan sama. 9.
Pemeriksaan Fisik (head to toe) 1) kepala : lingkar kepala 6 cm, distribusi rambut hanya dibagian atas saja tekstur rambut halus, warna hitam, tidak ada lesi, wajah agak pucat. 2) Mata : mata simetris, mata cekung, palpebra tidak ada pembengkakan, konjungtiva agak pucat, sclera tidak ikterik, ukuran pupil 2 cm, reaksi pupil +/+ kiri dan kanan.. 3) Hidung : hidung simetris, warna sama dengan kulit sekitar, bersih, septumdan konka hidung tidak ada kelainan, tidak ada sekret dan polip. 4) Telinga: posisi sejajar kiri dan kanan, tidak ada secret, membrane timpani tidak ada peradangan, ketajaman penuh. Tidak ada nyeri aurikel dan mastoid. 5) Mulut : simetris, bersih, bibir normal, gigi belum lengkap, tonsil normal. 6) Thorak / dada paru : bentuk normal chest, simetris, pernafasan dada, gerakan paru simetris, ekspansi dada simetris, taktil fremitus teraba, sura paru sonor, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan. 7) Jantung: iktus kordis tidak terlihat, precordial fraction rub tidak terlihat, iktus kordis teraba, batas jantung jelas dan tidak ada pembesaran, suara organ jantung pekak, bunyi jantung S1 dan S2 terdengar, intensitas S1>S2 dan bunyi reguler.Tidak ada bunyi jantung tambahan. 8) Abdomen dan anus : abdomen bentuk soepel, simetris, warna sama dengan kulit sekitar, tidak ada lesi dan asites. Bising usus 38 x / menit, bunyi bruit tidak terdengar. Suara abdomen tympani, tidak terdapat massa dan pembesaran, titik mc burney tidak ada nyeri, tanda peritonitis
21
tidak ada. Palpasi dalam pada hepar dan limpa tidak terdapat pembesaran dan nyeri. Warna anus merah muda / kemerah-merahan. terdapat lesi, tidak ada fistula dan hemoroid. 9) Genitalia : simetris, tidak terpasang kateter dan tidak ada kelainan. 10) Ektremitas dan punggung : punggung tidak ada lesi, tidak ada nyeri dan kelainan tulang belakang. Ekstremitas simetris, tidak ada edema dan deformitas tulang. Palpasi tulang dan sendi normal. Kekuatan otot 5. Tidak ada keterbatasan gerak. 11) Kulit: kulit lembab, turgor elastisitas, tekstur elastic, tidak ada kemerah merah. 10. Pemeriksaan Neurologis Reflek fisiologis : babynski +, rooting +, soaking lemah, bayi malas mengisap putting susu ibunya, reflek meningeal: kejang + tiap sebentar,sekitar 5 detik. 11. Hasil Pemeriksaan Diagnostic 1) Pemeriksaan Hb = 9,8 gr% ( 24 Juli 2022) 2) Pemeriksaan Hb = 10,2 gr% ( 25 Juli 2022) 3) Pemeriksaan Hb = 10,7 gr% ( 26 Juli 2022) 12. Terapi Yang Diberikan 1) Tanggal 24 Juli 2022 Luminal 2 x 15 mg Oralit 50 mg tiap mencret Diet ML 700 kkal IVFD Kaen IIIB 28 tts / i 2) Tanggal 25 Juli 2022) Luminal 2 x 15 mg Oralit 50 mg tiap mencret Diet ML 700 kkal IVFD Kaen IIIB 28 tts / i 3) Tanggal 26 Juli 2022
22
Luminal 2 x 15 mg Oralit 50 mg tiap mencret Diet ML 700 kkal IVFD Kaen IIIB 28 tts / i 13. Analisa Data No.
Data Fokus
Penyebab
Masalah
1.
DO:
Kehilangan
Defisit volume
Pasien lemah
cairan aktif
cairan
ND : 140 x/menit
T : 38,50C
BAB 7-8 kali
Mata klien cekung
Turgor kulit kembali > 2 detik
Bising usus : 38x/menit
DO :
Eksresi atau
Resiko
Terdapat lesi dibagian anus
BAB sering
kerusakan
Kulit klien kering
Bibir pasien pecah-pecah
Stomatitis
DS:
Keluarga mengatakan pasien sering haus
Keluarga mengatakan pasien sering rewel
2.
integritas kulit
DS : Keluarga mengatakan anak lebih sering rewel Keluarga mengatakan adanya iritasi pada daerah anus 3.
DO :
Penurunan 23
Ketidakseimba
Wajah pasien pucat
intake
ngan nutrisi
Penurunan BB 6,5 kg menjadi 6 kg
makanan
kurang dari kebutuhan
dalam 3 hari
tubuh
Klien muntah
DS :
Keluarga mengakatakan klien tidak diberi minum ASI
B. Diagnosa Keperawatan 1.
Defisit volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
2.
Resiko kekurangan integritas jaringan kulit b.d eksresi atau BAB sering
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake makanan.
C. Intervensi/Rencana Asuhan Keperawatan No
Diagnosa keperawatan
1
Defisit
Dalam
volume
volume cairan dapat teratasi
cairan
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) 2x24
jam
deficit
b.d dengan KH :
kehilangan
cairan aktif
Mempertahankan
urine
output sesuai dengan usia
berikan cairan lewat ukur balance cairan
Nadi dan suhu dalam batas normal
kaji BAB
Tidak ada tanda – tanda dehidrasi
ukur bising usus
Dalam
kekurangan
kekurangan integritas dapat
2x24
jam
resiko
integritas b.d teratasi dengan KH : atau
kaji keadaan umum
infus
Resiko
eksresi
ukur TTV ps
dan BB
2
Intervensi (NIC)
Tidak ada luka/lesi pada
24
timbang popok
anjurkan
pasien
menggu
nakan
pakaian
yang
BAB sering
kulit
longgar
Perfusi jaringan baik
Integritas kulit yang baik
tempat tidur
bias dipertahankan
hindari kerutan pada jaga kebersihan kulit pasien
agar
tetap
bersih dan kering
monitor kulit akan adanya kemerahan
oleskan lotion atau minyak/baby pada
oil
daerah
yang
tertekan 3
Ketidakseimb Dalam
2x24
angan nutrisi ketidakseimbangan kurang
nutrisi
tubuh
dapat teratasi dengan KH : b.d
penurunan
makanan.
kaji
apakah
ada
alergi makanan
dari kurang dari kebutuhan tubuh
kebutuhan
intake
jam
kolaborasi ahli
dengan
gizi
untuk
Adanya peningkatan BB
menentukan jumlah
sesuai dengan tujuan
kalori
BB ideal sesuai tinggi
yang
badan
pasien
Tidak
ada
tanda-tanda
dan
nutrisi
dibutuhkan
anjurkan
kepada
malnutrisi
pasien
untuk
Tidak terjadi penurunan
meningkatkan
berat badan yang berarti
protein dan vitamin C
monitor nutrisi kandungan
jumlah dan kalori
pasien
25
monitor BB pasien
monitor
kegiatan
atau aktivitas pasien
monitor turgor kulit
monitoring
adanya
muntah dan mual
catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papilla
lidah dan cavitas oral D. Implementasi dan Evaluasi Tgl/hari
Jam
04
09.00
No. Dx I
Juli
09.10
2022
10.00
Jum’at
12.00
S
Mengkaji keadaan umum
mengatakan anak sudah
pasien
tidak terlalu rewel
Memberikan cairan lewat
O : RR = 25 x/menit
infus
ND = 120x / menit Bising usus = 29x/menit
Mengukur balance cairan
12.45
Mengkaji BAB
Menimbang popok
Mengukur bising usus
Menganjurkan
09.00
II
menggu 09.10
Jum’at
Mengukur TTV
Juli 2022
Evaluasi
12.30 13.00
04
Implementasi
19.15
nakan
12.00
yang longgar
mulai mengering
Menghindari kerutan pada
O
tempat tidur
lembab , mukosa bibir
:
keadaan
Menjaga kebersihan kulit tidak kering
Memonitor
kulit
akan
adanya kemerahan
klien
pakaian iritasi pada anus sudah
kering
keluarga
pasien S : keluarga mengatakan
pasien agar tetap bersih dan 10.00
:
Mengoleskan lotion atau minyak/baby
26
oil
pada
kulit
daerah yang tertekan 04
10.00
III
Juli 2022
12.00
Mengkaji apakah ada alergi
S
makanan
mengatakan klien sudah
Berkolaborasi dengan ahli
mau
gizi Jum’at
untuk
yang dibutuhkan pasien
Wajah klien tidak pucat
12.15
Memonitor jumlah nutrisi
kepada lagi pasien untuk meningkatkan Klien tidak ada mual lagi protein dan vitamin C dan
13.40 14.00
kandungan
kalori
pasien
Memonitoring BB pasien
Memonitoring
kegiatan
atau aktivitas pasien
Memonitoring turgor kulit
Memonitoring
adanya
muntah dan mual
Mencatat adanya edema, hiperemik,
hipertonik
papilla lidah dan cavitas oral
E. Dokumentasi 1.
susu
O : BB = 6,1 kg
Menganjurkan
13.00
minum
klien
jumlah kalori dan nutrisi
12.45
keluarga
menentukan formula
12.10
12.30
:
Catat hasil pemeriksaan gangguan eliminasi
27
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Diare akut adalah buang air besar lembek atau bahkan dapat berupa air saja, dengan atau tanpa darah dan lendir, dengan frekuensi tiga kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam, dan berlangsung kurang dari 14 hari. Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu : faktor infeksi, faktor Malabsopsi, faktor makanan dan juga faktor psikologis. Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah: Gangguan Osmotik, Gangguan sekresi dan Gangguan motilitas usus. Gejala klinis yang terjadi, mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan/ atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus. B. Saran Dengan banyaknya kasus diare pada anak, yang diakibatkan oleh factorfaktor tertentu, terutama yang berhubungan dengan lingkungan. Maka perlu menjadi perhatian bersama dalam upaya menghindarkan dan mencegah terhadap penyebab terjadinya diare pada anak serta penangan yang efektif dan efisien dalam menangani kasus klien dengan diare. Disamping itu, perawat sebagai salah satu profesi kesehatan yang mempunyai peran penting dalam pelayanan kesehatan yang profesional, terutama dalam perawatan pada anak penderita diare. Maka, bagi mahasiswa keperawatan harus mampu menguasai asuhan keperawatan pada pasien anak penderita diare.
28
DAFTAR PUSTAKA H. Markum, 1991, Buku Ajar Kesehatan Anak, jilid I, Penerbit FKUI Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif , 2012, Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Nanda NIC – NOC 2012, Media hardy, Yogyakarta Ngastiyah, 997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta Price & Wilson 1995, Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4, EGC, Jakarta Suharyono, 1986, Diare Akut, lembaga Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta Whaley & Wong, 1995, Nursing Care of Infants and Children, fifth edition, Clarinda company, USA.
29