Kel 2. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PAPER MANAJEMEN PEMBIAYAAN BANK SYARIAH Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Manajemen Pembiayaan Bank Syariah Dosen Pengampu: Gustika Nurmalia, M. Ek.



Disusun oleh : KELOMPOK 2 Delvianna Iramaya Safitri



1951020047



Faiqoh Al Zahra



1951020078



Juni Hanggara



1951020344



Ristina Dewi



1951020428



Marwansyah



1951020363 KELAS D



PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG



MANAJEMEN PEMBIAYAAN BANK SYARIAH ABSTRAK Dua fungsi utama perbankan adalah penghimpunan dana dan penyaluran dana. Penyaluran dana pada bank konvensional dengan yang terdapat pada syariah bank memiliki perbedaan yang esensial, baik dari segi nama, kontrak, dan transaksi. Dalam perbankan konvensional, penyaluran dana ini dikenal sebagai kredit sedangkan di perbankan syariah disebut sebagai pembiayaan. Berbeda dengan definisi kredit yang mewajibkan debitur untuk melunasi pinjamannya dengan memberikan bunga kepada bank pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pelunasan pinjaman dengan bagi hasil adalah berdasarkan kesepakatan antara bank dan debitur. Misalnya, pembiayaan dengan prinsip jual beli yang dimaksudkan untuk membeli barang, sedangkan mereka yang menggunakan prinsip sewa dimaksudkan untuk memperoleh jasa. Asas bagi hasil digunakan untuk usaha-usaha koperasi yang bertujuan memperoleh barang dan layanan sekaligus. Pembiayaan merupakan kegiatan yang sangat penting karena dengan pembiayaan, maka akan diperoleh sumber pendapatan utama dan menjadi penunjang kasus kelangsungan usaha bank. Sebaliknya, manajemen bank yang tidak baik akan menimbulkan masalah dan terhentinya usaha bank. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan pembiayaan syariah yang baik agar penyaluran atau pembiayaan kepada nasabah dapat efektif dan efisien sesuai dengan tujuan perusahaan dan syariah Islam itu sendiri. Dalam tulisan ini, penulis mencoba untuk menjelaskan bagaimana konsep pengelolaan pembiayaan syariah itu sendiri sehingga diharapkan, baik penulis, rekan kerja, mahasiswa, maupun masyarakat dapat lebih memahami manajemen keuangan Islam. Kata kunci: : Manajemen, Pembiayaan, Kredit, Bank syariah,



i



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dua fungsi utama perbankan adalah penggalangan dana dan penyaluran dana. Distribusi dana di bank konvensional dengan yang ada di bank syariah memiliki perbedaan penting, baik dari segi nama, kontrak, dan transaksi. Dalam perbankan konvensional, penyaluran dana ini dikenal sebagai kredit sedangkan dalam perbankan syariah disebut sebagai pembiayaan. Berbeda dengan definisi kredit yang mengharuskan debitur untuk membayar kembali pinjaman dengan memberikan bunga kepada bank, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pembayaran pinjaman dengan pembagian keuntungan didasarkan pada perjanjian antara bank dan debitur. Misalnya, pembiayaan dengan prinsip jual beli yang dimaksudkan untuk membeli barang, sedangkan mereka yang menggunakan prinsip sewa dimaksudkan untuk mendapatkan layanan. Prinsip bagi hasil digunakan untuk upaya koperasi yang bertujuan mendapatkan barang dan jasa sekaligus. Pembiayaan adalah kegiatan yang sangat penting karena dengan pembiayaan, maka akan diperoleh sumber pendapatan utama dan menjadi kasus pendukung kelangsungan bisnis bank. Sebaliknya, pengelolaan bank yang tidak baik akan menimbulkan masalah dan penghentian bisnis bank. Oleh karena itu, perlu memiliki manajemen pembiayaan syariah yang baik sehingga distribusi atau pembiayaan kepada pelanggan dapat efektif dan efisien sesuai dengan tujuan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Apa definisi dari manajemen pembiayaan bank syariah? 2. Bagaimana teori kredit dengan pembiayaan? 3. Apa saja jenis-jenis dari pembiayaan? 4. Apa saja fungsi dari pembiayaan? C. Tujuan masalah Adapun tujuan yang ingin dicapai dari rumusan masalah ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk memahami pengertian dari manajemen pembiayaan bank syariah 2. Untuk memahami teori kredit dengan pembiayaan 3. Untuk mengetahui jenis-jenis dari pembiayaan 4. Untuk mengetahui fungsi dari pembiayaan



1



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Manajemen Pembiayaan Bank Syariah Secara etimologi manajemen berasal dari Bahasa Latin, yaitu dari kata manus yang berarti tangan dan agere yang berarti melakukan. Kedua kata ini digabungkan menjadi kata kerja managere yang artinya menangani. Managere diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage dengan kata benda management. Manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Diterjemahkan pula ke dalam bahasa Perancis menagement yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Management kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengolahan.1 Pembiayaan diartikan sebagai suatu kegiatan pemberian fasilitas keuangan (finansial) yang diberikan satu pihak kepada pihak lain untuk mendukung kelancaran usaha maupun untuk investasi yang telah direncanakan. Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Menurut penulis, pembiayaan adalah suatu produk yang diberikan atau ditawarkan oleh bank kepada nasabah atau masyarakat yang membutuhkan guna menunjang kegiatan perekonomian atau kebutuhan mereka. Berdasarkan UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank syariah didefenisikan sebagai bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Jadi, manajemen pembiayaan bank syariah adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya yang dilakukan oleh bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah dalam hal pemberian fasilitas keuangan/finasial kepada pihak lain untuk mendukung kelancaran usaha maupun untuk investasi yang telah direncanakan. Di samping itu, dalam pelaksanaan pembiayaan, bank syariah memenuhi aspek shar’i dan aspek ekonomi. Yang dimaksud dengan aspek shar’i adalah setiap realisasi pembiayaan kepada nasabah, bank syariah harus tetap berpedoman kepada syariat Islam (antara lain tidak mengandung unsur maysir, gharar, dan riba serta bidang usahanya harus halal. Adupun yang dimaksud dengan aspek ekonomi adalah mempertimbangkan perolehan keuntungan baik bagi bank syariah maupun bagi nasabah.



1



Achmad Lubabul Chadziq, “Manajemen Pembiayaan Bank Syariah” Jurnal Ekonomi Syariah



Vol. 2 No. 2, 2017, Hal 209



2



B. Teori Perbedaan Kredit Dengan Pembiayaan Fungsi utama bank adalah untuk memberikan jasa kepada masyarakat, baik berupa penyimpanan dana maupun penyaluran dana kepada masyarakat. Terdapat perbedaan antara sistem pemberian kredit bank konvensional dan pembiayaan bank syariah. Perbedaan tersebut antara lain terletak pada akad atau perjanjian, pembagian keuntungan, dan besarnya prosentase dana yang harus dikembalikan oleh debiturnya. Pada Bank syariah tidak menggunakan istilah pinjaman atau kredit yang identik dengan bunga dalam aktifitas usahanya, melainkan menggunakan istilah pembiayaan. Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah (Muhammad, 2005). Baik bank konvensional maupun bank syariah mempunyai peraturan masingmasing untuk menetapkan dan mengatur pemberian kredit dan pembiayaan maupun jasa perbankan lainnya. Akan tetapi peraturan yang ditetapkan harus berpedoman pada peraturan perbankan yang berlaku secara umum. Sistem pemberian kredit pada bank konvensional lebih menekankan pada perolehan bunga yang ditetapkan pada para debitur. Besarnya jumlah peng-embalian pinjaman yang harus dibayarkan oleh para debitur adalah sebesar jumlah pinjaman kredit yang diterima beserta jumlah bunga kredit yang ditetapkan pihak bank. Sehingga dengan adanya bunga tersebut dapat dimasukkan dalam pendapatan dan keuntungan bank. Jika dipandang dari segi syariah, maka apa yang diterapkan pada bank konvensional tersebut adalah termasuk perbuatan riba. Sementara itu, sistem pembiayaan yang diterapkan pada bank syariah memiliki beberapa perbedaan dengan sistem pemberian kredit yang diterapkan pada bank konvensional. Ketika terdapat debitur yang meminjam dana kepada bank syariah, maka antara pihak bank maupun pihak debitur akan melakukan perjanjian diawal pembiayaan yang dianggap sebagai pengikatan kontrak antara pihak bank dengan calon nasabah atau calon debitur. Perjanjian tersebut meliputi perhitungan bagi hasil yang akan ditanggung bersama oleh kedua pihak tersebut. Berdasarkan hasil keputusan MUI (Majelis Ulama Indonesia), bagi hasil tersebut bukan merupakan aktivitas riba dan tidak haram.2 Ada beberapa perbedaan antara pembiayaan lembaga keuangan syariah dengan kredit lembaga keuangan konvensional, diantaranya adalah: 1. Dari Segi Akad dan Legalitas. Fikih muamalat Islam membedakan antara wa’ad dengan akad. Wa’ad hanya mengikat satu pihak. Bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi 2



Nidaa Nazaahah Kusumawati, “Analisis Pembiayaan dan Kredit Sektor Konstruksi di



Indoonesia: Studi Perbankan Syariah dan Konvensional” Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan Vol 6 No. 1, 2017, Hal 24



3



janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral. Akad merupakan suatu kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat (Mas’adi, 2002). Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad (Suryadi, 2018 dan Indriani et all, 2018). Lembaga keuangan Islam atau syari’ah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Sering kali nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum postif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggung jawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam lembaga keuangan Islam, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal berikut: 1) Rukun, sebagai berikut: a) Penjual b) Pembeli c) Barang d) Harga e) Akad/ijab-qabul 2) Syarat, sebagai berikut: a) Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah b) Harga barang dan jasa harus jelas c) Tempat penyerahan harus jelas karena akan terdampak pada biaya transportasi d) Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal (Multimules, 2016). 2. Dari Segi Bisnis dan Usaha yang Dibiayai. Landasan hukum PBI No. 6/24/PBI/2004 Bab V pasal 36 bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam melakukan kegiatan usaha yang meliputi penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi antara lain giro berdasarkan prinsip waidah, tabungan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah, dan deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah. Landasan syariah QS annisa 4:29 “ Hai orang yang beriman janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan batil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu”. QS al Maidah 5-1 “Hai orang beriman! Penuhilah akadakad itu”. Lembaga keuangan syariah tidak akan membiayai bisnis dan usaha yang bertentangan dengan syariah. Usaha yang dibiayai adalah usaha yang halal. Lembaga keuangan syariah tidak membiayai bisnis dan usaha yang mengandung Maghrib (Maysir, Gharar, Riba). Secara Umum, perbankan syariah membiayai: 1) Obyek pembiayaan harus halal tak boleh mengandung Unsur Haram 2) Proyek tak boleh menimbulkan kemudharatan pada masyarakat 4



3) Proyek tak boleh berkaitan dengan mesum/asusila 4) Proyek tak boleh berkaitan dengan perjudian 5) Usaha tak boleh berkaitan dengan industri senjata illegal, berkaitan dengan pembunuh masal 6) Proyek tak boleh merugikan syiar Islam baik langsung maupun tak langsung (Indriani et all, 2018). 3. Struktur Organisasi dan Lembaga Penyelesaian Sengketa. Struktur organisasi lembaga keuangan syariah, yaitu: 1) Terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berperan mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan syariah 2) Terdapat Dewan Syariah Nasional (DSN) : Dewan Syariah yang bersifat nasional yang membawahi seluruh lembaga keuangan syariah dan mengawasi kinerja DPS. Sedangkan struktur organisasi lembaga keuangan konvensional, yaitu: a. Tidak ada, hanya ada Komisaris dan Direksi b. Tidak ada, hanya Bank Indonesia (BI) sebagai pengawas utamanya. Lembaga Penyelesaian Sengketa, dalam lembaga keuangan syariah, yaitu: 1) Jika terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum syariah 2) Lembaga yang mengatur hukum materi dan prinsip syariah di Indonesia disebut BAMUI (Badan Arbitrase Muamalah Indonesia) yang didirikan secara bersama oleh Kejagung RI dan MUI.3



C. Jenis-jenis Pembiayaan Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibedakan menjadi dua Yaitu; 1) Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yakni untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Pembiayaan produktif ini dibedakan lagi menjadi dua yaitu pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi. 2) Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Zulkifli, perbedaan perlakuan antara pembiayaan konsumtif dan dan produktif terletak pada metode pendekatannya. Pada pembiayaan konsumtif, fokus analisa dilakukan pada kemampuan finansial pribadi dalam 3



Nurhadi, “Pembiayaan dan Kredit di Lembaga Keuangan” Jurnal Tabarru’ : Islamic



Banking and Finance Vol. 1 No. 2, 2018, Hal 18



5



mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya seperti gaji. Sedangkan pada pembiayaan produktif, fokus analisa diarahkan pada kemampuan finansial usaha untuk melunasi pembiayaan yang telah diterimanya. Sehingga dari sisi prosesnya, analisa pembiayaan produktif jauh lebih rumit daripada pembiayaan konsumtif.4 Jenis-jenis pembiayaan pada dasarnya dapat dikelompokkan menurut beberapa aspek, di antaranya: a. Pembiayaan menurut tujuan. Pembiayaan menurut tujuan dalam bank syari’ah dibedakan menjadi: 1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha. 2. Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk melakukan investasi atau pengadaan barang konsumtif. b. Pembiayaan menurut jangka waktu. Pembiayaan menurut jangka waktu dibedakan menjadi: 1. Pembiayaan jangka waktu pendek, yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 bulan sampai dengan 1 tahun. 2. Pembiayaan jangka waktu menengah, yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 tahun sampai dengan 5 tahun. 3. Pembiayaan jangka waktu panjang, yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan watu lebih dari 5 tahun.23 Selain itu, pembiyaan dalam bank syari’ah juga diwujudkan dalam bentuk pembiayaan aktiva produktif dan aktiva tidak produktif. Adapun jenis pembiayaan yang dimaksud sebagai berikut. a. Pembiayaan yang bersifat aktiva produktif, yaitu: 1) Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Jenis pembiayaan dengan prinsip bagi hasil ini meliputi: a) Pembiayaan mudharabah. Pembiayaan mudharabah merupakan akad bagi hasil ketika pemilik dana/modal atau biasa disebut sahib al-ma menyediakan modal (100%) kepada pengusaha sebagai pengelola atau biasa disebut mudarib, untuk melakukan aktivitas produktif dengan syarat bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi di antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad. Ada dua tipe pembiyaan mudharabah, yaitu: 1. Mudarabah mutlaqah, yaitu pemilik dana memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola untuk menggunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Pengelola bertanggung jawab untuk mengelola usaha sesuai dengan praktik kebiasaan usaha normal yang sehat (‘urf). 2. Mudarabah muqayyadah, yaitu pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan 4



Sri Mulyani. “Analisis Manajemen Pembiayaan pada Bank Syariah” Jurnal Perbankan



Syariah Vol. 1 No. 2, 2020



6



jangka waktu, tempat, jenis usaha, dan sebagainya. Pengelola menggunakan modal tersebut dengan tujuan yang dinyatakan secara khusus, yaitu untuk menghasilkan keuntungan. b) Pembiayaan musyarakah. Pembiayaan musyarakah adalah suatu perjanjian usaha antara dua atau beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya pada suatu proyek, di mana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta, mewakilkan atau menggugurkan haknya dalam manajemen proyek. Keuntungan dari hasil usaha bersama ini dapat dibagikan, baik menurut proporsi penyertaan modal masingmasing maupun sesuai dengan kesepakatan bersama (unproportional). Manakala merugi, kewajiban hanya terbatas sampai batas modal masingmasing. 2) Pembiayaan dengan prinsip jual beli. Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian atas barang yang dijual. 3) Pembiayaan dengan prinsip sewa. Transaksi ijarah (sewa) dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi, pada dasarnya ijarah sama dengan prinsip jual beli, tetapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ija>rah objek transaksinya adalah jasa. b. Pembiayaan yang bersifat aktiva tidak produktif. Jenis aktiva tidak produktif yang berkaitan dengan aktivitas pembiayaan adalah berbentuk pinjaman, yaitu: 1) Pinjaman qard atau talangan, yaitu penyediaan dana atau tagihan antara bank Islam dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara cicilan dalam jangka waktu tertentu. Aplikasi qard} dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu: a. Sebagai pinjaman talangan haji, di mana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatan haji. b. Sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syari’ah, di mana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan. c. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, di mana menurut perhitungan, bank akan memberatkan pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli atau bagi hasil. d. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, di mana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus akan mengembalikan dana pinjaman itu secara cicilan melalui pemotongan gajinya.5



5



Rahmat Ilyas, “Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah” Jurnal Penelitian Vol. 9 No.



1, 2015, Hal 193



7



D. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi bank syariah. Tujuan pembiayaan yang dilaksanakan perbankan syariah terkait dengan stakeholder adalah: 1. Pemilik. Dari sumber pendapatan di atas, para pemilik mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut. 2. Pegawai. Para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bank yang dikelolanya. 3. Masyarakat. a. Pemilik dana; masyarakat sebagai pemilik dana mengharapkan dari dana yang diinvestasikan akan diperoleh bagi hasil. b. Debitur yang bersangkutan; dengan penyediaan dana baginya mereka merasa terbantu guna menjalankan usahanya (sektor produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif). c. Masyarakat (umumnya konsumen); dengan pembiayaan mereka dapat memperoleh barang-barang yang dibutuhkan. 4. Pemerintah. Pemerintah terbantu dalam pembiayaan pembangunan negara, di samping itu akan diperoleh pajak. 5. Bank. Bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan diharapkan bank dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap survival dan meluaskan jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayaninya. Ada bebarapa fungsi pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah kepada masyarakat penerima di antaranya: 1. Meningkatkan daya guna uang Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Uang tersebut dalam prosentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha peningkatan produktifitas. 2. Meningkatkan daya guna barang Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat memproduksi bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat. 3. Meningkatkan peredaran uang Melalui pembiayaan, peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik kualitatif apalagi secara kuantitatif. 4. Menimbulkan kegairahan berusaha Bantuan pembiayaan yang diterima pengusaha dari bank inilah kemudian yang digunakan untuk memperbesar volume usaha dan produktifitas. 5. Stabilitas ekonomi Dalam ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilitasi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk antara lain: a. Pengendalian inflasi. b. Peningkatan ekspor. c. Rehabilitasi prasarana. d. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat.



8



e. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional. Para usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit/pendapatan. f. Sebagai alat hubungan ekonomi internasional. Bank sebagai lembaga pembiayaan tidak saja bergerak di dalam negeri tapi juga di luar negeri. Negara-negara kaya atau yang kuat ekonominya, demi persahabatan antar negara banyak memberikan bantuan kepada negara-negara yang sedang berkembang atau yang sedang membangun. Bantuan tersebut tercermin dalam bentuk bantuan kredit dengan syarat-syarat tertentu.6



6



Achmad Lubabul Chadziq, “Manajemen Pembiayaan Bank Syariah” Jurnal Ekonomi Syariah



Vol. 2 No. 2, 2017, Hal 209



9



BAB III KESIMPULAN Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dalam melakukan pembiayaan maka bank syariah memerlukan analisis pembiayaan agar bank syariah memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan oleh nasabahnya. Namun realisasi pembiayaan bukanlah tahap terakhir dari proses pembiayaan. Setelah realisasi pembiayaan, maka pejabat bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan supaya memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha di bidang peminjaman dan sasaran pencapaian yang ditetapkan sehingga tujuan daripada adanya pembiayaan bisa tercapai. Fungsi utama bank adalah untuk memberikan jasa kepada masyarakat, baik berupa penyimpanan dana maupun penyaluran dana kepada masyarakat. Terdapat perbedaan antara sistem pemberian kredit bank konvensional dan pembiayaan bank syariah. Perbedaan tersebut antara lain terletak pada akad atau perjanjian, pembagian keuntungan, dan besarnya prosentase dana yang harus dikembalikan oleh debiturnya. Ada beberapa perbedaan antara pembiayaan lembaga keuangan syariah dengan kredit lembaga keuangan konvensional, diantaranya adalah: 1. Dari segi akad legalitas 2. Dari segi bisnis dan usaha yang dibiayai 3. Struktur organisasi dan Lembaga penyelesaian sengketa Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibedakan menjadi dua Yaitu: 1. Pembiayaan produktif 2. Pembiayaan konsumtif Ada bebarapa fungsi pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah kepada masyarakat penerima di antaranya: 1. 2. 3. 4. 5.



Meningkatkan daya guna uang Meningkatkan daya guna barang Meningkatkan peredaran uang Menimbulkan kegairahan berusaha Stabilitas ekonomi.



10



DAFTAR PUSTAKA



Mulyani, Sri, (2020), Analisis Manajemen Pembiayaan pada Bank Syariah, Jurnal Perbankan Syariah, 1(2), 89-105 https://ejournal.iaiskjmalang.ac.id/index.php/nisbah/article/view/167 Lubabul Chadzic, Achmad, (2021), Manajemen Pembiayaan Bank Syariah: Sebuah Perkenalan, Jurnal Ekonomi Syariah, 2(2), 209-2018 https://jes.unisla.ac.id/index.php/jes/article/view/27 Ilyas, Rahmat, (2015), Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah, Jurnal Penelitian, 9(1), 183204 https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/jurnalPenelitian/article/view/859/805 Nurhadi, (2018), Pembiayaan dan Kredit di Lembaga Keuangan, Jurnal Tabarru’: Islamic Banking and Finance https://journal.uir.ac.id/index.php/tabarru/article/view/2804 Nazaahah Kusumawati, Nidaa (2017), Analisis Pembiayaan dan Kredit Sektor Konstruksi di Indonesia:Studi Perbankan Syariah dan Konvensional, 6(1), 21-40



https://media.neliti.com/media/publications/260685-none-df18ae62.pdf



11