Kel 4 (Surveilans Dalam Praktik Kebidanan) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH



SURVEILANS DALAM PRAKTIK KEBIDANAN



Oleh: Kelompok 4



1. Nadia Andriani 2. Nanda Kharisma 3. Nidia Agustin 4. Ninik Afriani 5. Norma Chairunnisa 6. Nur Nadila Heryuati KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES BENGKULU 2013/2014



KATA PENGANTAR



Syukur dan terima kasih penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulisan makalah ini dengan maksud sebagai bahan penilaian atas tugas – tugas yang di berikan guru bidang studi, selain itu makalah ini juga di susun pula dengan maksud dapat di jadikan sebagai penuntun dalam mempelajari dan memahami materi



pelajaran yang



berhubungan dengan “surveilans dalam praktik kebidanan”.Oleh sebab itu, makalah ini di susun sedemikian supaya mudah dipahami dan dibaca oleh siapapun yang berminat.Dengan tersusunnya makalah ini, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan limpah terima kasih kepada semua belah pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Penulispun menyadari bahwa susunan ini belum dapat mencapai hasil yang sempurna, oleh karena itu, kritikan dan saran sangat di harapkan yang bersifat membangun demi menyempurnakan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan semoga makalahini dapat membantu pembaca dalam mengupas imajinasi mengenai hal – hal yang belum diungkapkan dalam membahas mengenai “surveilans dalam praktik kebidanan.”



Bengkulu, 03 april 2014



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR………………………………………………………………..i DAFTAR ISI……………………………………………………………………….…ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……………………………………………………………..1 1.2 Tujuan Penulisan………………………………………………………..….2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Surveilans………………………………………………….…..3 2.2 Tujuan Surveilans………………………………………………...………..6 2.3 Jenis-jenis Surveilans…………………………………………………...…6 2.4 Langkah-langkah Surveilans………………………………………..…….11 2.5 Faktor Resiko Terjadinya Masalah Kebidanan……………………..…….22 2.6 Masalah-masalah Kesehatan………………………………………….…..24 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kesimpulan……………………………………………………..…………27 3.2 Saran………………………………………………………………………27 DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah Surveillance sudah dikenal oleh banyak orang, namun dalam aplikasinya banyak orang menganggap bahwa surveilans identik dengan pengumpulan data dan penyelidikan KLB, hal inilah yang menyebabkan aplikasi system surveilans di Indonesia belum berjalan optimal, padahal system ini dibuat cukup baik untuk mengatasi masalah kesehatan. Surveilans Kesehatan masyarakat semula hanya dikenal dalam bidang epidemiologi, namun dengan berkembangnya berbagai macam teori dan aplikasi diluar bidang epidemiologi, maka surveilans menjadi cabang ilmu tersendiri yang diterapkan luas dalam kesehatan masyarakat. Surveilans sendiri mencakup masalah borbiditas, mortalitas,masalah gizi, demografi, Peny. Menular, Peny. Tidak menular, Demografi,Pelayanan Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja, dan beberapa factor risiko pada individu, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.Demikian pula perkembangan Surveilens Epidemiologi dimulai dengan surveilens penyakit menular, lalu meluas ke penyakit tidak menular, misalnya cacat bawaan, kekurangan gizi dan lain-lain.Bahkan baru-baru ini, surveilens epidemiologi digunakan untuk menilai, memonitor, mengawasi dan merencanakan program-program kesehatan pada umumnya. Surveilens epidemiologi pada umumnya digunakan untuk: 1. Untuk menentukan penyakit mana yang diprioritaskan untuk diobati atau diberantas. 2. Untuk meramalkan terjadinya wabah.



3.



Untuk menilai dan memantau pelaksanaan program pemberantasan penyakit menular,



dan program-program kesehatan lainnya seperti program mengatasi kecelakaan, program kesehatan gigi, program gizi, dll. 4. Untuk mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehatan. Jadi surveilans epidemiologi bukan hanya sekedar pengumpulan data dan penyelidikan KLB saja tetapi kegunaan dari surveilans epidemiologi lebih dari itu misalnya untuk mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehatan,untuk meramalkan terjadinya wabah dan masih banyak lagi manfaat dari surveilans epidemiologi,untuk itu penulis terdorong untuk melakukan penulisan mengenai surveilans epidemiologi agar mengubah pemikiran masyarakat akan arti dan kegunaan dari surveilans epidemiologi. 1.2 Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui pengertian surveilans b. Untuk mengetahui apa tujuan dari surveilans c. Untuk mengetahui langkah-langkah surveilans d. Untuk mengetahui faktor resiko terjadinya masalah kebidanan e. Untuk mengetahui masalah-masalah kebidanan



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Surveilans



Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terusmenerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihakpihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008).Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir.



Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001).Kadang digunakan istilah surveilans epidemiologi. Baik surveilans kesehatan masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja, sebab menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi adalah untuk mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi dikenal sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core science of public health).



Surveilans memungkinkan pengambil keeputusan untuk memimpin dan mengelola dengan efektif.Surveilans kesehatan masyarakat memberikan informasi kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan dan manajer tentang masalah-masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada suatu populasi.Surveilans kesehatan masyarakat merupakan instrumen penting untuk mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan respons segera ketika penyakit mulai



menyebar.Informasi dari surveilans juga penting bagi kementerian kesehatan, kementerian keuangan, dan donor, untuk memonitor sejauh mana populasi telah terlayani dengan baik (DCP2, 2008). .



Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa.Surveilans dilakukan secara terus menerus tanpa terputus (kontinu), sedang pemantauan dilakukan intermiten atau episodik. Dengan



mengamati



kecenderungan



secara



penyakit



terus-menerus



dan



faktor



dan



yang



sistematis



maka



mempengaruhinya



perubahan-perubahan dapat



diamati



atau



diantisipasi,sehingga dapat dilakukan langkah-langkah investigasi dan pengendalian penyakit dengan tepat.



Ada beberapa definisi surveilans, diantaranya adalah : - Menurut The Centers for Disease Control, surveilans kesehatan masyarakat adalah : The ongoing systematic collection, analysis and interpretation of health data essential to t he planning, implementation, and evaluation of public health practice, closely integrated with the timely dissemination of these data to those who need to know. The final link of the surveillance chain is the application of these data to prevention and control. - Menurut Karyadi (1994), surveilans epidemiologi adalah : Pengumpulan data epidemiologi yang akan digunakan sebagai dasar dari kegiatankegiatan dalam bidang penanggulangan penyakit, yaitu : 1. Perencanaan program pemberantasan penyakit. Mengenal epidemiologi penyakit berarti meng enal masalah yang kita hadapi. Dengan demikian suatu perencanaan program dapat diharapkan a kan berhasil dengan baik.



2. Evaluasi program pemberantasan penyakit. Bila kita tahu keadaan penyakit sebelum ada progr am pemberantasannya dan kita menentukan keadaan penyakit setelah program ini, maka kita dap at mengukur dengan angkaangka keberhasilan dari program pemberantasan penyakit tersebut. 3. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/ wabah. Suatu sistem surveilans yang efektif har us peka terhadap perubahanperubahan pola penyakit di suatu daerah tertentu. Setiap kecenderungan peningkatan insidens, pe rlu secepatnya dapat diperkirakan dan setiap KLB secepatnya dapat diketahui. Dengan demikian suatu peningkatan insidens atau perluasan wilayah suatu KLB dapat dicegah”. - Menurut Nur Nasry Noor (1997), surveilans epidemiologi adalah : “Pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu, ba ik keadaan maupun penyabarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegah an dan penanggulangannya”. Berdasarkan cara pengumpulan data, sistem surveilans dapat dibagi menjadi: 1. Surveilans aktif Pada sistem surveilans ini dituntut keaktivan dari petugas surveilans dalam mengumpulkan data, baik dari masyarakat maupun ke unit-unit pelayanan kesehatan. Sistem surveilans ini memberikan data yang paling akurat serta sesuai dengan kondisi waktu saat itu. Namun kekurangannya, sistem ini memerlukan biaya lebih besar dibandingkan surveilans pasif. 2. Surveilans pasif Dasar dari sistem surveilans ini adalah pelaporan. Dimana dalam suatu sistem kesehatan ada, ada sistem pelaporan yang dibangun dari unit pelayanan kesehatan di masyarakat sampai ke pusat, ke pemegang kebijakan. Pelaporan ini meliputi pelaporan laporan rutin program serta



laporan rutin manajerial yang meliputi logistik, administrasi dan finansial program (laporan manajerial program).



2.2 Tujuan Surveilans



Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan khusus surveilans:



1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit; 2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak; Data Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Puskesmas, RS, Dokter praktik), Komunitas Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, Provinsi,Pusat Peristiwa penyakit, kesehatan populasi Intervensi Keputusan Pelaporan Informasi (Umpan Balik) 3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden) pada populasi; 4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan; 5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan; 6. Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).



2.3 Jenis Surveilans Jenis Surveilans yaitu:



1. Surveilans individu Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor individuindividu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis.Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan.Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama periode menular.



Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last, 2001).Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an dan SARS. Dikenal dua jenis karantina: (1) Karantina total; (2) Karantina parsial. Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi penyakit.



Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja.Satuan tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pospos lainnya tetap bekerja.



Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah legal, politis, etika, moral, dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas langkahlangkah pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat (Bensimon dan Upshur, 2007).



2. Surveilans penyakit Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya.Jadi



fokus



perhatian



surveilans



penyakit



adalah



penyakit,



bukan



individu.



Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung melalui program vertikal (pusat-daerah).Contoh,



program



surveilans



tuberkulosis,



program



surveilans



malaria.



Beberapa dari sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya.Banyak program surveilans penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masingmasing, dan memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.



3. Surveilans sindromik Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan pengawasan terusmenerus



terhadap



sindroma



(kumpulan



gejala)



penyakit,



bukan



masing-masing



penyakit.Surveilans sindromik mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis.Surveilans sindromik



mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit.



Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal, regional, maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati.



Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung (Mandl et al., 2004; Sloan et al., 2006).Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu, disebut surveilans sentinel.



Pelaporan sampel melalui sistem surveilans sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas (DCP2, 2008; Erme danQuade, 2010).



4. Surveilans Berbasis Laboratorium



Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan menonitor penyakit infeksi.Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-klinik (DCP2, 2008).



5. Surveilans terpadu Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus penyakitpenyakit tertentu (WHO, 2001, 2002; Sloan et al., 2006). Karakteristik pendekatan surveilans terpadu:



(1) Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common services);



(2) Menggunakan pendekatan solusi majemuk;



(3) Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural;



(4) Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan, pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (yakni, pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya);



(5) Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda (WHO, 2002).



6. Surveilans kesehatan masyarakat global.



Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara.Konsekunsinya, masalahmasalah yang dihadapi negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut.



Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara.Ancaman aneka penyakit menular merebak pada skala global, baik penyakitpenyakit lama yang muncul kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul (newemerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS.Agenda surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor baru, termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi (Calain, 2006; DCP2, 2008).



2.4 Langkah-langkah Surveilans



Langkahlangkah dalam surveilans sangat di butuhkan agar kita mendapatkan hasil yang diinginkan dan tepat penggunaannya. Terdapat beberapa langkahlangkah dalam suerveilans epidemiologi, antara lain yaitu:



1. Perencanaan surveilans Perencanaan kegiatan surveilans dimulai membuat kerangka kegiatan surveilans yaitu denga n penetapan tujuan surveilans, dilanjutkan dengan penentuan definisi kasus, perencanaan per olehan data, teknik pengumpulan data, teknik analisis dan mekanisme penyebarluasan inform asi. 2. Pengumpulan data Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk memproses data selanjutny a. Data yang dikumpulkan memuat informasi epidemiologi yang dilaksanakan secara teratur dan terusmenerus dan dikumpulkan tepat waktu. Pengumpulan data dapat bersifat pasif yang bersumber dari Rumah sakit, Puskesmas dan lainlain, maupun aktif yang diperoleh dari kegia tan survey. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi terhadap orangorang yang dianggap penderita malaria atau population at risk melalui kunjungan rumah (acti ve surveillance) atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan sarana pelayanan kesehatan ya itu dari laporan rutin poli umum setiap hari, laporan bulanan Puskesmas desa dan Puskesmas pembantu, laporan petugas surveilans di lapangan, laporan harian dari laboratorium dan lapor an dari masyarakat serta petugas kesehatan lain (pasive surveillance). Atau dengan kata lain, data dikumpulkan dari unit kesehatan sendiri dan dari unit kesehatan yang paling rendah, mis alnya laporan dari Pustu, Posyandu, Barkesra, Poskesdes. Proses pengumpulan data diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang baik. Secara umum pencatatan di Puskesmas adalah hasil kegiatan kunjungan pasien dan kegiatan luar ged ung. Sedangkan pelaporan dibuat dengan merekapitulasi data hasil pencatatan dengan mengg



unakan formulir tertentu, misalnya form W1 Kejadian Luar Biasa (KLB) , form W2 (laporan mingguan) dan lain-lain. 3. Pengolahan dan penyajian data Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan p rogram (software). 4. Analisis data Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan dipergu nakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan dan penanggul angan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuranukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit. Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan membandingkan data bulanan atau tahuntahun sebelumnya, sehingga diketahui ada peningkatan atau penurunan, dan mencari hu bungan penyebab penyakit malaria dengan faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian malaria. 5. Penyebarluasan informasi Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ketingkat atas maupun ke bawah. Dalam rangk a kerja sama lintas sektoral instansiinstansi lain yang terkait dan masyarakat juga menjadi sas aran kegiatan ini. Untuk diperlukan informasi yang informatif agar mudah dipahami terutama bagi instansi diluar bidang kesehatan. Penyebarluasan informasi yang baik harus dapat memberikan informasi yang mudah dim engerti dan dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya pengendalian se



rta evaluasi program yang dilakukan. Cara penyebarluasan informasi yang dilakukan yaitu m embuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada atasan, membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan, membuat suatu tulisan di majalah rutin, memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat di akses dengan mudah. 6. Umpan balik Kegiatan umpan balik dilakukan secara rutin biasanya setiap bulan saat menerima lapora n setelah diolah dan dianalisa melakukan umpan balik kepada unit kesehatan yang melakuka n laporan dengan tujuan agar yang mengirim laporan mengetahui bahwa laporannya telah die rima dan sekaligus mengoreksi dan memberi petunjuk tentang laporan yang diterima. Kemud ian mengadakan umpan balik laporan berikutnya akan tepat waktu dan benar pengisiannya. C ara pemberian umpan balik dapat melalui surat umpan balik, penjelasan pada saat pertemuan serta pada saat melakukan pembinaan/suvervisi. Bentuk dari umpan balik bisa berupa ringkasan dari informasi yang dimuat dalam buletin (news letter) atau surat yang berisi pertanyaanpertanyaan sehubungan dengan yang dilaporka n atau berupa kunjungan ke tempat asal laporan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Laporan perlu diperhatikan waktunya agar terbitnya selalu tepat pada waktunya, selain itu bil a mencantumkan laporan yang diterima dari eselon bawahan, sebaliknya yang dicantumkan a dalah tanggal penerimaan laporan. 7. Investigasi penyakit Setelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan maka terlebih dahulu dilak ukan investigasi/penyelidikan epidemiologi penyakit malaria. Dengan investigator membawa ceklis/format pengisian tentang masalah kesehatan yang terjadi dalam hal ini adalah penyakit malaria dan bahan untuk pengambilan sampel di laboratorium. Setelah melakukan investigas



i penyelidikan kemudian disimpulkan bahwa benarbenar telah terjadi Kejadian Luar Biasa (K LB) malaria yang perlu mengambil tindakan atau sebaliknya. 8. Tindakan penanggulangan Tindakan penanggulangan yang dilakukan melalui pengobatan segera pada penderita yan g sakit, melakukan rujukan penderita yang tergolong berat, melakukan penyuluhan mengenai penyakit malaria kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran agar tidak tertular penya kit atau menghindari penyakit tersebut, melakukan gerakan kebersihan lingkungan untuk me mutuskan rantai penularan. 9. Evaluasi data sistem surveilans Program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk dapat dilakukan evaluasi man faat kegiatan surveilans. Sistem dapat berguna apabila memenuhi salah satu dari pernyataan berikut: a. Apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan dan mengidentifikasi per ubahan dalam kejadian kasus. b. Apakah program surveilans dapat mendeteksi epidemik kejadian kasus di wilayah terse but. c. Apakah kegiatan surveilans dapat memberikan informasi tentang besarnya morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan kejadian penyakit di wilayah tersebut. d. Apakah program surveilans dapat mengidentifikasi faktorfaktor resiko yang berhubungan dengan kasus atau penyakit. e. Indikator surveilans Indikator surveilans meliputi: - Kelengkapan laporan.



- Jumlah dan kualitas kajian epidemiologi dan rekomendasi yang dapat dihasilkan. - Terdistribusinya berita epidemiologi lokal dan nasional. - Pemanfaatan informasi epidemiologi dalam manajemen program kesehatan. - Meningkatnya kajian Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) penyakit Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan persiapan internal dan persiapan eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut: Persiapan: 1. Persiapan Internal Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas kesehatan, pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan biaya pelaksanaan.



a. Petugas Surveilans Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas seyogyanya disiapkan dari tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi petugas.



Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, di setiap unit pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) KLB.



Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap adanya ancaman KLB yang dilaporkan oleh masyarakat. b. Pedoman/Petunjuk Teknis Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali buku-buku pedoman atau petunjuk teknis surveilans. c. Sarana & Prasarana Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans seperti : kendaraan bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll. d. Biaya Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk bantuan transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan pengolahan dan analisa data, serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader surveilans. 2. Persiapan Eksternal Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh masyarakat, agar mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan surveilans berbasis masyarakat. Pendekatan kepada para tokoh masyarakat diharapkan agar mereka memahami dan mendukung dalam pembentukan opini publik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan surveilans di desa siaga. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan material, seperti kesepakatan dan persetujuan masyarakat untuk kegiatan surveilans.



Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan. Jika di desa tersebut terdapat kelompok-kelompok sosial seperti karang taruna, pramuka dan LSM dapat diajak untuk menjadi kader bagi kegiatan surveilans di desa tersebut. 3. Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri Survei mawas diri (SMD) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu mengidentifikasi penyakit dan masalah kesehatan yang menjadi problem di desanya. SMD ini harus dilakukan oleh masyarakat setempat dengan bimbingan petugas kesehatan. Melalui SMD ini diharapkan masyarakat sadar akan adanya masalah kesehatan dan ancaman penyakit yang dihadapi di desanya, dan dapat membangkitkan niat dan tekad untuk mencari solusinya berdasarkan kesepakatan dan potensi yang dimiliki. Informasi tentang situasi penyakit/ancaman penyakit dan permasalah kesehatan yang diperoleh dari hasil SMD merupakan informasi untuk memilih jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang diselenggarakan di desa tersebut.



4. Pembentukan Kelompok Kerja Surveilans Tingkat Desa. Kelompok kerja surveilans desa bertugas melaksanakan pengamatan dan pemantauan setiap saat secara terus menerus terhadap situasi penyakit di masyarakat dan kemungkinan adanya ancaman KLB penyakit, untuk kemudian melaporkannya kepada petugas kesehatan di Poskesdes. Anggota Tim Surveilans Desa dapat berasal dari kader Posyandu, Juru pemantau jentik (Jumantik) desa, Karang Taruna, Pramuka, Kelompok pengajian, Kelompok peminat kesenian, dan lain-lain. Kelompok ini dapat dibentuk melalui Musyawarah Masyarakat Desa.



5. Membuat Perencanaan Kegiatan Surveilans Setelah kelompok kerja Surveilans terbentuk, maka tahap selanjutnya adalah membuat perencanaan kegiatan, meliputi : a. Rencana Pelatihan Kelompok Kerja Surveilans oleh petugas kesehatan b. Penentuan jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang dipantau. c. Lokasi pengamatan dan pemantauan d. Frekuensi Pemantauan e. Pembagian tugas/penetapan penanggung jawab lokasi pemamtauan f. Waktu pemantauan g. Rencana Sosialisasi kepada warga masyarakat h. dll. Tahap pelaksanaan: 1. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Desa a. Pelaksanaan Surveilans oleh Kelompok Kerja - Surveilans Desa. Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat desa, dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus. Pemantauan tidak hanya



sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu penyakit. Pengamatan dan pemantauan suatu penyakit di suatu desa mungkin berbeda jenisnya dengan pemantauan dan pengamatan di desa lain. Hal ini sangat tergantung dari kondisi penyakit yang sering terjadi dan menjadi ancaman di masing-masing desa. Hasil pengamatan dan pemantauan dilaporkan secara berkala sesuai kesepakatan (per minggu/ per bulan/ bahkan setiap saat) ke petugas kesehatan di Poskesdes. Informasi yang disampaikan berupa informasi : 1). Nama Penderita 2). Penyakit yang dialami/ gejala 3). Alamat tinggal 4). Umur 5). Jenis Kelamin 6). Kondisi lingkungan tempat tinggal penderita, dll. a. Terdapat kematian unggas secara mendadak dalam jumlah banyak. b. Ditemukan warga yang menderita demam panas ? 38 °C disertai dengan satu atau lebih gejala berikut : batuk, sakit tenggorokan, pilek dan sesak nafas/ nafas pendek yg sebelumnya pernah kontak dengan unggas yang mati mendadak. Apabila ditemukan faktor risiko seperti tersebut diatas, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan oleh masyarakat dan apabila ditemukan kondisi di luar dari biasanya, misalnya ditemukan jumlah kasus “penderita” meningkat atau ditemukan kondisi lingkungan sumber air yang memburuk maka diharapkan masyarakat melapor kepada petugas untuk bersama-sama mengatasi masalah tersebut.



b.Pelaksanaan



Surveilans



oleh



Petugas



Surveilans



Poskesdes



Kegiatan surveilans di tingkat desa tidak lepas dari peran aktif petugas petugas kesehatan/surveilans Poskesdes. Kegiatan surveilans yang dilakukan oleh petugas kesehatan di Poskesdes adalah : 1) Melakukan pengumpulan data penyakit dari hasil kunjungan pasien dan dari laporan warga masyarakat. 2) Membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dengan menggunakan data laporan tersebut diatas dalam bentuk data mingguan. Melalui PWS akan terlihat kecenderungan peningkatan suatu penyakit. PWS dibuat untuk jenis penyakit Potensial KLB seperti DBD, Campak, Diare, Malaria, dll serta jenis penyakit lain yang sering terjadi di masyarakat desa setempat. PWS merupakan bagian dari sistem kewaspadaan dini KLB yang dilaksanakannoleh Poskesdes. Sebaiknya laporan masyarakat tidak dimasukkan dalam data W2, karena dapat membingungkan saat analisis. Laporan masyarakat dapat dilakukan analisis terpisah. Setiap desa/kelurahan memiliki beberapa penyakit potensial KLB yang perlu diwaspadai dan dideteksi dini apabila terjadi. Sikap waspada terhadap penyakit potensial KLB ini juga diikuti dengan sikap siaga tim profesional, logistik dan tatacara penanggulangannya, termasuk sarana administrasi, transportasi dan komunikasi. Contoh PWS Penyakit Diare dari data mingguan : -



Menyampaikan laporan data penyakit secara berkala ke Puskesmas (mingguan/bulanan).



- Membuat peta penyebaran penyakit. Melalui peta ini akan diketahui lokasi penyebaran suatu penyakit yang dapat menjadi focus area intervensi. Memberikan informasi/rekomendasi secara berkala kepada kepala desa tentang situasi penyakit desa/kesehatan warga desa atau pada saat pertemuan musyawarah masyarakat desa untuk



mendapatkan solusi permasalah terhadap upaya-upaya pencegahan penyakit. - Memberikan respon cepat terhadap adanya KLB atau ancaman akan terjadinya KLB. Respon cepat berupa penyelidikan epidemiologi/investigasi bersama-sama dengan Tim Gerak Cepat Puskesmas. - Bersama masyarakat secara berkala dan terjadwal melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit. 2. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Puskesmas Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan oleh petugas surveilans puskesmas dengan serangkaian kegiatan berupa pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi data penyakit, yang dikumpulkan dari setiap desa siaga. Petugas surveilans puskesmas diharuskan: 1) Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, diantaranya melakukan Pemantauan Wilayah Setempat dengan menggunakan data W2 (laporan mingguan). Melalui PWS ini diharapkan akan terlihat bagaimana perkembangan kasus penyakit setiap saat. 2) Membuat peta daerah rawan penyakit. Melalui peta ini akan terlihat daerah-daerah yang mempunyai risiko terhadap muncul dan berkembangnya suatu penyakit. Sehingga secara tajam intervensi program diarahkan ke lokasi-lokasi berisiko. 3) Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk memecahkan kan permasalah penyakit di wilayahnya. 4) Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan respon cepat jika terdapat laporan adanya KLB/ancaman KLB penyakit di wilayahnya. 5) Melakukan pembinaan/asistensi teknis kegiatan surveilans secara berkala kepada petugas di Poskesdes.



6) Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala (mingguan/bulanan/tahunan).



2.5 Faktor Resiko Terjadinya Masalah Kebidanan 1.Faktor –faktor reproduksi



a. Usia b. Paritas c. Kehamilan yang tak diinginkan 2.Faktor-faktor komplikasi kehamilan a.



Perdarahan pada abortus spontan



b.



Kehamilan ektopik



c.



Perdarahan pada trimester III kehamilan



d.



Infeksi nifas



e.



Gestosis



f.



Distosia



g.



Abortus profokatus



3.Faktor pelayanan kesehatan a)



Kesukaran untuk mendapat pelayanan medis



b)



Asuhan medis yang kurang baik



c)



Kekurangan tenaga terlatih dan obat-obat esensial



4.Faktor sosia budaya 1.



kemiskinan dan ketidakmampuan membayar pelayanan yang baik



2.



ketidak tahuan dan kebodohan



3.



kesulitan transportasi



4.



status wanita yang rendah



5.



pantangan makanan tertentu pada wanita hamil



Untuk menangani masalah kesehatan Depkes dengan bantuan WHO,UNICEF dan UNDP sejak th1990-1991 telah melaksanakan program safe motherhood,Upaya intervensi dalam program tersebut dinamakan 4 pilar Safe motherhood adalah : 1.



Keluarga berencana



2.



Pelayanan ANC



3.



Persalinan yang aman



4.



Pelayanan kebidanan esensiall



2.6 Masalah-masalah Kebidanan Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi. Pertama: yang laten yaitu kematian ibu dan kematian bayi yang masih tinggi akibat bebagai faktor termasuk pelayanan kesehatan yang relatif kurang baik. Kedua ialah timbulnya penyakit degeneratif yaitu menopause dan kanker. Dalam globalisasi ekonomi kita diperhadapkan pada persaingan global yang semakin ketat yang menuntut kita semua untuk menyiapkan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi sebagai generasi penerus bangsa yang harus disiapkan sebaik mungkin secara terencana, terpadu dan berkesinambungan. Upaya tersebut haruslah secara konsisten dilakukan sejak dini yakni sejak janin dalam kandungan, masa bayi dan balita, masa remaja hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kesakitan dan kematian Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya,



kapan dan dimanapun dia berada. Untuk menjamin kualitas tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk melakukan segala tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik dari aspek input, proses dan output. Angka kematian Ibu (AKI) di Indonesia diperkirakan 248/100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007). Itu artinya jika diperkirakan setiap tahun ada lima juta ibu yang melahirkan maka setiap tahun pula ada sebanyak 18.000 Ibu yang meninggal dunia atau 2 orang ibu setiap satu jam. Dan tiga penyebab utama kematian ini adalah pendarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Berdasarkan data itu pula, Angka Kematian Ibu Indonesia menempati peringkat tertinggi di Asia Tenggara. Persoalan terpenting lainya adalah persoalan kelangsungan hidup anak. Dari 18 juta balita yang ada di Indonesia saat ini, paling tidak 5 juta diantaranya menderita kekurangan gizi dan 1,7 juta lainnya mengalami gizi buruk (Kompas,26/1/2007). Penyebabnya adalah faktor kemiskinan dan faktor lain adalah budaya dan ketidaktahuan. Hal ini pula yang menyebabkan tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia. Berdasarkan Human Development Report tahun 2007, AKB Indonesia bertengger pada posisi 43,5/1000 kelahiran hidup, dan itu artinya dari 5 juta bayi yang lahir, 217 ribu diantaranya meninggal dunia atau sekitar 650 anak setiap harinya. Penyebab kematian ibu adalah:  Perdarahan 42%  Eklampsi 13%  Komplikasi Aborsi 11%  Infeksi 10%  Partus lama 9%  Tidak diketahui 15% Seperti : Sosial ekonomi Pendidikan Kedudukan dan peran wanita Sosial budaya Transportasi Penyebab kematian bayi adalah:  Derajat kesehatan hamil rendah dan komplikasi obstetri  Tumbuh kembang janin dalam kandungan terhambat  Proses persalinan (aspiksia, trauma, hipotemi) Hasil survey dilaporkan bahwa Perilaku seksual remaja yang mengaku terus terang pernah hubungan seks adalah Perempuan : < 1% dan Laki-laki : 5%, dan hasil survey lainnya melaporkan siswa-siswi di 3 SMU DKI 2002 pernah hubungan seks, yang terdiri dari Laki-laki : 8,9% dan Perempuan : 7.2%. Angka remaja hamil di indonesia masih sulit untuk didapatkan karena masih ditutupi / dirahasiakan. Dalam hal ini perlu peran para bidan untuk mensosialisasikan fungsi alat reproduksi di kalangan remaja pra puberitas dan puberitas. Pengalaman seksual dan penggunaan kondom (Susenas, 2002) Umur ♀ ♂



15-19 tahun 20-24 tahun Tempat tinggal Kota Desa



34,7% 48,6%



30,9% 46,5%



44,2% 30,3%



44,1% 29,9%



Masalah yang berhubungan dengan kehamilan remaja adalah Jumlah / proporsi besar (22,9), penanganan belum komprehensif, kurangnya info yang benar dan adanya penolakan beberapa pihak sekolah terhadap pemberian pendidikan seks kepada remaja. Akibat yang paling terlihat adalah meningkatkan angka arbosi yang tidak aman serta perkawinan usia muda. Berdasarkan penjelasan pasal 15 ayat 12 UU Kes No. 23 / 1992 dinyatakan bahwa peluang untuk beraborsi tetap terbuka, tetapi hanya dilakukan dalam keadaan darurat. Pengertian Unsafe Abortion adalah pengguguran kandungan yang dilakukan dengan tindakan yang tidak steril serta tidak aman, secara medis. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari Aborsi adalah :



1.         2.    3. 4.



Peran bidan dalam menangani Unsafe Abortion adalah memberikan penyuluhan pada klien tentang efek-efek yang ditimbulkan dari tindakan unsafe abortion. Untuk bidan atau nakes perlu disadari bahwa siapa saja yang melakukan tindakan aborsi tanpa indikasi (ilegal) akan dijerat hukum denda dan hukuman kurungan serta perjanjian kepada Tuhan yang Maha Esa. Berat badan bayi < 2500 gram. Masih rendah masa gestasi dan makin kecil bayi yang dilahirkan, semakin tinggi morbilitas dan mortilitas bayi. Faktor predisposisi BBLR adalah: Faktor ibu Riwayat kelahiran prematur sebelumnya HAP Malnutrisi Hidramnion Penyakit kronis (jantung) Hipertensi Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun Jarak kehamilan < 2 tahun Faktor janin Cacat bawaan KPD Hidramnion Ekonomi yang rendah Kebiasaan  Pekerjaan yang melelahkan



 Merokok 5. Tidak diketahui Tingkat fertilitas / tingkat kesuburan yang mana sumbernya adalah PUS (Pasangan Usia Subur) merupakan salah satu masalah kebidanan komunitas yang perlu mendapatkan perhatian karena dengan tingginya tingkat fertilitas tanpa diiringi oleh tingkat pengetahuan akan sistem reproduksi akan meningkatkan AKI dan AKB. Peran bidan adalah memberikan penyuluhan pada PUS tentang sistem reproduksi dalam kehidupan suami-istri. Biasanya disebabkan oleh tingkat kepercayaan masyarakat pada dukun masih tinggi, rendahnya profesionalisme bidan dalam menolong persalinan, kurangnya pendekatan personal antara bidan dan bumi, peran bidan dalam hal ini adalah lebih meningkatkan kebersamaan dengan anggota masyarakat meningkatkan profesionalisme dalam bidang pertolongan persalinan / ilmu kebidanan PMS adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Umumnya mata rantai penularan PMS adalah PSK. Rasio penularan akan meningkat bila pemakaian kondom dan hubungan seksual dengan PSK tidak dilakukan. PMS yang banyak ditemui Gonorrhoe (60), Sifilis, Trikomoniasis, Herpes simplek, HIV / AIDS. Peran bidan adalah memberikan penyuluhan tentang resiko yang ditimbulkan akibat seks bebas yang dilakukan bukan dengan pasangan yang sah terutama dengan PSK, penyuluhan tentang penggunaan kondom dalam kondisi tertentu. Perilaku dan sosial budaya yang berpengaruh pada pelayanan kebidanan di komunitas. Masalah-masalah lain yang berhubungan dengan sosial budaya masyarakat adalah : o Kurangnya pengetahuan, salah satunya dibudang kesehatan o Adat istiadat yang dianut / berlaku di wilayah setempat o Kurangnya peran serta masyarakat o Perilaku masyarakat yang kurang terhadap kesehatan o Kebiasaan-kebiasaan / kepercayaan negatif yang berlaku negatif dan positif.



       



Sosial budaya yang ada di masyarakat memberi 2 pengaruh pada masyarakat tersebut yaitu: pengaruh negatif dan positif. Sosial budaya masyarakat yang bersifat positif antara lain : Rasa kekeluargaan dan semangat gotong royong Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan Rasa tolong menolong / perasaan senasib sepenanggungan Sosial budaya masyarakat yang bersifat negatif antara lain : Membuang sampah sembarangan sehingga timbul daerah kumuh Penyalahgunaan obat-obatan Industri-industri yang tidak memperhatikan pembuangan limbah yang baik Wanita pekerja yang tidak dapat merawat anaknya dengan baik Masalah kesehatan jiwa yang menonjol.



BAB III



PENUTUP



3.1 Kesimpulan



1.



Macam-macam surveilans dibagi menjadi 6 macam, antara lain:



2.



a.



Surveilans individu



b.



Surveilans penyakit



c.



Surveilans sindromik



d.



Surveilans berbasis laboratorium



e.



Surveilans terpadu



f.



Surveilans kesehatan masyarakat global Manfaat surveilans sebagai berikut :



Memperkirakan besarnya masalah kesehatan yang penting Sebagai gambaran perjalanan alami suatu penyakit Sebagai deteksi KLB Dokumentasi, distribusi, dan penyebaran peristiwa kesehatan Bermanfaat untuk epidemiologi dan penelitian laboratorium Untuk keperluan evaluasi pengendalian dan pencegahan Sebagai tool monitoring kegiatan karantina Dapat memperkiraan perubahan dalam praktek kesehatan, dan sebagai perencanaan 3.2



Saran Dengan adanya makalah ini, penulis berharap agar makalah ini bisa bermanfaat bagi



pembaca khususnya Mahasiswi Kebidanan, karena dalam makalah ini terdapat banyak bahan tambahan untuk belajar mata kuliah Kesehatan Masyarakat.Penulis berharap pembaca bisa memberikan penilaian lebih lanjut terhadap makalah sederhana ini.



DAFTAR PUSTAKA



Sulistyaningsih. 2011. Epidemiologi Dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta : Graha Ilmu NN, “Kegiatan dan Ruang Lingkup Surveilans Epidemiologi”. Artikel diakses pada 04 Maret 2014 dari https://www.google.com/#q=ruang+lingkup+surveilans&hl=id&source=lnms&sa=X&ei=WekU YfLC43zrQey3IGIBg&ved=0CAYQ_AUoAA&bav=on.2,or.r_cp.r_qf.&bvm=bv.47008514,d.b mk&fp=e4b5826b4b07e05e&biw=1366&bih=630



NN, “Ruang Lingkup Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan”. Artikel dia kses pada 28 Mei 2013 dari http://surveilans-sumedang.blogspot.com/2008/07/ruang-lingkuppenyelenggaraan-sistem.html Wahyuningsih, puji heni dkk ;2009, ”Dasar – dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Kebidanan”,yogyakarta, FITRAMAYA Syafrudin,dkk;2009, “ Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk Mahasiswa Kebidanan”; jakarta; TRANS INFO MEDIA Mubarak wahit iqbal; 2012; “ Ilmu Kesehatan Masyarakat ( konsep dan aplikasi dalam kebidanan ) “; jakarta; SALEMBA MEDIKA



Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi 2. Hal



386-397. Jakarta: YBPSPS