Kelompok 1 - Makalah Pedagang Kaki Lima [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar



Dampak dan Solusi Bagi Pedagang Kaki Lima di Jakarta



Dosen Pengampu: Dr. Rudi Iskandar, M.Si



Disusun Oleh : 1. Abigail Charlotte Joaqin - 1801620108 2. Fitriani Rasyidah - 1801620082 3. Nadya Nurul Izzaty - 1801620047 4. Putri Natasya Nasution - 1801620119 5. Syakira - 1801620064 6. Viola Nur Fazriyani - 1801620007



Fakultas Pendidikan Psikologi Program Studi Psikologi Universitas Negeri Jakarta



Kata Pengantar Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul " Dampak dan Solusi Bagi Pedagang Kaki Lima di Jakarta" ini tanpa adanya kendala yang berarti. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk pemenuhan tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Dalam proses pembuatan makalah ini tentu tak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh orang yang telah terlibat dalam proses pembuatan makalah ini, terutama kepada dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar, yaitu Bapak Dr. Rudi Iskandar, M. Si.. Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempura, maka dari itu kami sangat terbuka apabila ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang bermanfaat kepada seluruh pembaca.



Jakarta, 11 April 2021



Penulis



2



Daftar Isi Kata Pengantar .........................................................................................................2 Daftar Isi...................................................................................................................3 Bab I Pendahuluan ...................................................................................................4 1.1.



Latar Belakang ......................................................................................... 4



1.2.



Rumusan Masalah .................................................................................... 5



1.3.



Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5



1.4.



Manfaat Penelitian .................................................................................... 5



1.4.1.



Manfaat Teoritis ................................................................................ 5



1.4.2.



Manfaat Praktis ................................................................................. 6



Bab II Permasalahan ................................................................................................7 2.1.



Bagaimana PKL Mengganggu Tata Kota dan Sarana Prasarana ............. 7



2.2.



Penegakan Peraturan Pedagang Kaki Lima .............................................. 7



2.3.



PKL yang Memberontak Saat Ditertibkan ............................................... 8



Bab III Pembahasan .................................................................................................9 3.1. Mengatasi PKL yang Mengganggu Tata Letak Kota Serta Sarana dan Prasarana ............................................................................................................. 9 3.2.



Langkah-Langkah Penegakan Peraturan Terhadap PKL ....................... 10



3.3.



Mengatasi PKL yang Melakukan Pemberontakan Saat Ditertibkan ...... 11



Bab IV Kesimpulan dan Saran ...............................................................................13 4.1.



Kesimpulan ............................................................................................. 13



4.2.



Saran ....................................................................................................... 13



Daftar Pustaka ........................................................................................................15



3



Bab I Pendahuluan 1.1.



Latar Belakang Pedagang kaki lima atau yang lebih dikenal akrab dengan PKL merupakan



pedagang pada sektor informal yang biasanya dapat ditemui di sepanjang tepi jalan kota. PKL sendiri merupakan fenomena yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi penduduk di kota-kota besar. Pedagang kaki lima merupakan penjual-penjual kecil yang biasanya menjajakan makanan-makanan ringan (jajanan) dan juga kebutuhan-kebutuhan dasar sederhana, seperti rokok, tisu, pulpen, pensil dll. PKL tersebut sebagian besar berasal dari orang-orang yang melakukan urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota), tetapi saat sampai di kota mereka tidak memiliki keterampilan dan pendidikan yang cukup untuk memasuki sektor pekerjaan formal. Selain itu juga, sedikitnya lapangan pekerjaan pada sektor informal di luar pedagang (buruh, pekerja paruh waktu, dll) yang akhirnya membuat orang-orang tersebut terpaksa harus bekerja sebagai pedagang kaki lima untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di kota. Di satu sisi, PKL memiliki beberapa manfaat yang dapat dirasakan hampir semua masyarakat. Pertama, mereka menyediakan makanan dengan harga yang relatif murah dengan rasa dan kualitas yang tidak buruk. Mereka juga menjadi penyelamat bagi orang-orang yang membutuhkan barang atau makanan pada waktu sedang terdesak. Lalu juga tidak dapat dipungkiri, hampir semua masyarakat menggunakan jasa mereka setiap harinya, terutama pada PKL yang menjual makanan, minuman, dan jajanan. Namun di sisi lain, PKL seringkali berdampak buruk bagi kota. PKL mempergunakan sarana dan prasarana umum bagi masyarakat secara sembarangan, tak jarang pula yang sampai membuat masyarakat umum merasa tidak nyaman dan jengkel. Contohnya, para pedagang gorengan dan jajanan yang sering kali menggunakan hampir sebagian besar trotoar sebagai tempat menaruh gerobak dan bangku, sehingga membuat pejalan kaki sulit untuk lewat karena terhalang barang dagangannya dan juga para pembeli. PKL secara tidak langsung mengganggu tata 4



kota dan keindahannya, seperti menggunakan trotoar, jembatan penyeberangan, dan pintu gerbang sebagai tempat berjualan. Lalu, PKL juga sering tidak menghiraukan himbauan dan peraturan yang diberikan Pemerintah setempat dan Pemerintah Pusat. Hal ini membuat petugas sering kali menggunakan cara yang terkesan berlebihan dan kasar, padahal tindakan tersebut dilakukan karena banyaknya PKL nakal yang tidak mau patuh pada peraturan. Akhirnya, banyak dari mereka yang memberontak dan menciptakan kerusuhan saat akan ditertibkan oleh Petugas karena melanggar peraturan dan rambu-rambu lalu lintas. Ini dapat dibuktikan melalui banyak ditemukannya berita mengenai kerusuhan dan perkelahian di antara aparat dan dan PKL yang sedang ditertibkan.



1.2.



Rumusan Masalah a. Bagaimana cara mengatasi PKL yang mengganggu tata letak kota serta sarana dan prasarana? b. Apa saja langkah-langkah yang perlu diambil untuk menegakkan peraturan



terhadap PKL? c. Bagaimana cara untuk mengatasi PKL yang memberontak saat ditertibkan?



1.3.



Tujuan Penelitian a. Mengetahui solusi apa yang tepat untuk mengatasi masalah yang



berhubungan dengan PKL. b. Tercapainya ketertiban dan kenyamanan dalam lingkungan masyarakat. c. Memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Budaya Sosial Dasar.



1.4. Manfaat Penelitian Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat, di antaranya: 1.4.1. Manfaat Teoritis a. Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memberikan



informasi tentang keadaan PKL di Jakarta serta cara-cara mengatasi masalah PKL.



5



b. Penelitian diharapkan ini dapat memberikan sumbangan penelitian



pada bidang keilmuan, sehingga kiranya dapat membantu akademisi-akademisi lainnya. 1.4.2. Manfaat Praktis a. Diharapkan penelitian ini dapat membantu memberikan solusi



terhadap masalah yang berkaitan dengan PKL. b. Hasil penelitian ini dapat diinformasikan kepada para PKL serta bagi



masyarakat umum.



6



Bab II Permasalahan 2.1. Bagaimana PKL Mengganggu Tata Kota dan Sarana Prasarana Pedagang Kaki Lima dapat mengganggu fasilitas yang telah diberikan oleh pemerintah seperti trotoar yang digunakan untuk pejalan kaki. Kemudian PKL juga menghalangi jalan bagi pengendara yang lewat karena PKL menempati lahan khusus yang disediakan bagi para pengendara. Hal ini juga menyebabkan banyaknya kerumunan serta pengendara yang parkir sembarangan karena kurangnya lahan parkir, sehingga menimbulkan kemacetan. Selain itu, PKL juga sering kali tidak acuh akan kebersihan area yang mereka gunakan. Banyak PKL yang meninggalkan tempat begitu saja tanpa membereskan dan membersihkannya terlebih dahulu, sehingga meninggalkan banyak tumpukkan sampah yang tidak terurus. Keadaan ini dapat menimbulkan lingkungan yang tidak sehat dan rasa tidak nyaman bagi masyarakat, seperti bau tidak sedap, banyak lalat, tikus, dll. Jadi, perilaku PKL tersebut tentu akan merusak tatanan kota, menciptakan kesan kumuh, merusak keindahan, ketidaktertiban masyarakat, dan fasilitas yang tak sesuai fungsinya.



2.2.



Penegakan Peraturan Pedagang Kaki Lima Dalam permasalahan ini, penegakan aturan PKL belum tersusun dan



terlaksanakan dengan baik lantaran adanya kesenjangan dan krisis ekonomi di Indonesia. Penegakan peraturan PKL tidak fleksibel karena peraturan ini dibuat oleh pemerintah dari setiap daerah yang dimana tingkat ekonominya berbeda-beda. Daerah yang memiliki kesenjangan dan krisis ekonomi yang tinggi membuat pemerintah mengalami kesulitan dalam mengatasi PKL. Disisi lain, daerah yang memiliki ekonomi stabil akan menegakan peraturan sesuai dengan aturan yang telah dibuat tetapi permasalahan tingkat ini adalah nilai moral. Seperti ada beberapa Satpol PP yang melakukan tindak terlalu anarkis terhadap para PKL. Disisi lain juga beberapa petugas memiliki rasa acuh tak acuh dan iba terhadap PKL sehingga peraturan akan sulit untuk ditegakan. Selain itu, adanya para pedagang yang sulit



7



untuk memahami peraturan karena banyak yang tidak memiliki pendidikan yang cukup.



2.3.



PKL yang Memberontak Saat Ditertibkan Pedagang Kaki Lima atau yang disingkat PKL merupakan pedagang yang



melakukan kegiatan usaha dengan modal terbatas, tempat yang tidak permanen, dan biasanya berada di jalan pedestrian/trotoar yang diperuntukan untuk berjalan kaki. Banyaknya pedagang yang berjualan di jalan seiring waktu akan membuat jalan yang semula diperuntukan bagi pejalan kaki menjadi tertutup dan beralih fungsi menjadi tempat menjajakan banyak produk, tentunya kegiatan ini akan memakan sebagian besar jalan tersebut. Hal ini menyebabkan jalan umum menjadi semakin sempit dan juga kemacetan. Berdasarkan kejadian diatas, maka pemerintah mengambil langkah untuk berusaha menertibkan dan mengembalikan fungsi jalan. Namun ini bukanlah hal yang bisa dilakukan dengan mudah, seperti yang kita lihat di media pada saat penertiban acap kali terjadi kericuhan di antara petugas dan pedagang, tak jarang para pedagang melakukan unjuk rasa.



8



Bab III Pembahasan 3.1.



Mengatasi PKL yang Mengganggu Tata Letak Kota Serta Sarana dan Prasarana Sektor swasta memiliki peran yang penting dalam penataan PKL. Seperti



yang kita ketahui, selama ini PKL dianggap mengganggu keindahan dan ketertiban. Padahal, PKL mampu meningkatkan pendapatan daerah dari sektor informal. Alihalih menjadi sebuah gangguan, PKL memiliki potensi sebagai daya tarik dari suatu area dimana para PKL itu berada. Bekerja sama dengan sektor swasta memberikan harapan bahwa potensi yang dimiliki PKL dapat terfasilitasi sehingga menimbulkan daya tarik. Keterlibatan sektor swasta dalam penataan PKL juga dituliskan dalam beberapa kebijakan, misalnya seperti Perda DKI Jakarta No. 2 tahun 2002 tentang Perpasaran Modern. Perda ini menyatakan bahwa pasar swasta atau modern dengan luas efektif lebih dari 500 meter persegi harus mengalokasikan 20% lahannya untuk PKL. Salah satu contoh kemitraan sektor swasta dengan pemerintah yaitu dilakukan melalui mekanisme Corporate Social Responsibility (CSR). Kewajiban ini tercantum pada PP No 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Peran sektor swasta dapat berupa pengadaan sarana dan prasarana berdagang, lahan untuk berdagang, pemberian kredit dengan bunga yang relatif rendah hingga pembinaan. Hal ini berarti sebaiknya pemerintah mulai dari sekarang dalam melakukan penataan, tidak harus selalu bergantung pada dana-dana daerah tetapi juga harus memanfaatkan kesempatan untuk bekerja sama dengan sektor swasta. Selain itu, Distribusi Retribusi dapat diterapkan. Retribusi tempat yang ramai dan menyebabkan kemacetan lebih mahal dibanding dengan tempat yang sepi. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya disinsentif yaitu perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang dalam hal ini PKL. Arus uang ilegal dari PKL ke preman, oknum PP, polisi atau tentara seharusnya ditiadakan dan digantikan oleh tabungan pemberdayaan ekonomi PKL. Tabungan tersebut diadakan dengan tujuan agar PKL dapat memiliki lahan sendiri 9



untuk berdagang ke depannya. Formulasinya adalah setiap PKL yang berdagang di lokasi tertentu dikutip uang Rp 10.000 setiap hari. Misalnya terdapat 5000 PKL di lokasi tersebut maka setahun (asumsi 330 hari berdagang efektif) terdapat tabungan PKL sebesar Rp16,5 M. Akumulasi dari uang tersebut dapat digunakan untuk membeli aset daerah atau swasta yang strategis namun pemanfaatannya kurang. Pungutan tersebut seharusnya dilakukan oleh lembaga yang dipercaya PKL, namun tentunya harus dikuatkan oleh peraturan dari Pemda agar lebih transparan, akuntabel, dan adil.



3.2.



Langkah-Langkah Penegakan Peraturan Terhadap PKL Sosialisasi tentang program yang dijalankan harus dikomunikasikan dengan



baik dan dua arah antara petugas dan penerima program. Frekuensi sosialisasi juga harus ditambah intensitasnya sehingga pedagang bisa semakin mengerti. Untuk memudahkan penyampaiannya lebih baik menggunakan bahasa sehari-hari sehingga masyarakat lebih enak untuk mendengarkan dan memberikan tanggapan. Efektivitas informasi yang disampaikan oleh pemerintah kota pada setiap PKL perlu ditingkatkan, bukan saja informasi untung rugi dalam jangka pendek, melainkan juga kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dimasa mendatang (jangka menengah dan jangka panjang). Semakin lengkap informasi yang diperoleh para PKL mengenai untung-rugi, aman-tertib, dan sebagainya semakin mungkin para pedagang menuruti kehendak pemerintah kota untuk menempati daerahdaerah baru yang telah disediakan. Alat sosialisasi juga bisa ditambah jenisnya sehingga pedagang akan lebih tahu tujuan dan maksud program. Penambahan sarana dapat berupa pembuatan spanduk, iklan di radio, buku-buku saku dan lainnya yang informasinya dapat diketahui masyarakat luas. Kesadaran dari pedagang perlu ditingkatkan dengan cara memberikan pembinaan terhadap para PKL, karena pedagang adalah sasaran dari program tersebut. Dukungan dan partisipasi dari pedagang sangatlah berarti terhadap keberhasilan program. Hal tersebut dimaksudkan agar pedagang bersedia mensukseskan program tersebut dan akhirnya program tersebut mencapai tujuan yang diharapkan.



10



Institusi publik juga dibutuhkan untuk memberikan informasi dengan jelas mengenai keuntungan dan resiko dari setiap tindakan apabila mereka menuruti atau melakukan tindak pelanggaran. Institusi tersebut juga diharapkan dapat melakukan kontrol baik penyuluhan maupun tindakan terhadap pelanggaran secara rutin pada daerah-daerah yang tidak diperbolehkan untuk PKL berdagang. Petugas haruslah bertindak tegas terhadap pedagang. Apabila diketahui bahwa ada pedagang yang melakukan perdagangan di salah satu tempat yang dilarang dan mereka tidak memperoleh hukuman seperti yang tersurat dalam peraturan, maka akan banyak pula pedagang yang akan mencontoh perilaku tersebut. Oleh karena itu, perilaku tersebut perlu dieliminasi bahkan dihapus dengan cara menindak tegas tanpa pandang bulu. Pemerintah perlu melengkapi berbagai fasilitas yang dirasa kurang, seperti toilet. Selain itu, sarana jalan perlu ditinggikan supaya tidak terjadi banjir ketika musim hujan tiba. Dengan sudah tersedianya berbagai fasilitas pendukung di lokasi baru, kemungkinan para pedagang akan bersedia untuk menempati lokasi baru yang telah disediakan oleh pemerintah tersebut dan tidak akan kembali ke lokasi lama.



3.3.



Mengatasi PKL yang Melakukan Pemberontakan Saat Ditertibkan Program penertiban pedagang kaki lima merupakan suatu program yang



dilaksanakan oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dengan dibantu beberapa aparat terkait sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Program penertiban pedagang kaki lima dilakukan dengan memiliki mekanisme dalam penerapan maupun pelaksanaannya. Mekanisme tersebut terdiri atas perencanaan sebelum program penertiban dilaksanakan, proses pelaksanaan penertiban pedagang kaki lima dan pengawasan setelah penertiban dilaksanakan. Mekanisme pelaksanaan ini menjadi sebuah pola terstruktur dalam pelaksanaan program penertiban pedagang kaki lima. Sebelum program penertiban pedagang kaki lima dilaksanakan, terlebih dahulu mengadakan rapat yang di musyawarahkan dengan beberapa pihak terkait, termasuk juga perwakilan dari PKL. Setelah rapat tersebut dilaksanakan dan dimusyawarahkan, maka langkah pertama yang dilakukan yaitu melakukan pendataan terlebih dahulu dengan cara mengumpulkan data pedagang kaki lima di



11



lokasi asal, jumlah dagangan dan jenis dagangan. Setelah itu, mengambil tindakan dengan pencarian lokasi strategis sebagai tempat penampungan yang sekiranya cukup untuk menampung seluruh pedagang kaki lima dan lokasinya sudah mendapatkan izin dari Pemerintah. Pemerintah juga harus mendengarkan aspirasi para PKL sehingga program yang dilaksanakan tidak menjadi sia-sia. Dengan tersedianya tempat penampungan untuk para pedagang kaki lima diharapkan dapat membuat kondisi jalanan terlihat lebih tertib dan indah. Penertiban dilakukan agar munculnya kesadaran dari pedagang kaki lima akan peraturan yang melarang berdagang di tempat umum. Dengan demikian dapat mengurangi dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat maupun bagi pengguna jalan raya. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya kemacetan lalu lintas saja, melainkan dapat terjadi kejahatan dan kecelakaan lalu lintas. Pelaksanaan program penertiban pedagang kaki lima ditargetkan dapat membersihkan jalan raya dari ribuan pedagang kaki lima.



12



Bab IV Kesimpulan dan Saran 4.1.



Kesimpulan Sebagian besar PKL sering kali menggunakan fasilitas umum serta sarana



dan prasarana secara sembarangan. Tidak jarang di antaranya yang sampai menimbulkan kerugian, kerusakan fasilitas, dan lingkungan yang kumuh serta tidak sehat. Banyak dari mereka yang hanya menggunakan fasilitas tersebut tanpa bertanggung jawab setelahnya. Hal ini terjadi karena kurangnya rasa peduli dan acuh dari para PKL dalam menjaga tata kota dan keindahannya. Selanjutnya, penegakan hukum yang tidak tegas dan terkesan kurang efektif juga menjadi salah satu penyebab banyaknya PKL yang nakal. Tidak adanya hukuman yang jelas bagi pelanggarnya tentu membuat para PKL merasa tidak takut dan menjadi seenaknya saja. Yang terakhir, para PKL tersebut tidak dapat diajak bekerja sama oleh petugas saat sedang ditertibkan karena adanya rasa inferior, tertindas, dan rasa tidak salah dalam diri PKL seringkali menjadi alasan untuk para pedagang tersebut agar tidak ditertibkan oleh petugas. Hal ini membuat petugas harus bertindak lebih keras lagi kepada para PKL. Namun, perbuatan tersebut sering dianggap berlebihan dan kelewatan oleh masyarakat umum yang tidak mengetahui masalahnya. Tentunya, respon masyarakat tersebut yang membuat petugas tidak bisa bertindak secara tegas kepada para PKL



4.2.



Saran Pemerintah dapat mulai menerapkan kebijakan retribusi (pungutan uang



oleh pemerintah sebagai balas jasa) agar para PKL tidak lagi berjualan secara sembarangan. Namun, informasi kebijakan ini harus disebarkan secara merata sampai ke tempat terkecil sekalipun serta harus diadakannya sosialisasi yang jelas, mudah dimengerti, dan dapat dilakukan secara mudah oleh para PKL. Jadi, tidak ada pedagang yang tidak tahu dan merasa tidak adil karena pemerintah melakukan pemungutan secara sepihak. Selain itu, pemerintah juga dapat bekerja sama dengan



13



perusahaan swasta untuk membuat tempat dan program pemberdayaan bagi para pedagang kecil. Selanjutnya, peraturan haruslah disosialisasikan dan dilakukan dengan tegas oleh pemerintah dan petugas. Dalam penertiban peraturan tersebut, petugas tidak boleh pandang bulu dan merasa iba karena ini dilakukan untuk kepentingan segala pihak. Jika pemerintah dan petugas menjalankan peraturan dan hukum yang ada di area tersebut secara tegas dan ketat, hal ini tentu dapat mengurangi adanya penyimpangan dari PKL-PKL yang tidak mau mengikuti peraturan. Lalu, penertiban dapat dilakukan dengan mengundang beberapa perwakilan PKL yang dianggap dapat memimpin yang lain untuk berdiskusi bersama petugas mengenai cara yang dapat membuat para PKL tidak merasa tertindas dan mau mengikuti peraturan saat sedang ditertibkan. Namun, kebijakan ini tidak hanya berhenti disitu, penertiban haruslah diiringi dengan solusi yang dapat mendukung kedua



belah



pihak,



misalnya



dengan



mengadakan



program-program



pemberdayaan. Kebijakan ini tentunya akan membuat para pedagang menjadi lebih tenang saat ditertibkan.



14



Daftar Pustaka Fatimah, T. (2011). Pedagang Kaki Lima (Pkl) Sebagai Alternatif Solusi Dalam Mengatasi Kemiskinan Dan Pengangguran. Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi, 10(2), 42-53.



Sujatmiko Edi. (2019). Ratusan PKL Tanah Abang ricuh saat ditertibkan Satpol PP. Antaranews.com. diakses dari https://www.antaranews.com/berita/788494/ratusan-pkl-tanah-abang-ricuh-saatditertibkan-satpol-pp



(2016, Desember 19). Keberadaan Pkl Menimbulkan Kesan Kumuh. Diakses dari https://banyuasinkab.go.id/2016/12/keberadaan-pkl-menimbulkan-kesan-kumuh/



Admin. (2013, Juli 22). Penataan PKL: Kerjasama Pemerintah dan Sektor Swasta. Diakses dari https://rujak.org/penataan-pkl-kerjasama-pemerintah-dan-sektorswasta/



Admin. (2009, Maret 30). SOLUSI PERMASALAHAN PKL atau Street Vendors Solution. Diakses dari https://bangazul.com/solusi-permasalahan-pkl-2/



Yuliyanto, H. (2007). Studi Implementasi Pengaturan dan Pembinaan PKL Dalam Program Relokasi PKL Di Wilayah Kecamatan Semarang Timur. Doctoral dissertation, Universitas Diponegoro. Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/7652/1/D2A002034_Hendi_yulianto.pdf



Liana, Devi Tri. (2015). PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA DI Jakarta (Studi Kasus: Pedagang Kaki Lima Di Jalan Raya Ragunan, Kelurahan Pasar Minggu, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan). Thesis, Universitas Negeri Jakarta. Diakes dari https://core.ac.uk/download/pdf/223126311.pdf



15