Kelompok 13 (Askep Herpes, Dermatitis Dan Scabies [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastik, dan sensitif, bervariasi dalam keadaan iklim, umur, jenis kelamin, rass dan juga sangat bergantung pada lokasi tubuh (Djuanda, 2005). Penyakit kulit di Indonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, parasit, dan penyakit dasar alergi. Hal ini berbeda dengan negara barat yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor degeneratif. Disamping perbedaan penyebab, faktor lain seperti iklim, kebiasaan, dan lingkungan juga ikut memberikan perbedaan dalam gambar klinis penyakit kulit (Siregar, 2005). Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensititsasi terhadap scabiei var huminis dan produknya. Penyakit scabiei merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabiei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berbelok sepanjang 0.6 sampai 1.2 cm. Herpes adalah salah satu penyakit menular seksual yang paling umum. Diperkirakan bahwa satu dari setiap lima remaja akan terinfeksi oleh penyakit ini. Penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih rentan untuk tertular infeksi ini daripada pria. Penyakit ini disebabkan oleh penularan virus Herpes Simplex Virus. Dermatitis adalah penyakit kulit gatal-gatal, kering, dan kemerahan. Juga didefinisikan sebagai peradangan pada kulit, baik karena kontak langsung dengan zat kimia yang mengakibatkan iritasi, atau reaksi alergi.



1



I.2 Rumusan Masalah 1. Apa Definisi Herpes ? 2. Apa saja Klasifikasi dari Herpes? 3. Bagaimana Etiologi dari Herpes? 4. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada Herpes? 5. Apa Definisi dari Scabies? 6. Apa saja Klasifikasi dari Scabies? 7. Bagaimana Etiologi dari Scabies? 8. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada Scabies ? 9. Apa Definisi Dermatitis? 10. Apa saja klasifikasi dari Dermatitis? 11. Bagaimana Etiologi dari Dermatitis? 12. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada Dermatitis? I.3 Manfaat Penulisan 1. Mengetahui Definisi Herpes 2. Mengetahui Klasifikasi dari Herpes 3. Mengetahui Etiologi dari Herpes 4. Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada Herpes 5. Mengetahui Definisi dari Scabies 6. Mengetahui Klasifikasi dari Scabies 7. Mengetahui Etiologi dari Scabies 8. Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada Scabies 9. Mengetahui Definisi Dermatitis 10. Mengetahui klasifikasi dari Dermatitis 11. Mengetahui Etiologi dari Dermatitis 12. Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada Dermatitis



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1 HERPES



A. Definisi Umum Herpes merupakan infeksi kulit kelamin yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui kontak secara langsung baik bersentuhan maupun hubungan seks. Terkadang ditemukan juga pada mulut penderita karena yang bersangkutan melakukan oral seks dengan penderita herpes. Ada beberapa jenis herpes adalah sebagai berikut: 1. Herpes Simpleks a. Definisi Herpes simpleks adalah penyakit kulit atau selaput lendir yang disebabkan oleh virus herpes simpleks. Virus ini ditularkan melalui udara (aerogen) dan sebagian kecil melalui kontak kulit langsung (termasuk disini melalui hubungan badaniah/koitus) (Marwali H, 2000) Herpes simplek adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simples virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (handoko,2010) Herpes simplek adalah infeksi virus yang menyebabkan lesi atau lepuh pada serviks, vagina dan genitalia eksternal (smeltzer, Suzanne c, 2010) Herpes simpleks adalah suatu penyakit virus menular dengan afinitas pada kulit, selaput lendir, dan system syaraf (price, 2006). b. Etiologi 1) Virus herpes simpleks tipe I (HVS 1) penyakit kulit/selaput lendir yang di timbulkan biasanya disebut herpes simpleks saja,atau dengan nama lain herpes labialis, herpes febrialis, biasanya penderita terinfeksi virus ini pada usia kanak-kanak melalui udara sebagian kecil melalui kontak langsung. Lesi



3



umumnya dijumpai pada tubuh bagian atas termasuk mata dan rongga mulut, selain itu dapat juga dijumpai pada daerah genitalia yang penularannya lewat koitus orogenital (oral sex) HSV tipe 1, menyebabkan demam seperti pilek dengan menimbulkan luka di bibir semacam sariawan. HSV jenis ini ditularkan melalui ciuman mulut atau bertukar alat makan seperti sendok – garpu (misalnya suap-suapan dengan teman). Virus tipe 1 ini juga bisa menimbulkan luka di sekitar alat kelamin. 2) Virus herpes simpleks tipe II (HVS II “virus of love”). Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual. Tetapi dapat juga terjadi tanpa koitus misalnya dapat terjadi pada dokter/dokter gigi dan tenaga medic. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian tubuh di bawah pusat, terutama daerah gentalia, lesi ekstra-genital dapat pula terjadi akibat hubungan seksual orogenital HSV tipe 2; dapat menyebabkan luka di daerah alat vital sehingga suka disebut genital herpes, yang muncul luka-luka di seputar penis atau vagina. HSV 2 ini juga bisa menginfeksi bayi yang baru lahir jika dia dilahirkan secara normal dari ibu penderita herpes. HSV-2 ini umumnya ditularkan melalui hubungan seksual. Virus ini juga sesekali muncul di mulut. Dalam kasus yang langka, HSV dapat menimbulkan infeksi di bagian tubuh lainnya seperti di mata dan otak. (Habif.2005) c. Patofisiologi Infeksi primer: HSV masuk melalui defek kecil pada kulit atau mukosa dan bereplikasi lokal lalu menyebar melalui akson ke ganglia sensoris dan terus bereplikasi. Dengan penyebaran sentrifugal oleh saraf-saraf lainnya menginfeksi daerah yang lebih luas. Setelah infeksi primer HSV masuk dalam masa laten di ganglia sensoris (Sterry, 2006).



4



Infeksi HSV dapat menyebar ke bagian kulit mana saja, misalnya: mengenai jarijari tangan (herpetic whitlow) terutama pada dokter gigi dan perawat yang melakukan kontak kulit dengan penderita. Tenaga kesehatan yang sering terpapar dengan sekresi oral merupakan orang yang paling sering terinfeksi (Habif, 2004). Bisa juga mengenai para pegulat (herpes gladiatorum) maupun olahraga lain yang melakukan kontak tubuh (misalnya rugby) yang dapat menyebar ke seluruh anggota tim (Sterry, 2006). Menurut Habif (2004) infeksi HSV ada dua tahap: infeksi primer, virus menyerang ganglion saraf; dan tahap kedua, dengan karakteristik kambuhnya penyakit di tempat yang sama. Virus dapat menyebar melalui udara via droplets, kontak langsung dengan lesi, atau kontak dengan cairan yang mengandung virus seperti ludah. Gejala yang timbul 3 sampai 7 hari atau lebih setelah kontak yaitu: kulit yang lembek disertai nyeri, parestesia ringan, atau rasa terbakar akan timbul sebelum terjadi lesi pada daerah yang terinfeksi. Nyeri lokal, pusing, rasa gatal, dan demam adalah karakteristik gejala prodormal. Trauma kulit lokal (misalnya: paparan sinar ultraviolet, abrasi) atau perubahan sistemik (misalnya: menstruasi, kelelahan, demam) akan mengaktifasi kembali virus tersebut yang akan berjalan turun melalui saraf perifer ke tempat yang telah terinfeksi sehingga terjadi infeksi rekuren. Gejala berupa rasa gatal atau terbakar terjadi selama 2 sampai 24 jam dan dalam 12 jam lesi tersebut berubah dari kulit yang eritem menjadi papula hingga terbentuk vesikel berbentuk kubah yang kemudian akan ruptur menjadi erosi pada daerah mulut dan vagina atau erosi yang ditutupi oleh krusta pada bibir dan kulit. Krusta tersebut akan meluruh dalam waktu sekitar 8 hari lalu kulit tersebut akan reepitelisasi dan berwarna merah muda (Habif, 2004).



5



d. Manifestasi Klinik Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap: infeksi primer, fase laten dan infeksi rekuren. Pada infeksi primer herpes simpleks tipe I tempat predileksinya pada daerah mulut dan hidung pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes simpleks virus tipe II tempat predileksinya daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital.Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia. Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami ulserasi (Handoko, 2010). Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis, tetapi herpes simpleks virus dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis (Handoko, 2010). Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak aktif di ganglia dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi, hubungan seksual) lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung sekitar tujuh sampai sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat lain di sekitarnya (Handoko, 2010). Factor-faktor yang dapat menyebabkan kekambuhan ini antara lain adalah a) Keletihan fisik b) Stress psikis c) Minuman alcohol d) Makanan yang berangsang (pedas, daging kambing) e) Menstruasi f) Trauma waktu coitus



6



e. Komplikasi Menurut Hunter (2003) komplikasi herpes simpleks adalah herpes ensefalitis atau meningitis tanpa ada kelainan kulit dahulu, vesikel yang menyebar luas ke seluruh tubuh, ekzema herpeticum, jaringan parut, dan eritema multiforme. f. Pemeriksaan Diagnostik Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiakkan. Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV dengan tes Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear (Handoko, 2010). Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau kurang.Caranya dengan membuka vesikel dan korek dengan lembut pada dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada gelas obyek kemudian biarkan mongering sambil difiksasi dengan alkohol atau dipanaskan.Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue, Wright, Giemsa) selama beberapa detik, cuci dan keringkan, beri minyak emersi dan tutupi dengan gelas penutup. Jika positif terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang multinuklear dan berukuran besar berwarna biru (Frankel, 2006). Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau kultur (Sterry, 2006). Tes serologi menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) spesifik HSV tipe II dapat membedakan siapa yang telah terinfeksi dan siapa yang berpotensi besar menularkan infeksi (McPhee, 2007). g. Penatalaksanaan Medis Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap/krim yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent,



virunguent-P)



atau



preparat



asiklovir



(zovirax).Pengobatan oral preparat asiklovir dengan dosis 5x200mg per hari selama 5 hari mempersingkat kelangsungan penyakit dan memperpanjang masa rekuren.Pemberian parenteral



7



asiklovir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dengan tujuan penyakit yang lebih berat atau terjadi komplikasi pada organ dalam (Handoko, 2010). Pada terapi sistemik digunakan asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir. Jika pasien mengalami rekuren enam kali dalam setahun, pertimbangkan untuk menggunakan asiklovir 400 mg atau valasiklovir 1000 mg oral setiap hari selama satu tahun. Untuk obat oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine. Pada wanita hamil diberi vaksin HSV sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV disuntikkan asiklovir intra vena (Sterry, 2006). 2. Herpes Zoster a. Definisi Menurut Mansjoer A (2007) Herpes zoster (dampa,cacar ular) adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Menurut Sjaiful (2002), merupakan penyakit neurodermal ditandai dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar eritematoso pada daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf kranialis atau spinalis. Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat terutama terjadi pada orang tua yang khas ditandai dengan adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut syaraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensori dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus. (Marwali H, 2000).



b. Etiologi.



8



Herpes zoster disebabkan oleh Varicella Zoster Virus yang mempunyai kapsid tersusun dari 162 subunit protein dan berbentuk simetri ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Virus varisela dapat menjadi laten di badan sel saraf, sel satelit pada akar dorsalis saraf, nervus kranialis dan ganglio autonom tanpa menimbulkan gejala. Masa inkubasinya 1421 hari. Pada individu yang immunocompromise, beberapa tahun kemudian virus akan keluar dari badan saraf menuju ke akson saraf dan menimbulkan infeksi virus pada kulit yang dipersarafi. Virus dapat menyebar dari satu ganglion ke ganglion yang lain pada satu dermatom. c. Manifestasi klinis. 1. Gejala prodromal. a) Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang berlangsung selama 1 – 4 hari. b) Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatige, malaise, nusea, rash, kemerahan, sore skin ( penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan kesemutan. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus menerus atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit. c) Gejala yang mempengaruhi mata : Berupa kemerahan, sensitive terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata. Kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan dan lain – lain. 2. Timbul erupsi kulit a) Kadang terjadi limfadenopati regional. b) Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah ganglion torakalis.



9



c) Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar). d) Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul–papul dan dalam waktu 12–24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7–10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2–3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang e) Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke-4 dan kadang–kadang sampai hari ke7 f) Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami. d. Klasifikasi a. Herpes Zoster Oftalmikus Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus ke saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka. b. Herpes Zoster Fasialis Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. c. Herpes Zoster Brakialis



10



Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. d. Herpes Zoster Torakalis Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. e. Herpes Zoster Sarkalis Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. e. Patofisiologi Herpez zoster disebabkan oleh varicello zoster (VZV). VZV meninggalkan lesi dikulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan disini tidak infeksios dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti ia kehilangan daya infeksinya. Bila daya tahan tubuh penderita mengalami manurun, akan terjadi reaktivasi virus. Pada episode infeksi primer, virus dari luar masuk ke tubuh hospes (penerima virus). Selanjutnya, terjadilah penggabungan



virus



dengan



DNA



hospes,



mengadakan



multiplikasi atau replikasi sehingga menimbulkan kelainan pada kulit. Virus akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada saraf serta menjadi inflamasi yang berat dan biasanya disertai nevralgia yang hebat. VZV yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik/sehingga terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf



11



sensorik dikulit dengan gambaran erupsi yang khas untuk erupsi horpes zoster. f. Komplikasi Herpes zoster tidak menimbulkan komplikasi pada kebanyakan orang. Bila timbul komplikasi, hal-hal berikut dapat terjadi: 1. Neuralgia pasca herpes. Ini adalah komplikasi yang paling umum. Nyeri saraf (neuralgia) akibat herpes zoster ini tetap bertahan setelah lepuhan kulit menghilang. 2. Infeksii kulit. Kadang-kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri sehingga kulit sekitarnya menjadi merah meradang. Jika hal ini terjadi maka Anda mungkin perlu antibiotik. 3. Masalah mata. Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan peradangan sebagian atau seluruh bagian mata yang mengancam penglihatan. 4. Kelemahan/layuh otot. Kadang-kadang, saraf yang terkena dampak adalah saraf motorik dan saraf sensorik yang sensitif. Hal ini dapat menimbulkan kelemahan (palsy) pada otot-otot yang dikontrol oleh saraf. 5. Komplikasi lain. Misalnya, infeksi otak oleh virus variselazoster, atau penyebaran virus ke seluruh tubuh. Ini adalah komplikasi yang sangat serius tapi jarang terjadi. g. Pemeriksaan diagnostic Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps simplex : 1. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes zoster dan herpes simplex. 2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan diagnosis herpes virus 3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit 4. Pemeriksaan histopatologik 5. Pemerikasaan mikroskop electron 6. Kultur virus



12



7. Identifikasi anti gen / asam nukleat VV 8. Deteksi antibody terhadap infeksi virus h. Penatalaksanaan Herpes zoster biasanya sembuh sendiri setelah beberapa minggu. Biasanya pengobatan hanya diperlukan untuk meredakan nyeri dan mengeringkan inflamasi. 1) Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah. 2) Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit. 3) Pereda nyeri : Salah satu masalah terbesar herpes zoster adalah rasa nyeri. Nyeri ini kadang-kadang sangat keras. Parasetamol dapat digunakan untuk meredakan sakit. Jika tidak cukup membantu, silakan tanyakan kepada dokter Anda untuk meresepkan analgesik yang lebih kuat. 4) Antivirus : Penggunaan obat antivirus diberikan 72 jam setelah terbentuk ruam akan mempersingkat durasi terbentuknya ruam dan meringankan rasa sakit. Apabila gelembung telah pecah, maka penggunaan antivirus tidak efektif lagi. 5) Steroid : Steroid membantu mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan lepuhan. Namun, penggunaan steroid untuk herpes zoster masih kontroversial. Steroid juga tidak mencegah neuralgia pasca herpes. 6) Penderita dengan keluhan mata Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan hubungan dengan cabang nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi opthamologis. Dapat diobati dengan salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat diberikan.



13



3. Konsep Asuhan Keperawatan pada Herpes Simplek A. Pengkajian a) Identitas Klien Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. Jenis kelamin; dapat terjadi pada pria dan wanita. b) Keluhan Utama. Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang terkena pada fase-fase awal. c) Riwayat Penyakit Sekarang Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel perkelompok dan penderita juga mengalami demam. d) Riwayat Kesehatan Lalu Tanyakan apakah klien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. e) Riwayat Kesehatan Keluarga. Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini. f) Riwayat Psikososial Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian muka atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri.hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran, atau identitas diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah: (1) Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh. (2) Menarik diri dari kontak social. (3) Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.



14



g) Riwayat Kebiasaan Sehari-hari Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalamigangguan, terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas. Terjadi gangguan BAB dan BAK pada herpes simpleks genitalis. Penyakit ini sering diderita oleh klien yang mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi secara bersama-sama atau klien yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan seksual dengan berganti ganti pasangan. B. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan tubuh klien. pada kondisi awal/saat proses peradangan, dapat terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain. 1) Pemeriksaan



Kulit



:



ditemukan



adanya



vesikel-vesikel



berkelompok yang nyeri ,edema di sekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder. 2) Inspeksi mukosa mulut, hidung dan penglihatan klien. 3) Pemeriksaan Genitalia pria : daerah yang perlu diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. 4) Pemeriksaan Genitalia wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayor dan minor, klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas, warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe regional. 5) Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individu terhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku. 6) Secara fisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah; pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah.



15



Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala nyeri 010 untuk orang dewasa. 7) Untuk anak-anak, pilih skala yang sesuai dengan usia perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan. C. Diagnosa Keperawatan 1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigementasi kulit (Timbul bula dan kemerahan) 2) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi jaringan 3) Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan melalui kontak langsung dan tidak langsung 4) Gangguan citra tubuh/gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat penyakit herpes simpleks. 5) Hipertermia berhubungan dengan penyakit (infeksi herpes simpleks ) 6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (gatal dan nyeri pada lesi herpes simpleks) 7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan D. Intervensi NO



Diagnosa



1



Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigementasi kulit (Timbul bula dan kemerahan)



Tujuan dan Kriteria Hasil - Tissue integrity : skin and mucous membranes - hemodialysis akses Kriteria hasil : a) intergritas kulit baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi)



Intervansi



Rasional



Pressure Management a. Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar.



a. Tekanan baju/balutan meminimalkan jaringan parut dengan mempertahankannya datar, lembut dan lunak b. Hindari kerutan b. Menghindari pada tempat tidur. tekanan lama pada jaringan, menurunkan potensial iskemia jaringan/nekrosis 16



b) tidak ada luka atau lesi pada kulit c) perfusi jaringan baik d) menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadi cedera berulang e) mampu melindungi dan mempertahankan kelembaban kulit



2.



Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi jaringan



- pain level - pain control - comfort level Kriteria hasil : a) mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk



c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.



dan pembentukan decubitus c. Kulit yang kotor bisa jadi media bakteri untuk masuk



d. Mobilisasi pasien



d. Mencegah secara progresif mengencangkan jaringan parut dan kontraktur dan pemeliharaan fungsi otot/sendi dan mencegah menurunkan kehilangan kalsium dari tulang



e. Monitor kulit adanya kemerahan.



e. Mencegah adanya proses inflamasi.



f. Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat



f. Jika tidak dibersihkan, kulit bisa jadi media sehingga bakteri bisa masuk. Disarankan menggunakan sabun antiseptic.



Pain Management a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi)



a. Nyeri selalu ada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan / kerusakan dan perubahan lokasi/karakter atau intensitas nyeri dapat mengindikasikan



17



mengurangi nyeri, mencari bantuan) b) melaporkan bahwa nyeri berkurangan dengan menggunakan manajement nyeri berkurang dengan menggunakan manajement nyeri c) mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) d) menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang



terjadinya komplikasi. b. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan



b. Menetapkan dasar untuk mengkaji perbaikan/perubaha n.



c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien



c. Dapat menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan klien, menurunkan stimulasi yang berlebihan dapat mengurangi nyeri.



d. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri, seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan



d. Beberapa orang mungkin sensitive terhadap cahaya yang dapat meningkatkan nyeri



e. Ajarkan tentang teknik pernafasan/ relaksasi



e. Memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa control yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologis



f. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.



f. Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsangan system saraf simpatis



18



3.



Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan melalui kontak langsung dan tidak langsung



- immune status - knowledge infection control - risk control Kriteria hasil : a) klien bebas dari tanda dan gejala infeksi b) mendeskripsika n proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta pelaksanaanya c) menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi d) jumlah leukosit dalam batas normal



g. Evaluasi keefektifan control nyeri



g. Untuk mengetahui intervensi selanjutnya



h. Anjurkan klien untuk beristirahat



h. Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri / kemampuan kooping menurun



i. Kolaborasi dengan dokter jika keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Infection Control a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain



i. Untuk mengetahui intervensi selanjutnya



a. Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi



b. Pertahankan teknik isolasi



b. Menurunkan resiko terkontaminasi silang/terpajan pada flora bakteri multiple



c. Batasi pengunjung bila perlu



c. Mencegah kontaminasi silang pengunjung



d. Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan setelah berkunjung meningalkan pasien



d. Mencegah kontaminasi silang dan menurunkan resiko infeksi



19



e) menunjukan perilaku hidup sehat



e. Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan



e. Menurunkan resiko terkontaminasi silang/terpajan pada flora bakteri multiple



f. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan



f. Menurunkan resiko tekontaminasi



g. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai pelindung



g. Mencegah terpajan pada organisme infeksi



h. Berikan terapi antibiotic bila perlu



h. Antibiotic local dan sistemik diberikan untuk mengontrol pathogen yang teridentifikasi oleh kultur/sensitivitas



Infection protection i. Monitor tanda dan gejala iskemik dan local



i. Untuk mengetahui tingkat keparahan



j. Monitor kerentanan terhadap infeksi



j. Untuk mengetahui resiko penyebaran



k. Berikan perawatan kulit pada area epiderma



k. Untuk mengurangi gejala yang muncul



20



4.



Gangguan citra tubuh/gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat penyakit herpes simpleks.



- body image - self esteem Kriteria hasil : a) body image positif b) mampu mengidentifikasi kekuatan personal c) mendeskripsikan secara factual perubahan fungsi tubuh d) mempertahankan interaksi sosial



l. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase



l. Untuk mengetahui proses inflamasi



m. Instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep



m. Antibiotic local dan sistemik diberikan untuk mengontrol pathogen yang teridentifikasi oleh kultur/sensitivitas



Body image enchancement a. Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya



a. Episode traumatic mengakibatkan perubahan tibatiba, tidak diantisipasi akan membuat perasaan kehilangan pada kehilangan actual.



b. Monitor frekuensi mengkritik dirinya



b. Penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap yang terjadi untuk membantu dalam perbaikan/pemuli han.



c. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit



c. kemungkinan pasien belum siap menerima situasi. Penyangkalan merupakan situasi adaptif karena pasien tidak siap



21



menngatasi masalah sendiri.



5.



Hipertermia berhubungan dengan penyakit (infeksi herpes simpleks)



- Thermoregulation Kriteria hasil : a) suhu tubuh dalam rentang normal (36-37,5°C) b) Nadi dan RR dalam rentang normal. c) tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing



d. Dorong klien mengungkapkan perasaannya



d. Mempertahankan/ membuka garis komunikasi dan meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara perawat dan klien



e. Fasilitasi kontak dengan individu lain



e. Memungkinkan respon lebih membantu pasien dalam meningkatkan kooping pasien



Fever Treatment a. Monitor suhu badan sesering mungkin



a. suhu 38,9 – 41,1 menunjukkan proses penyakit infeksius



b. Pantau suhu lingkungan



b. Untuk mempertahankan suhu badan mendekati normal



c. Berikan kompres hangat



c. Untuk menurunkan demam.



d. Berikan selimut pendingin



d. Untuk menurunkan demam lebih dari 39,5°C



e. Kolaborasi dengan tim medis : pemberian antipiretik



e. Menurunkan demam dan mencegah aksi



22



sentralnya di hipotalamus.



6.



7.



Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (gatal dan nyeri pada lesi herpes simpleks)



Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan



- Pola tidur teratasi Kriteria hasil : a) Klien dapat beristirahat/ tidur diantara gangguan b) Melaporkan peningkatan rasa sehat dan merasa dapat istirahat



- anxiety self-control - anxiety level - coping Kriteria hasil : a) klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.



a. Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan peubahan yang terjadi



a. mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.



b. Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi



b. meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan psikologis



c. Instruksikan tindakan relaksasi



c. membantu menginduksi tidur.



d. Kurangi kebisingan dan lampu



d. memberikan situasi kondusif untuk tidur



e. Kolaborasi pemberian sedatif, jika perlu



e. mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur/ istirahat selama periode transisi a. faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial siklus ansietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol ansietas.



a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien



23



b) mengidentifikasi, mengungkap dan menunjukan teknik untuk mengontrol cemas c) vital sign dalam batas normal. d) postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnnya kecemasan



b. Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisa sikan ansietas.



b. membantu pasien menurunkan ansietas dan memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata.



c. Berikan informasi faktual menyangkut diagnosis, terapi,dan prognosis.



c. menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/har apan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.



d. Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya di alami selama prosedur.



d. memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi, kerjasama penuh penting untuk keberhasilan hasil setelah prosedur



e. Ajarkan teknik relaksasi misalnya imajinasi



e. memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan



24



terbinbing, visualisasi.



Ansietas dan meningkatkan proses penyembuhan



E. implementasi Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah



dicatat



dalam



rencana



perawatan



pasien.



Agar



implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan



pelaksanaan



perawatan.



Pada



pelaksanaan



keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah



komplikasi,



memperlambat



memperburuknya



kondisi,



memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan) F. Evaluasi Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan.



25



2.2 SCABIES A. Pengertian Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabies dan produknya (Mansjoer, 2000). Scabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei. Pada penyakit ini terdapat keluhan gatal-gatal yang hebat karena kutu tersebut menggali kulit dan membuat terowongan dalam kulit, khususnya diantara jari-jari tangan, pada alat genitalia serta bokong. Skabies (the itch, gudik, budukan, gatal agogo) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. homini dan produknya (Defka, 2010). Perkembangan skabies dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: keadaan sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, sering berganti pasangan seksual, minimnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit skabies, kesalahan diagnosa dan penatalaksanaannya (Mansjoer A, 2000). B. Etiologi Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman sercoptes scabei varian hominis. Sarcoptes scabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Penyebabnya adalah Sarcoptes scabiei. faktor penunjang penyakit ini antara lain sosial ekonomi rendah, higiene buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografi serta ekologi (mansjoer, 2000). C. Klasifikasi Scabies 1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated).



26



Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan. 2. Skabies incognito. Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain. 3. Skabies nodular Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid. 4. Skabies yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 – 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia. 5. Skabies Norwegia. Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada



27



penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah. 6. Skabies pada bayi dan anak. Lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka. 7. Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden). Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. D. Patofisiologi Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan, dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Handoko, 2001). E. Manifestasi Klinis 1) Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. 2) Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu



pula



dalam



sebuah



perkampungan



yang



padat



28



penduduknya, serta kehidupan di pondok pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal



keadaan



hiposensitisasi,



yang



seluruh



anggota



keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier). 3) Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang bewarna putih keabu-abuan, Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu selasela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. 4) Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. 5) Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada kulit (Mawali, 2000). 6) Erupsi



kulit



tergantung



pada



derajat



sensitasi,



lama



infestasi,hygiene perorangan, dan pengobatan sebelumnya, erupsi kulit. Batognomatik berupa terowongan halu dengan ukuran 0,30,5 milimeter, sedikit meninggi, berkelok-kelok, putih keabuan dengan panjang 10 milimeter sampai 3 centimeter dan bergelombang (Goldstain, 2001). F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan skabies dapat dilakukan dengan delousing yakni shower dengan air yang telah dilarutkan bubuk DDT (Diclhoro Diphenyl Trichloroetan). Pengobatan lain adalah dengan mengolesi salep yang mempunyai daya miticid baik dari zat kimia organic maupun non organic pada bagian kulit yang terasa gatal dan kemerahan dan didiamkan selama 10 jam. Alternatif lain adalah mandi dengan sabun sulfur/belerang karena kandungan pada sulfur bersifat antiseptik dan



29



antiparasit, tetapi pemakaian sabun sulfur tidak boleh berlebihan karena membuat kulit menjadi kering. Pengobatan skabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang terserang skabies agar tidak tertular kembali penyakit skabies (Sadana, 2007). Selain itu, obat tradisional juga berkhasiat dalam menangani pengobatan Skabies. Misalnya, khasiat tanaman obat permot (Passiflora foeltida) melalui aplikasi secara topical atau dengan menggosok-gosokkan



pada



kulit



yang



terserang



skabies,



mengakibatkan terjadinya pembesaran pori-pori kulit, sehingga bahan aktif yang terkandung dalam tanaman permot akan diabsorbsi ke dalam kulit dan beraktivitas terhadap tungau. Diduga khasiat yang memberikan pengaruh terhadap kematian sarcoptes scabiei adalah asam hidrosianat dan alkaloid (Ken, 1992 & Wijayakusuma, 1995). G. Komplikasi Bila skabies tidak di obati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul: 1) Dermatitis akibat garukan 2) Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis, folikulitis, dan furunkel. 3) Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat menimbul komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis. 4) Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat antiskabies yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian yang terlalu sering H. Asuhan Keperawatan pada Scabies 1. Identitas klien Indentitas terdiri dari nama, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan, status, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no bed, nama ruangan dan diagnosa medis. 2. Keluhan Utama Klien dengan penyakit scabies biasanya datang dengan keluhan utama gata-gatal



30



3. Riwayat keluhan penyakit a. Riwayat keluhan utama Pada kasus scabies umumnya klien mengeluh gatalnya lebih meningkat pada malam hari. b. Riwayat kesehatan sekarang Klien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema karena garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat. c. Riwayat kesehatan dahulu Kaji apakah klien sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama. Etiologi scabies adalah Sarcoptes scabiei berupa tungau yang bisa berpindah-pindah. Maka pada klien dengan penyakit scabies ada kemungkinan penyakit bisa muncul kembali apabila



klien



tidak



menjaga



kebersihan



diri



dan



lingkungannya. Penyakit juga bisa muncul kembali karena kontak dengan anggota keluarga atau orang lain yang menderita scabies. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Salah satu manifetasi klinis dari penyakit scabies adalah umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh anggota keluarga. Jadi pada klien dengan penyakit scabies harus dikaji tentang anggota keluarga yang lain. 4. Keadaan Umum Kesadaran compos mentis. Kemudian dikaji juga apakah klien paham tentang penyakitnya. 5. Kebutuhan Dasar a. Rasa nyaman nyeri (1) Suhu umumnya normal (2) Kaji nyeri, skala nyeri 1-3 (ringan), 4-6 (sedang), 7-10 (berat). Pada klien dengan penyakit scabies jarang ditemukan adanya nyeri



31



b. Nutrisi Tidak ada gangguan pada kebiasaan makan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Jarang adanya penurunan berat badan pada klien dengan seboroik c. Kebersihan perorangan (1) Kulit Lakukan



inspeksi



pada



kulit



klien



dengan



memperhatikan warna kulit, perubahan warna kulit. Lakukan



palpasi



untuk



memeriksa



temperatur,



kelembaban, tekstur, dan elastisitas. melakukan observasi untuk mengetahui apakah ada gejala lain yang berhubungan dengan lesi misalnya gatal, kronologi terjadinya lesi. (2) Kuku Observasi warna kuku klien, kebersihan kuku dan apakah kukunya panjang atau pendek (3) Rambut Kaji kebiasaan mandi, mencuci rambut, kebersihan badan dan rambut, dan keadaan kuku. Pada klien dengan penyakit scabies kebersihan sangat penting karena etiologi dari scabies adalah tungau yang mudah berkembang pada orang dengan higiene yang buruk. Keluhan saat ini : apakah ada gatal,eritema atau nyeri Integritas kulit : apakah ada kemerahan, terowongan, kunikulus, pustula, bula. d. Cairan Kaji elastisitas kulit apakah elastis atau tidak, apakah lembab atau tidak. Pada klien dengan penyakit scabies, elastisitas kulit biasanya jelek dan kering e. Aktivitas & latihan Kaji aktivitas dan latihan, klien dengan penyakit scabies mengalami gatal yang bisa mengganggu aktivitas.



32



f. Eliminasi Kaji eliminasi BAB dan BAK. Penyakit scabies umumnya tidak mengganggu proses BAB dan BAK g. Oksigenasi Kaji nadi, pernafasan, TD, dan respirasi. Penyakit scabies umumnya tidak mengalami gangguan oksigenasi h. Tidur dan istirahat Kaji pola tidurnya. Klien dengan scabies umumnya mengalami gangguan pola tidur karena rasa gatal, terlebih di malam hari karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas. i. Seksualitas Kaji hubungan seksualitasnya apakah terganggu atau tidak karena adanya rasa gatal. 6. Diagnosa Keperawatan a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya erosi b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak baik. c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritas/gatal. d. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan dalam penampilan No 1



7. Intervensi Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Keperawatan Kerusakan Setelah dilakukan 1. Jagalah 1. Mengurangi gatal integritas kulit tindakan kebersihan kulit yang dirasakan berhubungan keperawatan agar tetap bersih dengan adanya diharapkan dan kering erosi lapisan kulit terlihat normal 2. Monitor kulit demgan kriteria akan adanya 2. Mengetahui hasil kemerahan kondisi kulit dan a. Integritas kulit adanya tandayang baik tanda infeksi



33



dapat 3. Menganjurkan 3. Mengurangi gatal dipertahankan pasien untuk dan mencegah b. Tidak ada luka menjaga terjadinya gatal atau lesi pada kebersihan ditempat baru kulit dengan cuci c. Perfusi tangan dan mandi jaringan baik d. Mampu 4. Observasi luka: 4. Mengetahui melindungi lokasi, dimensi, kondisi luka kulit dan kedalaman luka, pasien mempertahank karakteristik, an kelembban warna cairan,. kulit 5. Mengurangi gatal 5. Kolaborasikan dan mencegah pemberian obat penyebaran luka topikal ditempat lain



2



Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak baik.



6. Bantu pasien 6. Mencegah luka bertambah untuk didaerah lain mengoleskan obat topikal pada tubuh 1. anjurkan pasien 1. mencegah untuk menjaga terjadinya infeksi kebersihan diri dengan sering cuci tangan dan mandi



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama bersihan tidak terjadi resiko infeksi dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda dan 2. mengetahui a) klien bebas gejala infeksi kondisi dan dari tanda dan tanda-tanda gejala infeksi adanya infeksi b) menunjukkan kemampuan 3. Inspeksi kulit dan 3. mengetahui untuk membran mukosa kondisi kulit serta mencegah terhadap tanda infeksi timbulnya kemerahan, infeksi panas, drain c) menunjukkan periaku hidup sehat



34



3



d) mendeskripsik 4. tingkatkan intake an prose nutrisi penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi 5. anjurkan pasien penularannya untuk dan meningkatkan penatalaksana istirahat annya 6. ajarkan pada pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Gangguan Setelah dilakukan 1. kaji secara verbal body image asuhan dan non verbal berhubungan keperawatan respon pasien dengan selama gangguan terhadap tubuhnya perubahan body image dalam teratasi dengan penampilan kriteria hasil : 2. monitor frekuensi sekunder. a) body image mengkritik dirinya . positif b) mampu mengdentifika si kekuatan personal 3. jelaskan tentang c) mendiskripsik pengobatan, an secara perawatan, faktual kemajuan dan perubahan prognosis penyakit fungsi tubuh d) mempertahank an interaksi 4. dorong pasien sosial untuk mengungkapkan perasaannya



4. meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi



5. meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi



6. mengantisipasi terjadinya infeksi



1. mengetahui penilaiian pasien terhadap dirinya dan kondisinya saat ini 2. mengetahui seberapa berat gangguan body image yang dirasakan pasien 3. meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit dan prognosis penyakitnya 4. mengetahui perasaan pasien terhadap kondisinya sekarang



5. fasilitasi kontak 5. membantu pasien dengan individu untuk mengatasi lain dan kelompok



35



ganguan image



4



Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritas/gatal.



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam gangguan pola tidur pasien teratasi dengan kriteria hasil: 1) jumlah jam tidur dalam batas normal 2) pola tidur, kualitas dalam batas nrmal 3) perasaan fresh sesudah tidur 4) mampumengid entifikasi halhal yang dapat meningkatkan tidur



body



1. kaji penyebab 1. mengetahui gangguan tidur penyebab dari gangguan tidur yang dirasakan 2. determinasi efek- 2. mengetahui efek medikasi penyebab terhadap pola tdur gangguan tidur dari efek obat atu yang lain 3. jelaskan pentingnya 3. meningkatkan tidur yang adekuat pengetahuan pasien tehadap kondisi yang dialami 4. fasilitasi untuk 4. mengurangi mempertahankan aktivitas berat aktivita sebelum sebelum tidur tidur 5. ciptakan lingkungan nyaman



5. meningkatkan yang kenyamanan



6. kolaborasi pemberian tidur



6. mengatasi obat gangguan tidur yang tidak dapat hilang dengan intervensi nonfarmakologi



36



2.3 DERMATITIS A. Pengertian Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh fakor eksogen atau pengaruh factor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal (Djuanda, Adhi, 2007). Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang mengalami peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit (Widhya, 2011). Dermatitis adalah suatu peradangan menahun pada lapisan atas kulit yang menyebabkan rasa gatal. Pada umumnya Dermatitis juga disertai dengan tanda-tanda seperti terbentuknya bintik yang berisi cairan (bening atau nanah) dan bersisik. Dermatitis adalah peradangan kulit reaksi hipersensitif (respon



berlebihan)



akibat terhadap



alergen



(pencetus



timbulnya reaksi alergi) dari luar (eksogen) maupun dari dalam tubuh penderita (endogen). Pada umumnya eksim bersifat residif (kambuhan), namun dapat dikendalikan agar tidak mudah kambuh. B. Klasifikasi Berdasarkan etiologinya dermatitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu : 1. Dermatitis kontak (dermatitis venemata) Merupakan dermatitis yang disebabkan oleh oleh bahan yang menempel pada kulit atau dermatitis kontak merupakan respon reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Penyakit ini adalah kelainan inflamasi yang sering bersifat ekzematosa yang disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan yang iritatif atau alergenik. Ada 4 bentuk dermatitis kontak yaitu : a. Dermatitis kontak iritan Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara kimiawi atau fisik merusak kulit tanpa dasar imunologik. Terjadi sesudah kontak pertama dengan iritan atau kontak ulang



37



dengan iritan ringan selama waktu yang lama. Dermatitis ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, lama kontak, kekerapan, gesekan dan trauma fisis, shu serta kelembaban. Selain faktor diatas faktor lain yang mendukung terjadinya dermatitis kontak alergik adalah faktor individu misalnya perbedaan kelembaban kulit, usia ( anak dibawah umur 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teritasi ), ras ( kulit hitam lebih rentan dari kulit putih ) dan jenis kelamin ( insidans DKI lebih banyak pad wanita ). Gejala klinis yamg terjadi adalah kekeringan kulit yang berlangsung beberapa hari hingga bulan. Vesikulasi, fisura dan pecah-pecah. Tangan dan lengan bawah merupakan bagian yang paling sering terkena. b. Dermatitis kontak alergik. Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak kulit dengan bahan alergik ( bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas ). Tipe ini memiliki periode sensitisasi 10 – 14 hari. c. Dermatitis kontak fototoksik Merupakan dermatitis yang menyerupai tipe iritan tetapi memerlukan kombinasi sinar matahari dan bahan kimia yang merusak epidermis kulit. Gambaran klinis yang terjadi serupa dengan dermatitis iritan. d. Dermatitis kontak fotoalergik Menyerupai dermatitis alergi tetapi memerlukan pajanan cahaya disamping kontak alergen untuk menimbulkan reaktivitas imunologik. Gambaran klinis serupa dengan dermatitis iritan. 2. Dermatitis Atopik Adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan limfosit T dan sel Mast. Tipe gatal kronik yang sering timbul, dalam keadaan yang sering disebut eksema. Manifestasi klinik dimulai sejak selama kanak-kanak. Dalam keadaan akut, yang pertama tampak kemerahan dan banyak kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah dan



38



bokong. Pada anak yang yang lebih tua dan remaja, lesi tampak lebih sering muncul di tangan dan kaki, di belakang lutut dan lipat siku. Gejala terbesar adalah pruritus hebat menyebabkan berulangnya peradangan dan pembentukan lesi yang merupakan keluahan utama mencari bantuan. 3. Dermatitis medikamentosa Adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang digunakan untuk ruang kulit karen pemakaian internal obat-obatan atau medikasi tertentu. Pada umumnya reaksi obat timbul mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh. 4. Dermatitis Seboroik Dermatitis seboroik adalah gangguan kulit yang umum yang terutama mempengaruhi kulit kepala, menyebabkan bersisik, gatal, kulit merah dan ketombe yang membandel. Dermatitis seboroik juga dapat mempengaruhi wajah, dada bagian atas, punggung dan area lain dari tubuh yang memiliki banyak kelenjar minyak (sebaceous). C. Etiologi Penyebab munculnya dermatitis dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor eksogen dan endogen: 1. Faktor eksogen: Yang tergolong faktor penyebab jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. 2. Faktor endogen Faktor dari diri individu sendiri



juga memberi berpengaruh pada



dermatitis misalnya gen, peyakit yang pernah diderita, serta kondisi sistem imun dari penderita. Adapun faktor predisposisi yang dapat mengakibatkan terjadinya dermatitis adalah perbedaan ketebalan kulit di



39



berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik. D. Patofisiologi Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis ataupun epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat alergen maupun zat iritan. Zat tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian menyebabkan hipersensitifitas pada kulit yang terkenatersebut. Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi permulaan terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam. Bahkan iritan maupun alergen yang masuk kedalam kulit merusak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan iniakan merusak sel dermis maupun sel epidermis sehingga menimbulkan kelainan kulit atau dermatitis. Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan dermatitis adalah gesekan, tekanan, balutan, macerasi, panas dan dingin, tempat dan luas daerah yang terkena dan adanya penyakit kulit lain. E. Manifestasi Klinis Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa).Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tgas an terdapt lesi polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan eritema dan edema.Edema sangat jelas pada klit yang longgar misalya muka (terutama palpebra dan bibir) dan genetelia eksterna .Infiltrasi biasanya terdiri atas papul. Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi.Disana-sini terdapat sumber dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat



40



disertai bula atau pustule, jika disertai infeksi.Dermatitis sika (kering) berarti tiak madidans bila gelembung-gelumbung mongering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta.. F. Komplikasi Komplikasi dengan penyakit yang dapat terjadi adalah sindrom pernapasan akut, gangguan ginjal,infeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang lazim dijumpai terutama Staphylococcus aereus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks. G. Pemeriksaan Penunjang 1.



Laboratorium a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin b. Urin : pemerikasaan histopatologi



2.



Penunjang (pemeriksaan Histopatologi) Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan.



H. Penatalaksanaan Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. 1. Pencegahan



41



Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen. 2. Pengobatan a. Pengobatan topikal Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah : Kortikosteroid, Radiasi ultraviolet,



Siklosporin



A,



Antibiotika



dan



antimikotika,



Imunosupresif topikal b. Pengobatan sistemik Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah : Antihistamin, Siklosporin, Pentoksifilin, FK 506 (Takrolimus), Ca++ antagonis, Derivat vitamin D3, SDZ ASM 981. 3. Diet Penatalaksanaan diet pada dermatitis msih merupakan masalah yang kontriversional. Alergi makanan yang signifikan tidak diketahui seganai penyebab dari dermatitis atau berapa persentase dari klien dermatitis yang mempunyai alergi terhadap makanan. Diet pada penyakit dermatitis adalah diet TKTP ( Tinggi Kalori Tinggi Protein). a.



Tujuan diet dermatitis:



42



1) Memberikan makanan secukupnya tanpa menimbulkan gejala alergi, meringankan intensitas serangan, mengurangi frekuensi serangan. 2) Mencapai status gizi yang optimal. b. Bahan makanan yang dapat menimbulkan alergi: 1) Sumber zat tenaga : beras, gandum, cantel, havemut, jagung, kentang, lombok, terong . 2) Sumber zat pembangun : daging sapi, susu sapi, ayam, kalkun, itik, burung dara dan telur hewan tsb., ikan tawar, ikan laut, cumi, kerang, keong, kepiting, rajungan, udang, belut, kurakura,penyu, telur penyu, ular , kacang tanah,kacang polong, kedelai dan hasil olahan. 3) Sumber Zat Pengatur : daun selada, bit, bawang merah,bawang putih,



labu,



ragi,



semangka,



kurma,



peterseli,



brocoli,lobak,kol,anggur, apel, murbei, stroberi,kayu manis, kakao, coklat. I. Asuhan Keperawatan Pada Scabies 1. Pengkajian A. Identitas pasien Nama, umur, jenis kelamin, status, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnose medis, keluarga yang bertanggung jawab. B. Riwayat Keperawatan 1) Keluhan utama a) Keluhan utama saat masuk rumah sakit b) Keluhan saat pengkajian 2) Riwayat penyakit a) Riwayat penyakit terdahulu b) Riwayat penyakit sekarang c) Riwayat penyakit keluarga C. Pola Fungsi Kesehatan menurut Gordon 1) Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan



43



Yang ditanyakan : (a) Persepsi pasien terhadap penyakitnya (b) Persepsi pasien tentang arti kesehatan (c) Persepsi terhadap penatalaksanaan kesehatan 2) Pola nutrisi dan metabolisme Yang ditanyakan : a) Diet khusus / suplemen yang dikonsumsi b) Kebiasaannya makannya c) Instruksi diet sebelumnya d) Riwayat masalah/penyembuhan kulit 3) Pola persepsi diri/konsep diri Yang ditanyakan : (a) Persepsi tentang dirinya dari masalah-masalah yang



ada,seperti perasaan takut, cemas (b) Penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep



diri, gambaran diri, dan identitas tentang dirinya. 4) Pola seksual-reproduksi Yang ditanyakan : (a) Dalam kasusu ini apakah akne uncul sebelum atau ssudah menstruasi (b) Pola menstruasinya (c) Periode menstruasi terakhir (d) Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakitnya 5) Pola hubungan dan peran Yang ditanya : (a) Pekerjaannya (b) Gangguan terhadap peran yang dilakukan 6) Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan Yang ditanyakan : (a) Persepsi pasien terhadap penyakitnya (b) Persepsi pasien tentang arti kesehatan (c) Persepsi terhadap penatalaksanaan kesehatan



44



7) Pola nutrisi dan metabolisme Yang ditanyakan : (a) Diet khusus / suplemen yang dikonsumsi (b) Kebiasaannya makannya (c) Instruksi diet sebelumnya (d) Riwayat masalah/penyembuhan kulit 8) Pola persepsi diri/konsep diri Yang ditanyakan : (a) Persepsi tentang dirinya dari masalah-masalah yang ada,seperti perasaan takut, cemas (b) Penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri, dan identitas tentang dirinya. 9) Pola seksual-reproduksi Yang ditanyakan : (a) Dalam kasus ini apakah akne uncul sebelum atau ssudah menstruasi (b) Pola menstruasinya (c) Periode menstruasi terakhir (d) Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakitnya 10) Pola hubungan dan peran Yang ditanya : (a) Pekerjaannya (b) Gangguan terhadap peran yang dilakukan D. Pengkajian Fisik 1) Inspeksi a. kondisi kulit termasuk kelembabannya di bagian muka, bahu, dada, dan punggung b. jika ada lesi perhatikan tipe dari lesi tersebut apakah merupakan tipe pustule, papula atapun kista, c. jika terdapat lesi perhatikan pola distribusinya apakah merata atau terlokalisasi



45



2) Palpasi : terdapat atau tidaknya lesi pada area tersebut, jika terdapat lakukan palpasi untuk mengetahui bagaimana konsistensinya (lembut atau kasar) E. Analis Data DATA



Dx 1 DS : pasien mengeluhkan kulitnya yang kemerahan DO : kulit tampak iritasi,kemerahan, bagian epidermis mengalami kerusakan, terdapat papula, pustule dan atau vesikel



Dx 2 DS : pasien mengeluhkan gatal-gatal DO : pasien gelisah, terlihat menggaruk kulit nya, aktivitas pasien cukup terhambat, pasien dapat mengalami gangguan pada tidurnya



Dx 3 DS : -



PENYEBAB/



MASALAH



ETIOLOGI



KEPERAWATAN



Allergen bertemu Ig E ↓ Reaksi antigen antibody ↓ Ig E merangsang sel mast ↓ Pelepasan mediator kimia (histamine ↓ Dilatasi venula kecil ↓ Eritema ↓ Kerusakan pada bagian permukaan kulit ↓ Kerusakan integritas kulit Allergen bertemu Ig E ↓ Reaksi antigen antibody ↓ Ig E merangsang sel mast ↓ Pelepasan mediator kimia (histamine ↓ Pruritus ↓ Reaksi garuk ↓ Gangguan rasa nyaman Allergen bertemu Ig E ↓ Reaksi antigen antibody ↓



Kerusakan Integritas Kulit



Gangguan Rasa Nyaman



Risiko Infeksi



46



DO : terdapat tandatanda yang mengarah pada risiko infeksi seperti tanda peradangan, timbulnya eksudat



Dx 4 DS : pasien mengatakan tidak mengetahui penyebab penyakit kulitnya, pencegahan serta penanganannya DO : -



Ig E merangsang sel mast ↓ Pelepasan mediator kimia (histamine ↓ Pruritus ↓ Reaksi garuk ↓ Lesi eksematosa ↓ Risiko infeksi Kontak dengan bahan kimia ↓ Terikat dengan protein ↓ Antigen lengkap ↓ Makrofag dan sel langerhans ↓ Dipresentasikan ke sel T ↓ Sel T tersensititasi ↓ Menuju ke kelenjar getah bening ↓ Proliferasi dan diferensiasi ↓ Sel T yang tersensititasi menyebar ke seluruh tubuh ↓ Kontak ke2 dengan bahan kimia yang sama ↓ Antigen ↓ Sel T yang tersensititasi melepas limfokin ↓ Aktivasi makrofag ↓



Defisit Pengetahuan



47



Dx 5 DS : pasien melaporkan adanya gatal pada kulit DO : kulit tampak kemerahan, pasien tampak gelisah dan menggaruk tangannya, timbul papula, pustule dan sebagainya



Pelepasan lisozim ↓ Kerusakan pada jaringan sekitar ↓ Dermatitis kontak ↓ Kurangnya pajanan informasi mengenai penyakit ↓ Defisit pengetahuan Kontak dengan bahan kimia ↓ Terikat dengan protein ↓ Antigen lengkap ↓ Makrofag dan sel langerhans ↓ Dipresentasikan ke sel T ↓ Sel T tersensititasi ↓ Menuju ke kelenjar getah bening ↓ Proliferasi dan diferensiasi ↓ Sel T yang tersensititasi menyebar ke seluruh tubuh ↓ Kontak ke2 dengan bahan kimia yang sama ↓ Antigen ↓ Sel T yang tersensititasi melepas limfokin ↓ Aktivasi makrofag ↓ Pelepasan lisozim



Respons Alergi Lateks



48



↓ Kerusakan pada jaringan sekitar ↓ Dermatitis kontak ↓ Respons Alergi lateks



F. Diagnosa Keperawatan 1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor internal seperti penurunan imunologis, perubahan pigmentasi dan factor eksternal seperti zat kimia, radiasi. 2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit dan melaporkan rasa gatal. 3. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat misalnya : integritas kulit tidak utuh (lesi skematosa) 4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi terhadap penyait ditandai dengan pengungkapan masalah 5. Respons Alergi lateks berhubungan dengan hipersensitif terhadap protein karet lateks alami ditandai dengan gatal-gatal pada wajah, mulut, mata,hidung.



49



D. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Dx 1 : Kerusakan integritas kulit Tujuan dan criteria hasil



Intervensi keperawatan



Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC label : skin care : topical treatment selama …x 24 jam diharapkan integritas 1. Bersihkan kulit dengan kulit pasien baik dengan criteria hasil : menggunakan sabun antiseptik NOC label : Allergic Response : localized 2. Sarankan pasien untuk  Tidak terdapat keluhan gatal (skala menggunakan pakaian yang tidak 5) ketat  Tidak terdapat ruam pada kulit 3. Pergunakan obat antibiotic dan pasien (skala 5) antiinflamasi topikal pada area yang  Tidak terdapat kemerahan (skala 5) terinfeksi  Tidak terdapat edema (skala 5) 4. Gunakan bedak pada lipatan kulit  Tidak terdapat granuloma (skala 5) guna mencegah iritasi  Kulit disekitar luka tidak teraba 5. Balut tangan dengan menggunakan hangat mitten yang sesuai (skala 5) 6. Jaga agar linen tempat tidur tetap kering dan bersih



Rasional tindakan 1. Sabun



antiseptik



mampu



menghilangkan mikroorganisme pada kulit. 2. Pakaian yang ketat dapat mengkibatkan gesekan dan menimbulkan iritasi 3. Antibiotic dan antiinflamasi topical merupakan treatment pengobatan pada penyakit kulit 4. Daerah lipatan kulit merupakan daerah yang lembab sehingga sering beresiko mengalami iritasi. 5. Mitten berfungsi mencegah px reflex menggaruk lesi pada kulit 6. Mencegah



pertumbuhan



mikroorganisme



50



7. Evaluasi lesi pada kulit setelah 7. Guna perawatan



2. Dx 2 : Respons Alergi Lateks Tujuan dan criteria hasil



mengetahui



perkembangan



integritas kulit



Intervensi keperawatan



Rasional tindakan



Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC label : selama …x 24 jam diharapkan pasien tidak 1. Identifikasi penyebab alergi pasien 1. Penyebab alergi dapat menentukan mengalami alergi dengan criteria hasil : seperti obat, serangga, makanan atau intervensi yang tepat untuk pasien NOC label : Immune Hypersensitivity lingkungan dan kaji repon pasien 2. Mencegah terjadinya kesalahan dalam Response terhadap allergen tersebut melaksanakan intervensi  Tidak ada perubahan warna kulit (skala 5)   



2. Catat semua catatan klinis pasien 3. Mengantisipasi apabila terjadi respon



Tidak ada perubahan pada membran



mengenai alerginya untuk kelengkapan



mukosa (skala 5)



protocol



4. Mencegah kondisi



pasien



terjadinya



reaksi



alergi



terhadap



karena tidak semua medikasi sesuai



(skala 5)



adanya kemungkinan respon alergi



dengan kondisi tubuh pasien terutama



Tidak ada keluhan gatal-gatal (skala



terhadap medikasi baru, dan jenis



pada pasien yang memiliki riwayat



5)



makanan



alergi sebelumnya



Tidak respons lokasi inflamasi



3. Monitor



alergi



51



4. Instruksikan



pasien



untuk



selalu 5. Menghindarkan pasien dari bahan-



bertanya pada semua jenis medikasi



bahan dan substansi tersebut sehingga



yang diterimanya mengandung bahan



mencegah terjadinya reaksi alergi



apa untuk mencegah adanya reaksi 6. Agar pasien merasa lebih nyaman alergi



7. Agar dapat melakukan penanganan



5. Instruksikan pasien untuk memberitahu subtansi atau bahan-bahan yang dapat membuat alerginya kambuh kembali 6. Dampingi pasien saat melakukan test alergi



secara cepat dan serta menentukan jenis imunisasi yang tepat 8. Menghindarkan pasien dari lingkungan yang dapat memicu reaksi alergi 9. Membantu proses penyembuhan pasien



7. Perhatikan adanya respon alergi selama immunisasi 8. Diskusikan



dengan



pasien



atau



keluarga metode untuk mengontrol lingkungan yang dapat menimbulkan alergi seperti debu, serbuk bunga 9. Sediakan



medikasi



untuk



meminimalisir alergi respon



52



3. Dx 3 : Gangguan Rasa Nyaman Tujuan dan criteria hasil Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan pasien merasa nyaman, gangguan physical tidak mengganggu dengan criteria hasil : NOC label : Comfort status physical  Gejala terkontrol (skala 5) 



Pakaian yang nyaman (skala 5)







Intervensi keperawatan



Rasional tindakan



NIC label : 1. Anjurkan klien untuk mandi dengan air



1. Air hangat, sabun antiseptik mampu



hangat, sabun antiseptik berbahan air



memberishkan



(hindari sabun



mikroorganisme



yang mengandung



detrgen atau pewangi) 2. Identifikasi



penyebab



Personal hygiene (skala 5)



(kontak,



penyakit







Keadaan pasien tenang (skala 5)



pengobatan)







Tidak tanda iritasi kulit (Skala 5)



rasa



gatal



sistemik,



kondisi pendek



3. Menghindari



untuk



mengganti



dan



menghindari



iritasi kulit akibat garukan kuku



pakaian dengan bahan yang menyerap keringat, hindari bahan wol untuk



kebersihan tempat tidurnya



mikroorganisme di pakaian 5. Mencegah kondisi tubuh yang lembab



5. Anjurkan klien untuk menggunakan



klien



berkembangabiaknya



4. Mencegah berkembangbiaknya kuman



pakaian setelah mandi



6. Anjurkan



dari



tepat bagi pasien



mikroorganisme



klien



pasien



2. Untuk menentukan intervensi yang



3. Anjurkan agar kuku selalu dalam



4. Anjurkan



kulit



karena pemakaian bahan dasar seperti wol tidak menyerap keringat 6. Tempat



menjaga



tidur



menghindari



yang



bersih



dapat



berkembangbiaknya



mikroorganisme



53



7. Berikan lingkungan yang tenang utk kx. Beristirahat 8. Ciptakan lingkungan dengan sirkulasi udara yang baik 9. Anjurkan klien untuk menghindari makanan, seperti telur ikan , kacangkacangan untuk sementara waktu 10. Hindarkan pemakaian bedak untuk mengurangi gatal, terutama pada lesi yg terbuka 11. Kolaborasi pemberian kortikosteroid dan antihistamin atau antipruritus yang dianjurkan



7. Lingkungan



yang



tenang



dapat



memberikan pasien istirahat yang berkualitas 8. Sirkulasi



udara



menhindarkan



yang baik pasien



dapat dari



kemungkinan terjangkit suatu penyakit 9. Mencegah terjadinya respon alergi dari makanan tersebut 10. Mencegah



terjadinya



kontaminasi



antara lesi pada kulit dengan benda asing. 11. Kolaborasi



pemakaian



kortikosteroid



dengan



obat-obatan antihistamin



atau antipruritus dapat menurunkan dampak buruk dari alergi



54



4. Dx 4 : Risiko Infeksi Tujuan dan criteria hasil



Intervensi keperawatan



Rasional tindakan



Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC label : infection protection 1. Untuk mengetahui intervensi yang selama …x 24 jam diharapkan pasien 1. Monitor adanya tanda dan gejala dapat dilakukan terhindar dari infeksi dengan criteria hasil : infeksi sistemik dan local 2. Kemerahan, drainase dan kulit sekitar NOC label : 2. Inspeksi kulit dan mukosa membran teraba hangat menandakan adanya Risk Control : infectious process terhadap adanya kemerahan, drainase  Mengetahui risiko personal pada reaksi peradangan dan kulit sekitar teraba hangat infeksi 3. Pasien erawatan kulit yang tepat dapat 



Mengetahui personal konsekuensi



pada area yang mengalami edema



berhubungan dengan infeksi 



Mengetahui



lingkungan



berhubungan dengan factor risiko infeksi 



Identifikasi personal



tanda



yang



dan



gejala



mengindikasikan



mengarah ke potensi terjadinya infeksi



3. Berikan perawatan kulit yang sesuai



menurunkan efek dari penyakit kulit yang dialami pasien



4. Instruksikan pasien untuk meminum 4. Obat antibiotik dikonsumsi guna obat antibiotic jika diresepkan mencegah terjadinya reaksi peradangan 5. Beri penjelasan pada pasien mengenai 5. Agar pasien dapat segera melaporkan tanda dan gejala dari infeksi dan laporkan



segera



pada



petugas 6. Menambah pengetahuan pasien tentang



kesehatan 6. Beritahu



apabila terjadi tanda dan gejala infeksi



penyakit, Agar pasien terhindar dari pasien



bagaimana



cara



kondisi yang lebih buruk



mencegah infeksi



55







Identifikasi melindungi



strategi diri



dan



untuk keluarga



terhadap infeksi 



Monitor



kebiasaan



yang



bisa



menjadi factor terjadinya infeksi 



Mempraktekan



cara



untuk



mencegah infeksi 5. Dx 5 : Defisit Pengetahuan Tujuan dan criteria hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam, pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil: Kowlwdge : disease process  Pasien dan keluarga menyatakan



Intervensi keperawatan



Rasional tindakan



NIC label : 1. Teaching disease proses



1. Untuk menambah pengetahuan pasien



tentang penyakitnya 2. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan 2. Mengetahui seberapa jauh pemahaman keluarga pasien dan keluarga akan penyakit yang 3. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dialami dan dapat memberi tambahan



pemahaman tentang penyakit, proses



dan bagaimana hal ini berhubungan



penyakit, penyebab, kondisi (tanda dan



dengan anatomi dan fisiologi, dengan 3. Pasien dapat mengetahui penyebab dan cara yang tepat. perjalanan penyakitnya.



gejala), prognosis dan program



informasi yang tepat



pengobatan



56



Kowledge : health Behavior Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur pengobatan yang dijelaskan secara benar



4. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa 4. Menambah



pengetahuan



muncul pada penyakit, dengan cara



mengenai



yang tepat



mampu melaporkan perubahan kondisi



5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat 6. Sediakan



informasi



pada



pasien



7. Sediakan bagi keluarga informasi



yang tepat



pasien mengenai penyebab terjadinya penyakit



terapi



atau



pasien



mampu



pengetahuan penyakitnya



dan



pasien pasien



memperoleh informasi yang tepat. 7. Keluarga mengetahui perkembangan



9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion cara



sehingga



menghidarkan diri dari hal tersebut.



mengenai



penanganan



dengan



pasien



kesehatannya.



tentang kemajuan pasien dengan cara 6. Menambah



pilihan



dan



5. Memberi informasi yang tepat kepada



tentang kondisi, dengan cara yang tepat



8. Diskusikan



penyakitnya



pasien



yang



tepat



kondisi pasien sehingga meminimalisir tingkat kecemasan.



atau 8. Agar pasien memperoleh terapi atau



diindikasikan 10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau



penangan yang tepat dan sesuai dengan kondisi yang dialami



dukungan, dengan cara yang tepat



57



9. Support yang positif akan membuat pasien mau mengutarakan treatment yang ingin dilakukan 10. Memperkuat mekanisme koping pasien



E. implementasi Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan) F. Evaluasi Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan.



58



BAB IV PENUTUP



A. Kesimpulan Herpes merupakan infeksi kulit kelamin yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui kontak secara langsung baik bersentuhan maupun hubungan seks. Terkadang ditemukan juga pada mulut penderita karena yang bersangkutan melakukan oral seks dengan penderita herpes. Ada beberapa jenis herpes adalah sebagai berikut : a. Herpes Simpleks terbagi dalam Virus herpes simpleks tipe I (HVS1) dan Virus herpes simpleks tipe II (HVS II “virus of love”). b. Herpes Zoster, Klasifikasinya Herpes Zoster Oftalmikus, Herpes Zoster Fasialis, Herpes Zoster Brakialis, Herpes Zoster Torakalis, Herpes Zoster Sarkalis. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabies dan produknya (Mansjoer, 2000). Klasifikasi Scabies yaitu : Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated), Skabies incognito, Skabies nodular, Skabies yang ditularkan melalui hewan, Skabies Norwegia, Skabies pada bayi dan anak, Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden). Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh fakor eksogen atau pengaruh factor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal (Djuanda, Adhi, 2007). Klasifikasi dermatitis yaitu : Dermatitis kontak terbagi atas (Dermatitis kontak iritan, Dermatitis kontak alergik, Dermatitis kontak fototoksik, Dermatitis kontak fotoalergik), Dermatitis Atopik, Dermatitis medikamentosa dan Dermatitis Seboroik



59



B. Saran Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga dapat membantu proses pembelajaran dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang proses pembelajaran dan setelah penyusunan makalah ini penulis mengharapkan pembaca dapat lebih mengetahui tentang apa definisi herpes ,apa saja klasifikasi dari herpes, bagaimana etiologi dari herpes, bagaimana konsep asuhan keperawatan pada herpes, apa definisi dari scabies, apa saja klasifikasi dari scabies, bagaimana etiologi dari scabies, bagaimana konsep asuhan keperawatan pada scabies, apa definisi dermatitis, apa saja klasifikasi dari dermatitis, bagaimana etiologi dari dermatitis, bagaimana konsep asuhan keperawatan pada dermatitis.



60



DAFTAR PUSTAKA Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates Hetharia, Rospa. 2009. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.Jakarta : TIM Smeitzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC NANDA Internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC



61