Kelompok 16 - Kegawatan Overdosis - 3RegB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS KEGAWATAN OVERDOSIS



Dosen Pembimbing : Hepta Nur Anugrahini, S.Kep, Ns.M.Kep



Disusun Oleh : 1.



Putri Dewi Nurbayti



(P27820119087)



2.



Zalsabila Ramadhani



(P27820119099)



Tingkat III Reguler B



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO SURABAYA TAHUN AKADEMIK 2021/2022



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “ Kegawatan Overdosis ” ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan makalah ini. Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan. Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan makalah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang telah kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya makalah lain yang lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap agar makalah ini bisa memberikan banyak manfaat bagi para pembaca.



Surabaya, 28 Juli 2021 Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i KATA PENGANTAR ......................................................................................ii DAFTAR ISI ....................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................2 1.3 Tujuan .................................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laporan Pendahuluan...........................................................................3 2.1.1 Definisi.......................................................................................3 2.1.2 Etiologi.......................................................................................3 2.1.3 Patofisiologi...............................................................................5 2.1.4 Manifestasi Klinis......................................................................7 2.1.5 Pemeriksaan Penunjang.............................................................6 2.1.6 Penatalaksanaan.........................................................................6 2.2 Asuhan Keperawatan Teori..................................................................9 2.2.1 Pengkajian..................................................................................9 2.2.2 Diagnosa Keperawatan............................................................13 2.2.3 Intervensi Keperawatan...........................................................14 2.2.4 Implementasi Keperawatan......................................................16 2.2.5 Evaluasi Keperawatan..............................................................16 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan .......................................................................................17 3.2 Saran...................................................................................................17 DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Instalasi Gawat Darurat (IGD) memiliki peran sebagai gerbang utama masuknya rumah sakit secara intensif atau sering disebut juga sebagai penderita gawat darurat. Penderita yang terkena penyakit serius biasanya lebih sering mendapat visite oleh dokter daripada mereka yang penyakitnya tidak begitu parah (Sitepu, 2019). Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang



membutuhkan



pertolongan



segera,



karena



apabila



tidak



mendapatkan pertolongan dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan permanen. Salah satu kejadian gawat darurat yang juga mengancam nyawa manusia adalah overdosis yang merupakan keracunan pada penggunaan obat baik yang tidak disengaja maupun sengaja, hal ini dapat terjadi pada setiap umur angka kejadiannya juga mengalami peningkatan pada tahun 2011, diperkirakan kasus overdosis obat di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 35 juta orang diantaranya adalah overdosis NAPZA, dan 80% tinggal di negara berkembang. Menurut The International Narcotics Control Board (INCB) Laporan BNN 2012 memperkirakan bahwa rata-rata pengguna NAPZA yang terdata di Indonesia 20%nya mengalami overdosis yang mengakibatkan kematian dan 10% nya bisa ditangani oleh tim medis. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang, dikarenakan negara berkembang merupakan negara yang masih kurang akan pengetahuan tentang dampak dari NAPZA. Kita ambil salah satu contohnya adalah di Indonesia, di negara ini merupakan salah satu penghasil narkotika terbesar di dunia dan sebagai target peredaran narkotika jaringan internasional. Hal ini akan beresiko tinggi untuk warga Indonesia yang masih banyak yang belum



1



2



mengetahui tentang dampak NAPZA itu sendiri, terutama kalangan remaja atau pelajar. Sedangkan 15 jutanya merupakan kasus overdosis penggunaan obat medis yang diizinkan, dimana penggunaanya tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan, kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan yang diberikan, tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya. Penyebab pasti yang sering terjadi pada overdosis obat adalah usia, lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering terjadi kesalahan dosis karena lansia minum lagi. Gangguan emosi dan mental menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate, antidepresan dan tranquilizer. Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya, misalnya jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang sama seperti biasanya kemungkinan besar terjadi overdosis. Oleh karena itu, peran perawat sangat penting untuk penanganan kegawatdaruratan agar tidak terjadi komplikasi, sehingga perawat harus tahu konsep kegawatdaruratan, konsep overdosis obat atau NAPZA, dan penanganan pada pasien overdosis, untuk itu kelompok mengangkat masalah kegawatdaruratan overdosis obat sebagai makalah untuk memberikan



gambaran



kepada



pembaca



mengenai



konsep



asuhan



keperawatan kegawatdaruratan overdosis obat. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep dasar teori overdosis? 2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan overdosis? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui tentang konsep dasar teori overdosis. 2. Memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan overdosis. 3. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan overdosis secara benar



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laporan Pendahuluan 2.1.1 Definisi Overdosis merupakan keracunan pada penggunaan obat baik yang tidak disengaja maupun disengaja dengan maksud bunuh diri. Overdosis merupakan keadaan dimana seseorang mengalami gejala terjadinya keracunan yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang melebihi dosis yang bisa diterima oleh tubuh. Overdosis obat sering disangkutkan dengan terjadinya heroin digunakan bersama alcohol. Overdosis/intoksikasi adalah kondisi fisik dan perilaku abnormal akibat penggunaan zat yg dosisnya melebihi batas toleransi tubuh. Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami keracunan akibat obat. OD sering terjadi bila menggunakan narkoba dalam jumlah banyak dengan rentang waktu terlalu singkat, biasanya digunakan secara bersamaan antara putaw, pil, heroin digunakan bersama alkohol. Atau menelan obat tidur seperti golongan barbiturat (luminal) atau obat penenang (valium, xanax, mogadon/BK) 2.1.2 Etiologi Overdosis sering terjadi karena beberapa faktor penyebab, yaitu : 1. Usia. Lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering terjadi kesalahan dosis karena lansia minum lagi 2. Merek dagang. Banyaknya merek dagang untuk obat yang sama, sehingga pasien bingung, misalnya furosemide (antidiuretik) dikenal sebagai lasix, uremia dan unex. 3. Penyakit. Penyakit yang menurunkan metabolisme obat di hati atau sekresi obat melalui ginjal akan meracuni darah. 4. Gangguan emosi dan mental. 3



4



Menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate, antidepresan dan tranquilizer. 5. Mengkonsumsi



lebih



dari



satu



jenis



narkoba



misalnya



mengkonsumsi putau hamper bersamaan dengan alcohol atau obat tidur seperti valium, megadom/BK, dll. 6. Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya, misalnya jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang sama seperti biasanya kemungkinan besar terjadi OD. 7. Kualitas barang dikonsumsi berbeda Selain itu, faktor penyebab lainnya yaitu ketidakpatuhan terhadap pengobatan, seperti : 1. Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan itu 2. Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya 3. Sukarnya memperoleh obat itu diluar rumah sakit 4. Mahalnya harga obat 5. Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga yang mungkin bertanggung jawab atas pembelian atau pemberian obat itu kepada pasien 6. Efek samping dapat timbul akibat menaikkan dosis obat yang biasanya tidak bereaksi, mengganti cara pemberian obat, atau memakai obat dengan merek dagang lain. Keracunan obat dapat terjadi, baik pada penggunaan untuk maksud terapi maupun pada penyalahgunaan obat. Keracunan pada penggunaan obat untuk maksud terapi dapat terjadi karena dosis yang berlebih (overdosis) baik yang tidak disengaja maupun disengaja dengan maksud bunuh diri karena efek samping obat yang tidak diharapkan dan sebagai akibat interaksi beberapa obat yang digunakan secara bersama-sama. Kematian akibat penggunaan obat jarang terjadi. Hal yang dapat menimbulkan reaksi dan mungkin mengakibatkan kematian, terutama pada penggunaan obat secara IV, penggunaan obat



5



golongan depresan, penisilin dan turunannya, golongan anti koagulan, obat jantung, k-klorida golongan diuretik dan insulin 2.1.3 Patofisiologi IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetikolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inaktif. Bila konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala gejala ransangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP). Pada keracunan IFO, ikatan Ikatan IFO – KhE bersifat menetap (irreversibel), sedangkan keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible). Secara farmakologis efek Akh dapat dibagi 3 golongan : 1. Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkus, dan jantung. 2. Nikotinik, terutama pada otot-otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata, dan otot pernafasan. 3. SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang (konvulsi) sampai koma. 2.1.4 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktifitas



kelenjar



ludah,



keringat



dan



gangguan



saluran



pencernaan, serta kesukaran bernafas. Gejala ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, tremor pada lidah, kelopak mata, pupil miosis. Keracunan sedang : nausea, muntahmuntah, kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis, fasikulasi otot dan bradikardi. Keracunan berat : diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif, sesak nafas, sianosis, edema paru, inkontenesia urine dan feces, kovulsi,koma, blokade jantung akhirnya meningeal.



6



2.1.5 Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorik. Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan IFO akut maupun kronik (Menurun sekian % dari harga normal ). Keracunan akut : a. Ringan : 40 - 70 % b. Sedang : 20 - 40 % c. Berat : < 20 % Keracunan kronik bila kadar KhE menurun sampai 25 - 50 % setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segara disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kemballi kadar KhE telah meningkat >75 % N 2. 2. Patologi Anatomi (PA). Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas, sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ-organ lainnya. 2.1.6 Penatalaksanaan 1. Tindakan emergensi a. Airway: Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi. b. Breathing: Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan atau pernapasan tidak adekuat. c. Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan. 2. Identifikasi penyebab keracunan Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan. 3. Eliminasi racun. Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara: a. Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama sesudah menelan bahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan rangsang muntah



7



kecuali bila bahan beracun tersebut mempunyai efek yang menghambat



motilitas



(memperpanjang



pengosongan)



lambung. Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis dengan merangsang palatum mole atau dinding belakang faring, atau dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan : 1) Sirup Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan. 2) Apomorphine, sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir 100%, dapat menyebabkan muntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara subkutan. Kontraindikasi rangsang muntah : 1) Keracunan



hidrokarbon,



kecuali



bila



hidrokarbon



tersebut mengandung bahan-bahan yang berbahaya seperti camphor, produk produk yang mengandung halogenat atau aromatik, logam berat dan pestisida. Keracunan bahan korossif Keracunan bahan-bahan perangsang CNS (CNS stimulant, seperti strichnin) 2) Penderita kejang 3) Penderita dengan gangguan kesadaran b. Kumbah Lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah menelan bahan beracun, kecuali bila menelan bahan yang dapat menghambat pengosongan lambung. Kumbah lambung seperti pada rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada : 1) Keracunan bahan korosif 2) Keracunan hidrokarbon 3) Kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau penderita dengan resiko aspirasi jalan nafas harus dilindungi dengan cara pemasangan pipa endotracheal. Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring ke kiri, kemudian dimasukkan pipa orogastrik



8



dengan ukuran yang sesuai dengan pasien, pencucian lambung dilakukan dengan cairan garam fisiologis (normal saline/ PZ) atau ½ normal saline 100 ml atau kurang berulang-ulang sampai bersih c. Pemberian Norit (activated charcoal). Jangan diberikan bersama obat muntah, pemberian norit harus menunggu paling tidak 30 - 60 menit sesudah emesis. Indikasi pemberian norit untuk keracunan : 1) Obat-obat analgesic/anti inflamasi: acetamenophone, salisilat,



anti



inflamasi



non



steroid,



morphine,



propoxyphene. 2) Anticonvulsants/sedative: barbiturate, carbamazepine, chlordiazepoxide,



diazepam



phenytoin,



sodium



valproate. 3) Lain-lain: amphetamine, chlorpheniramine, cocaine, digitalis, quinine, theophylline, cyclic anti-depressants. Norit tidak efektif pada keracunan Fe, lithium, cyanida, asam basa kuat dan alkohol. 4) Catharsis. Efektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan diberikan bila ada gagal ginjal, diare yang berat (severe diarrhea), ileus paralitik atau trauma abdomen. 5) Diuretika paksa (Forced diuretic). Diberikan pada keracunan



salisilat



dan



phenobarbital



(alkalinisasi



urine ). Tujuannya adalah untuk mendapatkan produksi urine 5,0 ml/kg/jam, hati-hati jangan sampai 10 terjadi overload cairan. Harus dilakukan monitor dari elektrolit serum pada pemberian diuresis paksa. Kontraindikasi : edema otak dan gagal ginjal d. Pemberan antidotum kalau mungkin Pengobatan supportif, pemberian cairan dan elektrolit, perhatikan nutrisi penderita, Pengobatan simtomatik (kejang, hipoglikemia, kelainan elektrolit, dsb)



9



2.2 Asuhan Keperawatan Teori 2.2.1 Pengkajian A. Identitas Klien Meliputi : Nama, Alamat, Jenis kelamin (bisa terjadi pada laki-laki maupun wanita), Umur (bisa terjadi pada semua umur), Agama, riwayat pendidikan, dan penanggung jawab. B. Keluhan Utama Biasanya klien overdosis akan sesak nafas. C. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien overdosis akan merasakan nyeri kepala, muntah-muntah, dan kejang. D. Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya klien overdosis memiliki penyakit yang perlu minum obat-obatan dalam jumlah banyak, sehingga membuatnya overdosis E. Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga klien sebelumnya tidak ada yang pernah mengalami overdosis F. Pola-Pola Kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat a. Klien tidak memiliki kebiasaan buruk seperti merokok ataupun mengonsumsi alkohol b. Status ekonomi : Klien adalah seorang kepala keluarga, memiliki 1 orang istri dan 1 orang anak 2) Pola nutrisi dan metabolisme Pada klien overdosis nafsu makan mengalami gangguan karena klien merasa perut tidak nyaman dan sering muntah-muntah. 3) Pola eliminasi Klien overdosis biasanya sering mengalami inkontinesia urin dan feses 4) Pola tidur dan istirahat Klien yang mengalami overdosis mengalami gangguan tidur, karena merasa cemas dengan penyakitnya.



10



5) Pola aktivitas Klien overdosis biasanya mengalami gangguan saat beraktivitas karena tubuhnya pasti merasa lemah, nyeri kepala, dan terkadang mengalami kram perut. 6) Pola hubungan dan peran Hubungan dengan anggota keluarganya baik-baik saja. 7) Pola persepsi dan konsep diri Biasanya klien katarak akan lebih bergantung pada anggota keluarganya karena susah untuk melihat. 8) Pola sensori dan kognitif Biasanya klien overdosis tidak mengalami gangguan sensori. Pada pola kognitif klien biasanya kurang paham tentang cara menangani penyakitnya (overdosis). 9) Pola reproduksi seksual Sejak sakit klien tidak pernah melakukan hubungan seksual. Klien memiliki 1 anak. 10) Pola penanggulangan stres Klien



overdosis



biasanya



mengalami



stress



terhadap



penyakitnya. 11) Pola tata nilai dan kepercayaan Klien tetap menjalankan ibadahnya seperti sholat 5 waktu dengan dibantu oleh anggota keluarganya. G. Pemeriksaan 1) Pemeriksaan Primer Pengkajian difokusakan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adanya gangguan asam basa, keadaan status jantung, status kesadaran. a. Airway Support Pada klien dengan overdosis yang perlu diperhatikan adalah ada tidaknya sumbatan pada jalan napas seperti lidah. Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada klien tidak sadar karena pada kondisi



11



ini lidah klien akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal ini akan mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan napas. Sebelum diberikan bantuan pernapasan, jalan napas harus terbuka. Teknik yg dapat digunakan adalah cross finger (silang jari). Jika terdapat sumbatan bersihkan dengan teknik finger sweep (sapuan jari). Teknik untuk membuka jalan napas : a) Head tilt / chin lift, Teknik ini digunakan jika penderita tidak mengalami cedera kepala, leher dan tulang belakang b) Jaw trust b. Breathing Support Setelah dipastikan bahwa jalan napas aman, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian status pernapasan klien, apakah masih bernapas atau tidak. Teknik yg digunakan adalah LOOK, LISTEN and FEEL (LLF). LLF dilakukan tidak lebih dari 10 menit, jika klien masih bernapas, tindakan yang dilakukan adalah pertahankan jalan napas agar tetap terbuka, jika klien tidak bernapas, berikan 2x bantuan pernapasan dengan volume yang cukup. c. Circulation Support Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar yang diberikan pada klien yang mengalami



henti



jantung.



Selain



itu,



untuk



mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru agar dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut (advance life support). d. Disability Pemantauan status neurologis secara cepat meliputi tingkatan kesadaran dan GCS, dan ukur reaksi pupil serta tanda-tanda vital.



12



e. Exposure, enviromental control, buka baju penderita, tapi cegah hipotermia. f. Folley Kateter Pemasangan kateter pada klien overdosis biasanya dilakukan untuk melakukan perhitungan balance cairan. g. Gastric Tube Salah satu penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah kumbah lambung yang bertujuan untuk membersihkan lambung



serta



menghilangkan



racun



dari



dalam



lambung. h. Heart Monitor Lakukan



pemantauan



peningkatan



detak



jantung,



peningkatan tekanan darah dan kerusakan sistem kardiovaskuler. Setelah primary survey dan intervensi krisis selesai, perawat harus mengkaji riwayat pasien A : Allergies (jika pasien tidak dapat memberikan informasi perawat bisa menanyakan keluarga atau teman dekat tentang riwayat alergi pasien) M : Medication (overdosis obat : ekstasi) P : Past medical history (riwayat medis lalu seperti masalah kardiovaskuler atau pernapasan) L : Last oral intake (obat terakhir yang dikonsumsi : ekstasi) E : Even (kejadian overdosisnya obat, dekskripsi gejala, keluhan utama, dan mekanisme overdosis) 2) Pemeriksaan Sekunder a. Keadaan umum : lemas, tingkat GCS