5 0 202 KB
TUGAS LAB PRAKTIKUM KEPERAWATAN GERONTIK “ASKEP LANSIA KEPADA PASIEN DELIRIUM”
DISUSUN OLEH : 1. SRI RAMADANI (1701026) 2. SRI WAHYUNI M (1701027) 3. ST NURHAZANA S (1701028) 4. SUWARNI SYAM (1701029) 5. ULFAH MUTHMAINNAH D (1701030) 6. WIDHY NURMAYANI (1701031) 7. WINDASARI (1701032) 8. YULIA (1701033) 9. MOHAMAD RIFALDI ALI (1701036)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 2017 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASSAR 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk prosesmengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Kognitif memberikan peran penting dalam intilegensi seseorang, yang paling utama adalah mengingat, dimana proses tersebut melibatkan fungsi kerja otak untuk merekam dan memanggil ulang semua atau beberapa kejadian yang pernahh dialami. Kognisi meliputi kemampuan otak untuk memproses, mempertahankan , dan menggunakan informasi. Kemampuan kognitif ini penting pada kemapuan inidvidu dalam membuat keputusan, menyelesaikan masalah, menginterpretasikan lingkungan dan mempelajari informasi yang baru, untuk memberikan nama pada beberapa hal. Gangguan kognitif merupakan gangguan atau kerusakan pada fungsi otak yanglebih tinggi dan dapat memeberikan efek yang merusak pada kemampuan individu untuk melakukan funsi sehari hari sehingga individu tersebut lupa nama anggota keluarga atautidak mampu melakukan tugas rumah tangga harian atau melakukan hygiene personal (Caine & lyness,2000 dalam Aggraini, 2014). Gangguan kognitif yang paling sering ditemui meliputi Demensia dan Delirium.Banyak orang mensalah artikan antara Demensia, Delirium dan Depresi. Juga tentangrespon kognitif yang maladaptive pada seseorang. Hal ini merupaka tugas perawatsebagai tenaga professional yang mencakup bio-psiko-sosial yang memberikan asuhankeperawatan khususnya pada klien dengaan gangguan kognitif yang akan dibahas olehkelompok kali ini. Delirium dan demensia merupakan kelainan yang sering ditemukan pada pasienpada semua usia, namun kelainan ini paling sering ditemukan pada pasien usia lanjut. Delirium
adalah suatu keadaan kebingungan
(confusion) mental
yang dapat
disertaifluktuasi kesadaran, kecemasan, halusinasi, ilusi, dan waham (delusi). Kelainan ini dapatmenyertai infeksi, kelainan metabolik, dan kelainan medis atau neurologis lain atauberhubungan dengan penggunaan obat-obatan atau gejala putus obat. Demensi, sebaliknya, merupakan kondisi dimana memori dan fungsi kognitif lain terganggusehingga kegiatan sosial normal atau pekerjaan menjadi terhambat. Sebagian besardemensia merupakan hasil dari penyakit degenerasi otak namun stroke dan infeksi juga dapat menimbulkan demensia Rara, (2016). 2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Dasar Derilium 2.1.1 Definisi Delirium Delirium adalah suatu gangguan organik global akut dan sementara dari fungsi sistem saraf pusat yang menyebabkan gangguan kesadaran dan perhatian (Allison dkk, 2004 dalam Septian, 2015). Istilah delirium sama dengan keadaan bingung akut, secara tegas, hal ini menjelaskan berbagai keadaan bingung akut yang terpisah secara klinis ditandai oleh periode gelisah, aktivitas mental yang meninggi, mudah terbangun, ketidaksiapan yang jelas dalam memberikan respons terhadap stimuli tertentu (seperti suara bising yang tiba-tiba), halusinasi visual yang mengganggu, hiperaktivitas motorik, dan stimulasi autonom. Gangguan perhatian, penting pada keadaan bingung akut, terjadi meskipun kebingungan yang tampak. Agitasi delirium secara khas berfluktuasi dan dapat berubah atau berlanjut menjadi keadaan bingung yang redup. Gambaran klinis ditunjukkan oleh adanya halusinasi yang gembira dari delirium tremens yang menyertai berhentinya minum alkohol. Akan tetapi delirium mungkin tampak pada keadaan bingung akut dari setiap penyebab (Isselbacher dkk, 1999 dalam Aggraini, 2014). Delirium adalah suatu sindrom yang mencakup gangguan kesadaran yang disertaidengan perubahan kognisi. Delirium biasanya terjadi dalam waktu singkat, kadang kadangtidak lebih dari beberapa jam, dan berfluktuasi atau berubah sepanjang hari. Klien sulitmemberikan perhatian, mudah terdistraksi, disorientasi, dan dapat mengalami gangguansensori seperti ilusi,
salah
interpretasi atau
halusinasi.
Suara
keras
dari kereta
cucian
dilorong
dapat disalahartikan sebagai suara tembak (salah interpretasi), kabel listrik yang terletak di lantai dapat terlihat seperti ular (ilusi) atau individu dapat melihat “malaikat”melayang layang di udara ketika tidak ada sesuatu di sana ( halusinasi ). Kadang kadangindividu juga mengalamai gangguan siklus tidur-bangun, perubahan aktivitas psikomotor dangangguan emosionalseperti ansietas, takut,iritabilitas, euforia, atau apati (DSM-IV-TR,2000 dalam Septian, 2015).
3
2.1.2 Etiologi Bila membicarakan etiologi delirium, maka faktor predisposisi dibedakan dengan faktor presipitasi. Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami delirium, sedangkan faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium. 1. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami delirium. Faktor predisposisi gangguan otak organik: seperti demensia, umur lanjut, kecelakaan otak seperti
stroke,
penyakit
parkinson,
gangguan
penglihatan
dan
pendengaran,
ketidakmampuan fungsional, hidup dalam institusi, ketergantungan alkohol, isolasi sosial, depresi, gangguan sensorik dan gangguan multiple lainnya, dan riwayat delirium postoperative sebelumnya. 2. Faktor presipitasi Faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium. Termasuk perubahan lingkungan (perpindahan ruangan), pneumonia, infeksi, dehidrasi, hipoglikemia, imobilisasi, malagizi, dan pemakaian kateter buli-buli. Penggunaan anestesia juga meningkatkan resiko delirium, terutama pada pembedahan yang lama. Demikian pula pasien lanjut usia yang dirawat di bagian ICU beresiko lebih tinggi Aggraini, (2014). 2.1.3 Gambaran Klinis Berdasarkan kriteria DSM-IV, delirium dicirikan oleh gejala yang mulainya sangat cepat (biasanya dalam beberapa jam sampai hari) dan cenderung berfluktuasi, dengan perubahan tingkat kesadaran, ketidakmampuan berfokus, perhatian yang bertahan atau teralih, dan perubahan kognitif (seperti gangguan memori, disorientasi, gangguan bahasa) atau terjadinya gangguan perseptual hanya dapat dijelaskan oleh demensia. Lebih lanjut, terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratoris bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh konsekuensi fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum, atau intoksikasi/withdrawal senyawa, atau karena berbagai penyebab (Popeo, 2011; Martins dan Fernandes, 2012 dalam Aggraini, 2014). Awal perjalanan yang tiba-tiba dan akut adalah gambaran sentral delirium. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memastikan tingkat fungsi kognitif dasar pasien serta perjalanan perubahan kognitifnya. Kesadaran sebagai fungsi otak memungkinkan kewaspadaan terhadap dirinya sendiri serta kewaspadaan terhadap lingkungannya dan dicirikan oleh dua 4
aspek utama: tingkat dan isi kesadaran. Tingkat kesadaran mencerminkan bangkitan kewaspadaan: bangun, tidur, atau koma. Isi kesadaran, atau bagiannya, dialami oleh subyek sebagai kewaspadaan terhadap dirinya sendiri serta lingkungannya saat subyek bangun dan sadar baik. Isi kesadaran dan kognitif hanya dapat diperiksa jika subyek minimal memiliki tingkat kesadaran tertentu (Browne, 2010; Popeo, 2011; Martins dan Fernandes, 2012 dalam Septian, 2015). Pada delirium, gangguan kesadaran adalah salah satu manifestasi paling awal, yang sering berfluktuasi, terutama di malam hari saat stimulasi lingkungan berada pada titik terendah. Tingkat kesadaran dapat berflukutasi pada yang paling ekstrim untuk pasien yang sama, atau dapat muncul dengan tanda yang lebih ringan seperti mengantuk atau gangguan tingkat perhatian. Faktanya, pasien dapat tampak benar benar mengantuk, letargi, atau bahkan semi-koma pada kasus yang lebih berat. 2.1.4 Peranan Proses Penuaan pada Delirium Proses penuaan yang disertai perubahan fisiologis pada penuaan merupakan faktor risiko terjadinya delirium. Proses penuaan berhubungan perubahan pada otak misalnya pengaturaran neurotransmiter yang berkaitan dengan stress metabolik, penurunan aliran darah otak , penurunan densitas vaskuler, kehilangan sel saraf (terutama pada locus cereleus dan substantia nigra) dan penurunan transduksi intraseluler.
Proses-proses ini yang
menjelaskan mengapa proses penuaan berkaitan dengan beberapa gangguan defisist kognitif dan peningkatan risiko dementia. Beberapa penelitian menyatakan bahwa ada hubungan resiprokal antara delirium dan penurunan fungsi kognitif. Dementia merupakan faktor risiko utama delirium pada pasien-pasien usia lanjut dan kelanjutan proses delirium itu sendiri tampaknya meningkatkan risiko penurunan fungsi kognisi, termasuk dementia. Penuaan itu sendiri menunjukkan peningkatan jumlah mediator inflamasi di dalam sirkulasi yang menunjukkan bahwa proses neurodegenerasi kronik yang disebakan oleh respon inflamasi mengaktivasi sel mikroglia SSP. Sel mikroglia ini menghasilkan respon inflamasi yang berlebihan terhadap perubahan imunologi. Perubahan pada sistem imun yang berkaitan dengan penuaan (immunosenescence) menyebabkan peningkatan sekresi sitokin oleh jaringan adiposit. Hal ini merupakan penyebab utama inflamasi kronik, yang lebih dikenal sebagai “inflammaging”. Proses inflamasi ini mungkin berkontribusi terhadap progresifitas penyakit melalui produksi mediator inflamasi. Proses penuaan berhubungan 5
dengan peningkatan nilai baseline dua sampai empat kali mediator inflamasi termasuk sitokin dan protein fase akut. Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap delirium pada pasien usia lanjut adalah lower cognitive reserves, kapasitas metabolik
yang rendah,
peningkatan sensitivitas terhadap obat-obatan dan rendahnya threshold terhadap efek obatobat antikoloinergik. Beberapa mekanisme utama yang berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya delirium pada usai lanjut: 1. Kehilanagn sel saraf terutama pada lokus coereleus dan substantia nigra. 2. Perubahan pada berbagai sistem neurotransmitter. 3. Penurunan intergritas white matter yang berhubungan dengan usia. 4. Penurunan aliran darah otak, terutama pada gyrus cingulate anterior, basal ganglia bilateral, bagian prefrontal kiri, bagian frontal lateral kiri dan bagian temporal superior kiri, dan korteks insular. 5. Penurunan metabolisme oksigen pada otak. 6. Berkurangnya suplai oksigen (misalnya hipoksia). 7. Berkurangnya metabolism oksidatif otak Rara, (2016).
6
2.2
Konsep Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian 1. Identitas Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan alamat. 2. Keluhan utama Keluhan utama merupakan sebab utama yang menyebabkan klien datang berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun. 3. Riwayat Karena penyebab delirium sering terkait dengan penyakit medis, alkohol, atau obat lain, perawat perlu mendapatkan riwayat keseluruhan area ini. Perawat mungkin perlu mendapatkan informasi dari anggota keluarga jika kemampuan klien untuk memberikan data terganggu. 4. Faktor predisposisi Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis serta menentukan tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang terdapat. Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan intern dan nerologik yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat bantuan dari keluarga, teman dan petugas kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah otak, tumor otak dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi dan sebagainya). 5. Fisik Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun, takikardia, febris, berat badan menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau makan. 6. Psikososial a. Genogram: minimal tiga generasi masalah yang terkait 7
1) Interaksi di dalam keluarga 2) Penentu kebijakan di dalam keluarga b. Konsep diri 1) Gambaran diri, stressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri karena proses patologik penyakit. 2) Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu. 3) Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, tidak sesuaian antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu deman individu tidak tahun dengan jelas perannya, serta peran berlebihan sementara tidak mempunyai kemampuan dan sumber yang cukup. 4) Ideal diri, keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kemampuan yang ada. 5) Harga diri, ketidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya. c. Hubungan social Perkembangan hubungan sosial yang tidak menyebabkan kegagalan individu untuk belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien cenderung memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Keadaan ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung. d. Spiritual Keyakinan klien terhadap agama dan keyakinannya masih kuat. tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama dan kepercayaannya. e. Status mental 1) Penampilan 2) Pembicaraan Bicara juga dapat dipengaruhi, yaitu menjadi kurang koheren dan lebih sulit dimengerti ketika delirium memburuk. Klien dapat mengulang-ulang satu topik atau bahasan, berbicara melantur dan sulit untuk diikuti, atau mengalami logorea yang cepat, terpaksa, dan biasanya lebih keras dari normal. Kadang-kadang klien dapat berteriak atau menjerit, terutama pada malam hari (Burney-Puckett, 1996). f.Aktivitas motoric 8
Klien delirium sering mengalami gangguan perilaku psikomotor. Klien mungkin gelisah dan hiperaktif, sering menarik-narik seprai atau berupaya bangun dari tempat tidur secara mendadak dan tidak terkoordinasi. Sebaliknya, klien dapat mengalami perilaku motorik yang lambat, tampak lesu dan letargi dengan sedikit gerakan. 7. Alam perasaan dan afek Klien delirium sering mengalami perubahan mood yang cepat dan tidak dapat diperkirakan. rentang respons emosional yang luas mungkin terjadi, seperti ansietas, takut, iritabilitas, marah, euforia, dan apati. Perubahan mood dan emosi ini biasanya tidak terkait dengan lingkungan klien. Ketika klien merasa sangat takut dan merasa terancam, klien mungkin melawan untuk melindungi dirinya dari bahaya yang dirasakan. 8. Persepsi Halusinasi yang paling sering terjadi adalah halusinasi penglihatan: klien melihat bendabenda yang tidak ada stimulusnya dalam realitas, seperti malaikat atau gambaran yang mengerikan melayang di atas tempat tidur. Ketika lebih mampu berpikir jernih, beberapa klien dapat menyadari bahwa mereka mengalami mispersepsi sensori. Akan tetapi klien lainnya benar-benar meyakini salah interpretasi mereka sebagai hal yang benar dan tidak dapat diyakinkan hal yang sebaliknya. 9. Proses pikir Proses pikir sering mengalami disorganisasi dan tidak masuk akal. Pikiran juga dapat terpecah (tidak berkaitan dan tidak lengkap). Klien juga dapat memperlihatkan pikiran waham yang meyakini bahwa perubahan persepsi sensorinya adalah nyata. 10. Tingkat kesadaran Tanda utama delirium dan sering kali tanda awal delirium adalah perubahan tingkat kesadaran yang jarang stabil dan biasanya berfluktuasi sepanjang hari. Klien biasanya terorientasi pada orang, tetapi sering kali terdisorientasi terhadap waktu dan tempat. Klien menunjukkan penurunan kesadaran terhadap lingkungan atau situasi dan dapat berfokus pada stimulus yang tidak berkaitan, seperti warna seprai atau ruangan. Klien juga mudah terdistraksi oleh suara, orang, atau mispersepsi sensorinya. 11. Memori Klien tidak dapat memfokuskan, mempertahankan atau mengubah perhatiannya secara efektif, dan terdapat kerusakan memori yang baru dan yang sangat baru (DSM-IV9
TR,2000). Hal ini berarti bahwa perawat harus menanyakan atau memberikan arahan secara berulang-ulang; meskipun kemudian klien mungkin tidak mempu melakukan hal-hal yang diminta. 12. Kemampuan penilaian Penilaian klien mengalami gangguan. Klien sering tidak dapat menyadari situasi yang potensial membahayakan dan tidak dapat bertindak demi kepentingan terbaik mereka sendiri. Misalnya, klien mungkin mencoba mencabut slang intravena atau keteter urine secara berulang-ulang sehingga menyebabkan nyeri dan mengganggu terapi yang penting. 13. Daya tilik diri Daya tilik bergantung pada keparahan delirium. Klien yang mengalami delirium ringan dapat mengenali bahwa ia bingung, sedang mendapatkan terapi, dan mungkin akan sembuh. Akan tetapi, klien yang mengalami delirium berat dapat tidak memiliki daya tilik dalam situasi ini. 14. Kebutuhan klien sehari-hari a. Tidur Klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan gelisah . Kadangkadang terbangun tengah malam dan sukar tidur kembali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari. b. Selera makan Klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya sedikit, karena putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan. c. Eliminasi Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kadang lebih sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan. d. Mekanisme koping Apabila klien merasa tidak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Ketidak mampuan mengatasi secara konstruktif merupakan faktor penyebab primer terbentuknya pola tiungkah laku patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam
10
keadaan delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri. II. Analisa Data Data
Etiologi
Masalah
DS : Keluarga
mengatakan
bahwa
klien
kadang
melihat
bayangan
yang
mendekati dirinya di setiap ruangan yang bercahaya minimal.
Harga diri rendah
Resiko tinggi men-
Isolasi sosial : menarik
cederai diri, orang
diri
lain dan lingkungan
Perubahan sensori
sekitar
persepsi (halusinasi penglihatan) Disorganisasi dan tidak
Keluarga
kadang
memegangi
klien
dikala
sedang gelisah dan tidak enak duduk dan tidur serta berkeinginan melepaskan
untuk jarum
infus
yang terpasang
masuk akal Meyakini bahwa perubahan persepsi sensorinya adalah nyata Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan sekitar
DO : Klien
ketika
didekati
perawat mengatakan bahwa ditempat
terpasangnya
infus
kecoa
ada
yang
hinggap. Klien
nampak
gelisah,
berontak, ngomel-ngomel, 11
tidak enak duduk dan tidak enak tidur, mata merah Kontak mata klien saat bertatap muka kurang dan kadang salah mengucapkan namanya
bila
diajak
berkenalan Terdapat luka lecet pada daerah dahi dan pelipis bekas garukan DS : Keluarga
Ketidakseimbangan
mengatakan
nutrisi kurang dari
sudah dua hari ini klien
kebutuhan tubuh
tidak mau makan dan kalau
Putus asa
mau
Merasa tidak berharga
hanya
bisa
menghabiskan makan dua
Tidak nafsu makan
atau tiga suap nasi yang
Ketidakseimbangan
disajikan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan tubuh DO : Berat
badan
menurun,
membran mukosa kering dan terjadi kelemahan DS : Keluarga mengatakan klien kadang-kadang
berbicara
sendiri dengan nada yang
Harga diri rendah
Isolasi Sosial :
Kegagalan
Menarik Diri
mempertahankan komunikasi dengan 12
orang lain
agak keras
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Klien gelisah DO : Kurang rasa percaya pada orang
lain,
sukar
berinteraksi dengan orang lain, komunikasi yang tidak realistik, kontak mata yang kurang. DS : Keluarga mengatakan klien sudah
dua
hari
belum
mandi
Gangguan perilaku psikomotor (lesu dan letargi dengan sedikit gerakan)
Klien
kadang-kadang
masih ngompol dan kadang bilang kalau ingin kencing dengan
menggunakan
pispot
Keterbatasan aktivitas Kemauan perawatan kebersihan diri menurun Penampilan tidak rapi Defisit perawatan diri
DO : Kemauan yang menurun, penampilan
kurang
rapi
dan muka agak kusut Celana
nampak
sedikit
basah 13
Defisit perawatan diri
III. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan utama untuk klien yang mengalami delirium adalah: 1. Resiko tinggi mencederai diri,orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi 2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri 3. Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem pendukung yang tidak adekuat dan harga diri yang rendah 4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan intoleransi aktifitas 5. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan system pendukung yang tidak adekuat IV. Intervensi Keperawatan Diagnosa 1 : Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi. Diagnosa 2 : Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri. TUK
:Dalam 2 minggu klien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan kegelisahan dan melaporkan pada perawat agar dapat diberikan intervensi sesuai kebutuhan.
TUM
:Klien tidak akan membahayakan diri, orang lain dan lingkungan selama di rumah sakit. INTERVENSI
RASIONAL
1. Pertahankan agar lingkungan klien pada tingkat stimulus yang rendah (penyinaran rendah, sedikit orang, dekorasi yang sederhana dan tingakat kebisingan yang rendah) 2. Ciptakan lingkungan psikososial :
Tingkat ansietas atau gelisah akan meningkat dalam lingkungan yang penuh stimulus.
Lingkungan
a. Sikap perawat yang bersahabat, penuh perhatian, lembuh dan hangat.
terapeutik
psikososial akan
yang
menstimulasi
kemampuan perasaan kenyataan. 14
b. Bina
hubungan
(menyapa
klien
saling
percaya
dengan
ramah,
memanggil nama klien, jujur , tepat janji, empati dan menghargai). c. Tunjukkan
sikap
perawat
yang
bertanggung jawab Observasi ketat merupakan hal 3. Observasi secara ketat perilaku klien (setiap 15 menit)
yang
penting,
karena
dengan
demikian intervensi yang tepat dapat diberikan segera dan untuk selalu memastikan bahwa kien berada dalam keadaan aman Klien
4. Kembangkan orientasi kenyataan: a. Bantu
kien
untuk
mengenal
b. Beri umpan balik tentang perilaku tanpa
menyokong
atau
untuk
menilai
kesempatan
dapat
beradaptasi
lingkungan.Klien
dengan
yang
berada
dalam keadaan gelisah, bingung,
membantah kondisinya. c. Beri
kemampuannya
dikembangkan
realita secara adequat agar klien
persepsinya. klien
perlu
untuk
klien tidak menggunakan benda-
mengungkapkan persepsi dan daya
benda
tersebut
orientasi
membahayakan
untuk
diri
sendiri
maupun orang lain. 5. Lindungi klien dan keluarga dari bahaya halusinasi:
Klien halusinasi pada faase berat tidak
a. Kaji halusinasi klien b. Lakukan tindakan pengawasan ketat, upayakan tidak melakukan pengikatan. 6. Tingkatkan peran serta keluarga pada
dapat
perilakunya.
yang
dapat mencegah cedera. Klien
yang
mengontrol
prinsip-prinsip
sokongan
pada 15
Lingkungan
aman dan pengawasan yang tepat
tiap tahap perawatan dan jelaskan tindakan
mengontrol
sudah
halusinasinya keluarga
dapat perlu untuk
halusinasi.
mempertahnkannya.
7. Berikan obat-obatan antipsikotik sesuai dengan
program
terapi
(pantau
keefektifan dan efek samping obat).
Obat
ini
mengendalikan
dipakai psikosis
untuk dan
mengurangi tanda-tanda agitasi.
Diagnosa 3: Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem pendukung yang tidak adekuat dan harga diri yang rendah TUK
:Klien siap masuk dalam terapi aktivitas ditemani oleh seorang perawat yang dipercayai dalam 1 minggu
TUM
:Klien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama klien lainnya dan perawat dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap. INTERVENSI
RASIONAL
1. Ciptakan lingkungan terapeutik: a. Bina hubungan saling percaya (menyapa klien dengan ramah, memanggil nama klien, jujur , tepat janji, empati dan
Lingkungan fisik dan psikososial yang terapeutik akan menstimulasi kemmapuan klien terhadap kenyataan.
menghargai). b. Tunjukkan perawat yang bertanggung jawab. c. Tingkatkan
kontak
klien
dengan
lingkungan sosial secara bertahap.
2. Perlihatkan penguatan positif pada klien. Temani
klien
untuk
memperlihatkan
dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin mnerupakan hal yang sukar bagi 16
Hal ini akan membuat klien merasa menjadi orang yang berguna.
klien. 3. Orientasikan klien pada waktu, tempat dan
Kesadaran diri yang meningkat dalam hubungannya
orang.
dengan
lingkungan
waktu, tempat dan orang. 4. Berikan obat anti psikotik sesuai dengan
Obat ini dipakai untuk mengendalikan psikosis dan mengurangi tanda-tanda
program terapi.
agitasi
Diagnosa 4: Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan intoleransi aktifitas TUK : Klien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dalam 1 minggu TUM : Klien ampu melakukan kegiatan
hidup sehari-hari secara mandiri dan
mendemosntrasikan suatu keinginan untuk melakukannya. INTERVENSI 1.
RASIONAL
Dukung klien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai dengan tingkat kemampuan kien.
2.
Keberhasilan menampilkan kemandirian dalam melakukan suatu aktivitas akan meningkatkan harga diri.
Dukung kemandirian klien, tetapi beri bantuan klien saat kurang
Kenyamanan
mampu
merupakan prioritas dalam keperawatan.
melakukan
beberapa
dan
keamanan
klien
kegiatan. 3.
Berikan penghargaan
pengakuan positif
dan untuk
kemampuan mandiri. 4.
Penguatan positif akan meningkatkan harga diri dan mendukung terjadinya pengulangan perilaku yang diharapkan.
Perlihatkan
secara
konkrit,
Karena berlaku pikiran yang konkrit,
bagaimana
melakukan
kegiatan
penjelasan harus diberikan sesuai tingkat
yang menurut kien sulit untuk
pengetian yang nyata. 17
dilakukaknya. 5.
Jangan membiarkan klien memikul tanggung jawab atas keputusan atau tindakan
apabila
klien
dalam
keadaan tidak aman. 6.
Keamanan klien merupakan suatu prioritas. Klien mungkin tidak mampu membedakan secara akurat tindakan atau situasi yang potensial membahayakan
Apabila diperlukan batasan perilaku atau
tindakan
klien,
jelaskan
batasan, konsekuensi, dan alasannya
Klien mempunyai hak untuk mendapatkan
dengan
informasi
jelas
dalam
kemampuan
batasan
klien
untuk
tentan
restriksi
dan
alasan
batasan yang diperlukan
memahaminya. 7.
Libatkan
klien dalam
rencana
atau
membuat
keputusan
kemampuannya
sesuai
Kepatuhan
untuk
apabila klien terlibat secara emosional
Berikan
umpan
balik
faktual
terhadap mispersepsi, waham, atau halusinasi klien 9.
terapi
meningkat
didalamnya.
berpartisipasi. 8.
terhadap
Klien harus menyadari perilakunya sebelum klien dapat mengambil tindakan untuk memodivikasi perilaku tersebut.
Sampaikan kepada klien dengan
Ketika diberikan umpan balik dengan cara
cara yang sesuai dengan fakta
yang tidak menghakimi, klien dapat merasa
bahwa orang lain tidak terlibat
perasaannya tervalidasi , sementara bahwa
dalam interpretasi klien.
orang lain tidak berespon terhadap stimulus yang sama dengan cara yang sama.
10. Kaji klien setiap hari atau lebih sering apabila diperlukan untuk mengetahui tingkat fungsinya 11. Izinkan klien untuk mengambil
Klien yang mengalami masalah organik cenderung
sering
mengalami
fluktuasi
kemampuan. Pengambilan 18
keputusan
mening-katkan
keputusan
sesuai
dengan
kemampuannya. 12. Bantu
klien
kegiatan
partisipasi, kemandirian, dan harga diri klien.
untuk
rutin
menyusun
harian,
yang
mencangkup hygiene, aktivitas, dsb.
Aktivitas yang rutin atau yang menjadi kebiasaan klien yang tidak membutuhkan keputusan
yang
terus-menerus
tentang
apakah melakukan tugas tertentu atau tidak.
Diagnosa 5: Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan system pendukung yang tidak adekuat TUK : Klien dapat mencapai berat badan normal Hasil laboratorium elektrolit serum klien akan kembali dalam batas normal dalam 1 minggu. TUM : Klien tidak memperlihatkan tanda-tanda /gejala malnutrisi saat pulang. INTERVENSI 1. Monitor
masukan,
haluaran
jumlah kalori sesuai kebutuhan.
RASIONAL dan Informasi ini penting untuk membuat pengkajian nutrisi yang akurat dan mempertahankan keamanan klien.
2. Timbang berat badan setiap pagi Kehilangan berat informasi penting sebelum bangun
badan
merupakan
untuk
mengethui
perkembangan status nutrisi klien. 3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang Klien mungkin tidak memiliki pengetahuan cukup bagi kesehatan dan proses yang cukup atau akurat berkenaan dengan kontribusi
penyembuhan.
nutrisi
yang
baik
untuk
kesehatan. 4. Kolaborasi a. Dengan
Kolaborasi : ahli
menyediakan
gizi makanan
untuk a. Klien lebih suka menghabiskan makan dalam
yang disukai oleh klien.
porsi yang cukup sesuai dengan b. Cairan infus diberikan pada klien yang 19
tidak,
kebutuhan. b. Pemberian cairan perparenteral (IV-line)
c. Serum
kebutuhan fisiologis lainnya)
mengintake
elektrolit
yang
normal
menunjukkan adanya homestasis dalam tubuh.
elektrolit)
kebutuhan sehari-hari (makan dan
dalam
makanan.
c. Pantau hasil laboraotirum (serum
5. Sertakan keluarga dalam memnuhi
kurang
Perawat
bersama
memperhatikan
keluarga
pemenuhan
harus
kebutuhan
secara adekuat.
Menurut Sheila L. Videbeck (2008) pada pasien delirium selain dibutuhkan intervensi seperti demikian juga dibutuhkan penyuluhan kepada klien atau keluarga antara lain: 1. Pantau kondisi kesehatan kronis secara cermat 2. Kunjungi dokter secara teratur 3. Beritahukan semua dokter dan pemberi perawatan kesehatan tentang obat-obat yang digunakan termasuk obat bebas, suplemen diet, dan sediaan herbal. 4. Periksa ke dokter sebelum menggunakan obat yang tidak diresepkan. 5. Hindari penggunaan alkohol dan obat penenang. 6. Pertahankan diet yang bergizi 7. Tidur yang cukup 8. Gunakan tindakan kewaspadaan keamanan ketika bekerja dengan pelarut cair, insektisida dan produk serupa.
20
V. Evaluasi Keberhasilan terapi penyebab yang mendasari delirium biasanya mengembalikan klien ke tingkat fungsi sebelumnya .klien dan pemberi perawatan atau keluarga perlu memahami praktik perawatan kesehatan yang penting untuk mencegah rekurensi delirium. Hal ini dapat mencakup pemantauan kondisi kesehatan yang kronis, penggunaan obat- obatan dengan cermat atau berhenti menggunakan alkohol dan obat lain. Hasil terapi untuk klien yang mengalami delirium dapat mencakup: 1. Klien akan bebas dari cedera. 2. Klien akan menunjukkan peningkatan orientasi dan kontak realitas. 3. Klien akan mempertahankan keseimbangan aktifitas dan istirahat yang adekuat. 4. Klien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi yang adekuat. 5. Klien akan kembali ke tingkat fungsi optimalnya Aggraini, (2014 )
21
BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian 1. Identitas diri Nama
: Tn. R
Umur
: 62 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Suku/bangsa
: Jawa/Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
: Jangkat
Pendidikan
: Lulusan STM Teknik Mesin
Pekerjaan
: Swasta
Tanggal Masuk RS
: 10 Februari 2015
Tanggal Pengkajian
: 11 Februari 2015
Sumber Data
: Klien, dan keluarga
2. Keluhan Utama : Klien sering ngomel-ngomel Autoanamnese : Klien dapat menyebutkan namanya yang dijawab dengan lambat dan dengan suara yang agak keras, tetapi klien salah dalam penyebutan nama istri dan anaknya nya serta teman yang ada disekitarnya. Heteroanamnese : a. 1 minggu yang lalu klien sakit panas, disertai bicara ngelantur, gelisah, sulit tidur dan seperti orang bingung dan marah-marah. b. Klien sering melihat dan mendengarkan sesuatu yang terasa pada tangan yang dipasang infus, ada bunyi derap sapi sebanyak 4 ekor yang sedang berkejar-kejaran (“tak tuk tak tuk”). c. Klien juga tidak mengenal orang-orang disekitarnya yang sebelumnya sudah dikenalnya (salah menyebutkan namanya). d. Klien banyak melamun, tidak bisa tidur dan juga tidak mau makan. 3. Faktor Predisposisi a. Klien belum pernah mengalami gangguan jiwa b. Tidak ada anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa 22
c. Klien pernah menjalani operasi usus buntu bulan desember 2000 di RS 4. Pemeriksaan Fisik Kesadaran yang meningkat, GCS 456, Refleks fisiologi (+), refleks patologis (-), tensi 120/70 mmHg, nadi 80x/mnt, RR 20 x/mnt, S=37,1 c, BB 44 kg, TB 158 cm, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau makan.
5. Psikososial a. Genogram :
+ + + + Wanita Arsir=Klien Pria X Meninggal Serumah
23
b. Hubungan Sosial : Klien menganggap bahwa keluarga yang paling penting dan orang lain tidak penting. c. Spiritual : Keyakinan klien terhadap agama masih kuat, tetapi klien kurang mampu dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannnya. 6. Status Mental a. Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri, berbaring dan dipasang infuse dextrose 5% 20 tts/mnt pada tangan kiri. b. Klien berbicara keras, cepat dan inkoheren. c. Peningkatan kegiatan motorik, gelisah, agistasi. d. Klien Nampak ketakutan dan putus asa. e. Sikap klien terhadap pemeriksa kurang kooperatif, kontak mata kurang, serta secara mimik menunjukkan sikap bermusuhan. f. Klien mengalami perubahan persepsi seperti halusinasi penglihatan pendengaran. g. Klien terlihat bingung, disorientasi waktu, tempat dan orang. h. Klien mengalami gangguan daya ingat yang baru saja terjadi (kejadian beberapa jam atau hari yang lampau) dan yang sudah lama terjadi (kejadian beberapa tahun yang lalu). i. Klien tidak mampu berkonsentrasi. 7.
Kebutuhan Klien Sehari-hari a. Tidur : Klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan gelisah. Kadang-kadang suka terbangun tengah malam dan sulit untuk tidur lagi. Tidurnya terganggu sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar dipagi hari yang ditandai adanya klien tampak mengantuk, mata merah. b. Klien tidak mempunyai selera makan atau makanan yang dihidangkan hanya dimakan sedikit saja, karena klien merasa putus asa, tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan. 24
c. Eliminasi : Klien terganggu buang air kecil nya. Kadang-kadang dibantu dan kadangkadang ngompol dan belum BAB 2 hari setelah masuk RS. 8. Mekanisme Koping Apabila klien merasa tidak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Ketidakmampuan mengatasi secara konstruktif menyebabbkan klien ngomel-ngomel, menarik diri dari dunia luar dan kadang-kadang marah-marah. 9. Penatalaksanaan a. Pemeriksaan Labratorium : Hb
: 12,5 gr%
LED
: 45 mg/L
Leukosit : 5,0 x 109 /dl b. Pemeriksaan Widal : S. Thyphi O
: negative
S. Thyphi H
: negative
S. Para A
: negative
S. Para B
: negative
Klien diberikan obat Haloperidol 2x1 mg
25
10. Analisa Data DATA DS : a. Keluarga mengatakan bahwa klien kadang mendengar suara yang membisikan dirinya(berupa suara
PENYEBAB
MASALAH
Gangguan persepsi
Kekerasan/penyiksaan
sensoris (halusinasi
(melukai diri sendiri,
pendengaran dan
orang lain dan
penglihatan).
sekitarnya).
atau bunyian yang keras). b. Keluarga kadang-kadang memegangi klien dikala sedang gelisah dan tidak enak duduk dan tidur serta berkeinginan untuk melepaskan jarum infuse yang terpasang ditangan kirinya.
DO : a. Klien ketika didekati perawat mengatakan ada 4 sapi yang sedang berkejar-kejaran (berbunyi tak tuk tak tuk). b. Terdapat luka lecet pada daerah dahi dan pelipis bekas garukan. c. Klien tampak gelisah, berontak, ngomel-ngomel, tidak enak duduk dan tidak enak tidur, mata merah. d. Kontak klien saat bertatap muka kontak mata kurang, bermusuhan, 26
dan salah mengucapkan namanya bila diajak kenalan (berjabatan dengan yang kuat) tetapi klien bisa menjawabnya dengan dituntun dan lambat. DS : a. Keluarga mengatakan sudah dua
Intake yang kurang, status
Nutrisi
emosional yang meningkat.
hari ini klien tidak mau makan dan kalau mau hanya bisa menghabiskan makan dua atau tiga suap nasi yang disajikan.
DO : a. Berat badan tak terkaji, konjugntiva tidak pucat dan membrane mukosa kering, turgor kulit cukup, dan kelemahan. b. Terpasang infuse pada tangan kiri dengan tetesan 20 tts/mnt. c. Penampilan tubuh kurus. d. Suhu tubuh sub febris 37 c, TD 120/70 mmHg. DS : a. Keluarga mengatakan klien
Sistem pendukung yang
Interaksi social (isolasi
tidak adekuat, halusinasi.
social).
kadang-kadang berbicara sendiri dengan nada yang agak keras.
27
b. Klien gelisah.
DO : a. Kurang rasa percaya pada orang lain, sukar berinteraksi dengan orang lain, komunikasi yang tidak realistic, kontak mata kurang, berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri, afek emosi dangkal. b. Klien bila diajak kenalan engan klien lainnya masih belum bersahabat dan masih salah dalam mengulang nama yang baru saja dikenalkan. c. Kesadaran berkabut, psikomotor meningkat, bentuk piiran non realistic, arus (asosialisasi longgar) dan isi (pemikiran tak memadai), afek emosi dangkal.
11. Intervensi a. Resiko terhadap penyiksaan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan berespon pada gangguan sensori-sensori preseptual (halusinansi dengar dan lihat). Batasan Kriteria : - Sasaran jangka pendek : Dalam 2 minggu klien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan kegelisahan dan melaporkan pada perawat agar dapat diberikan intervensi sesuai kebutuhan.
28
- Sasaran jangka panjang : Klien tidak akan membahayakan diri, orang lain dan lingkungan selama dirumah sakit. Intervensi 1. Pertahankan agar lingkungan klien
Rasional 1. Tingkat ansietas atau gelisah akan
pada tingkat stimulus yang rendah
meningkat dalam lingkungan yang penuh
(penyinaran rendah, sedikit orang,
stimulus.
dekorasi yang sederhana dan tingkat kebisingan yang sederhana). 2. Ciptakan lingkungan psikososial : - Sikap perawat yang bersahabat,
2. Lingkungan psikososial yang terapeutik akan mestimulasi kemampuan perasaan kenyataan.
penuh perhatian, lembut dan hangat.
3.Observasi ketat merupakan hal yang
- Bina hubungan saling percaya
penting, karena dengan demikian intervensi
(menyapa klien dengan ramah
yang tepat dapat diberikan segera dan untuk
memanggil nama klien, jujur, tepat
selalu memastikan bahwa klien berada dalam
janji, empati dan menghargai).
keadaan aman.
- Tunjukan perawat yang bertanggung 4. Klien perlu dikembangkan kemampuannya jawab. untuk menilai realita secara adekuat agar 3. Observasi secara ketat perilaku klien setiap 15 menit. 4. Kembangkan orientasi kenyataan :
klien dapat beradaptasi dengan lingkungan. Klien yang berada dalam keadaan gelisah, bingung, klien tidak menggunakan bendabenda berbahaya untuk membahayakan diri
- Bantu klien untuk mengenal
sendiri maupun orang lain.
persepsinya.
5. Klien halusinasi pada fase berat tidak
- Beri umpan balik tentang perilaku
dapat mengontrol perilakunya. Lingkungan
klien tanpa menyokong atau
yang aman dan pengawasan yang tepat dapat
membantah kondisinya.
mencegah cidera.
- Beri kesempatan untuk
6. Klien yang sudah dapat mengontrol
mengungkapkan persepsi daya
halusinasinya perlu sokongan keluarga untu
orientasi.
mempertahankannya. 29
5. Lindungi klien dan keluarga dari bahaya halusinasi :
7. Obat ini dipakai untuk mengendalikan psikosis dan mengurangi tanda-tanda agitasi.
- Kaji halusinasi klien - Lakukan tindakan pengawasan ketat, upayakan tidak melakukan pengikatan. 6. Tingkatkan peran serta keluarga pada tiap tahap perawatan dan jelaskan prinsip-prinsip tindakan pada halusinasi. 7. Berikan obat-obatan antipsikotik sesuai denga program terapi Haloperidol (2x1) mg dan pantau keefektifan dan efek samping obat.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, status emosional yang mengingkat. Batasan criteria : Penurunan berat badan, konjungtiva dan membrane mukosa pucat, turgor kulit jelek, ketidakseimbangan elektrolit dan kelemahan. Sasaran jangka pendek : - Klien dapat mencapai pertambahan berat badan 0,9 kg di hari kemudian - Hasil laboratorium elektrolit serum klien akan kembali dalam batas normal dalam 1 minggu Sasaran jangka panjang : Klien tidak memperlihatkan tanda-tanda atau gejala malnutrisi saat pulang. Intervensi
Rasional
1. Monitoring masukan, keluaran dan
1. Informasi ini penting untuk membuat 30
jumlah kalori sesuai kebutuhan.
pengkajian nutrisi yang akurat dan
2. Timbang berat badan setiap pagi
mempertahankan keamanan klien.
sebelum sarapan.
2. Kehilangan berat badan merupakan
3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang
informasi penting untuk mengetahui
cukup bagi kesehatan dan proses
perkembangan status nutrisi klien.
penyembuhan.
3. Klien mungkin tidak memiliki
4. Kolaborasi :
pengetahuan cukup berkenaan dengan
a. Dengan ahli gizi untuk
kontribusi nutrisi yang baik untuk
menyediakan makanan dalm porsi
kesehatan.
yang cukup sesuai dengan kebutuhan.
4. Kolaborasi :
b. Pemberian cairan perparenteral
a. Klien lebih suka menghabiskan
(IV-line).
makanan yang disukai klien.
c. Pantau hasil laboratorium (serum
b. Cairan infuse diberikan pada klien
elektrolit).
yang kurang dalam mengintake
5. Sertakan keluarga dalam memenuhi
makanan.
kebutuhan sehari-hari (makan dan
c. Serum elektrolit yang normal
kebutuhan fisiologi lainnya).
menunjukkan adanya haemostatis dalam tubuh. 5. Perawat bersama keluarga harus memperhatikan pemenuhan kebutuhan secara adekuat.
c. Kurangnya interkasi social (isolasi social) berhubungan dengan system pendukung yang tidak adekuat Batasan kriteria : Kurang rasa percaya pada orang lain, sukar berinteraksi dengan orang lain, komunikasi yang tidak realistic, kontak mata kurang, berfikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri, afek emosi dangkal. Sasaran jangka pendek : Klien siap masuk dalam terapi aktivitas ditemani seseorang perawat yang dipercaya dalam 1 minggu.
31
Sasaran jangka panjang : Klien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama klien lainnya dan perawat dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap. Intervensi
Rasional
1. Ciptakan lingkungan terapeutik :
1. Lingkungan fisik dan psikososial
2. Perlihatkan penguatan positif pada
yang terapeutik akan menstimulasi
klien :
kemampuan klien terhadap
a. Bina hubungan saling percaya
kenyataan.
( menyapa klien dengan nama,
2. Hal ini akan membuat klien merasa
memanggil nama klien, jujur, tepat
menjadi orang yang berguna.
janji, empati dan menghargai).
3. Kesadaran diri yang meningkat dalam
b. Tunjukkan perawat yang
hubungannya dengan lingkungan,
bertanggung jawab.
waktu, tempat dan orang.
Tingkatkan kontak klien dengan
4. Obat ini dipakai untuk mengendalikan
lingkungan social secara bertahap.
psikosis dan mengurangi tanda-tanda
3. Orientasikan klien pada waktu,
agitasi.
tempat dan orang. - Temani klien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin merupaka hal yang sukar bagi klien. 4. Berikan obat anti psikotik sesuai dengan program terapi Haloperidol 2x1 mg.
12. Impelementasi dan Evaluasi Hari Pertama No Dx
Implementasi
Evaluasi 32
I
1. Mempertahankan agar lingkungan
S:
klien pada tingkat stimulus yang
a. Keluarga mengatakan bahwa
rendah.
klien kadang mendengar suara
2. Menciptakan lingkungan psikososial. yang membisikan dirinya(berupa 3. Mengobervasi secara ketat perilaku
suara atau bunyian yang keras).
dan peningkatan psikomotor klien tiap
b. Keluarga kadang-kadang
15 menit sekali.
memegangi klien dikala sedang gelisah dan tidak enak duduk dan
4. Mengembangkan orientasi klien
tidur serta berkeinginan untuk
pada kenyataan.
melepaskan jarum infuse yang
5. Melindungi klien dan keluarga dari
terpasang ditangan kirinya.
bahaya halusinasi. 6. Meningkatkan peran serta keluarga pada tiap tahap perawatan dan jelaskan
O:
prinsip-prinsip tindakan pada
a. Klien tampak gelisah, berontak,
halusinasi.
ngomel-ngomel, tidak enak duduk dan tidak enak tidur, mata merah.
7. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan obat-obatan
b. Kontak klien saat bertatap
antipsikotik (neroleptika) sesuai
muka kontak mata kurang,
dengan program terapi yaitu
bermusuhan, dan salah
Haloperidol 2x1 mg dan memantau
mengucapkan namanya bila
efek samping obat.
diajak kenalan (berjabatan dengan yang kuat) tetapi klien bisa menjawabnya dengan dituntun dan lambat.
A : Masalah belum teratasi
33
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7 DX II
1. Memonitoring masukan,
S:
keluaran dan jumlah kalori
- Keluarga mengatakan klien
sesuai kebutuhan. 2. Mejelaskan pentingnya nutrisi yang cukup bagi kesehatan dan
sudah mau makan tetapi hanya sedikit.
proses penyembuhan pada klien dan keluarga.
O:
3. Kolaborasi :
- Porsi makanan yang disediakan
a. Dengan ahli gizi untuk
RS hanya dimakan 3 suap saja.
menyediakan makanan dalm porsi yang cukup sesuai dengan
- Klien masih terpasang infuse
kebutuhan.
ditangan sebelah kiri.
b. Memantau tetetsan infuse
- Suhu tubuh sub febris 36,5 c,
dan tanda-tanda pelebits.
TD 120/70 mmHg.
4. Mengikutsertakan keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari (makan dan minum).
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi 1,2,3,4 dilanjutkan DX III
1. Menciptakan lingkungan
S:
terapeutik.
- Keluarga mengatakan klien
2. Memperlihatkan penguatan
kadang-kadang berbicara sendiri
positif pada klien.
dengan nada yang agak keras.
3. Mengorientasikan klien pada
- Klien masih gelisah.
waktu, tempat dan orang. 4. Berikan obat anti psikotik sesuai dengan program terapi Haloperidol 2x1 mg. 34
O: - Klien masih sukar berinteraksi dengan orang lain, komunikasi yang tidak realistic, kontak mata kurang, berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri, afek emosi yang dangkal. - Psikomotor meningkat, bentuk piker non realistic, arus (asosiasi longgar) dan isi (pemikiran tak memadai). - Klien masih lupa dan daya ingatnya berkurang.
A : Masalah belum teratasi.
P : Intervensi 1,2,3,4 dilanjutkan.
Hari Kedua No Dx I
Implementasi
Evaluasi
1. Mempertahankan agar lingkungan
S:
klien pada tingkat stimulus yang
a. Keluarga mengatakan bahwa
rendah.
gelisahnya mulai menurun.
2. Menciptakan lingkungan psikososial. 3. Mengobervasi secara ketat perilaku dan peningkatan psikomotor klien tiap 35
O:
15 menit sekali.
- Ditempat infuse terpasang terjadi phlebitis dan akhirnya
4. Mengembangkan orientasi klien
infuse dilepas.
pada kenyataan. 5. Melindungi klien dan keluarga dari bahaya halusinasi.
- Kontak verbal mulai membaik, masih irealistic dan kesadaran berkabut.
6. Meningkatkan peran serta keluarga pada tiap tahap perawatan dan jelaskan prinsip-prinsip tindakan pada
- Kesadaran berkabut, proses berfikir non realistic, asosiasi longgar dan pemikiran tidak
halusinasi.
memadai.
7. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan obat-obatan antipsikotik (neroleptika) sesuai
A : Masalah belum teratasi
dengan program terapi yaitu Haloperidol 2x1 mg dan memantau P : Lanjutkan intervensi
efek samping obat.
2,3,4,5,6,7 DX II
1. Memonitoring masukan,
S:
keluaran dan jumlah kalori
- Keluarga mengatakan klien
sesuai kebutuhan. 2. Mejelaskan pentingnya nutrisi yang cukup bagi kesehatan dan proses penyembuhan pada
sudah mau makan dan menghabiskan makanan yang disajikan rumah sakit. - Klien disuapi makannya oleh
klien dan keluarga.
sang istri.
3. Kolaborasi : a. Dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dalm porsi yang cukup sesuai dengan
O: - Porsi makanan yang disediakan
kebutuhan. b. Memantau tetetsan infuse 36
dan tanda-tanda pelebits.
RS dihabiskan. - Infus dilepaskan karena terjadi
4. Mengikutsertakan keluarga dalam memenuhi kebutuhan
phlebitis,
sehari-hari (makan dan minum).
- Suhu tubuh sub febris 36,5 c, TD 120/70 mmHg.
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan dan observasi DX III
1. Menciptakan lingkungan
S:
terapeutik.
- Keluarga mengatakan klien
2. Memperlihatkan penguatan
masih belum bisa diajak bicara
positif pada klien.
dengan tepat.
3. Mengorientasikan klien pada
- Klien tidak mau bicara kalau
waktu, tempat dan orang.
tidak ditanyakan dulu.
4. Berikan obat anti psikotik sesuai dengan program terapi Haloperidol 2x1 mg.
O: - Kontak verbal mulai membaik, masih irealistik, kesadaran berkabut. - Proses berfikir non realistic, asosiasi longgar dan pemikiran tidak memadai. - Komunikasi pasif 37
A : Masalah belum teratasi.
P : Intervensi 1,2,3,4 dilanjutkan.
Hari Ketiga No Dx I
Implementasi
Evaluasi
1. Mempertahankan agar lingkungan
S:
klien pada tingkat stimulus yang
- Keluarga mengatakan
rendah.
gelisahnya sudah mulai menurun.
2. Menciptakan lingkungan psikososial.
- Klien bisa tidur dimalam hari.
3. Mengobervasi secara ketat perilaku dan peningkatan psikomotor klien tiap 15 menit sekali.
O:
4. Mengembangkan orientasi klien
- Kontak verbal mulai membaik,
pada kenyataan.
sudah mulai realistic, kesadaran
5. Melindungi klien dan keluarga dari
membaik.
bahaya halusinasi.
- Proses berfikir kohern.
6. Meningkatkan peran serta keluarga
- Pemicaraan lambat dan daya
pada tiap tahap perawatan dan jelaskan
ingat lambat.
prinsip-prinsip tindakan pada halusinasi.
A : Masalah teratasi
7. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan obat-obatan antipsikotik (neroleptika) sesuai
P : Intervensi dihentikan dan
dengan program terapi yaitu
observasi 38
Haloperidol 2x1 mg dan memantau efek samping obat.
DX III
1. Menciptakan lingkungan
S:
terapeutik.
- Keluarga mengatakan klien
2. Memperlihatkan penguatan
sudah bisa bicara tentang apa
positif pada klien.
yang diminta dan menceritakan
3. Mengorientasikan klien pada
tentang keluhan yang dirasakan
waktu, tempat dan orang.
seperti pusing.
4. Berikan obat anti psikotik sesuai dengan program terapi Haloperidol 2x1 mg.
O: - Kontak verbal membaik, realistic dan kesadaran masih berkabut. - Klien dapat menjawab apa yang ditanyakan. - Proses berfikir baik.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan mensosialisasikan klien kepada keluarga, teman dank lien lainnya.
39
BAB IV PENUTUP 3.1
Kesimpulan 1. Delirium adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan kognisi yang terjadi secara akut dan berfluktuasi. Delirium memiliki banyak penyebab yang 40
semuanya mengakibatkan pola gejala yang serupa berkaitan dengan tingkat kesadaran dan gangguan kognitif pasien. 2. Penyebab utama delirium adalah penyakit susunan saraf pusat, penyakit sistemik, serta intoksikasi maupun keadaan putus zat psikoaktif. 3. Penegakan diagnosis delirium yang diinduksi zat psikoaktif dapat ditegakkan berdasarkan criteria diagnosis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta pemeriksaan EEG. 4. Tatalaksana dapat berupa non farmakologis dan farmakologis. Non farmakologis terdiri dari memberikan dukungan fisik, sensorik, dan lingkungan. Tatalaksana farmakologis dapat diberikan haloperidol ataupun benzodiazepine (kecuali pada delirium akibat benzodiazepine). DAFTAR PUSTAKA https://www.academia.edu/12619544/ASKEP_DELIRIUM_tinggal_evaluasi_nya_Autosaved (Diakses pada tanggal 21 Desember 2020) https://www.academia.edu/36355630/ Asuhan_Keperawatan_Pada_Lansia_Dengan_Gangguan_Delirium (Diakses pada tanggal 21 Desember 2020)
41