Kelompok 5 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BIOSEKURITI DALAM PEMBESARAN PADA IKAN LAUT Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Kesehatan Ikan



Disusun oleh : Algi Azmi Nugraha 230110160050 Rachmat Mahadika R 230110160062 Ahmad Nursaputra 230110160064 Novica Ardini 230110160083 Firman Setiawan 230110160100 Rahayu Ramadhayanti 230110160123 Tri Nazar Ulfi N 230110160127 Kevin Pranata G 230110160158



UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN JATINANGOR 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah biosekuriti pada pembesaran ikan laut ini tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Kesehatan Ikan pada semeter genap (keenam) perkuliahan mengenai “Biosekuriti Pada Pembesaran Ikan Air Laut”. Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan yang sangat berarti. Penyajian makalah ini, penyusun menyadari masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Sehingga penyusun sangat mengharapkan masukan berupa kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dan penyempurnaan tugas makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih bagi pembaca dan sekaligus permohonan maaf bila dalam penyusunan makalah ini terdapat kekeliruan di dalamnya sebab itu semua datangnya dari penulis dan bila terdapat kelebihan sematamata datangnya dari sang Khalik.



Jatinangor, Maret 2019



Penyusun



i



DAFTAR ISI BAB



Halaman KATA PENGANTAR........................................................................... ii DAFTAR ISI.......................................................................................... iii



I



II



III



PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang............................................................................. 2 1.2 Identifikasi Masalah.................................................................... 3 1.3 Tujuan.......................................................................................... 3 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Biosekuriti................................................................. 4 2.2 Tujuan Biosekuriti....................................................................... 4 2.3 Komponen Utama dan Tindakan Umum Biosekuriti.................. 5 2.4 Biosekuriti Pada Pembesaran Ikan Air Laut............................... 6 2.5 Biosekuriti Pada Pembesaran Ikan diKaramba Jaring Apung.......................................................................................... 9 2.6 Manajemen Biosekuriti Pemeliharaan Ikan diKJA Laut............. 11 2.7 Contoh Kasus Biosekuriti Pada Pembesaran Ikan Air Laut............................................................................... 13 SIMPULAN DAN SARAN 3.1 Simpulan...................................................................................... 15 3.2 Saran............................................................................................ 15 DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 16



1



2



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Intensifikasi dalam budidaya perikanan akan berdampak pada lingkungan



budidaya yang semakin jauh dari kondisi habitat aslinya.  Timbulnya suatu wabah penyakit bukan hanya disebabkan oleh faktor tunggal saja, melainkan merupakan hasil interaksi yang sangat kompleks antara ikan budidaya (stadia, stamina), lingkungan budidaya (internal dan eksternal), serta organisme penyebab penyakit (patogen), dan kemampuan (skill) pelaksana/ petugas (SDM) dalam pemantauan kesehatan ikan (Kabata, 1985). Untuk meminimalisir terjadinya kegagalan dalam budidaya, maka perlu dilakukan suatu upaya untuk menjaga kondisi lingkungan. Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan adalah dengan manajemen pembenihan yang mengacu pada konsep biosecurity agar dapat dihasilkan benih yang berkualitas dan bebas penyakit, serta menekan tingkat kematian ikan dan meningkatkan survival rate. Biosecurity merupakan suatu tindakan yang dapat mengurangi resiko masuknya penyakit dan penyebarannya dari suatu tempat ke tempat lainnya (Lotz, 1997). Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan dalam suatu usaha pembenihan maupun pembesaran ikan adalah kemampuan dalam mengendalikan masuknya dan berkembangnya organisme pathogen pada unit pembenihan tersebut. Hal ini hanya dapat dipenuhi melalui penerapan biosecurity yang sistematis dan konsisten.



3



1.2



Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah yang dapat



diidentifikasi adalah sejauh mana penerapan biosecurity ini dapat mecegah resiko masuknya penyakit serta penyebarannya khusunya dalam pembesaran ikan laut. 1.3



Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah;



1.



Mengetahui dan mempelajari apa itu biosecurity serta penerapannya dalam bidang perikanan khususnya pembesarain ikan laut.



2.



Mengetahui tujuan dari biosecurity bagi budidaya ikan.



3.



Memperluas wawasan mengenai biosecurity dalam pembesaran ikan laut.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Pengertian Biosekuriti Biosekuriti merupakan suatu tindakan yang dapat mengurangi resiko



masuknya penyakit dan penyebarannya dari suatu tempat ke tempat lainnya (Lotz, 1997). Biosekuriti juga dapat diartikan sebagai tindakan untuk mengeluarkan pathogen tertentu dari kultivan yang dibudidayakan di kolam induk, pembenihan, maupun kolam pembesaran dari suatu wilayah atau negara dengan tujuan untuk pencegahan penyakit (Lighner, 2003). Biosekuriti didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk mencegah kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit melalui pemberantasan patogen penyebab penyakit beserta carriernya Biosekurity juga dapat diartikan sebagai suatu perangkat aturan, perlengkapan atau peralatan yang sangat penting untuk melakukan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan  penyakit infeksi yang bisa menyebabkan kerugian besar secara ekonomi (Zavala, 1999). 2.2



Tujuan Biosekuriti Tujuan utama dari penerapan biosekuriti adalah 1). Meminimalkan



keberadaan penyebab penyakit; 2). Meminimalkan kesempatan agen berhubungan dengan induk semang; 3). Membuat tingkat kontaminasi lingkungan oleh agen penyakit seminimal mungkin (Zainuddin dan Wibawan, 2007). Menurut Dirjen Perikanan (2005), tujuan dari biosekuriti adalah mencegah semua kemungkinan penularan dan penyebaran penyakit. Penerapan biosekuriti pada seluruh sektor perikanan, baik di industri pembenihan atau pembesaran akan mengurangi risiko penyebaran mikroorganisme penyebab penyakit yang mengancam sektor tersebut. Meskipun biosekuriti bukan satu-satunya upaya pencegahan terhadap serangan penyakit, namun biosekuriti merupakan garis pertahanan pertama terhadap penyakit



4



5



(Cardona, 2005). Biosekuriti sangat penting untuk mengendalikan dan mencegah berbagai penyakit yang mematikan. Aspek-aspek yang sangat perlu diperhatikan dan menjadi tujuan pelaksanaan program biosekuriti adalah tidak adanya penyakit tertentu, adanya jaminan resiko bagi konsumen terhadap produk yang dihasilkan, adanya jaminan keamanan dalam lingkupan hidup dan sustainability usaha, dan jaminan terhadap tiadanya resiko penyakit zoonosis khususnya bagi pegawai. 2.3



Komponen Utama dan Tindakan Umum Biosekuriti Buhman et al. (2007) menerangkan bahwa komponen utama biosekuriti



adalah isolasi, kontrol lalu lintas dan sanitasi. Isolasi merupakan suatu tindakan untuk mencegah kontak diantara ikan pada suatu area atau lingkungan. Tindakan yang paling penting dalam pengendalian penyakit adalah meminimalkan pergerakan ikan dan kontak dengan ikan yang baru datang. Tindakan lain yaitu memisahkan ternak berdasarkan kelompok umur atau kelompok produksi. Fasilitas yang digunakan untuk tindakan isolasi harus dalam keadaan bersih dan didisinfeksi. Kontrol lalu lintas merupakan tindakan pencegahan penularan penyakit yang dibawa oleh alat angkut dan pengunjung. Hewan yang baru datang sebaiknya diketahui status vaksinasinya, hal ini merupakan tindakan untuk memaksimalkan biosekuriti. Oleh sebab itu, mengetahui status kesehatan ikan yang baru datang sangat penting. Kontrol lalu lintas di tempat budidaya harus dibuat dengan baik untuk menghentikan atau meminimalkan kontaminasi pada ikan, pakan, dan peralatan yang digunakan. Alat angkut dan petugas tidak boleh keluar dari area penanganan ikan yang mati tanpa melakukan pembersihan (cleaning) dan desinfeksi terlebih dahulu. Sanitasi merupakan tindakan pencegahan terhadap kontaminasi yang disebabkan oleh feses. Kontaminasi feses dapat masuk melalui oral pada ikan (fecaloral cross contamination). Kontaminasi ini dapat terjadi pada peralatan yang digunakan seperti kolam ataupun pakan. Langkah pertama tindakan sanitasi adalah untuk menghilangkan bahan organik terutama feses. Bahan organik lain yaitu darah,



6



saliva, sekresi dari saluran pernafasan, dan urin dari ikan yang sakit atau ikan yang mati. Menurut Barrington et al. (2006), tindakan umum yang dilakukan dalam program biosekuriti adalah 1). mengawasi keluar masuknya ikan; 2). mencegah kontak dengan ikan atau ikan liar; 3). secara rutin membersihkan dan mendesinfeksi sepatu, pakaian, dan peralatan yang dipakai ketika menangani ikan; 4). mencatat pengunjung, ikan, dan peralatan yang masuk dan keluar. Pada suatu kolam budidaya penyebaran penyakit dapat terjadi sangat komplek hal ini dapat disebabkan akibat kepadatan populasi dalam suatu kolam, spesies ikan dan sistem sanitasi pada kolam budidaya tersebut, sehingga pengembangan biosekuriti sangat penting guna mencegah masuk dan tersebarnya penyakit yang merugikan (Steenwinkel et al, 2011). 2.4



Biosekuriti Pembesaran Pada Ikan Laut Penerapan biosekuriti dalam industri akuakultur saat ini dipandang sangat



penting sebagai salah satu faktor penentu keberlanjutan produksi. Penerapan ini selain didorong oleh tren tuntutan konsumen global untuk mengkonsumsi produk yang berasal dari sistem produksi yang memenuhi unsur-unsur safety dan sustainable, juga didorong oleh tingginya tingkat kematian dan rendahnya laju pertumbuhan akibat infeksi mikroorganisme patogen. Selain hal tersebut, penerapan biosekuriti juga dilakukan karena adanya kekhawatiran terhadap introduksi patogen eksotis melalui kegiatan impor organisme akuatik yang bertindak sebagai pembawa infeksi (carrier) penyakit. Oleh karena itu, dalam hal penerapan biosekuriti, prinsip-prinsip yang harus diaplikasikan sangat luas dan hal ini mencakup berbagai komponen yang meliputi tindakan pencegahan, pengendalian dan pemusnahan berbagai penyakit infeksius serta berbagai tindakan untuk menjaga kesehatan manusia sebagai pengelola produksi, hewan dan lingkungan. Dalam konteks lingkungan, penerapan biosekuriti juga dilakukan untuk mencegah lolosnya ikan budidaya ke lingkungan sekitar produksi.



7



2.4.1



Sumber infeksi Penerapan biosekuriti akan dapat dilakukan secara efektif bila kita mampu



mengidentifikasi berbagai sumber penyakit dan kemudian mengambil langkah untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan pathogen dimaksud dalam siklus produksi. Penyebaran penyakit pada pembesaran ikan air laut umumnya terjadi ketika spora atau bibit penyakit berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain melalui berbagai perantara, seperti melalui teknisi pengelola, peralatan pembesaran ikan, kendaraan angkut benih, ikan liar, transfer benih dan sumber air yang digunakan.  Beberapa



penelitian



bahkan



menyebutkan



penyebaran Viral



Nervous



Necrosis (VNN) dapat terjadi dari satu bak ke bak yang lain melalui penggunaan alat siphon yang sama untuk beberapa unit produksi. Bahkan, kulit, pakaian hingga siklus fisiologis pencernaan ikan liar disekitar lokasi menjadi rute dan siklus umum untuk penyebaran penyakit. Sumber penyebaran infeksi lainnya juga dapat berasal dari pakan khususnya pada siklus produksi benih. Penggunaan rotifer atau artemia yang terinfeksi dapat menjadi salah satu penyebab utama penyebaran penyakit infeksius serta kontaminasi aflatoksi pada pakan dapat mempengaruhi tingkat kelulushidupan ikan. 2.4.2



Tindakan pengendalian Penyebaran penyakit dapat terjadi secara vertikal dari induk ke benih yang



dihasilkan ataupun secara horizontal selama proses produksi atau pembesaran. Pencegahan terhadap introduksi ikan budidaya ke lingkungan bebas juga menjadi tugas penting dalam aplikasi biosekuriti . Oleh karena itu, tindakan pengendalian berikut dapat dilakukan untuk penerapan biosekuriti: 1. Seleksi induk bebas penyakit serta penggunaan induk dengan variasi genetik yang beragam. Kedua faktor ini sangat mempengaruhi status kesehatan dan sistem imun benih yang dihasilkan yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat laju pertumbuhan ikan.



8



2. Penggunaan benih yang memiliki sertifikat bebas penyakit dan berasal dari hatchery (panti benih) yang tersertifikasi 3. Tindakan desinfeksi terhadap telur, peralatan kerja, bak inkubasi, bak pemeliharaan, kultur fitoplankton, pakan dan personil yang terlibat dalam proses produksi. Prosedur dan pembuatan bahan desinfeksi termasuk gambaran umum tentang penempatan bak desinfeksi kaki untuk personel terangkum dalam SNI 8230:2016 4. Tindakan karantina terhadap induk dan benih yang berasal dari sumber eksternal. Satu hal yang perlu diperhatikan pada tindakan karantina ini adalah penggunaan peralatan dan air pemeliharaan yang harus dibedakan dengan unit produksi lainnya. Pemisahan ini bertujuan untuk mengurangi berbagai dampak negatif yang dapat ditimbulkan akibat tindakan pengendalian intensif selama fase karantina, seperti penggunaan antibiotika, bahan kimia dan bahan aktif biologis lainnya. Titik buangan air karantina juga menjadi perhatian penting dan harus dipisahkan dengan titik air input atau yang digunakan untuk produksi. Air



buangan



harus



dikendalikan



secara



khusus



dengan



menggunakan desinfektan atau melalui sistem biofiltrasi bertingkat. Hal ini bertujuan untuk mencegah aktifnya mikroorganisme dalam bahan aktif biologis yang digunakan selama proses karantina, seperti probiotik dan vaksin, atau patogen yang berasal dari media transportasi, pada suhu dan kondisi lingkungan tertentu. Tindakan sterilisasi air buangan ini juga bertujuan untuk mencegah masuknya bahan kimia yang digunakan selama proses karantina dan dan berpotensi dapat menimbulkan kontaminasi di lingkungan produksi. 5. Eliminasi hewan lain yang berpotensi sebagai vektor penyebaran penyakit dalam sistem produksi serta konstruksi bangunan yang dapat mencegah lolosnya ikan budidaya ke lingkungan sekitar produksi. 6. Gunakan estimasi padat tebar yang tepat dengan merujuk kepada publikasi ilmiah atau pengalaman selama produksi. Padat tebar yang melebihi carrying



9



capacity berpotensi menimbulkan stress dan menyebabkan lemahnya sistem imun sehingga ikan menjadi lebih rentan terinfeksi pathogen. 7. Penerapan monitoring dan surveillance yang konsisten di setiap unit produksi. Selain untuk identifikasi patogen, kegiatan ini sebaiknya juga diarahkan untuk identifikasi organisme yang memiliki kemungkinan sebagai carrier penyakit dengan tidak menunjukkan gejala klinis spesifik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencegah penyebaran horizontal akibat degradasi kualitas lingkungan dan menurunnya sistem daya tahan tubuh ikan 8. Penerapan berbagai standar produksi yang dapat bersinergi positif dengan penerapan biosekuriti, seperti Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dan Cara Pembesaran Ikan yang Baik (CPIB). Bila merujuk pada ketentuan internasional, para pelaku usaha dapat menyesuaikan penerapan dimaksud sesuai dengan prinsip-prinsip Good Management practices (GMPs) hingga kepada persyaratan yang lebih spesifik untuk sertifikasi produk, seperti yang tercantum pada dokumen standar Aquaculture Stewardship Council (ASC). 2.5



Biosekuriti Pada Pembesaran Ikan di Karamba Jaring Apung



2.5.1



Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan dengan menerapkan pengelolaan kesehatan ikan



secara terpadu, antara lain menggunakan benih bebas penyakit, bagi para pembudidaya sebaiknya membeli benih yang telah diuji di laboratorium dibuktikan dengan laporan Hasil Uji atau sertifikat. Perendaman dengan air tawar atau desinfektan minimal setiap 10 hari sekali juga merupakan upaya pencegahan, atau dengan menggunakan vaksin, memberikan imunostimulan misal vitamin C. Disarankan



mendesinfeksi



sarana



budidaya



sebelum



dan



selama



pemeliharaan, membersihkan net secara teratur, serta memanajemen pemeliharaan yang baik seperti pada pakan, padat tebar, kebersihan, biosekuriti, dan lainnya. Penyakit parasitik dapat berupa trematoda insang dan kulit, trematoda insang, trematoda kulit, Cryptocaryasis, Oodiniasis dan Trichodiniasis. Untuk obat-obatan



10



dan bahan kimia yang dipakai sebaiknya menggunakan yang telah terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2.5.2



Pengobatan Adapun pengobatan Trematoda insang dan trematoda kulit, dapat dilakukan



dengan cara perendaman dengan air tawar selama 10 menit atau tergantung jenis ikan dan ukurannya, selama perendaman diamati. Bila ikan terlihat megap-megap segera pindahkan ke air laut. Pengobatan Trematoda insang, bisa juga merendamnya dengan larutan formaldehyde, dosis dan waktu perendaman disesuaikan dengan aturan pakai pada produk. Pengobatan Trematoda kulit, caranya merendam dengan formaldehyde dengan dosis 150 ppm selama 10-30 menit atau sesuai dengan aturan produk. Cryptocaryasis



(disebabkan



Cryptocaryon



irritans),



Oodiniasis



(disebabkan



Amyloodinium ocellatum) dan Trichodiniasis (disebabkan oleh Trichodina spp), juga bisa ditanggulangi dengan perendaman menggunakan formaldehyde dengan dosis 150 ppm selama 10-30 menit atau sesuai dengan aturan produk. Penggunaan formaldehyde, walau dampaknya tidak terlalu berpengaruh karena dosisnya yang sangat kecil, perlu diperhatikan dahulu dampaknya terhadap pemasaran karena tidak semua konsumen bisa menerima ikan hasil treatment formaldehyde. Penyakit bakterial, pengobatannya dengan pemberian antibiotik melalui pakan atau perendarman. Lama pemberian, dosis lewat pakan atau konsentrasi perendamannya disesuaikan dengan aturan produk obat. Sedangkan untuk penyakit viral yang belum ada pengendalian spesifik, dapat dengan menggunakan antibiotik untuk mengurangi efek infeksi sekunder oleh bakteri. Julinasari (2015) menyarankan kepada pembudidaya ikan laut agar dalam memelihara ikan dengan sistem resirkulasi pada stadia larva dan benih, memelihara ikan dengan KJA HDPE pada stadia pembesaran, memakai net klasifikasi tanpa simpul (knotless) untuk mencegah luka pada sisik, menghindari stress baik fisik, kimia dan biologi.



11



Kepadatan pemeliharaan disarankan tidak terlalu tinggi, manajemen pengelolaan pakan dilakukan dengan baik dari segi penyimpanan serta frekuensi pemberian pakan lebih sering. Manajemen kesehatan ikan yang dapat dilakukan pembudidaya adalah dengan memonitoring status kesehatan ikan dan kualitas air secara berkala.  Segera isolasi ikan yang tampak sakit untuk menghindari penularan dan membawa sampel ikan sakit ke laboratorium terdekat serta melakukan penggantian jaring begitu terlihat kotor. Selanjutnya mendesinfeksi bak dan peralatan, serta tidak membuang ikan sakit di area budidaya, sebaiknya ikan sakit dikubur atau dibakar. Dengan ditanganinya penyakit infeksi pada ikan laut, tentunya pembudidaya akan meraup untung untuk memperluas usaha. 2.6



Managemen Biosekuriti Pemeliharaan Ikan di KJA Laut



2.6.1



Perkiraan Padat Penebaran Padat tebar pada pemeliharaan ikan akan mempengaruhi pertumbuhan,



kelangsungan hidup dan konversi pakan (FCR), jika padat penebaran tinggi, produksi tinggi per unit bisa dicapai dari biasanya, akan tetapi kemungkinan ikan akan lambat tumbuh, kelangsungan hidup rendah dan FCR menjadi tinggi. Kemungkinan terserang penyakit lebih besar. Menurut penelitian padat tebar yang dilakukan oleh BBRPBL-Gondol, pada ikan dengan berat tubuh 50-150 g yang ditebar dengan kepadatan 40; 60 dan 80 ekor/m3 mempunyai pertumbuhan, kelangsungan hidup dan FCR yang tidak berbeda nyata. Akan tetapi mempunyai perbedaan yang nyata dengan padat tebar yang lebih rendah yaitu 20 ekor/m3. dimana pada padat tebar ini mempunyai pertumbuhan yang lebih kecil dan FCR yang lebih tinggi (Sutarmat, T 2004). Hal ini sesuai dengan sifat alami kerapu yang selalu bersembunyi di suatu tempat. Pada saat diberi makan kerapu menghampiri pakan, bergerombol dan bersembunyi diantara yang lain. Karena itu jika kepadatannya rendah biasanya ikan kerapu ketakutan untuk menghampiri pakan sehingga tidak bisa makan dengan baik. Karena itu pada kepadatan sangat rendah juga bermasalah.



12



Kepadatan tebar yang disarankan untuk kerapu bebek sebagai berikut : Berat Ikan (g) 5 - 10 10 – 20 50 – 150 150 500 2.6.2



Kepadatan Ikan (ekor/m3) 150 – 200 80 – 100 30 – 40 15 - 20



Pengelolaan Jaring



          Di dalam air laut jaring cepat tersumbat dengan lumpur dan penempelan organisme lain seperti alga dan kepiting. Untuk menjaga agar sirkulasi air berjalan lancar di dalam jaring maka harus sering diadakan pergantian jaring dan dicuci. Ini adalah salah satu cara pengelolaan untuk menjaga kesehatan ikan khususnya mencegah penyakit yang disebabkan parasit            Jarak waktu penggantian jaring tergantung dari kondisi perairan tempat pemeliharaan, seperti jaring pada fasilitas Balai-Gondol diganti setiap 2-3 minggu, tergantung dari kondisi tempat pemeliharaan dan organisme. Pada jaring dengan mata yang kecil lebih cepat terjadi penyumbatan. Jika jaring kotor harus dicuci di tempat pencucian jaring yang telah tersedia. Setelah dicuci jaring dikeringkan dengan dijemur sempurna di bawah sinar matahari untuk membunuh penyakit khususnya telur-telur parasit yang menempel pada jaring. Yang harus diingat saat pergantian jaring adalah pada waktu kondisi ikan dalam keadaan sehat. Biasanya saat perendaman dengan air tawar untuk menghilangkan parasit pada saat itu juga dipakai untuk memisahkan ikan yang kecil dan lemah untuk disimpan pada jaring yang lain pada waktu yang sama dilakukan monitoring pertumbuhan ikan dengan cara menimbang berat badan ikan. 2.6.3



Seleksi Ikan



            Kerapu bebek tidak memiliki sifat kanibalisme seperti ikan kerapu yang lain. Akan tetapi memiliki variasi ukuran yang besar selama pemeliharaan, pertumbuhan



13



ikan yang kecil ukurannya akan terlambat dari ikan seumurannya. Setelah dua minggu ikan ditebar harus diadakan penyeleksian untuk dipilih. Seleksi ikan perlu dilakukan paling sedikit satu bulan sekali bersamaan setelah dilakukan pergantian jaring. 2.6.4



Pengamatan Pertumbuhan Ikan



            Pengamatan pertumbuhan ikan adalah salah satu aktivitas pengelolaan untuk kesehatan, karena ikan dengan kondisi kurang sehat mempunyai pertumbuhan yang kurang. Selain itu dengan mengetahui berat ikan memudahkan pemberian obat melalui pakan. Karena itu berat ikan harus diketahui untuk menghitung jumlah obat yang diberikan. Untuk mengetahui berat rata-rata ikan dengan cara menimbang 10-30 ekor ikan secara bersamaan kemudian dirata-rata. 2.6.5



Pengendalian Penyakit dan penanggulangannya. Prinsip dalam pengendalian penyakit adalah “deteksi secara dini dan ambil



tindakan secara cepat”. Teknisi yang sudah terlatih dan berpengalaman sangat membantu dalam penerapan prinsip ini. Sebagai tambahan, pengelolaan usaha budidaya yang baik, terutama persiapan secara baik, mendukung terwujudnya prinsip ini. Seluruh obat-obatan dan bahan-bahan yang diperlukan untuk treatmen selalu disimpan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi setiap saat (Sutarmat 2004). 2.7



Contoh Kasus Biosekuriti Pada Pembesaran Ikan Air Laut Contoh Kasus Pada Pembesaran Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei) dan



Udang Windu (Panaeus monodon) di Laut : 1. Penerapan biosecurity pada pembesaran udang dengan teknologi sederhana dilakukan antara lain melalui filtrasi air, sterilisasi jaring dan alat, serta perlindungan jaring dari hama ataupun hewan liar. 2. Penerapan biosecurity pada pembesaran udang dengan teknologi intensif, semi intensif dan super intensif dilakukan dengan cara :



14



a. Pencegahan dilakukan dengan pemasangan jaring keliling, penangkal burung (bird scaring device) dan pemasangan penangkal kepiting (crab scaring device), baik dilakukan secara individu atau kolektif. b. Sarana dan personil harus mengikuti prosedur aseptic yang telah ada. (SNI 2000).



BAB III KESIMPULAN DAN SARAN



3.1 Kesimpulan Biosecurity terkait suatu tindakan atau pengendalian yang dapat mengurangi resiko masuknya penyakit dan penyebarannya pada ikan yang dibudidayakan di kolam induk, pembenihan, maupun kolam pembesaran tujuan untuk pencegahan penyakit yang bisa menyebabkan kerugian besar. Penerapan biosekuriti perlu dilakukan yang mencakup beberapa hal diantaranya pengaturan tata letak, pengaturan akses masuk kelokasi unit pembesaran atau tindakan isolasi harus dalam keadaan bersih dan didisinfeksi, sterilisasi peralatan dan ruangan serta sistem sanitasi pada kolam budidaya. Kemanpuan Penerapan biosekuriti dalam industri akuakultur dipandang sangat penting sehingga menjadi salah satu faktor penentu keberlanjutan produksi. 3.2 Saran Saran yang dapat diberikan sebaiknya lebih meningkatkan pemahaman dan keterampilan mengenai biosekuriti pada setiap pelaku



usaha kegiatan budidaya



bagaimana cara pencegahan dan pengendalian penyakit dan apa saja hal-hal yang harus dilakukan sehingga dapat menunjang keberlanjutan produksi.



15



16



DAFTAR PUSTAKA



Barrington, Marriott NG. 2006. Principles of Food Sanitation. 4th Ed.Gaithersburg,Maryland: Aspen.



Buhman, Hadi, U.K. 2007. Pelaksanaan Biosekuritas Pada Budidaya Ikan Air Laut. Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor.



Julinasari Dewi. 2015. Koordinator Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung : Menanggulangi Penyakit Infeksi Pada Ikan Laut. Aquatecco.id Lotz, J. M. 1997. Viruses, Biosecurity and Spesific Pathogen Free Stocks in Shrimp Aquaculture. World Journal of Microbiology and Biotechnology 13 : 405413



17



Lightner, D.V. 2003. Exclusion of Specific Pathogens for Disease Control in a Penaid Shrimp Biosecurity Program. In C.S. Lee and P.J. O’Bryen, editors. Biosecurity in Aquaculture Production Systems; Exclusion of Pathogens and Other Undesirables. The World Aquaculture Society, Baton Rouge, Lousiana, USA.



Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. 2016. Pedoman Umum Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon) dan Udang Vanamee (Litopenaeus vannamei)



Romi Novriadi.2017. Penerapan Biosecurity di Industri Akuakultur. School of Fisheries, Aquaculture, and Sciences, Auburn Univesity USA.



Steenwinkel, Clifford, J.R. 2011. Biosecurity Guide for Poultry and Bird Owners. USDA-APHIS, Washington, DC.



Sutarmat, T. W. Andriyanto, Suko Ismi, Adi Hanafi, dan Wardoyo, S. 2004. Studi Kepadatan pada pembesaran ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) di keramba jaring apung dengan ukuran ikan yang berbeda. Laporan Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol.



Sutarmat, T. W. Andriyanto, dan Zafran. 2004. Studi Kasus Penanggulangan Penyakit Pada Pembesaran Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) Keramba Jaring Apung di Teluk Pegametan Bali. Disampaikan Pada Seminar Nasional Penyakit pada Ikan dan Udang Berbasis Immunisasi dan Biosecurity. Purwekerto, 18-19 Mei . 7 pp.



Zavala, 1999. Pembuatan Monovalen dan Polyvalen Vaksin Untuk Mengatasi Serangan Aeromonas hidrophila Pada Ikan lele (Clarias Sp.) Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat. Jkt.



18