Kelompok 6 - Pemeriksaan Mikologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM



JUDUL : PEMERIKSAAN MIKOLOGI



KELOMPOK 6 1.



NI KADEK MANIK MAHAYENI



P07134120048



2.



KOMANG SRI ANGGITA WIJAYANTI



P07134120053



3.



NAVYOLA EKA RAMADHANI



P07134120063



4.



NI KOMANG OMIK TRIANITA UDIANA P07134120068



5.



NI PUTU GITA WULANDARI



P07134120080



KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS TAHUN AJARAN 2022



LEMBAR PENGESAHAN



Laporan Praktikum Mikologi dengan judul “Pemeriksaan Mikologi” yang disusun oleh : Nama



: Kelompok 6



Kelas



: IV B



Denpasar, Maret 2022



Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah



(Burhannuddin, S.Si.,M.Biomed)



Dosen Pembingbing



Dosen Pembingbing



(I Nyoman Jirna, SKM.,M.Si)



(Nyoman Mastra,



SKM.,S.Pd.,M.Si)



Mahasiswa



(Kelompok 6 )



ii



PRAKATA



Puji dan syukur kita panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmatnya penulis mendapat semangat, pikiran yang kuat sehingga dapat menyelesaikan penulisan laporan Praktikum Mikologi ini. Laporan ini berisikan tentang bagaimana cara mengenal dan mengetahui pembuatan media pembuatan jamur. Dengan kehadiran laporan ini, semoga dapat memberi penjelasan yang lengkap dan terperinci . Laporan ini sangat sederhana dan masih banyak kekurangan. Maka dari itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak, sehingga dapat penulis gunakan dalam perbaikan pada laporan berikutnya. Untuk itu, terima kasih yang setulus tulusnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang membaca laporan ini .



Denpasar, Maret 2022



Penulis



iii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii PRAKATA ............................................................................................................ iii DAFTAR ISI......................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ................................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2 1.3 Tujuan ......................................................................................................... 2 1.4 Manfaat ....................................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan dan Pembuatan Media Pertumbuhan Jamur ............................ 4 2.2 Kultur Jamur Penyebab Infeksi Kulit ......................................................... 5 2.3 Identifikasi Jamur Secara Makroskopis dan Mikroskopis .......................... 6 2.4 Kultur Jamur Udara..................................................................................... 7 2.5 Identifikasi Jamur Rhizopus sp, Aspergillus sp, Penicilium sp ................... 8 2.6 Identifikasi Jamur Trichophyton sp, Mikrosporum sp .............................. 12 2.7 Uji Sensitivitas Jamur Terhadap Antifungi Error! Bookmark not defined. BAB III METODE .............................................................................................. 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 26 BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 38



iv



DAFTAR TABEL



Table 1. Kultur Jamur Penyebab Infeksi Kulit...................................................... 26 Table 2. Identifikasi Jamur Makroskopis dan Mikroskopis Pada Tempe ............. 27 Table 3. Identifikasi Jamur Makroskopis dan Mikroskopis Pada Kulit ................ 27 Table 4. Kultur Jamur Udara ................................................................................. 28 Table 5. Identifikasi Jamur Rhizopus sp ............................................................... 29 Table 6. Identifikasi Jamur Asperfillus sp ............................................................. 29 Table 7. Identifikasi Jamur Trichophyton sp, Microsporum sp ............................ 30 Table 8. Uji Sensitivitas Jamur Terhadap Antifungi ............................................. 30



v



DAFTAR GAMBAR



Gambar 1. Hasil Pembuatan Media Pertumbuhan Jamur SDA .......................... 26 Gambar 2. Hasil Kultur Jamur Kulit/Kerokan Pada Media SDA ....................... 26 Gambar 3. Hasil Kultur Jamur Kulit Pada Mikroskop ........................................ 26 Gambar 4. Hasil Makroskopis Pada Tempe ........................................................ 27 Gambar 5. Hasil Mikroskopis Pada Tempe ........................................................ 27 Gambar 6. Hasil Makroskopis Jamur Candida ................................................... 27 Gambar 7. Hasil Mikroskopis Jamur Candida .................................................... 27 Gambar 8. Hasil Kultur Jamur Udara Pada Media SDA .................................... 28 Gambar 9. Hasil Pengamatan Jamur Udara Pada Mikroskop ............................. 28 Gambar 10. Hasil Identifikasi Jamur Rhizopus sp Pada Media SDA ................... 29 Gambar 11. Hasil Identifikasi Jamur Rhizopus sp Pada Mikroskop .................... 29 Gambar 12. Hasil Identifikasi Jamur Aspergillus sp Pada Media SDA ................ 29 Gambar 13. Hasil Identifikasi Jamur Aspergillus sp Pada Microskop ................. 29 Gambar 14. Hasil Identifikasi Jamur Penicillium sp Pada Microskop ................. 29 Gambar 15. Hasil Identifikasi Jamur Microsporus gypseum ................................ 30 Gambar 16. Hasil Identifikasi Jamur Microsporum canis .................................... 30 Gambar 17. Hasil Uji Sensitivitas Jamur Aspergillus sp Terhadap Antifungi ...... 30 Gambar 18. Hasil Uji Sensitivitas Jamur Candida Terhadap Antifungi ............... 30



vi



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi, sehingga kondisi tersebut membuat suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur dan menyebabkan jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat, contohnya Mikosis superfisialis yang cukup banyak diderita penduduk negara beriklim tropis. Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh kolonisasi jamur atau ragi. Penyakit yang termasuk mikosis superfisialis adalah dermatofitosis, pitiriasis versikolor, dan kandidiasis superfisialis. Mikosis superfisialis yang menginfeksi manusia berjumlah lebih dari 20- 25% populasi dunia dan merupakan penyebab infeksi kulit sebesar 30-70% oleh jamur. Kasus yang paling banyak seperti tinea pedis (27,3%), kemudian pitiriasis versikolor (25,2%), dan tinea kruris (13,5%). Di Indonesia penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur pada tahun 20092011 berkisar 2,93-27%. Spesies yang menjadi penyebabnya yaitu Trichophyton rubrum. Pada penelitian yang dilakukan di Surabaya tahun (2006-2007) ditemukan spesies T.rubrum sebesar 12,2% yang merupakan penyakit kulit terbanyak kedua setelah M.audiouinii sebesar 14,6%. Diagnosis etiologi untuk menentukan penyakit kulit akibat jamur Trichophyton rubrum dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium mikologi. Pemeriksaan laboratorium mikologi terdiri dari tiga tahapan yaitu pre analitik, analitik, dan pasca analitik. Adapun tahap pre analitik meliputi persiapan pasien, persiapan pengambilan sampel, pengelolahan sampel, pengiriman dan penyimpanan sampel. Pada tahap analitik dilakukan pemeriksaan terhadap spesimen. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan kultur (biakan), serologis, biomolekuler, biopsi jaringan dan penyinaran, sedangkan pada 3 tahap pasca analitik merupakan tahapan akhir dari pemeriksaan laboratorium mikologi yang meliputi pelaporan hasil dan pencatatan hasil pemeriksaan. 1



Metode biakan merupakan cara identifikasi jamur, utamanya dilakukan dengan melihat ciri-ciri morfologi jamur. Morfologi yang dapat dilihat dari metode biakan yaitu warna koloni, bentuk koloni dan konidia. Diagnosis standar yang digunakan secara universal dalam mikologi klinik adalah morfologi organisme yang tumbuh pada media sabaroud dextrose agar. Fungsi dari suatu media biakan adalah memberikan tempat dan kodisi yang mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme secara optimal.



B. RUMUSAN MASALAH 1.



Bagaimana cara mengenal dan mengetahui pembuatan media pembuatan jamur?



2.



Bagaimana cara mengkultur jamur penyebab infeksi kulit?



3.



Bagaimana mengidentifikasi jamur secara makroskopis dan mikroskopis?



4.



Bagaimana cara mengkultur jamur udara?



5.



Bagaimana mengidentifikasi jamur Rhizopus sp., Aspergillus sp., Penicillium sp ?



6.



Bagaimana mengidentifikasi jamur Trichophyton sp., Microsporum sp ?



7.



Bagaimana cara menguji sensivitas jamur terhadap antifungi?



C. TUJUAN 1.



Mengenal dan mengetahui pembuatan media pertumbuhan jamur



2.



Mengkultur jamur penyebab infeksi kulit



3.



Mengidentifikasi jamur secara makroskopis dan mikroskopis



4.



Mengkultur jamur udara



5.



Mengidentifikasi jamur Rhizopus sp., Aspergillus sp., Penicillium sp.



6.



Mengidentifikasi jamur Trichophyton sp., Microsporum sp.



7.



Menguji sensivitas jamur terhadap antifungi



2



D. MANFAAT Dapat menambah wawasan dan pengetahuan kami tentang mengenal dan mengetahui pembuatan media pertumbuhan jamur.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Pengenalan dan Pembuatan Media Pertumbuhan Jamur Jamur adalah eukariota heterotrof yang mendapatkan nutriennya melalui penyerapan (absorption). Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa. Hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya untuk memperoleh makanannya. Selain memiliki dampak yang merugikan, jamur juga memiliki banyak manfaat, diantaranya sebagai bahan makanan dan beberapa jamur mikroskopik ada pula yang bersimbiosis dengan tumbuhan maupun hewan dan menghasilkan senyawa metabolit yang dapat digunakan sebagai antibiotika. Medium berfungsi untuk mengisolasi, menumbuhkan, memperbanyak jumlah, menguji sifat-sifat fisologi, dan menghitung jumlah mikroba. Proses pembuatan medium harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk menghindari kontaminasi pada medium. Media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) merupakan media yang digunakan untuk mengisolasi jamur. Konsistensi media SDA berbentuk padat (Solid) dan tersusun dari bahan sintesis. Fungsi dari media SDA yaitu, isolasi mikroorganisme menjadi kultur murni, untuk budidaya jamur patogen, komensal dan ragi, digunakan dalam evaluasi mikologi makanan, serta secara klinis membantu dalam diagnosis ragi dan jamur penyebab infeksi (Kustyawati, 2009). Komposisi media SDA yaitu Mycological peptone 10 g, Glucose 40 g, dan Agar 15 g. Mycological peptone berfungsi menyediakan nitrogen



dan



sumber



vitamin



yang



diperlukan



untuk



pertumbuhan



mikroorganisme dalam media SDA, glukosa sebagai sumber energi dan agar berfungsi sebagai bahan pemadat. Kebanyakan jamur terdapat di alam dan tumbuh dengan cepat pada sumber nitrogen dan karbohidrat yang sederhana. Secara tradisional, agar Sabouraud, yang mengandung glukosa dan pepton modifikasi (pH 7,0), telah dipakai karena tidak cepat mendorong pertumbuhan bakteri (Kustyawati, 2009). Media Sabouroud Dextrose Agar (SDA) merupakan



4



produksi pabrik atau perusahaan tertentu yang sudah dalam keadaan siap pakai (ready for use), harganya yang cukup mahal, higramoskopis dan sulit didapat. SDA merupakan salah satu media pembiakan jamur patogen dan komensal in vitro. Kandungan dekstrosanya yang tinggi dan pHnya yang asam menyebabkan SDA hanya dapat menjadi media pembiakan jamur-jamur tertentu. Penambahan cycloheximide, streptomisin, dan penisilin pada SDA menjadikan media tersebut sempurna untuk isolasi primer jamur dermatofita. Tahap awal dari persiapan media ini adalah sterilisasi peralatan yang akan digunakan.



Sterilisasi



merupakan



suatu



proses



untuk



mematikan



atau



menghilangkan semua jasad renikyang ada, sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembang biak. Prosedur pembuatan media SDA adalah dengan mensuspensikan 65 gram medium dalam 1 liter air destilasi, yang dicampur dengan baik sampai didapat suspensi yang homogen, kemudian direbus selama 1 menit. Setelah itu ditempatkan dalam autoklaf bersuhu 1210C selama 15 menit 2.2 Kultur Jamur Penyebab Infeksi Kulit Jamur yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia antara lain adalah dermatofit (dermatophyte, dalam bahasa Yunani, yang berarti tumbuhan kulit) yang menyebabkan terjadinya infeksi jamur pada kulit, rambut, kuku, dan selaput lendir. Dermatofit diklasifikasika menjadi 3 genus Epidennophyton, Microsporum dan



Trychopyton.



Dermatofit



termasuk



dalam



kelompok



jamur



yang



menyebabkan kelainan yang disebut infeksi ringworm‟. Fase vegetatif jamur dermatofit terdiri dari hifahifa bersepta yang membentuk suatu anyaman bercabang-cabang (miselium) (Robin, 2005). Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang menjadi zat tanduk, seperti kuku, rambut, dan sratum korneum pada epidermis yang disebabkan oleh jamur dermatofita (Mawarli, 2000). Dermatofitosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofit yang menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum kulit, rambut dan kuku pada manusia dan hewan. Dermatofitosis merupakan sekelompok jamur yang memiliki kemampuan



membentuk



molekul



yang 5



berikatan



dengan



keratin



dan



menggunakannya sebagai sumber nutrisi untuk membentuk kolonisasi (Kurniati, 2008). Dermatofitosis (Tinea) infeksi jamur dermatofita (species microsporum, trichophyton, dan epidermophyton) yang menyerang epidermis (kulit) bagian superfisial (stratum korneum), kuku dan rambut. Microsporum menyerang rambut dan kulit. Trichophyton menyerang rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang kulit dan jarang di kuku (Sutomo, 2007). Morfologi dermatofitosis pada kulit sangat khas yaitu bercak-bercak yang berbatas tegas, adanya kerusakan jaringan kulit dan reaksi radang pada kulit pejamu. Disertai dengan perasaan gatal, apabila digaruk papul atau vesikel akan pecah sehingga bila mengering akan terjadi krusta dan skuama. Cara memastikan penyakit jamur adalah dengan pemeriksaan tampilan secara klinis dan pemeriksaan dengan bantuan, kerokan kulit, mukosa, kuku untuk pemeriksaan mikroskopik, dan pemeriksaan biakan untuk mengetahui jenis jamurnya (Kurniawati, 2006). Onikomikosis merupakan infeksi jamur pada kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita, ragi, atau kapang. Sedangkan tinea unguium istilah untuk infeksi kuku akibat dermatofita. Secara umum, penyebab 80-90% kasus onikomikosis yang sering ditemukan adalah dermatofita Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes. Manifestasi klinis onikomikosis antara lain perubahan warna kuku atau diskromasi, penebalan kuku, onikolisis, dan debris subungual. Onikomikosis mempengaruhi kualitas hidup penderitanya, antara lain nyeri, kesulitan memakai sepatu dan melakukan pekerjaan, infeksi sekunder, hingga masalah penampilan secara kosmetik. Oleh karena itu penderita onikomikosis



berusaha



mengobati



keluhannya



hingga



sembuh.



Terapi



onikomikosis bertujuan untuk menghilangkan jamur dan menghasilkan kuku yang normal. 2.3 Identifikasi Jamur secara Makroskopis dan Mikroskopis Jamur Makroskopis Menurut Gunawan (2005:18) Jamur makroskopis merupakan organisme eukariota (sel-selnya mempunyai inti sejati) yang



6



digolongkan ke dalam kelompok cendawan sejati. Dinding sel jamur terdiri atas zat kitin. Tubuh atau soma jamur dinamakan hifa yang berasal dari spora. Dari bentuk dan ukurannya, tubuh buah jamur mudah dikenali atau dapat dilihat dengan mata telanjang tanpa bantuan mikroskop. Tubuh buah tersebut dapat dipetik dengan tangan. Sel jamur tidak mengandung klorofil sehingga tidak dapat berfotosintesis seperti tumbuhan. Jamur memperoleh makanan secara heterotrof dengan mengambil makanan dari bahan organik. Bahan-bahan organik yang ada disekitar tempat tumbuhnya diubah menjadi molekul-molekul sederhana dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh hifa. Untuk selanjutnya molekul-molekul sederhana tersebut dapat diserap langsung oleh hifa. Jadi, jamur tidak seperti organisme heterorof lainnya yang menelan makanannya kemudian mencernannya sebelum diserap (Purwaningsih, 2012:8). Jamur membentuk struktur reproduksi seksual yang berada di dalam struktur tubuh buah yang bentuknya mencolok dan ukurannya makroskopik. Perbedaan struktur dalam alat berbiaknya merupakan dasar untuk membuat klasifikasi jamur. Sebagian besar jamur pangan digolongkan dalam kelompok basidiomiset dan hanya beberapa jenis dari kelompok askomiset. Jamur dari kelompok basidiomiset menyusun sporanya dalam kelompok empatempat pada ujung bangunan berbentuk gada yang disebut basidium. Sementara jamur askomiset membentuk sporanya dalam kelompok delapandelapan di kantong khusus yang disebut askus (Gunawan, 2005:18). Jamur ada yang dapat dilihat secara langsung (makroskopis) dan diamati menggunakan mikroskop (mikroskopis). Pada umumnya jamur mempunyai sel banyak / multiseluler isalnya jamur merang dan jamur tempe tetpi ada juga yang ber sel tunggal misalnya ragi/yeast / Saccharoyces sp. Jamur yang multiseluler tersusun atas banyak benang yang diseut dengan hifa. Apabila dilihat dengan mikroskop tampak bentukhifa ini berseakt sekat/ bersepta dan tidak bersekat



2.4 Kultur Jamur Udara Udara merupakan campuran mekanis dari bermacam-macam gas. Komposisi normal udara terdiri atas gas nitrogen 78,1%, oksigen 20,93%, dan karbon dioksida 0,03%, sementara selebihnya berupa gas argon, neon, krypton, xenon, 7



dan helium. Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora, dan sisa tumbuh-tumbuhan. Kelompok mikroorganisme yang paling banyak tersebar di udara bebas adalah bakteri, jamur (termasuk di dalamnya ragi) dan juga mikroalga. Kelompok mikroba yang paling banyak ditemukan sebagai jasad hidup yang tidak diharapkan kehadirannya di udara, umumnya disebut jasad kontaminan. Suatu benda atau substrat yang ditumbuhinya dinyatakan sebagai benda atau substrat yang terkontaminasi. Jasad-jasad renik kontaminan antara lain (Waluyo, 2016) : •



Bakteri : Bacillus, Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas, Sarcina dan lain sebagainya







Kapang : Aspergillus, Mucor, Rhizopus, Penicillium, Trichoderma dan lain-lain







Khamir : Candida, Sacharomyces, Paracylomyces, dan sebagainya



Mikroorganisme



udara



dapat



dipelajari



dalam



dua



bagian,



yaitu



mikroorganisme udara di luar ruangan dan mikroorganisme udara di dalam ruangan. Mikroorganisme paling banyak ditemukan di dalam ruangan (Waluyo, 2009). Tingkat pencemaran di dalam ruangan oleh mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti laju ventilasi, padatnya orang, sifat, dan taraf kegiatan orang yang menempati ruangan tersebut. Mikroba terhembuskan dalam bentuk percikan dari hidung dan mulut selama bersin, batuk, dan bercakap-cakap. Debu dari permukaan ini sebentarsebentar akan berada dalam udara selama berlangsungnya kegiatan dalam ruangan tersebut (Waluyo, 2016). 2.5 Identifikasi Jamur Rhizopus sp., Aspergillus sp., Penicilium sp Fungi merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof, tipe sel eukarotik. Fungi pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri fungi berbeda dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan reproduksinya. Fungi benang terdiri atas massa benang yang bercabangcabang yang disebut miselium. Miselium tersusun dari hifa (filamen) yang merupakan benangbenang tunggal. Badan vegetatif jamur yang



8



tersusun dari filamen-filamen disebut thallus. Berdasarkan fungsinya dibedakan dua macam hifa, yaitu hifa fertil dan hifa vegetatif. Hifa fertil adalah hifa yang dapat membentuk sel-sel reproduksi atau spora-spora. Apabila hifa tersebut arah pertumbuhannya keluar dari media disebut hifa udara. Hifa vegetatif adalah hifa yang berfungsi untuk menyerap makanan dari substrat Menurut Alexopoulos dan Mims(1979), klasifikasi Rhizopus sp sebagai berikut: •



Kingdom : Mycetae







Divisi







Subdivisi : Zygomycotina







Class



: Zygomycetes







Order



: Mucorales







Family



: Mucoraceae







Genus



: Rhizopus



: Amastigomycota



Jamur Rhizopus sp adalah fungi yang merupakan filum zygomiycota ordo mucorales.Ciri khas jamur ini mempunyai hifa yang membentuk rhizoid yang nempel ke subtrat. Adapun ciri lain dari jamur ini mempunyai hifa yang ceonositik, oleh karena itu jamur ini tidak bersekat. Stolon atau miselium dari jamur Rhizopus sp ini menyebar diatas subtratnya karena hifa dari jamur ini adalah Vegetative. Jamur Rhizopus sp bereproduksi dengan cara aseksual dan memproduksi sporangifor bertangkai. Sporangifornya berpisah dari hifa dengan hifa yang lainya oleh sebuah dinding seperti septa. salah satu spesies dari fungi ini yalah jamur Rhizopus sp stolonifer yang ditemukan pada roti yang sudah basi (Santoso, 2013). Ciri morfologi Rhizopus sp : Terdiri dari benang hifa bercabang membentuk miselium, Hifa tidak bersekat (bersifat sinositik), Hifa atau sekat antar hifa ditemukan pada saat sel reproduksi terbentuk. Rhizopus sp mepunyaikoloni yang berwarna keputihan menjadi abu- abu kecoklatan hingga coklat kekuningan. Rhizoid dari jamur ini warna coklat, bercabang dan berlawanan arah dengan sporangiofor bisa muncul langsung dari stolon tanpa adanya rhizoid. Sporangiofor bisa satu atau berkelompok kadang-



9



kadang meyerupai garpu, dinding berduri, warna coklat gelap hingga berwarna coklat kehitaman dengan diameter 50-200 µm. Kolumela berbentuk usia biakan, serta mencapai tinggi kurang lebih 10 mm. Stolonnya berdinding halus atau agak kasar dan hampir tidak berwarna, sporangiospora jamur ini berbentuk bulat atau tidak, biasanya berbentuk poliginal, terdapat garis pada permukannya dan mempunyai panjang sekitar 4-10 µm. Khlamidospora berbentuk bulat, dengan diameter 10-35 µm atau berbentuk elips dan berukuran (8-130)x(16-24) µm. Spesies ini dapat tumbuh pada suhu optimum yaitu 350C dengan suhu minimum 5-7 0C dansuhu maksimum pertumbuhan nya yaitu 35-440C (Ganjar, 2000). Aspergillus Menurut Fardiaz (1992) dalam Syaifurrisal (2014), klasifikasi dari Aspergillus sp. adalah sebagai berikut : •



Kingdom







Divisi : Amastigomycota







Kelas : Deutromycetes







Ordo : Moniliales







Famili : Moniliaceae







Genus : Aspergillus







Spesies: Aspergillus sp.



: Fungi



Aspergillus sp adalah jenis jamur yang bersifat eukariotik.Ciri-ciri jamur Aspergillus sp secara mikroskopis yaitu memiliki hifa bersepta dan bercabang, konidia muncul dari foot cell (Miselium yang bengkak dan berdinding tebal) membawa sterigmata dan akan muncul konida membentuk rantai bewarna hijau, coklat dan hitam(Srikandi, 1992). Aspergillus sp. tumbuh cepat, menghasilkan hifa aerial yang memperlihatkan ciri khas struktur konidia, konidiafora panjang dengan vesikel di terminal, tempat fialid menghasilkan rantai-rantai basipetal konidia. Spesies ini diidentifikasi menurut perbedaan morfologi dalam strukturstruktur tersebut, termasuk ukuran, bentuk tekstrur dan warna konidia (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, 2013). Aspergillus merupakan salah salah satu kapang yang berasal dari class Ascomycota, dapat dikenali dengan adanya struktur konidia yang berbentuk oval, semi bulat, atau bulat. Konidia melekat pada fialid dan fialid melekat pada bagian ujung konidiofor yang mengalami pembengkakan



10



atau disebut vesikel. Aspergillus adalah spesies yang telah menyebar luas, karena spora jamur yang mudah disebarkan oleh angin. Aspergillus merupakan jamur yang mampu hidup pada medium dengan derajat keasaman dan kandungan gula yang tinggi. Aspergillus ada yang bersifat parasit, ada pula yang besifat saprofit. Aspergillus



yang



bersifat



parasit



menyebabkan



penyakit



Aspergillosis.



Aspergillus sp. sering ditemukan pada bahan pakan yang disimpan di dalam gudang dengan kelembaban tinggi. Aspergillus sp. dianggap patogen karena dapat menyebabkan suatu penyakit saluran pernafasan, radang granulomatosis pada selaput lendir, mata, telinga, kulit, meningen, bronchus dan paru-paru (Hayani et al., 2017). Aspergillus merupakan mikroorganisme eukariot, saat ini diakui sebagai salah satu diantara beberapa makhluk hidup yang memiliki daerah penyebaran paling luas serta berlimpah di alam, selain itu jenis kapang ini juga merupakan kontaminan umum pada berbagai substrat di daerah tropis maupun subtropis (Mizana, Suharti and Amir, 2016). Aspergillus adalah genus besar jamur anamorphic. Aspergillus dibagi menjadi delapan belas kelompok yaitu, Aspergillus clavatus, Aspergillus glaucus, Aspergillus ornatus, Aspergillus cervinus, Aspergillus restrictus, Aspergillus fumigatus, Aspergillus ochraceous, Aspergillus niger, Aspergillus candidus, Aspergillus flavus, Aspergillus goii, Aspergillus cremeus, Aspergillus sparsus, Aspergillus versicolor, Aspergillus nidulans, Aspergillus ustus, Aspergillus flavipes dan Aspergillus terreus (Afzal et al., 2013). Klasifikasi dari Penicilium sp. adalah sebagai berikut : •



Kingdom: Fungi







Divisi : Ascomycota







Kelas : Eurotiomycetes







Ordo : Eurotiales







Famili : Trichocomaceae







Genus : Penicillium







Spesies: Penicillium sp.



Penicillium sp. adalah genus fungi dari ordo Hypomycetes, filum Ascomycota. Penicillium sp. memiliki ciri hifa bersepta dan membentuk badan spora yang



11



disebut konidium. Konidium berbeda dengan sporangim, karena tidak memiliki selubung pelindung seperti sporangium. Ciri-ciri spesifik Penicillium adalah hifa bersekat atau bersepta, miselium bercabang, biasanya tidak berwarna, konidiofora bersekat dan muncul di atas permukaan, berasal dari hifa di bawah permukaan, bercabang atau tidak bercabang, kepala spora terbentuk seperti sapu dengan sterigmata muncul di dalam kelompok, konidium membentuk rantai karena muncul satu per satu dari sterigmata. Konidium pada waktu masih muda berwarna hijau, kemudian berubah menjadi kebiruan atau kecoklatan (Fardiaz, 1992). 2.6 Identifikasi Jamur Trichophyton sp., Microsporum sp Jamur merupakan organisme eukariotik dan hampir semua bersel banyak. Selsel jamur tidak mengandung pigmen fotosintetik sehingga heterotrof. Jamur bersifat talus yaitu tidak memiliki akar, batang, daun sejati. Tubuh jamur terdiri dari benang-benang yang disebut hifa. Hifa yang bercabang-cabang akan membentuk misellium. Hifa yang tidak bersekat menyebabkan inti sel menyebar di protoplasma (hifa koenositik). Jamur memiliki dinding sel yang terdiri dari zat kitin. Habitat jamur adalah di tempat lembab yang memiliki zat organik dan kurang cahaya. Mereka bersifat saprofit maupun parasit dan menyimpan cadangan makanannya dalam bentuk glikogen dan lemak. Trichophyton sp. merupakan jamur yang termasuk dalam golongan Deuteromycetes atau jamur tidak sempurna (fungi imperfecti), karena selama hidupnya hanya memiliki fase vegetatif (fase aseksual) saja, yaitu melalui pembentukan konidia. Fase generatifnya (fase seksual) tidak ditemukan (Prianto, 2001). Menurut Frobisher and Fuert’s (1983) Trichophyton sp. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : •



Kingdom : Fungi







Filum : Ascomycota







Kelas : Eurotiomycetes







Ordo : Onygenales







Familia : Arthrodermataceae



12







Genus : Trichophyton







Spesies : Trichophyton rubrum.



Jamur Trichophyton sp. dapat menimbulkan infeksi pada kulit, rambut, dan kuku. Infeksi Trichophyton sp. menyebabkan timbulnya bercak melingkar yang tertutup dengan sisik atau gelembung kecil yang dikenal dengan istilah ring worm atau tinea. Trichophyton sp. sering menyebabkan tinea kapitis, tinea favosa, tinea imbrikata, tinea kruris, tinea manus dan pedis, tinea korporis dan tinea unguium (Suryaningrum, 2011). Secara mikroskopis, Trichophyton sp. memiliki hifa dengan beberapa percabangan, umumnya cabang-cabang yang dimiliki pendek dan merupakan hasil dari pertunasan hifa. Hifa atau miselium tersebut umumnya tidak bersekat, kecuali pada hifa yang akan membentuk atau menghasilkan konidia. Konidia yang dimiliki Trichophyton sp. dapat berbentuk makrokonidia maupun mikrokonidia. Makrokonidia yang dimiliki berbentuk pensil dan terdiri dari beberapa sel, sedangkan mikrokonidia berbentuk lonjong dan berdinding tipis. Jamur Trichophyton sp. pada media pertumbuhan memperlihatkan hifa atau miselium yang halus berwarna putih dan tampak seperti kapas, meskipun kadang dapat juga berwarna lain tergantung dari pigmen yang dimilikinya (Saputra, 2014). Pertumbuhan Trichophyton sp. yaitu pertambahan ukuran atau panjang hifa (miselium) yang dihasilkan dari pertunasan hifa. Pertunasan hifa tersebut akan membentuk percabangan yang bagian terminalnya akan membentuk konidia. Reproduksi aseksual yang dimiliki Trichophyton sp. ini meliputi pembentukan konidia melalui pertunasan, fragmentasi (pemotongan) hifa dan pembentukan konidiospora (Hujjatusnaini, 2012). Pertumbuhan Trichophyton sp. sangat dipengaruhi oleh faktor luar (lingkungan), seperti suhu, nutrisi, pH, kelembaban, dan zat – zat metabolit seperti toksin dan antibiotik. Sel jamur yang patogenik dapat tumbuh optimal jika berada pada rentang suhu 25º – 32º C (Saputra, 2014) Microsporum sp. adalah jamur patogen yang termasuk golongan jamur dermatofita. Sebanyak 41 spesies dermatofita yang sudah dikenal hanya terdapat tujuh spesies Microsporum yang mampu menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan (Siregar, 2002). Menurut Alexopoulos (1983) Microsporum sp. dapat diklasifikasikan sebagai berikut :



13







Divisi : Amastigomycotina







Anak Divisi : Ascomycotina







Kelas : Deuteromycetes







Bangsa : Moniliales







Suku : Moniliaceae Marga : Microsporum







Spesies : Microsporum gypseum.



Microsporum sp. merupakan kelompok kapang yang diketahui sebagai dermatofita penyebab dermatofitosis (ringworm). Umumnya ditemukan pada iklim lembab dan hangat. Gambaran mikroskopis spesies ini memiliki makrokonidia multiseluller dengan dinding tebal, kasar dan memiliki dinding berduri. Makrokonidia menyerupai tong dengan bagian ujung yang tidak simetris dan memiliki panjang 10-50 µm yang terdiri dari 6-15 sel. Mikrokonidia berbentuk seperti buah pir dan terkadang berbentuk oval (Ellis, 2013). Dermatofitosis



merupakan



mikosis



superfisial



pada



jaringan



yang



mengandung keratin, misalnya stratum korneum pada epidermis rambut, dan kuku. Dermatofitosis disebabkan oleh golongan jamur dermatofita antara lain Microsporum sp. Trichopyton sp. dan Epidermophyton sp. (Budimulja, 2007). Microsporum canis adalah jamur primer yang menyebabkan dermatofitosis yang terinfeksi ini dapat merusak permukaan kulit, rambut, dan kuku. secara klinis yang diinfeksi M.canis terdapat adanya bentukan lesi berupa eritema dan krusta serta rambut disekitar lesi tampak kusam dan terjadi kerontokan. Identifikasi kapang secara makroskopis terhadap koloni M. canis pada media SDA menurut Al-Doory (1980) dan Olivares (2003), memperlihatkan topografi koloni datar/flat dengan sedikit melipat yang tampak putih seperti kapas, seperti rambut yang lebat atau seperti wool dan akhirnya seperti bubuk dengan warna coklat muda pada bagian sentral koloni dengan tepi berwarna kuning sampai tidak berwarna. Pada permukaan bawah koloni, tampak warna kuning terang–oranye dan tidak berwarna pada bagian tepinya. Pengamatan mikroskopis pada penelitian ini sesuai dengan pendapat dari beberapa peneliti bahwa pada pemeriksaan mikroskopik dengan zat warna LPCB, species M.canis memperlihatkan hifa berseptat yang panjang dalam jumlah banyak serta makrokonidia besar berbentuk batang bulat



14



yang biasanya memiliki septum ganda dan mengandung lebih dari enam sel. Beberapa mikrokonidia kecil yang berbentuk seperti alat pemukul gendang dan berdinding halus juga dapat ditemukan, serta klamidokonidia yang berbentuk bulat. Microsporum gypseum merupakan cendawan yang umum menginfeksi kulit manusia, cendawan ini merupakan penyebab utama penyakit Tinea kapitis. Infeksi cendawan pada kulit kepala yang muda seperti kulit kepala balita, Microsporum gypseum



juga merupakan cendawan imperfecti



(tidak sempurna) atau



Deutromycotina karena perkembangbiakannya hanya secara aseksual. Cendawan ini sering menginfeksi kulit kepala dan leher. Microsporum gypseum memiliki dinding sel yang mengandung kitin, bersifat heterotrof, menyerap nutrient melalui dinding selnya dan mengeksresikan enzim-enzim ekstraseluler ke lingkungannya. Microsporum gypseum memiliki beberapa mikrokonidia berdinding tipis danmakrokonidia dalam jumlah yang besar yang memiliki dinding tipis, kasar dan memiliki septa dan berbentuk oval. Sedangkan gambaran makroskopik dari cendawan Microsporum gypseumyaitu koloni datar dan granuler dengan pigmen putih kecokelatan. Koloni Microsporum gypseum tumbuh dengan cepat, menyebar ke permukaan mendatar, sedikit berserbuk cokelat dan serbuk yang berada di permukaan kolonimengandung makrokonidia. 2.7 Uji Sensitivitas Jamur terhadap Antifungi Candida albicans adalah salah satu patogen jamur penting yang membentuk biofilm pada permukaan kateter dan alat kesehatan lainnya. Hal ini juga diyakini terutama terlibat dalam penyebaran atau infeksi jamur kronis pada individu yang sakit dan immunocompromised. Saat ini, obat antijamur yang digunakan dalam praktik klinis meliputi azol, amfoterisin B, dan echinocandins. Amfoterisin B adalah agen antijamur yang kuat terhadap berbagai ragi dan patogen jamur berfilamen, bagaimanapun, aplikasi dibatasi oleh toksisitas yang signifikan seperti toksisitas ginjal, reaksi infus, dan hepatotoksisitas. Kedua obat amfoterisin B dan echinocandin juga memiliki penyerapan gastrointestinal minimal hanya tersedia sebagai formulasi parenteral, sedangkan flukonazol, salah satu lini pertama yang umum digunakan obat keluarga azole dalam pencegahan klinis dan pengobatan



15



infeksi Candida, sudah siap diserap dengan bioavailabilitas tinggi. Penyebaran luas penggunaan obat antijamur pada akhirnya meningkatkan insiden resistensi candida menyebabkan infeksi jamur yang sulit disembuhkan. Flukonazol adalah agen antijamur sintetis yang termasuk dalam kelompok triazol. Ini adalah salah satu agen antijamur yang umum digunakan untuk sebagian besar jenis infeksi jamur termasuk infeksi jamur superfisial dan invasive. Pemberian oral flukonazol yang disesali memiliki keterbatasan seperti mual, muntah, kembung dan ketidaknyamanan perut. Di samping sebagian besar waktu pemberian parenteral flukonazol menyebabkan ruam kulit dan gatal-gatal. Untuk alasan ini, sekarang pengiriman sehari di tempat dan pengiriman transdermal telah mendapatkan banyak hal penting. Formulasi gel konvensional flukonazol menyebabkan iritasi kulit dan penggunaan jangka panjang menyebabkan hipersensitivitas kulit. Fluconazole dan nistatin banyak digunakan dalam pengujian terhadap strain Candida albicans menggunakan metode disk difusi. Metode ini umumnya sebagai uji kepekaan antimikroba dimana nilai diameter zona hambat merupakan indikator penentu dalam memutuskan kepekaan suatu antibiotika (Cockerill, et al, 2012). Pada suatu prosedur uji kepekaan agen antifungi dengan metode difusi disk diperlukan suatu agen antibiotik sebagai kontrol positif. Penggunaan kontrol positif pada penelitian eksperimental untuk menjamin validitas suatu penelitian karena diharapkan memberikan efek positif dalam pengujian tersebut



16



BAB III METODE



1.



Pengenalan dan Pembuatan Media Pertumbuhan Jamur ➢ Waktu



: 12 Januari 2022



➢ Tempat



:



Laboratorium



Bakteriologi



Prodi Teknologi



Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Denpasar ➢ Alat dan Bahan



:



Api bunsen, petridish, beaker glass, erlenmeyer, Serbuk SDA/PDA, dan kloramfenikol ➢ Cara Kerja



:



a. Disiapkan semua alat dan bahan b. Ditimbang serbuk media SDA sebanyak 6,5 gram dalam wadah yang ditimbang dineraca analitik c. Disiapkan 100 ml akuadest yang ditempatkan pada beaker glass, yang sebelumnya akuades diambil dengan takaran pada gelas ukur d. Dipindahkan sedikit akuades pada Erlenmeyer, kemudian masukkan media SDA sedikit demi sedikit lalu ditambahkan akuadest hingga 100ml e. Kemudian dihomogenkan larutan dengan bantuan sedikit pemanasan dan pengadukan (jangan sampai ada gelembung) f. Jika sudah homogen, larutan diautoklaf selama 15 menit dalam suhu 121oC g. Dikeluarkan larutan dari autoklaf, dibiarkan larutan hingga agak mendingin h. Larutan ditambahkan chloramphenicol sebanyak 0,05 gram i. Dihomogenkan sebentar kemudian dituangkan ke dalam petridish steril



17



j. Ditunggu media pada petridish hingga memadat sempurna, kemudian media disimpan pada suhu 4-8oC



2.



Kultur Jamur Penyebab Infeksi Kulit ➢ Waktu



: 12 Januari 2022



➢ Tempat



:



Laboratorium



Bakteriologi



Prodi Teknologi



Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Denpasar ➢ Alat dan Bahan



:



Objek glass, cover glass, api bunsen, jarum ose, mikroskop, pipet tetes, inkubator; Sampel dari kerokan kulit/ kuku yang dicurigai terinfeksi jamur, kapas atau tissue, alcohol 70%, KOH 10 %, Reagen LCB (Lactofenol Cotton Blue) ➢ Cara Kerja



:



A. Pembuatan Sediaan Langsung (Direct Preparat) a. Lakukan



desinfeksi



pada



area



tempat



kerja



dengan



menggunakan alkolhol 70% b. Siapkan alat dan bahan yang digunakan c. Dicari terlebih dahulu lokasi terduga pertumbuhan jamur pada kulit kepala d. Objek glass dan cover glass didesinfeksi menggunakan alcohol 70% e. Desinfeksi terlebih dahulu area/ lokasi terduga pertumbuhan jamur pada kulit yang akan dikorek dengan menggunakan alcohol swab 70 % f. Jamur dikorek menggunakan Objek glass atau scalpel streril dan ditempatkan secara aman pada petridisk ksosong dan dibagi menjadi 2 bagian sama banyak g. Bagian pertama dibuatkan preparat untuk diamati dibawah mikroskop h. Objek glass dan cover glass yang telah didesinfeksi diteteskan 1-2 tetes larutan KOH 10% dengan pipet tetes



18



i. Koloni terduga jamur diambil dengan jarum ose steril dan diaduk perlahan pada objek glas yang sudah berisi KOH 10% j. Selanjutnya ditutup dengan cover glass dan didiamkan 20 menit. k. Sediaan diamati dengan mikroskop dengan pembesaran objektif 10 x dan 40x l. Hasil pengamatan dilaporkan. m. Dilanjutkan dengan inokulasi jamur ke dalam media SDA.



B. Inokulasi Sampel Kerokan Kulit ke Media SDA a. Siapkan alat dan bahan yang digunakan b. Diambil sampel dengan menggunakan pinset atau ose steril secara aseptis dibawah api bunsen. c. Sampel yang diambil diletakan pada media SDA tepatnya pada tengah media. d. Media yang telah berisi koloni dibungkus dengan kertas dan diberi label. e. Media disimpan pada incubator dengan suhu 37OC dan diamati setiap 24 jam. f. Dibuat preparat jamur dari koloni yang tumbuh dengan cara : •



Diambil 1-2 tetes larutan LCB dipipet dan dimasukkan dalam objek glass







Diambil koloni jamur pada biakan murni dengan jarum ose dan diaduk perlahan pada objek glass







Selanjutnya ditutup dengan cover glass dan didiamkan 5-10 menit







Diamati sediaan dengan mikroskop pembesaran 10x dan 40x







Dilaporkan hasil pengamatan



19



3.



Identifikasi Jamur secara Makroskopis dan Mikroskopis ➢ Waktu



: 19 Januari 2011



➢ Tempat



:



Laboratorium



Bakteriologi



Prodi Teknologi



Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Denpasar ➢ Alat dan Bahan



:







Beberapa koloni jamur dalam cawan petri







Lactophenol cotton blue







Ose







Lampu spiritus







Objek glass dan cover glass







Mikroskop



➢ Cara Kerja •



:



Pengamatan secara makroskopis -



Beberapa koloni jamur dalam cawan petri disiapkan



-



Kemudian amati karakteristik koloni yaitu : ✓ Warna ✓ Tekstur ✓ Topografi ✓ Tetesan eksudat







Pengamatan secara mikroskopis -



Lakukan desinfeksi pada area tempat kerja dengan menggunakan



-



alkolhol 70%.



-



Siapkan alat dan bahan yang digunakan.



-



Objek



glass



dan



cover



glass



didesinfeksi



menggunakan alcohol 70%. -



Objek glass dan cover glass yang telah didesinfeksi dibiarkan hingga kering.



-



LCB 1-2 tetes dipipet dan dimasukkan ke dalam objek glass.



-



Koloni jamur diambil pada biakan murni dengan jarum ose dan diaduk perlahan pada objek glas.



20



-



Dipanaskan dengan melewatkan pada api bunsen sampai menguap, tidak mendidih kemudian ditutup dengan cover glass.



-



Sediaan



diamati



dengan



mikroskop



dengan



pembesaran objektif 10x dan 40x -



4.



Hasil pengamatan dilaporkan.



Kultur Jamur Udara ➢ Waktu



: 19 Januari 2022



➢ Tempat



:



Laboratorium



Bakteriologi



Prodi Teknologi



Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Denpasar ➢ Alat dan Bahan



:



Objek glass, cover glass, api bunsen, jarum ose, mikroskop, pipet tetes, inkubator; kapas atau tissue, media SDA, alcohol 70%, Reagen LCB (Lactofenol Cotton Blue) ➢ Cara Kerja



:



A. Persiapan Sampel a. Disiapkan cawan petri yang telah berisi media SDA steril b. Media dibiarkan terbuka selama 15-30 menit c. Setelah itu, cawan petri media ditutup kembali d. Diinkubasi selama 1 x 24 jam dengan suhu ruang e. Diamati pertumbuhan jamurnya B. Pemeriksaan Pertumbuhan Jamur a. Disiapkan alat dan bahan b. Diamati pertumbuhan jamur secara makroskopis c. Objek glass dan cover glass didesinfeksi menggunakan alcohol 70% d. Objek glass yang telah didesinfeksi dibiarkan hingga kering e. 1-2 tetes larutan LCB dipipet dan dimasukkan dalam objek glass



21



f. Diambil koloni jamur pada biakan murni dengan jarum ose dan diaduk perlahan pada objek glass g. Selanjutnya ditutup dengan cover glass dan didiamkan 45 menit h. Diamati sediaan dengan mikroskop perbesaran 10x dan 40x i. Dilaporkan hasil pengamatan



5.



Identifikasi Jamur Rhizopus sp., Aspergillus sp., Penicilium sp ➢ Waktu



: 2 Februari 2022



➢ Tempat



:



Laboratorium



Bakteriologi



Prodi Teknologi



Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Denpasar ➢ Alat dan Bahan



:



Objek glass, cover glass, api bunsen, jarum ose, mikroskop, pipet tetes, inkubator; kapas atau tissue, media SDA, alcohol 70%, Reagen LCB (Lactofenol Cotton Blue) ➢ Cara Kerja



:



a. Disiapkan alat dan bahan b. Sampel diinokulasikan pada permukaan media SDA c. Diinkubasi pada suhu ruang, diamati setiap 24 jam koloni yang tumbuh d. Dibuat preparat jamur, dengan cara : •



Objek glass dan cover glass didesinfeksi menggunakan alcohol 70%







Objek glass yang telah didesinfeksi dibiarkan hingga kering







1- 2 tetes larutan LCB dipipet dan dimasukkan dalam objek glass







Diambil koloni jamur pada biakan murni dengan jarum ose dan diaduk perlahan pada objek glass







Selanjutnya ditutup dengan cover glass dan didiamkan 5-10 menit



22







Diamati sediaan dengan mikroskop pembesaran 10x dan 40x







6.



Dilaporkan hasil pengamatan



Identifikasi Jamur Trichophyton sp., Microsporum sp ➢ Waktu



: 9 Maret 2022



➢ Tempat



:



Laboratorium



Bakteriologi



Prodi Teknologi



Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Denpasar ➢ Alat dan Bahan



:



Mikroskop, kapas atau tissue, alcohol 70%, preparat awetan jamur ➢ Cara Kerja



:



a. Melakukan desinfeksi pada area tempat kerja dengan menggunakan alkolhol 70% b. Siapkan alat dan bahan yang digunakan seperti mikroskop (Olympus), tissue lensa, dan sediaan preparat awetan. c. Meletakkan mikroskop pada meja yang datar dan aman d. Membuka pengikat lensa objektif dan putar krup pengatur kepala lensa lalu sambungkan ke aliran listrik e. Tekan tombol ON untuk menghidupkan mikroskop dan putar pengatur cahaya. Gunakan pencahayaan paling terang f. Letakkan objek yang akan diamati diatas meja preparat dan jepit menggunakan penjepit preparat g. Atur pembesaran okuler agar sesuai dengan kondisi mata pengamatan h. Atur pembesaran lensa objektif yang akan digunakan (pembesaran 10x



23



untuk melihat lapang pandang lalu 40x untuk mengidentifikasi) dan atur diafragma serta kondensor yang sesuai dengan perbesaran lensa objektif i. Atur posisi preparat sehingga objek yang akan diamati berada pada lapang pandang j. Amati dari arah samping dengan mengatur skrup vertikal dan horizontal sambil turunkan meja preparat menggunakan pemutar kasar hingga jarak lensa objektif dan preparat yang diamati kira-kira 5 mm k. Setelah preparat terlihat jelas, fokuskan objek menggunakan skrup pemutar halus l. Jika sudah ditengah dan jelas, amati preparat. Dan identifikasi jenis jamur pada sediaan awetan lalu didokumentasikan. m. Setelah selesai, ambil preparat dari meja preparat n. Turunkan kondensor dan meja preparat o. Kembalikan lensa objektif pada perbesaran terkecil dan posisikan lensa p. objektif tidak sejajar dengan kondensor melainkan diantara kondensor q. Matikan sumber cahaya r. Matikan mikroskop dengan tombol OFF s. Memutuskan sumber listrik yang terhubung dengan mikroskop



7.



Uji Sensitivitas Jamur terhadap Antifungi ➢ Waktu



: 16 Maret 2022



➢ Tempat



:



Laboratorium



Bakteriologi



Prodi Teknologi



Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Denpasar



24



➢ Alat dan Bahan



:



Api bunsen, petridish, beaker glass, erlenmeyer, densitometer, oven, jangka sorong, tabung reaksi; media SDA, media MHA, NaCl, cotton swab, fluconazole. ➢ Cara Kerja



:



a.



Sebanyak 5 ml NaCl 0,9% dimasukan ke dalam tabung reaksi



b.



Koloni



Candida



sp.



dimasukan



ke



dalam



NaCl



0,9%



menggunakan ose c.



dan diukur sampai 0,5 Mc Farland



d.



Diambil pengenceran 0,5 Mc Farland menggunakan cotton swab



dan e.



distreak pada media MHA



f.



Antibakteri fluconazole ditempel pada media yang telah distreak



g.



Diinkubasi pada inkubator dengan suhu 370C selama 2x24 jam



h.



Diukur diameter zona hambat yang terbentuk menggunakan



jangka sorong



25



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil Praktikum 4.1.1 Pembuatan Media Pertumbuhan Jamur



Gambar 1. Hasil Pembuatan Media Pertumbuhan Jamur SDA



4.1.2 Kultur Jamur Penyebab Infeksi Kulit Kultur Jamur Kulit/Kerokan pada Media



Kultur Jamur Kulit pada Mikroskop



SDA



Gambar 2. Hasil Kultur Jamur Kulit/Kerokan pada Media SDA



Gambar 3. Hasil kultur Jamur Kulit pada Mikroskop



Tabel 1. Kultur Jamur Penyebab Infeksi Kulit



4.1.3 Identifikasi Jamur secara Makroskopis dan Mikroskopis 26



A. Identifikasi Jamur secara Makroskopis dan Mikroskopis pada Tempe Makroskopis



Mikroskopis



Gambar 5. Hasil Mikroksopis pada Tempe



Gambar 4. Hasil Makroskopispada Tempe



Tabel 2. Identifikasi Jamur Makroskopis dan Mikroskopis pada Tempe



B. Identifikasi Jamur secara Makroskopis dan Mikroskopis pada Kulit Makroskopis



Mikroskopis



Gambar 6. Hasil Gambar 7. Hasil Mikroksopis Makroskopis Jamur Candida pada Kulit Tabel 3. Identifikasi Jamur Makroskopis dan Mikroskopis pada Kulit Makroskopis pada Kulit



27



4.1.3 Kultur Jamur Udara Kultur Jamur Udara pada Media



Kultur



Jamur



SDA



Mikroskop



Udara



Gambar 9. Hasil Kultur Jamur Udara pada Mikroskop



Gambar 8. Hasil Kultur Udara Jamur pada Media SDA



Tabel 4. Kultur Jamur Udara



4.1.5 Identifikasi Jamur Rhizopus sp., Aspergilus sp., Penicilium sp Rhizopus sp Identifikasi Jamur Rhizopus sp.



Identifikasi Jamur Rhizopus sp.



pada Media SDA



pada Mikroskop



28



pada



Gambar 10. Identifikasi Jamur Rhizopus sp. pada Media SDA



Gambar 11. Identifikasi Jamur Rhizopus sp. pada Mikroskop



Tabel 5. Identifikasi Jamur Rhizopus sp.



Aspergilus sp. Identifikasi Jamur Aspergilus sp. pada



Identifikasi Jamur Aspergilus sp. pada



Media SDA



Mikroskop



Gambar 12. Identifikasi Jamur Aspergilus sp. pada Media SDA



Gambar 13. Identifikasi Jamur Aspergilus sp. pada Mikroskop



Tabel 6. identifikasi Jamur Aspergilus sp.



Penicilium sp.



Gambar 14. Identifikasi Jamur Penicilium sp



29



4.1.6 Idetifikasi Jamur Trichophyton sp., Microsporum sp Microsporum gypseum



Microsporum canis



Gambar 16. Hasil Identifikasi Jamur



microsporum canis



Gambar 15. Hasil Identifikasi Jamur



Microsporum gypseum Tabel 7. Identifikasi Jamur Trichophyton sp, Microsporu sp



4.1.7 Uji Sensitivitas Jamur terhadap Antifungi Aspergilus



Candida



Gambar 17. Hasil Uji Sensitivitas Jamur Aspergilus terhadap Antifungi



Gambar 18. Hasil Uji Sensitivitas Jamur Candida terhadap Antifungi



Tabel 8. Uji Sensitivitas Jamur terhadap Antifungi



30



4.2



Pembahasan



4.2.1 Pembuatan Media Pertumbuhan Jamur Medium



merupakan



bahan



yang



digunakan



untuk



menumbuhkan mikroorganisme di atas atau di dalamnya, medium tersebut harus memenuhi syarat-syarat, antara lain adalah harus mengandung semua zat hara yang mudah digunakan oleh mikroba, harus mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan dan pH yang sesuai dengan kebutuhan mikroba yang akan ditumbuhkan, tidak mengandung zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, harus berada dalam keadaan steril sebelum digunakan,agar mikroba yang di tumbuhkan dapat tumbuh. Pada pratikum kali ini membuat medium SDA (Sabouroud Dextrose Agar). Media SDA (Sabouroud Dextrose Agar) merupakan media yang digunakan untuk mengisolasi jamur. Konsistensi media SDA berbentuk padat (Solid) dan tersusun dari bahan sintesis. Fungsi dari media SDA yaitu, isolasi mikroorganisme menjadi kultur murni, untuk budidaya jamur patogen, komensal dan ragi, digunakan dalam evaluasi mikologi makanan, serta secara klinis membantu dalam diagnosis ragi dan jamur penyebab infeksi. Komposisi media SDA yaitu Mycological peptone 10 g, Glucose 40 g, dan Agar 15 g. Mycological peptone berfungsi menyediakan nitrogen dan sumber vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam media SDA, glukosa sebagai sumber energi dan agar berfungsi sebagai bahan pemadat. Kebanyakan jamur terdapat di alam dan tumbuh dengan cepat pada sumber nitrogen dan karbohidrat yang sederhana. Secara tradisional, agar Sabouraud, yang mengandung glukosa dan pepton modifikasi (pH 7,0), telah dipakai karena tidak cepat mendorong pertumbuhan bakteri. Pada pratikum yang telah dilaksanakan media SDA digunakan untuk menumbuhkan jamur yang ada pada sampel tempe,swab mulut, kerokan kulit dan udara.



31



4.2.2 Kultur Jamur Penyebab Infeksi Kulit Pemeriksaan kultur jamur penyebab infeksi kulit dilakuan secara aseptik dengan cara sampel dimasukkan kedalam cawan petri steril yang diambil dengan ose dan ditanamkan pada permukaan media SDA dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 3-7 hari. Pada hari ke-3 dan seterusnya biakan diamati terhadap pertumbuhan koloni jamur secara makroskopik yaitu dengan melihat bentuk, warna, permukaan bawah dan tepi koloni, tekstur, tetesan eksudat dan garis pada koloni jamur. Dari hasil pratikum yang telah dilaksanakan ditemukan ciri-ciri jamur bersifat senositik (tidak bersekat), memiliki dinding sel yang tersusun dari zat kitin, ada yang uniseluler dan multiseluler, merupakan fungi paling primitif, memiliki akar rhizoid, terdapat tangkai sporangiofor, dan memiliki reproduksi seksual berupa zigospora. Menurut hasil mikroskopis jamur ini adalah jamur Hifa yang tidak bersekat.



4.2.3 Identifikasi Jamur secara Makroskopis dan Mikroskopis A. Identifikasi Jamur secara Makroskopis dan Mikroskopis pada Tempe Berdasarkan pratikum identifikasi jamur pada tempe, yang bertujuan untuk mengetahui jamur yang tumbuh pada roti, serta untuk mengetahui karakteristik makroskopis dan mikroskopis jamur yang tumbuh pada roti tersebut. Praktikum ini dilakukan dalam beberapa tahapan, tahapan yang pertama yaitu inokulasi jamur yang tumbuh pada tempe ke media SDA (Sabouraud Dextrose Agar). Tahapan yang kedua yaitu pengamatan jamur, pengamatan dilakukan secara makroskopis



dan



mikroskopis.



Pada



pengamatan



makroskopis, diamati jamur yang tumbuh pada media SDA dengan mata telanjang yang meliputi warna koloni, dan 32



warna sebalik koloni. Setelah diamati, didapatkan hasil makroskopis, warna putih-abu dan dibalih permukaan kuning, bentuk koloni verrugase tekstur koloni cottony, garis radial dan tidak terdapat tetesan eksudat. Pada pemeriksaan mikroskopis didapatkan isolat jamur tempe mempunyai hifa yang tipis tidak berseptat, terdapat hifa horizontal berupa stolon, warna hifa putih transparan. Struktur reproduksi berupa sporangium yang ditopang oleh sporangiofor, spora berwarna abu kehitaman berbentuk bulat berisi spora. B. Identifikasi Jamur secara Makroskopis dan Mikroskopis pada Kulit Pemeriksaan jamur pada kerokan kulit yang telah ditumbuhi jamur dilakukan dengan kultur pada media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) dan diinkubasi dalam suhu ruang selama beberapa hari. Teknik kultur dilakuan secara aseptik dengan cara sampel dimasukkan kedalam cawan petri steril yang diambil dengan ose dan ditanamkan pada permukaan media SDA dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 3-7 hari. Pada pengamatan makroskopis, diamati jamur yang tumbuh pada media SDA dengan mata telanjang. Setelah diamati, didapatkan hasil makroskopis,koloni berwarna coklat, tekstur cottony dan tidak terdapat tetesan eksudat. Pada pengamatan mikroskopik didapatkan hasil inkubasi selama 72 jam dengan suhu 25°C, ditemukan banyak cabang pseudohifa . 4.2.4 Kultur Jamur Udara Pemeriksaan jamur pada udara yang telah ditumbuhi jamur dilakukan dengan kultur pada media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) dan diinkubasi dalam suhu ruang selama beberapa hari. Teknik kultur dilakuan secara aseptik dengan cara samapel dimasukkan kedalam cawan petri steril yang diambil dengan ose dan ditanamkan pada permukaan media



33



SDA dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 3-7 hari. Pada pengamatan makroskopis, diamati jamur yang tumbuh pada media SDA dengan mata telanjang. Setelah diamati, didapatkan hasil makroskopis, jamur tersebut berbentuk umbonate dan rugose, memiliki warna putih-abu pada permukaan dan warna kuning di balik permukaan, memiliki tekstur cottony dan velvety, memiliki garis lingkaran konsentris dan garis radial, tidak terdapat tetesan eksudat. Pada pengamatan mikroskopik didapatkan hasil jamur tersebut memiliki hifa yang berseptat. Berdasarkan ciri-ciri tersebut jamur yang tumbuh pada media SDA dengan sampel udara adalah Aspergillus sp.



4.2.5 Identifikasi Jamur Rhizopus sp., Aspergilus sp., Penicilium sp Pemeriksaan jamur pada tempe yang telah ditumbuhi jamur dilakukan dengan kultur pada media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) dan diinkubasi dalam suhu ruang selama beberapa hari. Teknik kultur dilakuan secara aseptik dengan cara sampel dimasukkan kedalam cawan petri steril yang diambil dengan ose dan ditanamkan pada permukaan media SDA dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 3-7 hari. Pada hari ke-3 dan seterusnya biakan diamati terhadap pertumbuhan koloni jamur secara makroskopik yaitu dengan melihat bentuk, warna, permukaan bawah dan tepi koloni, tekstur, tetesan eksudat dan garis pada koloni jamur. Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, pada media SDA dengan mengunakan sampel tempe. Setelah diamati pada mikroskop ditemukan jamur Rhizopus sp. Dengan ciri-ciri makroskopisnya, mempunyai



koloni



putih-abu.



Berdasarkan



ciri-ciri



tersebut



menunjukan bahwa pada media SDA dengan sampel tempe terdapat jamur Rhizopus oligosporus. Hasil pemeriksaan pada media SDA dengan menggunakan sampel udara, ditemukan jamur Aspergilus sp. yang tumbuh di media tersebut. Dengan ciri-ciri makrokopisnya,



34



berwarna koloni berwarna putih-hijau permukaan bawah koloni berwarna kekuningan. Secara mikroskopis dicirikan dengan warna konidia, phialid memenuhi seluruh permukaan vesikel dan vesikel bulat besar. Hasil pemeriksaan preparat awetan jamur Penicilium sp. setelah diamati pada mikroskop ditemukan ciri-ciri memiliki hifa bersepta, konidia, sterigma, dan konidiospora.



4.2.6 Idetifikasi Jamur Trichophyton sp., Microsporum sp Pada praktikum yang telah dilakukan digunakan preparat awetan yang telah jadi, preparat tersebut diamati dibawah mikroskop kemudian diidentifikasi jenis jamur ditemukan. Pada praktikum yang telah dilakukan diamati sebanyak 2 preparat yaitu



preparat



awetan



jamur



Microsporum



gypseum



dan



Microsporum canis. Setelah dilakukan pengamatan pada preparat awetan jamur Microsporum gypseum diperoleh gambaran morfologi konidia ataupun hifa secara mikroskopis yaitu makrokonidia berbentuk elips simetris, berdinding kasar dan tipis, dan multiseluler terdiri dari 4-6 sel. Morfologi mikroskopis Microsporum canis tumbuh dengan cepat dan memiliki diameter koloni yang mencapai 3 sampai 9 cm setelah masa inkubasi selama 7 hari pada media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) dengan suhu 25°C. Tekstur atau permukaannya berbulu seperti wol atau halus dan datar. Warna koloninya bervariasi, dari berwarna putih sampai kekuningan. Bentuk koloninya adalah menyebar atau spreading. Identifikasi secara makroskopis koloni Microsporum canis pada media SDA dapat dengan melihat topografi koloni datar/plat dengan sedikit melipat yang tampak putih seperti kapas, seperti rambut yang lebat atau seperti wool dan akhirnya seperti bubuk dengan warna coklat muda pada bagian sentral koloni dengan tepi berwarna kuning sampai tidak berwarna Pada permukaan bawah koloni, tampak warna kuning terang-oranye dan tidak berwarna pada bagian tepinya. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka ditemukan didentifikasi sebagai



35



species Microsporum canis karena memperlihatkan ciri-ciri berupa selium yang berbentuk cotton atau wool yang berwarna kuning puca putih pada bagian tengah dengan tepi berwarna kuning sampai tidak berwarna.



4.2.7 Uji Sensitivitas Jamur terhadap Antifungi Pengamatan yang telah dilakukan didapatkan hasil pada sampel Aspergilus dan Candida pada media MHA dengan menambahkan antifungi Fluconazole pada sampel Candida dan Voricunazole pada sampel Aspergilus yang telah diinkubasi selama dua hari pada suhu 37°C didapatkan hasil tidak ditemukannya zona hambat yang tumbuh disekitaran antifungi. Hal ini bisa saja disebabkan karena kemungkinan pada saat prosedur pemeriksaan yang dilakukan kurang tepat yang bisa mengakibatkan tidak terdapat zona hambat yang tumbuh pada media MHA. Faktor lain juga disebutkan dalam penelitian yang dilaporkan oleh Delic, et al (2013), dimana pada penelitian tersebut fluconazole 2000 µg/mL tidak memiliki aktivitas terhadap Candida



36



BAB V KESIMPULAN Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan tidak termasuk golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang bercabang dan mempunyai dinding sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan glukan, dan sebagian kecil dari selulosa atau ketosan. Salah satu media yang digunakan untuk mengisolasi jamur adalah media SDA, Medium berfungsi untuk mengisolasi, menumbuhkan, memperbanyak jumlah, menguji sifat-sifat fisologi, dan menghitung jumlah mikroba. Proses pembuatan medium harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk menghindari kontaminasi pada medium. Fungsi dari media SDA yaitu, isolasi mikroorganisme menjadi kultur murni, untuk budidaya jamur patogen, komensal dan ragi, digunakan dalam evaluasi mikologi makanan, serta secara klinis membantu dalam diagnosis ragi dan jamur penyebab infeksi.



37



BAB VI DAFTAR PUSTAKA



(n.d.). Retrieved from http://e-journal.uajy.ac.id/6976/3/BL201164.pdf (2018). Retrieved from http://repository.unimus.ac.id/2298/3/BAB%20II.pdf Alfiana. (2018). Retrieved from http://repository.unimus.ac.id/2298/3/BAB%20II.pdf Andini. (2014). Retrieved from http://repository.umsurabaya.ac.id/999/3/BAB_2.pdf Askari, Muh;. (2018). Media Pertumbuhan jamur. Retrieved from http://repository.unimus.ac.id/3097/4/12.%20BAB%20II.pdf DHARMAWIJAYA, SHINTA. (n.d.). Jamur Makroskopis. Retrieved from https://adoc.pub/bab-ii-kajian-pustaka-menurut-gunawan-200518-jamurmakroskop.html Harumayanti. (2019). Retrieved from http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/2809/3/BAB%20II.pdf HIDAYATULLAH, TAUFIK. (n.d.). IDENTIFIKASI JAMUR RHIZOPUS SP DAN ASPERGILLUS SP PADA ROTI BAKAR SEBELUM DAN SESUDAH DIBAKAR YANG DIJUAL DI ALUN-ALUN JOMBANG. Retrieved from http://repo.stikesicmejbg.ac.id/961/2/151310041%20TAUFIK%20HIDAYATULLAH%20KTI. pdf Utami. (2018). Retrieved from http://repository.unimus.ac.id/2329/3/BAB%20II%20TINJAUAN%20PU STAKA.pdf



38